Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 122738 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muthahhari, Murtadha
Jakarta: Sadra International Institute, 2012
297.261 MUT mt
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Bur Rasuanto
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005
320.01 BUR k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Friedmann, Wolfgang, 1907-1972
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1993
340.1 FRI t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Friedmann, Wolfgang, 1907-1972
Jakarta: Rajawali, 1990
340.1 FRI t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Agger, Ben
Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005
300.1 Agg t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Friedmann, Wolfgang, 1907-1972
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1996
340.1 FRI t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muthahhari, Murtadha
Jakarta: Al-Huda, 2004
297.61 MUT ft
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Filsafat dan Irfan pada periode awal pemikiran Islam tampak seolah-olah dua kutub berlawanan yang sulit, jika tidak dikatakan tidak mungkin, untuk dipertemukan. Untuk menyingkap hakikat, Filsafat lebih menitikberatkan akal diskursif sebagai instrumen, sementara Irfan lebih percaya kepada penyaksian intuitif (mukāasyafah) dan meragukan akal. Namun demikian, para filosof filsuf Muslim dengan kedalaman telaah mereka terhadap kedua ranah tersebut telah berusaha mengakhiri pertentangan dan mendamaikan keduanya. Semangat ini telah dimulai oleh seorang filosof filsuf besar, Suhrawardi, dengan pemikiran filsafat Iluminasionismenya (Ḥikmah Isyraqiyyah) dan menemukan bentuknya yang lebih sempurna di tangan seorang filosof filsuf ternama, Mulla Sadra, dengan Ḥikmah Muta’aliyahnya. Tulisan ini berusaha untuk menunjukkan simpul-simpul interaksi pemikiran Filsafat Islam dan Irfan yang digagas oleh Mulla Sadra dalam teori-teorinya yang khas dan brillian. Ia berhasil memadukan berbagai pemikiran besar filosof filsuf dan ‘urafā’ dalam satu bangunan hikmah sehingga tercipta suatu keharmonisan yang saling menyempurnakan dari kedua ranah tersebut."
297 KANZ 4:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik Basari
"Dari uraian latar belakang masalah tersebut akan muncul beberapa pokok permasalahan. Pertama, bagaimanakah pokok-pokok pemikiran John Locke mengenai hak-hak yang inherent pada manusia dan mengapa pemikiran Locke tersebut dikatakan sebagai prinsip-prinsip Hak-Hak Asasi Manusia ? Kedua, bagaimanakah hakikat negara menurut John Locke ? Ketiga, bagaimana hubungan negara dengan perlindungan prinsip-prinsip Hak asasi Manusia tersebut dan mengapa perlindungan mengenai hak-hak tersebut dijadikan dasar bagi filsafat politik John Locke dalam membahas mengenai kekuasaan dan hukum suatu negara ?Dari uraian pokok-pokok permasalahan yang muncul di atas maka secara singkat dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut : 1. Bagaimanakah dasar pemikiran John Locke mengenai hak-hak manusia yang kemudian menjadi dasar pemahaman bagi prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia? 2. Bagaimanakah hubungan negara dengan perlindungan prinsip-prinsip Hak-Hak Asasi Manusia dalam pemikiran John Locke ? 3. Mengapa negara mempunyai kaitan dengan perlindungan prinsip-prinsip Hak-Hak Asasi Manusia ?"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S16118
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bur Rasuanto
"Tema kajian disertasi ini adalah keadilan sosial, khususnya dua teori yang dikembangkan oleh John Rawls dan Jurgen Habermas. Keadilan sosial merupakan pokok bahasan fisafat politik atau moralitas politik, yaitu bagian dari filsafat praktis yang mengkaji dimensi moral yang mengendalikan tindakan-tindakan politik. Konsep keadilan sosial berkenaan dengan prinsip mengatur pembagian beban dan nikmat dari suatu kerjasama sosial yang termanifestasi dalam lembaga yang disebut negara.
Penulisan disertasi ini dilatari kegelisahan lama yang diaktualkan oleh peristiwa historis luar biasa dan membawa pengaruh fundamental terhadap konstelasi dunia. Di bulan Agustus 1991 berjuta-juta orang di seluruh dunia termasuk kita di Indonesia menyaksikan dengan takjub runtuhnya negara Uni Soviet, satu dari dua negara adikuasa dunia. Sukar dipercaya bahwa negara berlandaskan ideologi tunggal Marxisme-Leninisme yang diklaim pendukungnya sebagai ideologi emansipatif dan universal, dengan organisasinya yang solid dan dikendalikan suatu kekuasaan pusat yang amat kuat dan canggih, secara dramatis mengalami disintragrasi, lenyap dari peta, tercerai-berai menjadi sekitar selusin negara baru berdiri sendiri-sendiri.
Peristiwa itu merupakan klimaks dari proses runtuhnya kekuasaan komunisme di Eropa Timur yang sepanjang sekitar 3/4 abad 20 sempat menguasai separuh dunia Keruntuhan kekuasaan komunisme itu sudah dimulai dari Polandia, Hongaria, Bulgaria, Jerman Timur, Cekoslovakia, Rumania hingga ke Yugoslavia. Keruntuhan itu diikuti disintegrasi negara Yugoslavia yang pecah berkeping-keping dengan masing-masing negara bagian berdiri sendiri, dan Cekoslovakia yang menjadi dua negara Ceko dan Slovakia. Sebaliknya Republik Demokrasi Jerman berintegrasi ke dalam Republik Federal Jerman sehingga dua Jerman yang ideologinya antagonistik kembali menjadi satu Jerman.
Bagi rezim-rezim otoriter dan para pendukungnya terjadinya drama sejarah itu ditekankan sebagai akibat dari gerakan glasnost (keterbukaan politik) dan prestroika (restrukturisasi ekonomi), gerakan reformasi yang dicetuskan Perdana Menteri Michael Gorbachev sejak ia memegang tampuk kekuasaan di Kremlin Maret 1985. Gerakan tersebut ditunjuk sebagai bukti betapa berbahayanya gagasan kebebasan dan demokrasi bagi kesatuan dan keselamatan bangsa, dan dijadikan alasan memperketat kontrol terhadap rakyat dan makin represif.
Tapi bagi para tokoh politik Barat dan pemikir liberal kejadian itu ditanggapi sebagai kemenangan Barat dalam Perang Dingin, bukti keunggulan faham demokrasi liberal atas demokrasi rakyat, keberhasilan sistem ekonomi pasar kapitalisme atas sistem ekonomi terpimpin sosialisme. Banyak di antaranya yang tanpa ragu menyimpulkan bahwa kini liberalisme telah menjadi ideologi tunggal dunia. Pernyataan The End of the Cold War Presiden George Bush, segera diikuti berbagai The End of lain: The End of Geography (Robert O'Brien) yang menggambarkan kemenangan kapitalisme internaional dan terintegrasinya ekonomi dunia; The End of the Nation State (Kenichi Ohmae) yang melihat batas-batas negara tidak lagi relevan; bahkan The End of History yang justru mengkhawatirkan apabila dunia hanya berideologi tunggal itu?"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1999
D285
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>