Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 188533 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dian Feryantissa
"Konsep kesiapan sekolah mengaitkan konsep kesiapan belajar dengan suatu standar perkembangan fisik, intelektual dan sosial yang memungkinkan seorang anak memenuhi ketentuan sekolah dan menyerap kurikulum sekolah. Untuk memasuki sekolah dasar, banyak sekolah yang meminta anak mengikuti tes masuk sekolah terlebih dahulu untuk melihat seberapa jauh kesiapan anak bersekolah. Sedangkan pada saat ini, alat yang dapat mengukur kesiapan sekolah anak masih kurang. Berhadapan dengan masalah kekurangan alat pengukur dan keinginan untuk menjamin bahwa hanya anak yang siap dapat memasuki sekolah, dilakukan penelitian untuk melakukan adaptasi alat Brenner Gestalt Test (BGT) yang digunakan untuk mengukur kesiapan sekolah. Ada berbagai kelebihan BGT yang dikatakan oleh Anton Brenner antara lain: ?bebas budaya?, sederhana, praktis, murah, dan cepat administrasinya.
Sebelum BGT digunakan di Indonesia, perlu diteliti apakah tes ini memenuhi persyaratan pengukuran yang baik, yaitu mempunyai item yang tersusun berdasarkan derajat kesulitan, menghasilkan skor yang relatif konstan dari waktu ke waktu, serta mengukur apa yang hendak diukur. Adapun penelitian dilakukan pada kelompok anak usia 5 sampai 6 tahun yang duduk di TK B. Alasan dipilih TK B adalah karena sesuai dengan karakteristik yang disebutkan dalam manual BGT dan karena kelas B merupakan kelas persiapan dimana anak disiapkan untuk masuk ke kelas I SD. Dengan alat ukur yang baik seperti BGT diharapkan dapat memprediksi anak yang "sudah siap" / "belum siap" untuk masuk sekolah dasar.
Analisis item dilakukan untuk mengetahui derajat kesukaran item dan urutan item, yaitu dengan menggunakan indeks kesukaran rata-rata. Uji validitas dilakukan dengan menghitung koefisien validitas internal dan eksternal menggunakan rumus Pearson product moment. Perhitungan koefisien validitas eksternal dilakukan dengan mengkorelasikan BGT dengan CPM serta mengkorelasikan BGT dengan skala kesiapan kemampuan prestasi dan skala kesiapan perilaku sosial-emosional dari Brenner. Uji reliabiiitas dilakukan dengan menggunakan rumus alpha. Penelitian ini merupakan penelitian awal yang ditujukan untnk menguji apakah BGT benar-benar mengukur kesiapan sekolah.
Analisis item memperlihatkan bahwa subtes-subtes BGT pada umumnya sudah tersusun berdasarkan derajat kesukarannya dan derajat kesukaran item tergolong pada taraf sangat mudah sampai sedang. Uji validitas internal menunjukkan bahwa aspek yang diukur dalam subtes-subtes BGT sudah cukup homogen. Uji validitas eksternal menunjukkan bahwa BGT juga mengukur kemampuan yang sama sepetti CPM dan BGT dapat memprediksikan hasil dari skala kesiapan kemampuan prestasi dan skala kesiapan perilaku sosial-emosional. Apabila skor total BGT tinggi dapat diprediksikan hasil penilaian skala kesiapan akan tinggi juga dan sebaliknya, apabila skor total BGT rendah maka hasil penilaian skala kesiapan akan rendah juga. Uji reliabilitas terhadap seluruh item dalam BGT menghasilkan skor yang cukup tinggi berarti BGT dapat dikatakan sebagai alat yang reliabel. Dengan nilai ini masih dilakukan pengguguran item-item yang dianggap tidak valid dan dihasilkan koefisien reliabilitas yang lebih tinggi lagi dengan hanya tinggal satu subtes (Gestalt Sepuluh Bulatan) saja. Ini berarti subtes ini dapat dikatakan sebagai alat yang reliabel untuk mengukur kesiapan sekolah.
Saran yang diberikan adalah melakukan perbaikan pada instrumen penelitian yaitu merevisi pada item-item yang kurang valid atau menambah jumlah item dalam BGT, kemudian melanjutkan penelitian dengan cakupan wilayah yang lebih luas agar hasilnya dapat digeneralisir pada seluruh kelompok populasi. Saran untuk penggunaan praktis adalah membedakan BGT pada anak TK A karena item-item dalam BGT ini terlalu mudah bagi anak TK B, sehingga dapat diprediksi kesiapan sekolah anak sejak dini."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
S2552
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azalea Estella Tani
"
Dalam penelitian ini, penulis bermaksud untuk melakukan adaptasi dari Detroit Test
of Learning Aptitude-3 (DTLA-3). Sebagai baterai tes yang mengukur berbagai develop
abilities^ DTLA-3 menawarkan beberapa kelebihan dibandingkan dengan tes-tes
kemampuan mental umum konvensional yang sudah dikenal, yaitu dapat digunakan untuk ;
1. mengukur fungsi kognitif umum (general mental ability), meramalkan keberhasilan
di masa yang akan datang (aptitude), menunjukkan penguasaan mated dan
ketrampilan tertentu (achievement), tergantung kepada orientasi atau kebutuhan
pengguna tes ini,
2. menentukan kekuatan dan kelemahan pada developed mental abilities yang penting
dalam merencanakan program pendidikan,
3. mengidentifikasikan anak dan remaja yang secara signifikan berada di bawah
kelompoknya dalam kemampuan bahasa, atensi, motorik, yang penting untuk
keberhasilan akademik, dan
4 lebih menekankan pada kemampuan yang spesifik.
Penelitian ini melibatkan 124 siswa sekolah dasar dengan rentang usia 6 tahun 0
bulan sampai 9 tahun 11 bulan. Pengutnpulan data dilakukan dengan cara memberikan
DTLA-3 dan WISC-R secara individual.
Pengolahan data dilakukan dalam dua cara. Pertama dianalisis berdasarkan seluruh
kelompok; kedua, analisis untuk masing-masing kelompok usia. Rumus yang digunakan
dalam perhitungan indeks kesukaran item adalah indeks kesukaran rata-rata. Untuk
menghitung indeks validitas item digunakan rumus korelasi point biserial dan Pearson
Product Moment tergantung sifat dari variabel-variabel yang dikorelasikan. Sedangkan
reliabilitas dihitung menggunakan rumus alpha. Untuk mendapatkan nilai validitas konstruk
dipergunakan rata-rata untuk melihat adanya peningkatan skor kasar pada setiap kelompok
usia dan menggunakan korelasi Pearson Product Moment dalam melihat korelasi antar
subtes DTLA-3 dan korelasi antar total subtes DTLA-3 dengan total subtes WISC-R.
Belum tersedianya norma untuk anak-anak di Indonesia, maka skor mentah dari sampel
penelitian ini diubah ke dalam standar skor dengan menggunakan rumus transformasi.
Secara keseluruhan item-item kesebelas subtes DTLA-3 memiliki daya pembeda
item, dalam arti item-item subtes ini dapat membedakan antara subyek yang kemampuannya
tinggi dengan subyek yang kemampuannya rendah dalam aspek yang diukur oleh setiap
subtes.
Item-item pada kesebelas subtes DTLA-3 telah bervariasi dalam derajat
kesukararmya, namun belum tersusun berdasarkan derajat kesukarannya, kecuali pada pada
subtes Design Sequences dan Reversed Letters.
Ada konsistensi respon terhadap item-item pada subtes DTLA-3 karena item-item
tersebut selaras mengukur kemampuan yang sesuai dengan tujuan pengukuran setiap subtes,
kecuali pada subtes Basic Informations, Design Sequences, Story Sequences, dan Picture
Fragments.
Ada kesamaan pengukuran antara seorang penilai dengan penilai lainnya pada subtes
Design Reproduction da/? Story Constructions ini. Dengan kata lain peniiaian pada dua
subtes ini tidak bersifat subjektif. DTLA-3 terbukti valid mengukur konstruk kemampuan
mental umum.
Disarankan untuk melakukan modifikasi pada beberapa subtes dengan
memperhatikan muatan budaya, urutan item, dan cara skoring. Agar dapat dilakukan
generalisasi hasil penelitian, disarankan memperbanyak jumlah sampel penelitian, sampel
yang diambil hendaknya mewakili populasi anak Indonesia."
1996
S2621
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Linawaty Mustopoh
"ABSTRAK
Dalam dunia pendidikan diketahui bahwa banyak siswa yang mengalami kesulitan di
sekolah baik karena rendahnya kemampuan umum ataupun kesulitan belajar dalam bidang
tertentu. Siswa-siswa ini masih dapat mengembangkan potensinya bila aspek
kelemahannya diketahui dan dapat ditangani. Untuk itu diperlukan tes seperti Detroit Test
of Learning Aptitude-3 (DTLA-3) yang dikembangkan Donald D. Hammill pada tahun
1991 berdasarkan teori dua faktor Spearman. Adapun berbagai kelebihan yang ditawarkan
oleh DTLA-3 dibandingkan dengan tes inteligensi Iainnya adalah:
l. mengukur kemampuan mental umum (general mental ability), meramalkan
keberhasilan di masa yang akan datang (bakat/aptitude) dan menunjukkan penguasaan
materi dan ketrampilan tertentu (prestasi/achievement).
2. menentukan kekuatan dan kelemahan di antara berbagai kemampuan (developed
abilities) yang dimungkinkan melalui melalui analisis unjuk kerja subjek pada berbagai
subtes, serta analisis perbedaan skor antar berbagai komposit. Dengan mengetahui
kekuatan dan kelemahan seseorang, dapat direncanakan program pendidikan yang
tepat bagi individu tersebut.
3. mengidentifikasi individu yang mempunyai kemampuan di bawah kemampuan
kelompok seusianya. DTLA-3 dpat digunakan untuk mendiagnosis apakah seseorang
membutuhkan pendidikan luar biasa karena kemampuan mental umum yang rendah,
atau program penanganan kesulitan belajar bahasa, atensi atau motorik
Sebelum DTLA-3 digunakan di Indonesia, perlu diadakan diteliti apakah tes ini
memenuhi persyaratan pengukuran yang baik, yaitu mempunyai item yang tersusun dengan
berdasarkan derajat kesulitan dan mempunyai daya pembeda, menghasilkan skor yang
relatif sama dari waktu ke waktu, serta mengukur apa yang hendak diukur. Adapun
penelitian dilakukan pada kelompok usia 10-12 tahun yang duduk di kelas 4-6 SD yang
paling banyak mengalami kesulitan belajar (Schmid et al., dalam Mercer, 1983). Dengan
alat ukur yang akurat seperti DTLA-3 diharapkan dapat mengidentifikasi siswa yang
membutuhkan program pendidikan yang direncanakan secara khusus.
Subjek penelitian terdiri dari 93 siswa-siswi sekolah dasar dengan rentang usai IO-I2
tahun, dengan rincian 31, 32 dan 30 orang pada masing-masing kelompok usia.
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik non probabilitas, yaitu secara insidental.
Pengumpulan data dtlakukan dengan cara memberikan DTLA-3 dan WISC-R secara
individual. Analisis data dilakukan dengan dua cara, pertarna analisis berdasarkan data
seluruh kelompok usia; kedua, analisis untuk masing-masing kelompok usia. Analisis item
dilakukan untuk mengetahui derajat kesukaran item, yaitu dengan menggunakan indeks
kesukaran rata-rata; dan untuk mengetahui daya pembeda item, dengan menghitung indeks
validitas item yang dihitung dengan rumus korelasi point biserial dan Pearson product
moment. Uji reliabillitas konsistensi internal dilakukan dengan menggunakan rumus alpha,
sedangkan uji reliabilitas antar penilai dilakukan dengan menggunakan rumus Pearson product moment. Penelitian ini merupakan penelitian awal yang ditujukan untuk menguji
apakah DTLA-3 benar-benar mengukur kemampuan mental umum, dilakukan dengan
mengkorelasikan skor total DTLA-3 dengan skor total WISC-R.
Analisis data memperlihatkan bahwa subtes-subtes DTLA-3 pada umumnya
mempunyai item yang mempunyai daya pembeda item dan derajat kesukaran item yang
tergolong pada taraf sangat mudah sampai sangat sukar pada kelompok usia 10-12 tahun
walalupun belum tersusun berdasarkan derajat kesukarannya (kecuali subtes Design
Sequences dan Reversed Letters yang sudah tersusun berdasarkan derajat kesukaran yang
semakin meningkat). Subtes DTLA-3 pada umumnya memperlihatkan konsistensi internal,
kecuali subtes Story Construction (kelompok usia 10 tahun), Design Sequences, Symbolic
Relation, Story Sequences, dan Picture Fragments. Uji realibilitas antar penilai pada
subtes Story Construction dan Design Reproduction untuk kelompok umur 10 sampai 12
tahun memperlihatkan konsistensi penilaian antara satu penilai dengan penilai Iain. Uji
validitas konstruk menunjukkan bahwa DTLA-3 mengukur kemampuan umum seperti
yang diukur dalam WISC-R.
Saran yang diajukan untuk perbaikan metode adalah melakukan penelitian lanjutan
dengan menggunakan sampel lebih mewakili kelompok populasi di Indonesia; pengambilan
sampel secara acak; melakukan uji reliabilitas pengujian kembali (test-retest); serta
melakukan uji validitas dengan mengkorelasikan skor DTLA-3 dengan nilai ujian sumatif
yang diselengggarakan Depdikbud DKI Jakarta, dan dengan prestasi subjek di masa yang
akan datang. Saran lain adalah memperbaiki alat penelitian, yaitu menulis kembali item-
item beberapa subtes berdasarkan penelitian mengenai kosa kata yang sudah dikuasai anak
pada usia tertentu, yaitu Subtes Word Opposites, Word Sequences, dan Picture pada usia tertentu, yaitu subtes Word Opposites, Word Sequences, dan Picture
Fragments; menyesuaiakan jumlah kata item adaptasi dnegn jumlah kata item asli subtes
Sentence Imitation. ménggunakan stimulus gambar yang Iebih dikenal anak untuk subtes
Story Constuction; menyusun item-item setiap subtes berdasarkan tingkat kesukaran;
membuat kriteria bonus waktu untuk subtes Story Sequences yang sesuai dengan respons
sampel Indonesia. Secara umum disarankan melakukan penelitian lanjutan hingga
didapatkan norma yang berlaku bagi populasi Indonesia."
1996
S2623
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Linawati Hambali
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1978
S2123
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Cressentia Clara Linawati S.
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1993
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Latif Sugandakusumah
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1978
S2066
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>