Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 145718 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Adi Wahyu Anggara P.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S2853
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Allia Hani
"Pada masa remaja teman sebaya memegang peran penting, dimana pada masa ini ketergantungan anak pada keluarga menjadi berkurang dan kebutuhan akan rasa aman diperoleh melalui teman-teman kelompok sebaya (Tumer & Helms, 1995). Remaja umumnya tidak ingin dianggap beda dengan orang lain, akibatnya mereka cenderung melakukan konformitas dengan kelompok sebaya Konformitas itu sendiri adai ah suatu perubahan tingkah laku atau keyakinan sebagai hasil nyata dari tekanan yang diberikan kelompok Dengan keinginan untuk diterima secara sosial, remaja sangat memperhatikan karakteristikkarakteristik yang ditampilkan anggota kelompoknya seperti cara berpakaian, gaya rambut, selera musik, cara berbicara dan aktivitas waktu luang (Clasen & Brown, 1987 dalam Santrock, 2001). Konforaiitas terhadap kelompok sebaya kemudian dikaitkan juga dengan orientais tujuan akademik siswa.
Orientasi tujuan menurut Meece, Blumenfeld & Hoyle (1988). Orientasi tujuan siswa digambarkan sebagai suatu set perilaku yang bertujuan untuk menentukan bagaimana pendekatan dan keterlibatan siswa dalam belajar. Teori ini di bagi ke dalam 2 bagian besar yaitu : orientasi mastery dan orientasi performance (Henderson & Dweck, 1990; Dweck & Legget, 1988 dalam Santrock, 2001). Orientasi mastery mengacu kepada pencapaian kompetensi dengan jalan menambali atau meningkatkan pemahaman, pengetahuan dan ketrampilan individu. Penekanan pada proses belajar. Sedangkan orientasi performance mengacu kepada acuan yang dicapai orang lain dalam mencapai kesuksesan selain untuk menghindari pandangan sosial yang rendah terhadap kompetensi yang dimilikinya Penekanan kepada hasil yang dicapai.
Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara tingkah laku konforaiitas, orientasi mastery, orientasi performance, dengan prestasi akademik remaja Penelitian ini dilakukan di SMA 43, diperoleh hasil penelitian: tingkah laku konformitas dan orientasi mastery berkorelasi negatif signifikan (r = -0,230 p<0,05), orientasi mastery dan prestasi akademik berkorelasi positif signifikan (r= 0,167 p<0,05), dan orientasi mastery memberikan sumbangan sebesar 4,4 % pada prestasi akademik.
Dari hasil perhitungan statistik maka dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin tinggi tingkah laku konformitas yang ditampilkan maka semakin rendah orientasi siswa ke arah mastery. Begitu pula jika orientasi mastery siswa rendah maka prestasi akademik yang dicapainya puri akan rendah. Hubungan yang semula dihipotesiskan dan ditolak adalah: adanya hubungan positif signifikan antara tingkah laku konformitas dengan orientasi performancey hubungan yang signifikan antara orientasi perfonnance dengan prestasi akademik dan hubungan yang signifikan antara konformitas dengan prestasi akademik. Penyebab ditolaknya hipotesis mungkin disebabkan sampel yang homogen (berasal dari satu sekolah saja), adanya variabel lain yang lebih dominan (intelligensi merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh pada prestasi akademik).
Saran-saran yang diberikan diantaranya melakukan pengambilan data pada berbagai sekolah, mempergunakan kecerdasan sebagai variabel yang dikontrol dalam mengukur prestasi akademik."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S2925
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brahmanditha Ardian Mahatma
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kecerdasan emosi dan self-efficacy dengan prestasi akademik. Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, memotivasi dan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain (Goleman, 1999). Self-efficacy merupakan keyakinan yang dimiliki seseorang mengenai kemampuannya untuk mengatur dan melaksanakan tindakan dalam mencapai suatu tujuan tertentu (Bandura, 1997). Menurut KBBI, prestasi akademik adalah hasil pencapaian seseorang yang diperoleh dari kegiatan belajar mengajar di sekolah atau perguruan tinggi yang biasanya ditunjukan dengan nilai angka atau simbol. Kecerdasan emosi diukur menggunakan Emotional Intelligence Inventory (EII) dan self-efficacy diukur menggunakan College Academic Self-Efficacy Scale (CASES). Penelitian ini dilakukan pada 178 mahasiswa Universitas Indonesia angkatan 2012, 2013, 2014, dan 2015. Data penelitian diolah menggunakan teknik statistik Pearson Correlation & Multiple Correlation.
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kecerdasan emosi dan prestasi akademik, self-efficacy dengan prestasi akademik, maupun kecerdasan emosi dan self-efficacy secara bersama-sama mempunyai hubungan yang positif dan signifikan dengan prestasi akademik. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan kepada seluruh sivitas akademik terutama psikologi pendidikan, untuk mempertimbangkan aspek kecerdasan emosi dan self-efficacy demi pencapaian prestasi akademik mahasiswa yang lebih baik.

This study aimed to examine the relationship between emotional intelligence and self-efficacy with academic achievement. Emotional intelligence is the ability to recognize our own feelings and the feelings of others, motivating and managing emotions well in ourselves and in relationships with others (Goleman, 1999). Self-efficacy is the belief that one has the ability to organize and carry out actions in achieving a particular goal (Bandura, 1997). According KBBI, academic achievement is the achievement of an individual derived from teaching and learning activities in schools or colleges that usually indicated by the value of numbers or symbols. Emotional intelligence was measured using the Emotional Intelligence Inventory (EII) and self-efficacy was measured using the College Academic Self-Efficacy Scale (CASES). This study was conducted on 178 students of the University of Indonesia class of 2012, 2013, 2014, and 2015. Data were analyzed using statistical techniques Pearson Correlation and Multiple Correlation.
The results showed that there is a positive and significant relationship between emotional intelligence and academic achievement, self-efficacy with academic achievement, as well as emotional intelligence and self-efficacy together have a positive and significant relationship with achievement. The results of this study can be input to all academic faculty primarily educational psychology, to consider aspects of emotional intelligence and self-efficacy for the sake of academic achievement of students better.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S63256
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Konstantinus Allis Brawijaya Soetyono
"ABSTRAK
Selelah era keemasan perbankan dan properti berlalu, beberapa perusahaan di bidang
keuangan menjadikan bisnis asuransi sebagai tunggangan utamanya Banyak perusahaan
asuransi yang berusaha untuk meningkatkan pendapatannya atau dengan kata lain menjual
sebanyak mungkin jasa asuransinya, melalui polis dan premi. Self efficacy berhubungan
secara signifikan terhadap dalam melakukan tugas. Self Efficacy dapat meningkatkan
perfonnansi yang lebih baik secara, independen pada kemampuan seseorang (Baron &
Byme, 1994). Tuckman dan Sexton (1990, dalam Baron & Byme, 1994) dalam
eksperimennya membuktikan bahwa self efficacy yang tinggi dapat meningkatkan
performansi. Pekerja yang memiliki self efficacy tinggi dengan goal rendah maka
kemungkinan prestasi kerjanya akan tinggi, tetapi tidak sebagus dibandingkan dengan
pekerja yang memiliki self efficacy yang tinggi dengan goal yang tinggi. Pada pekerja
yang memiliki goal rendah maka pekerja tersebut akan mengurangi usaha dari standar
kemampuan yang dimilikinya Akan tetapi dengan tingginya self efficacy yang dimiliki
pekerja tersebut, maka pekerja tersebut dapat menyelesaikan perkerjaannya dengan penuh
keyakinan.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara self efficacy dengan goal, dan self
efficacy dan goal dengan prestasi kerja pada agen asuransi. Selain itu, juga untuk
mengungkap besarnya sumbangan variabel self efficacy dan goal s pada prestasi kerja agen
asuransi. Dengan demikian, penulis berpendapat bahwa ada hubunngan di antar ketiganya.
Dalam penyusunan skala self efficacy ini dilakukan berbagai wawancara informal untuk
melengkapai referensi literatur yang ada Hal ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran
yang lengkap mengenai perilaku spesifik yang umumnya dilakukan oleh pegawai asuransi
PT. Astra C.M.G. Life. Dalam penelitian ini juga dipertimbangkan modifikasi dari
kuesioner skala self efficacy yang memiliki topik penelitian yang berkaitan dengan dunia
kerja Skala General Self Efficacy dari Ralph Schwarzer & Matthias Jerusalem (1993, rev.
2000) pada mulanya disusun pada tahun 1981 dengan 20 item. Skala ini telah dipakai
dalam berbagai proyek penelitiandan biasanya menghasilkan konsistensi internal alpha =
.75 dan .90. Karena reliabilitas alat ini telah teruji dalam penelitian Mursito (2001) maka
penulis memutuskan untuk melakukan uji reliabilitas terpakai. Anastasi dan Urbina mengatakan bahwa untuk menguji reliabilitas alat ukur yang
respondennya mendapatkan skor numerik untuk setiap item berdasarkan pilihannya
digunakan coeflicienl alpha. Sementara untuk mengukur konsistensi item berkaitan dengan
konstruk digunakan rumus correc/ed ilem-lotal corelation (Nunnaly & Bemstein, 1994).
Correcled ilcm lo/al digunakan untuk menyaring item-item yang homogen dengan
konstruk dan menghilangkan item-item yang tidak homogen. Analisis data statistik
menggunakan metode pearson producl mntnenl dan multiple regression. Akan digunakan
SPSS 10.0. Uji signifikansi akan dilakukan pada level 0.05
Hasil penelitian membuktikan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara self
efficacy dengan prestasi keija pada agen asuransi. Karena hubungan memiliki arah positif,
maka semakin tinggi self efficacy agen asuransi maka semakin tinggi pula prestasi keija
pada agen asuransi PT Astra C.M.G Life, hasil penelitian juga membuktikan ada hubungan
yang positif dan signifikan antara self efficacy dengan goal pada agen asuransi. Karena
hubungan memiliki arah positif, maka semakin tinggi self efficacy agen asuransi maka akan
diikuti oleh goal yang tinggi pula pada agen asuransi PT Astra C.M.G Life. Selain itu
hasil penelitian ini juga membuktikan ada hubungan yang signifikan antara goal agen
asuransi PT Astra C.M.G Life dengan prestasi keija yang dimilikinya Karena hubungan
memilild arah positif maka semakin tinggi goal agen asuransi maka semakin tinggi pula
prestasi keija pada agen asuransi PT Astra C.M.G \JSeselfefficacy dan goal agen asuransi
secara bersama-sama memberi sumbangan terhadap prestasi keija agen asuransi PT Astra
C.M.G Life. Secara teoritis, karena korelasi antara prestasi keija dengan goal lebih besar,
maka variabel goal lebih berpengaruh terhadap prestasi keija dibanding variabel self
efficacy.
Kesimpulan-kesimpulan lain yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah terdapat
hubungan yang positif dan signifikan antara tingkat pendidikan dan self efficacy'. Terdapat
hubungan yang positif dan signifikan antara lama bekeija dan self efficacy'. Terdapat
hubungan yang positif dan signifikan antara prestasi dengan lama bekeija Terdapat
hubungan yang positif dan signifikan antara prestasi dan tingkat pendidikan.
Disarankan dalam penelitian lanjutan perlu dilakukan penelitian dan analisis secara
mendalam baik secara kualitatif maupun kuantitatif untuk mengetahui faktor-faktor lain
yang mungkin berperan dalam pembentukan self efficacy agen asuransi seperti tingkat
kecemasan, tipe kepribadian,kepuasan keija, sosial support pengalaman dan latihan, dan
significanl ct/ier. Dapat juga dicari hubungan faktor-faktor ini dengan goal dan prestasi
keija sehingga dapat diketahui apakah faktor-faktor yang telah disebutkan tadi
menyebabkan adanya hubungan self efficacy dan goal pada prestasi keija Dalam
penelitian sejenis dengan komposisi jenis kelamin partisipan yang relatif seimbang,
sebaiknya diadakan perbandingan untuk mengetahui pengaruh jenis kelamin atau
hubungannya dengan self efficacy, goal dan prestasi kerja."
2002
S3095
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siburian, Horas Ertoios
"Pendidikan moral religius sejak masa kanak-kanak diharapkan bisa membentuk suatu generasi yang bermoral dan bertingkah laku baik. Institusi keagamaan berperan dalam menanamkan nilai-nilai moral religius tersebut seperti halnya gereja melalui Sekolah Minggu. Proses belajar mengajar dalam Sekolah Minggu diserahkan pada guru-guru Sekolah Minggu. Sebagai komponen vital dalam Sekolah Minggu, guru-guru Sekolah Minggu memiliki pengaruh langsung terhadap hasil belajar dan minat murid-murid. Pengaruh tersebut dapat berupa pengaruh goal orientation guru yang menentukan cara guru melakukan pendekatan dan melaksanakan aktivitas mengajar. Tujuan yang ditetapkan guru dalam mengajar, apakah itu penekanan terhadap proses mengajar (task involved) atau penekanan terhadap hasil (ego involved) akan menunjukkan bagaimana perhatian guru terhadap tugasnya, usaha yang dilakukan dalam mengajar, daya tahan guru dalam mencapai tujuan pengajaran, dan strategi pengajaran yang digunakan. Guru-guru Sekolah Minggu ini merupakan individu-individu yang mengabdikan diri secara sukarela tanpa imbalan. Guru-guru tersebut bebas berhenti kapan saja mereka inginkan terutama jika mereka menilai kemampuan dirinya tidak memadai untuk menjadi guru Sekolah Minggu. Karena tidak adanya sesuatu yang mengikat mereka maka menarik untuk ditelaah hal yang menyebabkan guru-guru tersebut mau bertahan dan meluangkan waktu menjadi guru Sekolah Minggu.
Penulis berpendapat bahwa faktor yang menyebabkan guru-guru tersebut bersedia dan bertahan menjadi guru Sekolah Minggu antara lain karena mereka memiliki self efficacy, yaitu penilaian atau keyakinan seseorang terhadap kemampuannya untuk melakukan suatu tingkah laku berkaitan dengan situasi tertentu dalam mencapai suatu tujuan, yang cukup tinggi. Guru-guru tersebut menilai kemampuan yang dimiliki cukup memadai untuk mengajar di Sekolah Minggu. Hal ini memicu motivasi untuk menjadi guru Sekolah Minggu. Penelitian ini bermaksud untuk menemukan hubungan antara self efficacy dengan goal orientation. Self efficacy dan goal orientation adalah faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi guru, kinerja guru, situasi yang ingin dihadapi atau dihindari, serta daya tahan guru dalam menghadapi masalah saat mengajar. Goal orientation memiliki beberapa karakteristik yang juga dimiliki self efficacy. Dengan demikian, penulis berpendapat bahwa ada kemungkinan hubungan di antara keduanya. Aspek-aspek goal orientation yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspek-aspek yang digunakan dalam penelitian Ames dan Archer (1988). Self efficacy dan goal orientation pada guru Sekolah Minggu diukur dengan menggunakan Skala Teacher Efficacy (Woolfolk & Hoy, 1990) dan Skala Goal Orientation (Ames & Archer, 1988). Analisa instrumen menggunakan coefficient alpha dan corrected Hem correlation.
Analisis data menggunakan korelasi Pearson Product Moment untuk melihat hubungan antara self efficacy dengan goal orientation. Analisis hasil tambahan menggunakan Hotelling untuk melihat perbedaan correlated coefficient antara masingmasing korelasi, t-test untuk melihat signifikansi perbedaan task involved dengan ego involved, cmova one way untuk mengetahui perbedaan self efficacy dan goal orientation pada guru dengan tingkat pendidikan berbeda, dan F test untuk melihat signifikansi perbedaannya. Proses perhitungan semua dilakukan oleh SPSS for Windows 6.0.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara self efficacy dan orientasi task involved pada guru Sekolah Minggu. Hasil penelitian juga menunjukkan terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara self efficacy dengan orientasi ego involved pada guru Sekolah Minggu. Terdapat juga hubungan yang positif dan signifikan antara orientasi task involved dengan orientasi ego involved pada guru Sekolah Minggu. Melalui t-test diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara orientasi task involved dengan orientasi ego involved. Orientasi task involved menunjukkan skor rata-rata yang lebih baik. Melalui t-test Hotelling untuk correlated coefficient diketahui bahwa korelasi self efficacy dengan task involved tidak signifikan menunjukkan hubungan yang lebih kuat dari pada korelasi self efficacy dengan ego involved. Melalui anova one way dan F test diketahui bahwa guru dengan tingkat pendidikan terakhir sarjana memiliki tingkat self efficacy dan ego involved yang lebih tinggi secara signifikan.
Disarankan dalam penelitian lanjutan terhadap self efficacy dan goal orientation, pencarian kecenderungan goal orientation pada individu dengan tingkat self efficacy tertentu mendapat perhatian khusus. Selain itu perlu dilakukan analisis mendalam baik secara kualitatif maupun kuantitatif untuk mengetahui adanya kemungkinan pengaruh self efficacy terhadap goal orientation yang mengakibatkan terjadinya hubungan di antara keduanya. Kemudian yang perlu dilakukan adalah untuk meneliti kemungkinan korelasi negatif dan signifikan antara usia dan lama mengajar dengan orientasi task involved. Hal lain yang perlu dilakukan adalah penelitian tentang faktor-faktor pembentuk self efficacy dan hubungannya dengan goal orientation."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S3016
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arnanti fajariani
"Keberhasilan seseorang dalam pendidikan dipengaruhi salah satunya melalui motivasi seseorang dalam mengikuti kegiatan pendidikan. Motivasi ini bisa berupa keinginan untuk bisa memahami dan mengerti pelajaran yang diberikan, yang sering disebut dengan task-involved goal, dan bisa juga bernpa keinginan untuk tampil baik dan mendapatkan penghargaan dari orang lain, yang disebut juga dengan ego-involved goal. Motivasi ini muncul pula dalam kegiatan pendidikan nonformal yang salah satunya berupa kursus mental aritmatika. Banyak faktor yang menyebabkan munculnya salah satu dari motivasi di atas, salah satunya adalah faktor pola asuh orangtua. Maka diadakanlah penelitian ini untuk melihat apakah ada hubungan antara jenis orientasi tujuan akademik peserta kursus sempoa dengan persepsi mereka terhadap pola asuh yang mereka terima dan hendak diteliti pula pola asuh mana yang lebih erat hubungannya dengan salah satu motivasi yang dimiliki peserta kursus sempoa.
Penelitian dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan 2 kuesioner yang mengukur orientasi tujuan dan persepsi terhadap pola asuh orangtua. Teknik pengambilan sampel adalah accidental sampling. Jumlah subyek 34 orang dengan rentang usia 6-12 tahun yang semuanya adalah peserta kursus Yayasan Aritmatika Indonesia cabang Plumpang. Setelah semua data didapat dilakukan uji homogenitas item. Uji hipotesa lalu dilakukan menggunakan item-item yang dipertahankan yang berupa item-item dari kuesioner yang akan menaikkan reliabilitas bila dihilangkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ego-involved memiliki hubungan yang positif dengan persepsi terhadap pola asuh autoritarian pada peserta kursus sempoa. Sementara task-involved tidak memiliki hubungan yang positif dengan persepsi terhadap pola asuh autoritatif dan permisif pada peserta kursus sempoa.
Bisa disimpulkan lebih lanjut bahwa persepsi terhadap pola asuh jenis apapun akan berhubungan secara positif dengan ego-involved goal dan task-involved goal tidak berhubungan secara positif dengan persepsi terhadap satu jenis pola asuh pun pada peserta kursus mental aritmatika. Disarankan kepada orangtua untuk lebih memahami kebutuhan anaknya akan pendidikan nonformal, dalam hal ini kursus mental aritmatika, jangan menuntut mereka terlalu banyak. Hal ini dikarenakan anak akan memunculkan ego-involved goal sehingga pemahaman mereka tentang hal yang diajarkan menjadi dangkal dan uang yang dikeluarkan akan menjadi sia-sia.
Disarankan pula kepada tempat kursus untuk menciptkan iklim kelas yang memunculkan task-involved goal. Akan tetapi hasil ini hanya spesifik pada sampel penelitian ini saja dan untuk generalisasi membutuhkan jumlah sampel yang lebih besar dengan rentang usia yang lebih spesifik atau lebih seimbang. Selain itu, perlu diadakan perbaikan pada kuesioner yang diberikan, seperti pemilihan kata yang lebih tepat dan lebih mudah dipahami oleh subyek."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S3023
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ibnu Wibowo
"Pada era globalisasi, persaingan peningkatan kualitas sumber daya manusia antar negara semakin ketat. Pendidikan formal sampai saat ini masih menjadi sarana utama terwujudnya bangsa mandiri yang memiliki daya saing tinggi. Salah satu bentuk dari pendidikan formal adalah universitas. Berhubungan dengan ini, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara Creative Self-Efficacy CSE, motivasi intrinsik, dan prestasi akademik pada mahasiswa. Creative self-efficacy memiliki dua dimensi yaitu, Creative Thinking Self-Efficacy CTSE, dan Creative Performance Self-Efficacy CPSE. Pengukuran CSE menggunakan alat ukur Revised Model of CTSE II and CPSE II Abbot, 2010. Pengukuran motivasi intrinsik menggunakan Academic Motivation Scale khususnya pada dimensi motivasi intrinsik yang dikembangkan oleh Vallerand dan Bissonnette 1992, serta prestasi akademik dilihat melalui indeks prestasi kumulatif IPK pada mahasiswa. Responden penelitian berjumlah 245 mahasiswa Universitas Indonesia. Dari hasil uji statistik Pearson Correlation membuktikan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara motivasi intrinsik dan prestasi akademik r=0,199.

In the era of globalization, the competition among countries to improve the quality of its human resource seems to be more competitive. Until now, formal education is still the main source for the realization of an independent nation with high competitiveness. One form of a formal education is university. Correspondingly, this present study was conducted to examine the relationship between creative self efficacy CSE, intrinsic motivation, and academic achievement in college students. There are two dimensions of CSE, which include Creative Thinking Self Efficacy CTSE and Creative Performance Self Efficacy CPSE. To measure CSE, the Revised Model of CTSE II and CPSE II instrument was used Abbot, 2010. To measure intrinsic motivation, Academic Motivation Scale particularly in the dimension of intrinsic motivation developed by Vallerand dan Bissonnette 1992 was used, and academic achievement was measured using grade point average GPA. The study participants consisted of 245 college students enrolled in Universitas Indonesia. Pearson Correlation analysis revealed that there is a significant positive correlation between intrinsic motivation and academic achievement r 0,199."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairun Nisa
"Self regulated learning merupakan aspek yang penting dalam kesuksesan akademik siswa. Pada sisi personal, goal orientation diketahui mempengaruhi komitmen seseorang dalam meregulasi dirinya pada proses belajar. Pada sisi kontekstual, classroom goal structure diketahui juga dapat mempengaruhi tinggi rendahnya self regulated learning siswa. Pada masyarakat Indonesia yang cenderung embedded, classroom goal structure sebagai faktor kontekstual diasumsikan memiliki peran yang lebih besar dibandingkan dengan goal orientation. Penelitian ini dilakukan untuk menguji kontribusi peran goal orientation dan classroom goal structure sebagai terhadap self regulated learning.
Analisis hasil penelitian dilakukan dengan menggunakan partial correlation. Sebanyak 301 siswa sekolah menengah atas menjadi partisipan dalam penelitian ini. Goal orientation dan classroom goal structure diukur menggunakan adaptasi dari sub tes personal goal orientarion dan perception about classroom goal structure pada alat ukur Pattern of Adaptive Learning Scale. Self regulated learning diukur dengan alat ukur yang dikonstruksi berdasarkan dimensi self regulated learning yang dikemukakan oleh Lindner dan Harris 2002. Ketiga jenis classroom goal structure ditemukan memiliki kontribusi yang signifikan terhadap self regulated learning. Adapun kontribusi goal orientation terhadap self regulated learning hanya didapatkan dari mastery goal orientation saja. Akan tetapi, secara keseluruhan, kontribusi goal orientation ditemukan lebih besar dibandingkan classroom goal structure terhadap self regulated learning.

Self Regulated Learning SRL is an important aspect in determining students 39 success in academic. At the personal side, goal orientation is known to be able to influence how much one puts a commitment in regulating oneself in studying process. At contextual side, classroom goal structure is also known to be affecting the degree of SRL in students. In Indonesia 39 s context which is prone to be more towards embedded culture, classroom goal structure as a contextual factor is assumed to have a bigger role in influencing SRL compared to goal orientation. This research is intended to test how significant is the role of goal orientation and classroom goal structure to SRL.
Research analysis was conducted using partial correlation. 301 high school students in Depok city became the participants in this research. Classroom goal structure and goal orientation were measured by adaptation from sub test perception on classroom goal structure and personal goal orientation using Pattern of Adaptive Learning Scale instrument. Meanwhile SRL was measured using an instrument that was constructed using a theory by Lindner and Harris 2002 . The 3 types of classroom goal structure was found to have a significant contribution to SRL. While contribution of goal orientation to SRL was only significantly found in mastery goal orientation. Nevertheless, overall, the contribution to SRL by goal orientation was found to be higher compared to classroom goal structure."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
T46975
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arniati Prasedyawati Herkusumo
"Penelitian ini bermula dari pemikiran bahwa dalam proses belajar mengajar secara klasikal di sekolah terdapat kelompok siswa yang mempunyai kemampuan rata-rata (siswa biasa) dan terdapat pula siswa yang mempunyai kemampuan yang lebih unggul daripada kelompok siswa biasa (siswa berbakat). Namun dalam mencapai prestasi belajar yang maksimal, inteligensi bukanlah merupakan satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilan belajar. Banyak faktor yang turut mempengaruhi keberhasilan belajar, baik yang berasal dari dalam diri siswa maupun dari luar diri siswa.
Pada penelitian ini, faktor dari dalam diri siswa yang dimaksud adalah pengaturan diri dalam belajar dan 'self efficacy', sedangkan faktor dari luar diri siswa yang dimaksud adalah lingkungan belajar di rumah. Berdasarkan pandangan di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk melihat sejauhmana terdapat perbedaan antara siswa berbakat dan siswa biasa dalam variabel-variabel di atas, dan sejauhmana hubungan variabel-variabel tersebut dengan prestasi belajar yang diperoleh.
Dalam penelitian ini siswa yang dipilih sebagai subyek penelitian adalah siswa-siswa kelas I SMA, dimana pada masa ini siswa dianggap telah menunjukkan perkembangan kematangan fisik, mental, emosional dan sosial (Hurlock, 1978). Melalui kajian teoritis tentang keberbakatan, pengaturan diri dalam belajar, 'self efficacy', lingkungan belajar di rumah dan prestasi belajar, maka dalam penelitian ini diajukan 5 hipotesis yang diuji kebenarannya pada 110 orang sampel siswa, yang terdiri dari 55 orang yang termasuk kelompok siswa berbakat dan 55 orang siswa yang termasuk kelompok siswa biasa.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada uji perbedaan memperlihatkan adanya perbedaan yang signifikan antara siswa berbakat dengan siswa biasa pada variabel-variabel pengaturan diri dalam belajar (nilai t = 16,64 pada p [ 0,05); self efficacy (nilai t = 11,06 pada p [0,05); dan prestasi belajar (nilai t = 22,32 pada p [0,05). Sedangkan pada variabel lingkungan belajar di rumah tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang signifikan antara siswa berbakat dengan siswa biasa (nilai t = 0,57 pada p > 0,05).
Adapun hasil korelasi ganda memperlihatkan ada hubungan yang signifikan antara pengaturan diri dalam belajar, 'self efficacy', lingkungan belajar di rumah dan inteligensi dengan prestasi belajar (R = 0,91873).
Dengan demikian maka hasil penelitian ini telah menjawab permasalahan yang diajukan yaitu sejauhmana ada perbedaan antara siswa berbakat dengan siswa biasa pada pengaturan diri dalam belajar, 'self efficacy', lingkungan belajar di rumah, dan prestasi belajar. Serta sejauhmana hubungan antara pengaturan diri dalam belajar, `self efficacy', lingkungan belajar di rumah, dan inteligensi dengan prestasi belajar.
Untuk penelitian lebih lanjut dalam bidang ini di waktu yang akan datang, penulis menyarankan perlunya penggunaan lebih dari satu alat ukur untuk menjaring siswa berbakat, perlunya penelitian untuk menguji validitas eketernal dan reliabilitas dengan metode dan teknik lain dari Skala Pengaturan Diri Dalam Belajar dan Skala Self Efficacy yang disusun untuk keperluan penelitian ini. Selain itu juga disarankan agar dalam mendapatkan data prestasi belajar siswa perlu kiranya untuk menggunakan alat tes yang baku. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>