Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 192991 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sandra Catherine Heru Utomo
"ABSTRAK
Salah satu hambatan yang sering ditemui wanita di
tempat kerja adalah pelecehan seksual. Dalam menghadapi
pelecehan seksual reaksi yang dianggap paling menguntung-
kan bagi korban adalah reaksi asertif, karena reaksi ini
dapat meninimalkan emosi negatif yang timbul setelah
pelecahan seksual. Reaksi asertif meliputi ekspresi pera-
saan, pendapat dan keinginan korban secara jelas, langsung
dan jujur. Halaupun demikian wanita seringkali terhambat
untuk bertindak asertif, karena perilaku tersebut tidak
sesuai dengan peran jenis kelamin yang diharapkan ada pada
wanita. Selama ini wanita lebih diharapkan untuk bertindak
pasif, submisif dan nonasertif sesuai dengan stereotip
peran jenis kelanin yang telah diterima luas dalam masya-
rakat. Wanita yang secara kaku berpikir dan bertindak
sesuai stereotip peran jenis kelamin dapat dikatakan
sebagai wanita yang berpandangan peran jenis kelamin
tradisional; wanita ini sulit untuk bertindak di luar
stereotip yang ada. Sedangkan wanita yang berpandangan
peran jenis kelamin nontradisional lebih fleksibel dalam
berpikir dan bertindak di luar stereotip. Dalam penelitian ini akan dilihat apakah terdapat perbedaan reaksi antara
wanita yang berpandangan peran jenis kelamin tradisional
dan nontradisional dalam menghadapi pelecehan seksual di
tempat kerja. Jenis reaksi yang akan dilihat digolongkan
menjadi asertif, pasif agresif, agresif dan nonasertif.
Dalan penelitian ini terdapat 42 subyek yang menda-
patkan alat penelitian berupa skala yang nengukur pandan-
gan peran jenis kelamin dan kuesioner reaksi terhadap
pelecehan seksual. Selain itu juga dilakukan wawancara
sebagai probing atas jawaban-jawaban subyek pada kuesion-
er. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan reaksi antara wanita yang berpandangan peran
jenis kelamin tradisional dan nontradisional dalam mengha-
dapi pelacehan seksual di tempat kerja.
Dalam penelitian ini juga dapat disimpulkan bahwa
reaksi asertif adalah reaksi yang paling menguntungkan
karena tidak menimbulkan reaksi emosional negatif pada
diri korban, dan hubungan korban dengan pelaku tetap baik
setelah pelecehan. Namun hanya sebagian kecil subyek yang
melakukan reaksi ini, dan mereka masih sulit membedakan
reaksi asertif dari reaksi agresif dan nonasertif. Untuk
itu peneliti menyarankan untuk mengembangkan suatu pélati-
han asertif bagi para wanita, khususnya untuk menghadapi
pelecehan seksual. Untuk penelitian selanjutnya juga
disarankan untuk melihat lebih jauh perilaku agresif pada
wanita, untuk memperbaiki skala pengukuran, nemperbaiki
metoda wawancara serta meneliti self-blame pada korban
pelecehan."
1995
S2542
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nor Iyoni
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1996
S2376
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neni Indra Melani
"Pelecehan seksual diartikan sebagai perhatian atau tindakan seksual yang tidak diinginkan, yang dilakukan oleh orang lain dan menyebabkan ketidaknyamanan dan atau mengganggu pekerjaan. Akhir-akhir ini, pelecehan seksual telah menjadi salah satu fenomena yang sering terjadi di dunia kerja. Di dalam dunia kerja, pelaku kerja diharapkan untuk bersikap dan bertingkah laku profesional, tetapi pelecehan seksual, yang merupakan tindakan yang sangat tidak profesional, tetapi tetap saja terjadi. Akibat yang disebabkan oleh pelecehan seksual sangat merugikan bagi yang mengalaminya, baik secara psikologis maupun fisik, dan juga bagi perusahaan itu sendiri. Pelecehan seksual sendiri terdiri dari lima level bentuk pelecehan seksual, dimana setiap level memiliki karakteristik dan tingkat keparahan yang berbeda-beda. Lima level tersebut adalah gender harassment (level 1), seduction (level 2), sexual bribery (level 3), sexual threat (level 4) dan sexual imposition (level 5).
Dalam kenyataannya, pelecehan seksual banyak dilakukan oleh pria terhadap wanita. Berdasarkan hasil survey, para pria yang melakukan tindakan pelecehan seksual, dimotivasi oleh alasan sepele, seperti menghangatkan suasana, bercanda dan sebagainya. Sementara itu, para wanita yang pada umumnya menjadi korban, merasa bahwa tindakan tersebut sangat melecehkan mereka. Kedua pendapat diatas, merupakan hal yang bertentangan dan menimbulkan dugaaan bahwa ada perbedaan pandangan terhadap tingkah Iaku yang dianggap pelecehan seksual antara pria dan wanita.
Salah satu kondisi yang mempengaruhi terjadinya pelecehan seksual adalah faktor sosial budaya, yaitu adanya sistem patriakal yang berlaku dalam masyarakat. Sistem ini berkembang karena adanya pembedaan peran jenis kelamin antara pria dan wanita sejak Iahir. Adanya pembedaan peran jenis kelamin yang diterapkan sejak Iahir ini, menyebabkan terjadinya stereotipe peran jenis kelamin, yang menjadi pola berpikir dan tingkah laku yang dipegang oleh masyarakat dan diterapkan dalam semua bidang kehidupan, termasuk pekerjaan. Hal ini mendorong terjadinya sex role spillover atau terbawanya peran jenis kelamin seseorang ke tempat kerja, dimana hal tersebut kurang sesuai untuk diterapkan dalam pekerjaan. Hal ini mendukung terjadinya pelecehan seksual di tempat kerja.
Adanya pembedaan peran jenis kelamin menyebabkan proses belajar dan perkembangan yang berbeda antara pria dan wanita. Stereotipe jenis kelamin mempengaruhi proses informasi dan tingkah laku serta bagaimana individu berinteraksi dengan orang lain. Proses informasi dan tingkah laku individu didapat melalui proses persepsi, dimana dalam proses ini individu rnengorganisasikan, menginterpretsi dan memberi arti terhadap informasi yang diterima dari lingkungannya. Jadi adanya pembedaan jenis kelamin antara pria dan wanita mempengaruhi persepsi mereka tentang hal-hal yang menyangkut peran jenis kelamin, termasuk pelecehan seksual ini. Melalui persepsi, dapat terlihat gambaran mengenai tingkah laku pelecehan seksual yang terjadi di tempat kerja. Dalam hal ini, tingkah laku seperti apa saja yang dapat dikatakan pelecehan seksual. Jadi penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada perbedaan persepsi antara pria dan wanita bekerja terhadap tingkah laku pelecehan seksual di tempat kerja.
Subyek yang dipilih dalam penelitian ini adalah pria dan wanita yang bekerja di perusahaan swasta, sudah bekerja pada perusahaan lersebut minimal setahun dan berpendidikan minimal D3. Subyek diambil melalui metode non-probability, dengan teknik incidental sampling, sebanyak 90 subyek pria dan 90 subyek wanita. Melihat tujuan dan subyek penelitian, maka penelitian ini berbentuk deskriptif. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat yang mengukur persepsi terhadap pelecehan seksual di tempat kerja. Alat ini diadaptasi dari SEQ (Sexual Experiences Questionnaire), alat yang dikembangkan oleh Fitzgerald dan Shullman berdasarkan lima level yang diajukan oleh Till. Alat ini terdiri dari 41 bentuk tingkah laku yang diperinci dari lima level tersebut, dan kemudian diberi skala model Likerl dari satu sampai dengan tujuh, yang berani dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju, untuk menilai tingkat persepsi subyek dalam mempersepsikan apakan tingkah laku tersebut dapat dikatakan pelecehan seksual di tempat kerja. Metode pengolahan data yang digunakan untuk menjawab pemasalahan dari penelitian ini adalah dengan t-test pada los .O5, untuk melihat signifikansi perbedaan antara pria dan wanita.
Dari penelitian ini, didapatkan hasil yang menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara pria dan wanita bekerja dalam mempersepsi pelecehan seksual di tempat kerja. Secara terperinci didapat bahwa, ada perbedaan yang signifikan antara pria dan wanita bekerja dalam mempersepsi level 1 (gender harassment) dan level 2 (seduction) clari pelecehan seksual di tempat kerja. Namun demikian, tidak dilemukan perbedaan yang signifikan antara pria dan wanila bekerja dalam mempersepsi level 3 (sexual bribery), level 4 (sexual threat) dan level 5 (sexual imposition) dari pelecehan seksual di tempat kerja. Selain itu, dari penelitian ini juga didapatkan bahwa urutan level dari pelecehan seksual mulai dari yang rendah sampai yang tinggi adalah level 1(gender harassment), level 2 (seduction), level 3 (sexual bribery), level 5 (sexual imposition) dan level 4 (sexual threat)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2406
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Larasati Agustyowati
"ABSTRAK
PELECEHAN SEKSUAL DI TEMPAT KERJA: Studi Kualitatif atas Pandangan dan Reaksi Sekretaris Perempuan yang Bekerja pada Sejumlah Perusahaan di Jakai ta.
Oleh: Dewi Larasati Agustyowati
Tesis ini merupakan sebuah tinjauan deskriptif mengenai masalah pelecehan seksual di tempat kerja, khususnya yang terjadi pada sekretaris. Pengambilan tema dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa masalah pelecehan seksual selama ini belum dibuka secara sosial. Subjek penelitian adalah sekretaris perempuan yang mengalami pelecehan seksual di tempat kerja. Lokasi penelitian di Jakarta. Penelitian ini bertujuan memahami pandangan dan reaksi sekretaris perempuan terhadap pelecehan seksual di tempat kerja yang ditelaah dengan menggunakan pendekatan kualitatif berperspektif feminis. Perspektif yang melihat dan berusaha menguraikan penyebab diskriminasi yang dialami kaum perempuan.
Permasalahan tersebut meliputi tiga hal. Pertama, bagaimanakah pandangan sekretaris tentang pelecehan seksual di tempat kerja? Kedua, bagaimanakah reaksi sekretaris terhadap pelecehan seksual di tempat kerja? Ketiga, mengapa pandangan dan reaksi tersebut berada pada posisi pemahaman tertentu?
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pandangan dan reaksi sekretaris perempuan itu masih dipengaruhi oleh budaya patriarki. Sebuah budaya yang mengedepankan/mengunggulkan nilai-nilai laki-laki. Suatu perbuatan dipandang sebagai bentuk pelecehan seksual oleh sekretaris jika sudah terlihat merendahkan, mengancam, dan menyentuh fisik perempuan secara paksa. Sekretaris tidak melaporkan pelecehan seksual yang dialaminya di lingkup sosial karena menganggap permasalahannya sepele, pribadi, dan takut disalahkan sebagai pihak yang memulai timbulnya pelecehan seksual. Mereka mempunyai pandangan seperti itu karena selama ini informasi mengenai pelecehan seksual yang disosialisasikan oleh masyarakat patriarki selalu menyudutkan perempuan sebagai pihak yang memicu terjadinya pelecehan seksual.
ABSTRACT
SEXUALHARASSMENT AT WORK PLACE: Qualitative Studies on the Perception and Reaction of Women Secretaries Who Work at Some Enterprises in Jakarta.
By Dewi Larasati Agustyowati
This thesis covers a descriptive studies concerning the matters of sexual-harassment especially happen to women secretaries at work place. The theme is basically based on phenomena that sexual harassment cases are not exposed socially. The subject of the research is the secretaries who undergo the experience of sexual harassment at work place. The location of the research is conducted in Jakarta. The research is aimed to understand the perception and response of women secretaries toward the sexual harassment at work place viewed by using the qualitative approach in terms of women perspective. The perspectives are to find out and attempt to describe the causes of discrimination experienced by women secretaries at work place.
The focus of the problem covers three components. Firstly, what is their perception about the sexual harassment at work place ? Secondly, how do they react and response toward thew sexual harassment ? Lastly, why are the perception and the reaction at the position of a given understanding ?
The result of this research indicates that the perception and the reaction of women secretaries at work places is still influenced by the culture of patriarchy. The culture that gives special privileges and higher values for men. The perception said to be sexual harassment toward women secretaries when the actions involved humiliating, threatening, and even touching them physically by force. Mostly, the secretaries as the victims do not report the negative events they undergo socially, for they think it is a minor problem, and a privacy. Even they feel worried when blamed as the cause of creating the sexual harassment. They have perception due to the fact that the information of sexual harassment so far is not socialized by patriarchy communities, usually blame women as the cause of the sexual harassment problem.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T359
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cintaka Bayu Venesa
"ABSTRAK
Hubungan interaksi antara laki-laki dan perempuan selalu saja menarik untuk
dibicarakan. Salah satu permasalahan yang timbul dalam interaksi antara lakilaki
dan perempuan adalah masalah pelecehan seksual. Pelecehan seksual dapat
teijadi pada siapa saja dan pada berbagai kesempatan. Pelecehan seksual dapat
teijadi di tempat umum, dalam kendaraan umum, di kantor, di sekolah, dalam
lingkungan militer, dalam keluarga dan berbagai kesempatan lainnya. Karyawati,
mahasiswi, ibu rumah tangga, pelajar, remaja, orang dewasa, anak-anak, laki-laki
maupun perempuan memungkinkan untuk menjadi korban pelecehan seksual.
Pada penelitian sebelumnya, disebutkan bahwa perempuan lebih sering merasa
mengalami pelecehan seksual dibandingkan dengan laki-laki. Dari hasil
penelitian juga diketahui korban pelecehan dapat mengalami akibat yang negatif
dari pengalaman pelecehan. Pada beberapa kasus, akibat yang dialami korban
pelecehan dirasakan sangal mengganggu kehidupan pribadinya.
Berbeda dengan korban pelecehan di tempat umum, korban pada pelecehan
seksual di sekolah muU tidak mau akan tetap bertemu dengan pelaku setelah
peristiwa pelecehan yang menyakitkan dan tidak diinginkan tersebut dialaminya.
Reaksi yang dipilih korban pada pelaku pelecehan juga sedikit banyak akan
mempengaruhi hubungan interaksi selanjutnya antara korban dengan pelaku.
Untuk dapat meneliti lebih jauh mengenai pelecehan seksual yang terjadi dalam
lingkungan sekolah maka peneliti melibatkan pelajar putri SMP sebagai subyek
penelitian.
Suatu tindakan dipersepsikan sebagai bentuk pelecehan seksual karena tindakan
tersebut tidak diinginkan oleh korban yang merasa dilecehkan. Sebagian korban
berperilaku agresif, asertif dan non asertif ketika dilecehkan. Korban juga
memiliki kecenderungan menyalahkan diri sendiri, sementara yang lainnya tidak
menyalahkan diri sendiri. Peneliti tertarik untuk mengetahui lebih jauh mengenai
reaksi yang ditunjukkan pelajar putri sebagai korban pada pelaku pelecehan
dalam lingkungan sekolah.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode kuesioner
untuk mengetahui reaksi asertif, agresif dan non asertif yang ditunjukkan pelajar
putri ketika mengalami pelecehan seksual, dan skala untuk mengetahui reaksi
menyalahkan diri sendiri atau tidak menyalahkan diri sendiri. Dari hasil penelitian ini, diketahui bahwa temyata sebagian besar subyek (pelajar
putri) menampilkan perilaku agresif atau asertif ketika mengalami pelecehan
seksual di sekolah. Jumlah subyek yang menampilkan reaksi agresif (48,1 %)
sedikit lebih banyak dari jumlah subyek yang bereaksi asertif (39,4 %). Hanya
sedikit saja subyek yang memilih untuk bereaksi non asertif (12,5 %). Selain
reaksi asertif, agresif dan non asertif, peneliti juga tertank untuk mengetahui
reaksi menyalahkan diri sendiri yang mungkin dirasakan oleh subyek. Dari hasil
penelitian diketahui bahwa temyata sebagian besar yang mengalami pelecehan di
sekolah, tidak menunjukkan reaksi menyalahkan diri sendiri (84,6 %). Pada
analisa mengenai hubungan antara perilaku asertif, agresif, dan non asertif yang
ditampilkan subyek dalam reaksi menyalahkan diri sendiri, diketahui bahwa
tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara perilaku asertif, agresif dan non
asertif dalam reaksi menyalahkan diri sendiri pada pelajar putri berkaitan dengan
masalah pelecehan seksual disekolah.
Peneliti merasa masih banyak kekurangan pada penelitian ini. Bentuk pelecehan
yang dialami pelajar putri cukup beragam. Sebagian mengalami bentuk
pelecehan ringan, sedang dan berat Bentuk pelecehan yang berbeda
memungkinkan subyek untuk menunjukkan reaksi yang berbeda pula. Perbedaan
bentuk pelecehan ini kurang diperhatikan oleh peneliti dan mungkin
mempengaruhi subyek dalam menentukan reaksi asertif, agresif, non asertif serta
kecendemngan untuk menyalahkan diri sendiri."
2002
S2808
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutini Paimin
"Kaum wanita Amerika sudah mengalami ketidaksetaraan ratusan tahun yang lalu. Mereka merasa bahwa sebagai warga Amerika mereka tidak diberi kesempatan yang sama dengan pria yaitu mendapat pendidikan yang sama dengan pria serta mendapat kesempatan bekerja di luar rumah. Dengan adanya ketidaksetaraan ini, kaum wanita kelas menengah yang tergabung dalam kelompok feminisme menentangnya. Kaum wanita ini berkumpul di Seneca Falls pada tahun 1848 dan mencetuskan suatu deklarasi yang disebut Declaration of Sentiment and Resolutions yang isinya adalah pria dan wanita diciptakan sama. Atas dasar inilah kaum wanita menuntut persamaan hak dan kesempatan dengan pria.
Perjuangan feminisme mulai berhasil ketika pada tahun 1920 kaum wanita mendapatkan hak pilih mereka setelah menunggu selama 72 tahun. Selain itu, mereka juga sudah mendapat kesempatan bekerja di luar rumah ketika Perang Dania II pecah sekitar tahun 1945. Mereka menggantikan tenaga kerja pria yang harus pergi berperang. Sejak itu, tenaga kerja wanita terus bertambah bahkan melampaui angka tenaga kerja pria. Meskipun secara kuantitas jumlah tenaga kerja wanita lebih besar dari pria tetapi kualitas pekerjaan mereka lebih rendah dari pekerjaan pria. Karena banyaknya tenaga kerja wanita serta rendahnya kualitas pekerjaan mereka, muncullah tindakan yang tidak menyenangkan dari pria terhadap wanita yang dikenal dengan tindakan pelecehan seksual.
Pelecehan seksual terhadap wanita di lingkungan kerja adalah bentuk diskriminasi terhadap wanita serta bentuk pelanggaran terhadap Title VII of the Civil Rights Act of 1964. Salah satu kasus pelecehan yang sangat terkenal di Amerika adalah kasus pelecehan seksual oleh Thomas terhadap Hill. Kasus ini terjadi pada tahun 1981 tetapi oleh Hill baru diungkapkan pada tahun 1991 ketika Thomas dicalonkan oleh Presiden Bush sebagai hakim di Supreme Court.
Umumnya kasus pelecehan terjadi karena adanya unsur ras, jender dan power (kekuatan). Dalam kasus Hill, Thomas adalah atasannya dan Hill adalah sekretarisnya. Kedudukan mereka tidak sejajar sehingga tindakan pelecehan dapat terjadi.
Tuduhan Hill terhadap Thomas mengundang kontrovesi baik di kalangan masyarakat maupun di kalangan senator. Bagi kaum wanita yang tidak bekerja di luar rumah, mereka lebih percaya kepada Thomas karena ia pria kulit hitam yang berhasil di pekerjaan yang biasanya dilakukan pria kulit putih. Sementara itu, kaum wanita yang bekerja di luar rumah lebih mempercayai Hill karena menurut mereka pelecehan seksual memang terjadi di lingkungan kerja mereka. Senator Partai Republik yang sangat mendukung Thomas menginginkan agar pengukuhan Thomas segera dilaksanakan. Sedangkan Partai Demokrat menginginkan agar tuduhan terhadap Thomas dibuktikan dahulu kebenarannya. Hill akhirnya dikalahkan dan Thomas dimenangkan.
Masalah yang dibahas di sini adalah bahwa kekalahan Hill lebih banyak dipengaruhi oleh unsur ras daripada jender ataupun politik kepentingan. Sekalipun Hill sebagai korban pelecehan mengatakan yang sesungguhnya tetap saja ia tidak dipercayai karena ia tidak dapat membuktikan kebenarannya. Tujuan penulisan ini ialah untuk menunjukkan bahwa kasus pelecehan seksual Hill gagal diselesaikan karena faktor ras lebih berpengaruh daripada faktor jender atau faktor politik kepentingan. Hal ini dikarenakan adanya kolaborasi kepentingan antara presiden yang berkuasa saat ini dengan para senator dari Partai Demokrat dan Republik, dengan Clarence Thomas, dan juga dengan kelompok minoritas kulit hitam. Metode penulisan yang dipakai adalah studi kepustakaan dengan pendekatan deskriptif interpretatif sebagai sumber informasi utama ditunjang oleh informasi dari internet dan CD-ROM.

Sexual Harassment towards Women at Working Environment: Anita Hill vs. Clearance Thomas's Case American women had experienced inequality since hundred years ago. They felt that as American citizen they were not given equal opportunity in getting the same education as well as getting the rights to work out side the home. The feminist group whose members were middle class women opposed this inequality. These women gathered in Seneca Falls in 1848 and declared what was called as Declaration of Sentiments. This declaration stated that all men and women were created equal. Based on this statement, women demanded equality of rights as well as opportunity with men.
In 1920, the struggle of feminism equality was successful because they got their right to vote after waiting for 72 years. Beside that, they had also got a chance to enter the work force especially when World War II broke in 1945. Since then, the women labor force even outnumbered their constituent that was men's labor. Even though the number of women who entered the labor force was greater but their occupation was considered lower than men's job. Due to this condition, unwelcome advances or acts from men to women happened which was known as sexual harassment.
Sexual harassment towards women at working environment is a form of discrimination and the violation of Title VII of the Civil Rights Act off 964. One of the sexual harassment cases which were famous in America was Anita Hill's case. This case happened in 1981 and was emerged by Hill in 1991 when Thomas was nominated as a judge at the Supreme Court by President Bush.
Generally, sexual harassment happens because of race, gender and power factors. In Hill's case, Thomas was her supervisor while Hill was his secretary. Their position was unequal so the unwelcome advances might happen.
Hill's allegation towards Thomas arouses controversy both in the society and among senators. American women who didn't enter the workforce, they believed Thomas more than Hill because he was a Blackman who was successful in white men's world. On the other hand, women who worked outside believed Anita Hill because sexual harassment did happen in their working environment. Republican senators who strongly supported Thomas wanted no delay for his confirmation, while Democratic senators suggested investigating Thomas due to Hill's allegations. However, Hill at last was defeated and Thomas was supported.
The problem discussed in this thesis is that Hill's sexual harassment case is mainly influenced by race factor than gender or politics factor. The purpose of this writing is to show that Hill's sexual harassment case is unresolved. It is due to the race factor which is more decisive than the other two factors, namely gender and politics factors. This is caused by the collaboration between the president at that time with the Republican and Democratic senator as well as Clarence Thomas and the minority group that is African Americans.
Method of writing in this thesis is purely library research with descriptive interpretative approach as the main source supported by the information from internet and CD-ROM.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T5531
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwid Safitri
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pelecehan seksual yang terjadi
di empat industri berbeda yaitu industri garmen, sepatu, makanan, dan tekstil serta
untuk mengetahui bagaimana perbedaan dari pelecehan seksual di empat industri
berbeda tersebut. Pengukuran pelecehan seksual dalam penelitian ini
menggunakan definisi operasional oleh APINDO (2012) dengan mengembangkan
kuesioner Sexual Experiences Questionnaire (SEQ) form W dari Fitzgerald et al
(1995) yang terbagi kedalam 5 dimensi; pelecehan lisan, pelecehan isyarat,
pelecehan fisik, pelecehan visual, dan pelecehan psikologis. Setiap butir
pertanyaan dalam dimensi tersebut dibagi dua yaitu pelecehan yang dilakukan
oleh rekan kerja laki-laki dan pelecehan yang dilakukan oleh supervisor laki-laki.
Kemudian metode analisis menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan akan pelecehan seksual
pada dimensi pelecehan lisan, pelecehan isyarat, dan pelecehan fisik di keempat
industri yaitu di industri gamen, sepatu, makanan, dan tekstil. Dapat disimpulkan
bahwa pelecehan seksual yang ada pada keempat industri masih dalam taraf
rendah, akan tetapi melalui wawancara dan komentar responden didapatkan
tindakan pelecehan seksual di tempat kerja banyak terjadi, sehingga masih perlu
adanya upaya yang berarti agar tindak pelecehan seksual dapat diminimalisir dan
dihilangkan di tempat kerja.

ABSTRACT
This research was conducted to determine the level of harassment abuse that
occurred in four different industries are garment, footwear, food, and textiles
industry and to investigate how differences of sexual abuse in four distinct
industries. Measuring sexual harassment in this study uses an operational
definition by APINDO (2012) developed a questionnaire from Sexual Experiences
Questionnaire (SEQ) form W of Fitzgerald et al (1995) which is divided into five
dimensions; verbal harassment, non-verbal harassment, physical harassment,
visual harassment, and psychological harassment. Every item question in the
questionnaire is divided into two dimensions which are harassment by male
coworkers and harassment by male supervisors. Then the method of analysis
using descriptive analysis. The results of this study indicate that there are
significant differences in the dimensions of sexual harassment that are verbal
abuse, non-verbal harassment, and physical abuse in the four industries, namely in
the industry garment, footwear, food, and textiles. It is concluded that sexual
harassment in the four industry is still in a low level, but through interviews and
comments of respondents found sexual harassment in the workplace a lot going
on, so it still needs a significant effort that sexual harassment can be minimized
and eliminated in the workplace ."
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
T34760
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Nurulqolbi
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1994
S2565
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Individu yang mengalami masa klimakterium akan merasakan tanda dan gejala berupa
rasa panas pada wajah, berkeringat berlebihan, hal tersebut mengakibatkan perasaan
tidak nyaman , serta adanya rasa sakit saat berhubungan intim dengan pasangannya
mengakibatkan perasaan tertekan sehingga perlu dicarikan jalan keluar untuk
mengatasinya. Semua hal tersebut melatar belakangi peneliti untuk melihat lebih jauh
tentang "pengaruh masa klimaktarium terhadap pemenuhan kebutuhan seksual pada
wanita. Tujuan penelitian adalah untuk mendapat gambaran yang Iebih jelas tentang
pengaruh masa klimakterium terhadap pemenuhan kebutuhan seksual pada wanita.
Penelitian ini melibatkan 30 responden sesuai dengan kriteria yaitu : wanita, umur 40 -
60 tahun, sedang melakukan konseling / pengobatan di poliklinik RSPAD Gatot soebroto,
dapat membaca dan menulis. Penelitian ini dilaksanakan sejak tanggal 2/1-2002 - 18/1-
2002.Pengolahan data dengan uji statistik tedensi sentral untuk data demografi dan
korelasi untuk mencari hubungan antara masa klimakterium dengan pemenuhan kebutuhan
seksual wanita. Adapun hasil yang didapat adalah umum responden terbanyak yang
melakukan konseling / pengobatan di poliklinik menopause RSPAD Gatot Soebroto
antara 46 - 55 tahun, pendidikan terbanyak yang melakukan koseling / pengobatan
adalah akademik (perguruan tinggi), sedangkan pengaruh masa klimakterium trhadap
pemenuhan kebutuhan seksual wanita didapat nilai “ r “ sebesar 0,603 dan uji
kemaknaan ( “t”) sebesar 3,98, sehingga dapat peneliti simpulkan bahwa ada korelasi
kuat/ atau hubungan yang signifikan antara masak klimakterium dengan kebutuhan
pemenuhan seksual wanita. Harapan peneliti dapat memeberi masukan dalam hal
memberikan pendidikan yang sedang menglami masa klimakteirum, karena dengan
pemahamam yang baik tentu klin akan lebih mudah untuk menjalani kehidupan
selanjutnya."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2002
TA5187
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmi Fadilah Ravelin
"ABSTRAK
Karya ilmiah ini menganalis kasus pelecehan seksual dalam puisi Goemul karya Choi Young Mi.
Meningkatnya jumlah perempuan yang berani berbicara mengenai kasus pelecehan seksual melalui
gerakan #Metoo menjadi latar belakang terciptanya puisi. Puisi ini menjelaskan tiga peristiwa pelecehan
seksual secara kronologis. Oleh karena itu, karya ilmiah ini akan menggunakan analisis sequence untuk
melihat hubungan antar peristiwa. Analisis akan fokus pada bentuk pelecehan seksual, pelaku dan
pandangan terhadap pelecehan seksual yang terdapat di dalam puisi. Penulis menggunakan metode
kualitatif deskriptif. Langkah-langkah penelitiannya yaitu membaca dan memahami puisi berulang-ulang,
kemudian memahami bentuk pelecehan seksual, memahami teori analisis sequence, lalu mencari unsur
instrinsik puisi yang berkaitan dengan pelecehan seksual dan menginterpretasikannya. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa puisi ini menggambarkan pelecehan seksual secara eksplisit dan implisit melalui tiga
peristiwa yang disusun secara kronologis serta saling berhubungan satu sama lain
hr>
ABSTRACT
This research analyze sexual harrasment case in the poem Goemul by Choi Young Mi. The increasing number of women who speak up about sexual harrasment case became the background of this poem. This poem talking about three sexual harrasment incidents arranged in chronological order. Therefore, this research use sequence analysis to see the correlation between these incidents. The analysis focus is the type of sexual harrasment, the perperator, and perspective about sexual harrasment that are mentioned in the poem. The method that is used is descriptive qualitative. The steps of the research start from reading the poem repetitively and understanding the meaning of the poem, type of sexual harrasment, sequence analysis theory, then find the elements of the poem that are related to sexual harrasment until finally finding the interpretation of the poem. The result of the poem shows that this poem described sexual harrasement explicitly and implicitly through three chronological incidents which indeed correlated."
2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>