Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 142896 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aulia Chloridiany
"Skripsi ini, sesuai dengan judulnya, membahas tentang industri musik dalam struktur kapitalisme global, dengan studi atas perkembangan perusahaan rekaman transnasional di Indonesia. Seperti kita ketahui, dunia saat ini konon tengah memasuki suatu era bernama globalisasi. Namun, globalisasi ini acapkali dicurigai sebagai bentuk berkuasanya suatu hegemon, yaitu struktur kapitalisme global. Dalam struktur kapitalisme global, industri adalah hal yang sangat penting. Termasuk pula industri musik. Dalam setiap tata dunia yang sedang berlaku, memang unsur kebudayaan adalah bagian yang penting. Budaya, dalam hal ini musik, menjadi industri tersendiri dalam struktur kapitalisme global, dan ini biasa disebut dengan budaya populer. Fenomena musik populer sejatinya adalah bagian dari industri rekaman lintas batas negara, dengan pemain utamanya adalah perusahaan rekaman yang juga lintas batas negara (transnasional). Perusahaan rekaman transnasional raksasa di dunia adalah Universal Music, Sony Music, BMG, Warner Music, dan EMI. Mereka disebut raksasa anta' a lain karena kekuatan jaringannya di seluruh dunia, jumlah karyawan yang dipekerjakan, dan uang yang berputar di dalamnya. Di Indonesia, industri musik dalam negeri berkembang dengan pesat dari tahun ke tahun. Kondisi industri musik Indonesia ini tak lepas dari tata dunia yang berlaku. Pada tahun 1990-an perekonomian di Indonesia berkembang pesat dan media-media baru pun bennunculan. Lima raksasa industri musik dunia hadir di Indonesia dalam suasana penuh dukungan ini. Perusahaan rekaman transnasional dimungkinkan dapat beroperasi secara penuh setelah Indonesia menggulirkan Peraturan Pemerintah No. 20 pada 1994, tepat setelah Economic Vision Statement Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) 1993 serta rekomendasi Putaran Uruguay mengenai perdagangan bebas pada 1994 digulirkan. Skripsi ini akan menyoroti keberadaan industri musik Indonesia sebagai bagian dalam struktur kapitalisme dunia. Permasalahan yang diangkat adalah mengenai bagaimana perusahaan rekaman transnasional masuk dan kemudian berkembang di Indonesia dalam kurun waktu tahun 1996 sampai dengan 2002. Kerangka pemikiran yang dipakai adalah Transnational Historical Materialism oleh Robert Cox. Pemikiran ini terpengaruh oleh Antonio Gram sci, hanya saja diaplikasikan di level internasional. Setiap usaha hegemonisasi mengakibatkan bersekutunya berbagai macam kekuatan progresif potensial, yang akan bersamaan datang dan membentuk apa yang disebut Gramsci sebagai 'blok historis' (historical bloc). Dalam level internasional, Cox menyatakan bahwa dalam masa berkembangnya internasionalisasi produksi dan pertukaran, sangat mungkin muncul transnational historical bloc. Blok historis ini, baik pada level negara ataupun lintas batas negara, akan menjadi kohesif dengan adanya ideologi hegemoni, atau kerangka berpikir yang memberi identitas dan kepercayaan. Aplikasi Cox terhadap konsep Gramscian menitikberatkan pada kekuatan sosial transnasional (transnational social forces). Tiga kategori forces (kekuatan potensial) yang berinteraksi dalam suatu struktur tersebut adalah: kemampuan material, ide/gagasan, dan institusi/lembaga. Tidak ada salah satu yang paling menentukan diantara ketiga perangkat kekuatan sosial lintas batas negara (transnational of social forces) ini; hubungannya diasuinsikan resiprokal. Temuannya adalah hegemoni ideologi perdagangan bebas ini dibawa masuk oleh tiga perangkat social forces, yaitu kapabilitas material, institusi, dan ide. Dalam kasus Indonesia, institusi internasional yang menekan dengan perdagangan bebasnya adalah APEC dan GATT (yang kemudian melembaga menjadi WTO). Insitusi-institusi internasional tersebutlah yang kemudian turut andil dalam membuat institusi negara, yaitu Indonesia, menyebarkan ideologi perdagangan bebas. Yaitu dengan keluarnya Paraturan Pemerintah No. 20/1994. Peraturan pemerintah itulah yang memungkinkan perusahaan rekaman transnasional — Universal Music, Sony Music, Warner Music, BMG, EMI — beroperasi secara penuh di Indonesia. Perusahaan transnasional adalah salah satu social force claim menyokong struktur kapitalisme global, yaitu dengan kapabilitas material yang begitu besar dimilikinya. Tidak cukup dengan insitusi dan kapabilitas material, suatu blok historis haws juga dipefkuat dengan penyebaran ide. Ide disini adalah bahwa produk budaya yang dibawa kapabilitas material atau perusahaan rekaman tarnsnasional dianggap baik. Itulah mengapa tren musik di Indonesia menjadi padu dengan tren musik internasional. Ditambah pula dengan promosi hak cipta oleh media massa yang semakin memperkuat blok historis ini di Indonesia. Jadi, proses masuk dan berkembangnya perusahaan rekaman transnasional di Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia, lewat industri musik, dapat dikatakan sudah terhegemoni oleh struktur kapitalisme global."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S4343
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Universitas Indonesia, 1999
S23101
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Ayu Wulansari
"Perjanjian memiliki peranan dalam industri musik. Terbukti dengan adanya kontrak-kontrak yang dibuat antara pencipta dengan para pengguna karya cipta milik pencipta. Namun, kenyataannya para pelaku industri musik kurang sadar akan pentingnya hukum perjanjian yang berkaitan dengan hak cipta, terbukti dengan adanya sengketa-sengketa yang terjadi antara pencipta lagu dan produser rekaman suara. Adanya hal tersebut, beberapa pencipta mengalihkan haknya untuk dikelola oleh pihak lain sehingga pihak tersebut bertanggung jawab terhadap hak pencipta. Salah satu pengelola hak cipta lagu milik pencipta di Indonesia ialah KCI (Karya Cipta Indonesia)yang menerima kuasa dari pencipta untuk mengelola hak cipta lagu dan menjadi kuasa atas pencipta dalam hal pengeksploitasian hak-hak milik pencipta yang digunakan pihak lain, salah satunya produser rekaman suara. Berdasarkan uraian tersebut, studi ini mengkaji perjanjian pengalihan pengelolaan dan lisensi penggunaan hak atas karya cipta lagu dalam industri musik rekaman suara di Indonesia. Studi ini mengkaji perjanjian antara pencipta, KCI, produser rekaman suara. Adapun permasalahan yang dikaji yakni bagaimana pengaturan pengalihan pengelolaan dan lisensi penggunaan hak atas karya cipta lagu menurut hukum Indonesia, bagaimana bentuk pengalihan pengelolaan dan lisensi penggunaan hak atas karya cipta lagu dalam industri rekaman suara di Indonesia,bagaimana praktek pengalihan pengelolaan dan lisensi penggunaan hak atas karya cipta lagu dalam industri musik rekaman suara di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan untuk mengkaji permasalahan ialah pendekatan normatif yuridis. Teknik pengumpulan data diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara dengan pihak KCI. Teknik analisis yang digunakan ialah analisis deskriptif kualitatif. Ketentuan mengenai pengalihan pengelolaan dan lisensi penggunaan hak atas karya cipta lagu diatur dalam Pasal 3 ayat (2) huruf d Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 (selanjutnya disebut UUHC) jo Pasal 45 UUHC.Bentuk pengalihan diwujudkan dengan perjanjian yang ketentuannya secara umum tunduk pada buku III KUHPerdata.Prakteknya, pencipta mengalihkan pengelolaan hak atas karya cipta lagu kepada KCI, selanjutnya KCI atas kuasa pencipta mengadakan perjanjian lisensi penggunaan hak atas karya cipta lagu dengan produser rekaman suara."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T18956
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktavianus Citra Perkasa
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S23965
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ikeu Triananda
"Perkembangan musik modem di Indonesia mulai melaju pesat sejak adanya pengaruh musik Barat yang tclah masuk ke Indonesia melalui jalur kolonialisme dan berkembang menjadi suatu bentuk musik kontemporcr' yang tclah menjadi produk budaya fenomenal masyarakat Indonesia dalain abad ke-20. Salah satu contoh pengaruh tersebut adalah musik kroncong yang berasal dari musik bangsa Portugis di Maluku. Memasuki 1950-an, sejarah musik popular di dunia dimulai ketika Chuck Berry dan Bill Haley menjadi musisi pertama yang memperkenalkan musik popular? Tanpa mereka, sulit dibayangkan tampilnya Elvis Presley, The Beatles, atau bahkan Rolling Stones. Mereka merupakan musisi yang bcrpengaruh dalam belantika musik populer di dunia pada 1950-an. Hal itulah yang berpengaruh terhadap munculnya berbagai grup (group) atau kelompok musik di Indonesia. Sebuah grup musik biasanya terdiri lebih dari satu orang yang memainkan alat musik dengan melihat _"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S12267
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cempaka Asriani
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S5094
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yunial Laili Mutiari
"Musik rekaman suara, merupakan karya cipta seseorang atau lebih, di mana untuk menciptakannya orang harus mengeluarkan pikiran berdasarkan kemampuan, imajinasi, tenaga, keterampilan, waktu, dan biaya-biaya. Di samping mempunyai nilai moral, karya musik rekaman suara juga mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi, karena mempunyai segmen pasar yang begitu luas. Apalagi pada era globalisasi saat ini yang sedang melanda dunia, dan diiringi kemajuan di bidang iptek, maka orang lebih mudah merekam karya seseorang, baik untuk diri sendiri maupun untuk diperdagangkan. Untuk itu bagaimana perlindungan hukum pencipta musik rekaman suara di Indonesia, dan apakah UD No. 7/1987 tentang Hak Cipta masih berlaku efektif, serta bagaimana jalan keluarnya apabila sudah tidak efektif lagi.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perlindungan si pencipta musik rekaman suara di Indonesia. Sedangkan penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis. Menurut analisis penulis maka perlindungan hukum pencipta musik rekaman suara tidak disertai kepastian hukum, dan UUHC Indonesia tidak efektif lagi, serta diperlakukan penyempurnaan sebagai jalan keluar yang ditempuh. Hal ini dapat dilihat dari sistem pendaftaran yang dianut oleh undang-undang ini, yaitu "Negatif Deklaratif", di mana pendaftaran bukan merupakan keharusan, serta antara tujuan dan maksud pendaftaran tidak sejalan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan perlindungan hukum, dan maksudnya adalah untuk mengejar kebenaran, prosedur formal. Selain itu, UUHC yang berlaku sekarang ini sudah memberikan perlindungan hukum yang tidak tepat, karena hak atas karya rekaman suara mendapat perlindungan sebagai hak cipta, seharusnya hak yang berdampingan dengan hak cipta. Karena itu sering menimbulkan kerancuan dan pelanggaran-pelanggaran, misalnya pembajakan kaset. Begitu juga aparat penegak hukum, dalam melakukan tugasnya tidak mempunyai keseragaman dalam mengambil keputusan. Masyarakat pun masih beranggapan, jika karya cipta tidak didaftarkan adalah milik bersama, dan masyarakat lebih merasa diuntungkan dengan membeli kaset hashl bajakan daripada kaset aslinya. Selain harganya lebih murah, juga kualitasnya sama dengan yang asli. Selanjutnya dalam melakukan operasi di lapangan terhadap pembajakan, petugas tidak mempunyai fasilitas pendukung, misalnya dana, pakaian seragam dan lain sebagainya. Pembahasan di atas memberikan kesimpulan, perlindungan hukum karya musik rekaman suara tidak mempunyai kepastian hukum, dan UU No. 7/1987 tidak berlaku efektif lagi, serta jalan keluar yang ditempuh adalah mengadakan penyempurnaan terhadap undangundang tersebut dengan menghadapi era globalisasi. Sebagai saran, perlu diadakan penyuluhan hukum Hak Cipta kepada masyarakat dan aparat penegak hukum, sebagai fasilitas pendukung digunakan sistem komputerisasi terpadu di setiap Kantor Wilayah Departemen Kehakiman di seluruh Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teddy Satrio Wibowo
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S6442
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1987
338.88 PER t (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>