Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 54298 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Achmad Haryo Puja Siswono
Depok: Universitas Indonesia, 2010
S3644
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Pradipta Anwar
"Untuk menjadi organisasi yang sukses dibutuhkan organisasi yang efektif danefisien. Untuk mencapai hal tersebut, organisasi perlu menignkatkan kualitassumber daya manusia yang dengan cara meningkatkan perilaku kewarganegaraanorganisasi (PKO) karyawa. Faktor yang mempengaruhi PKO antara lain adalahkomitmen organisasi. Komitmen organisasi adalah tingkatan individu melekatkandirinya dengan organisasi dan tujuan dari organisasi tersebut. Penelitian inibertujuan untuk melihat hubungan antara komitmen organisasi dengan PKO. Hasilkorelasi berganda menunjukkan adanya korelasi positif dan signifikan (0,40,p<0,01) antara komitmen organisasi dengan PKO. Penelaahan lebih lanjut dengankorelasi partial menunjukkan bahwa dimensi komitmen afektif dan komitmenberkelanjutan memiliki korelasi yang positif dan signifikan (0,22 dan 0,42, ,p<0,01) dengan PKO.

To become a successful organization, one must be an effective and eficientorganization. In order to do that, the organization has to improve the quality oftheir human Capital by improving their organizational citizenship behavior (OCB).One of the factors affecting OCB is organizational commitment. Organizationalcommitment is a degree to which the employees are attached to the organizationand its aims. This study examine the relationship between organizationalcommitment and OCB. The result showed significant positiv coirelation (0,40,p<0,01) between organizational commitment and OCB. Further analysis showedthat the affective commitment and continuance commitment have signficantpositive correlation (0,22 dan 0,42,, p<0,01) with OCB."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
S3632
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2010
S3624
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Restika
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara workplace wellbeing dan work locus of control pada karyawan perusahaan manufaktur yang memproduksi oli. Workplace well-being merupakan rasa sejahtera yang diperoleh karyawan dari pekerjaan mereka, yang terkait dengan perasaan karyawan secara umum (core affect) dan nilai intrinsik maupun ekstrinsik dari pekerjaan (Page, 2005), yang diukur dengan Workplace Wellbeing Index (WWBI).
Work locus of control merupakan kepercayaan individu tentang pekerjaan yang dikendalikan oleh tindakan atau perilaku individu (internal) ataupun sebab di luar pengaruh individu itu sendiri (eksternal) (Spector, 1988), diukur melalui alat ukur Work Locus of Control Scale (WLCS). Sampel dalam penelitian ini sebanyak 133 karyawan di PT. X, diperoleh secara accidental. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara workplace well-being dengan work locus of control pada karyawan perusahaan manufaktur (r = 0,558, p < 0,01, two tailed).

The research’s purpose is to analyse the correlation between workplace wellbeing and work locus of control on manufacture employees which produce oil. Workplace well-being is defined as a sense of well-being derived from the work of their employees, which is associated with feelings of general employees (core Affect) and the intrinsic and extrinsic value of work (Page, 2005), measured through the Workplace Well-being Index (WWBI).
Work locus of control is an individual's belief about the job that is controlled by the actions or behavior of the individual (internal) or causes beyond the influence of the individual (external) (Spector, 1988), was measured by gauges Work Locus of Control Scale (WLCS). The sample in this study included 133 employees at PT. X, using accidental sampling. The results show that there is a significant relationship between workplace wellbeing with work locus of control on the manufacturing company's employees (r = 0.558, p <0.01, two-tailed).
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S47128
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdau Siroj Amrulloh
"Penelitian ini membahas hubungan antara spiritualitas di tempat kerja dengan berbagai bentuk kesejahteraan karyawan dalam aspek kesehatan mental yaitu kesejahteraan emosional, sosial, psikologis, dan spiritual. Teknik pengumpulan datanya menggunakan desain survei, lalu dilakukan uji regresi menggunakan SPSS 20 untuk mengetahui hubungannya. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 202 responden yang telah bekerja di Jakarta selama minimal 1 tahun dari berbagai latar belakang industri, instansi, jabatan, pengalaman kerja dan status kerja.
Temuan dalam penelitian ini adalah keempat bentuk kesejahteraan karyawan emosional, sosial, psikologis, dan spiritual memiliki hubungan yang positif terhadap spiritualitas di tempat kerja. Implikasi dari hasil penelitian ini dapat berguna bagi ilmu pengetahuan dalam hal sumber daya manusia, bahwa spiritualitas di tempat kerja dapat menjadi sebuah anteseden bagi kesejahteraan karyawan khususnya dalam aspek kesejahteraan emosional, sosial, psikologis, dan spiritual.

This undergraduate thesis discusses the relationship between workplace spirituality and various forms of employee well being in the mental health aspects of emotional, social, psychological, and spiritual. Data collection techniques is used survey design, then tested the relationship using SPSS 20. The sample used in this study amounted to 202 respondents who have worked in Jakarta for at least 1 year from various industry background, agency, position, work experience and work status.
The findings in this study are the four of employee well being namely, emotional, social, psychological, and spiritual has a positive relationship with workplace spirituality. The implications of the results of this study can be useful to the science that workplace spirituality can be an antecedent to the employee well being, especially in aspects of emotional, social, psychological, and spiritual well being.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
S67111
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindyta Septiana
Depok: Universitas Indonesia, 2010
S3554
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatchuri
"ABSTRAK
Modernisasi yang berlangsung di Jakarta memberikan dampak perubahan terhadap kehidupan masyarakat Betawi sebagai penduduk asli Jakarta. Arus urbanisasi yang kemudian berlangsung membuat populasi penduduk di Jakarta terus bertambah. Muncullah kemudian masalah-masalah sosial yang menimpa kota Jakarta seperti kepadatan penduduk, pemukiman, kesempatan kerja, dan masalah-masalah lain yang biasa terdapat di kota besar. Perubahan-perubahan tersebut dapat mempengaruhi kondisi psikologis individu- individu dalam masyarakat Betawi. Berkembangnya Jakarta menjadi kota metropolitan mengubah kehidupan kota Jakarta menjadi kota yang masyarakatnya saling tak mengenal, acuh tak acuh terhadap orang lain, individualis, dan berorientasi kepada materi. Hal ini dapat berdampak kepada kehidupan masyarakat Betawi yang biasa hidup dalam lingkungan sosial yangbaik, saling menolong, dan memiliki ikatan sosial yang kuat.
Untuk mengetahui Iebih jauh tentang bagaimana kondisi psikologis masyarakat Betawi saat ini, dapat dilakukan penelitian dengan menggunakan konsep psychological well-being (PWB) yang dikemukakan Carol D. Ryff (1989). PWB mengukur bagairnana penilaian subjektif individu terhadap pencapaian- pencapaian potensi-potensi dirinya. Konsep ini mempunyai kelebihan dibandingkan teori-teori tentang well-being sebelumnya karena memperhatikan
faktor-faktor kesehatan mental positif yang digunakan dalam teori-teori humanistik seperti pertumbuhan dan perkembangan pribadi. PWB seseorang menurut Ryff (1989) dapat dilihat dari 6 dimensi yaitu dimensi penerimaan diri, otonomi, penguasaan lingkungan, hubungan positif dengan orang Iain, tujuan hidup, dan partumbuhan pribadi. Dalam konteks masyarakat Betawi, dapat diketahui dimensi mana yang dianggap penting oleh mereka saat ini.
Mengingat bahwa masyarakat Betawi merupakan masyarakat yang religius, maka penilaian subjektifnya terhadap pancapaian potensi-potensi dirinya dapat dipengaruhi oleh pandangan-pandangan mereka yang dibentuk oleh agama, dalam hal ini Islam. Maka, penelitian ini ingin melihat Iebih jauh hubungan antara PWB dengan keberagamaan. Penelitian-penelitian selama ini telah membuktikan adanya hubungan antara keberagamaan dengan well-being.
Dari beberapa konsep keberagamaan yang sering digunakan untuk mengukur religiusitas, peneliti menggunakan teori komitmen beragama yang dikemukakan oleh Charles Glock (1962). Dipilihnya teorl ini untuk mengetahui keberagamaan masyarakat Betawi adalah karena konsep ini dapat melihat keberagamaan dari berbagai dimensi sehingga dapat menghasilkan gambaran keberagamaan secara Iebih luas. Aspek-aspek keberagamaan yang penting dalam Islam seperti aqidah, pemahaman agama, ibadah dan penghayatannya, serta muammalah (kehidupan sosial) dapat lebih tergali dengan manggunakan konsep ini.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Sebelum penelitian dilakukan, terlebih dahulu dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas alat ukur yang digunakan. Dalam memproses data yang telah masuk, dilakukan analisa statistik dengan perhitungan mean, korelasi model Pearson product moment, dan analisa varians.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi pertumbuhan pribadi dan tujuan hidup merupakan 2 dimensi yang dianggap penting oleh masyarakat Betawi; sementara dimensi otonomi manempati urutan terakhir dalam pandangan mereka. Pentingnya dimensi pertumbuhan pribadi dalam pandangan masyarakat Betawi menggambarkan bahwa nilai-nilai budaya barat yang mengutamakan pertumbuhan pribadi warganya sudah terserap dalam kehidupan masyarakat Betawi. Meskipun demlkian, dalam hal tujuan hidup, masyarakat Betawi masih dapat mempertahankannya dibandingkan masyarakat Hindu di Denpasar Bali seperti yang ditemukan Mardhianto (1997). Rendahnya dimensi otonomi juga menunjukkan bahwa ikatan sosial di kalangan masyarakat Betawi masih kuat.
Dalam hal komitmen beragama, dimensi ideologis memiliki nilai tertinggi dan dimensi ritual berada pada urutan terakhir. Hal ini berarti bahwa masyarakat Betawi memiliki keyakinan yang kuat terhadap kebenaran ajaran-ajaran agama islam tetapi di sisi Iain keyakinan tersebut tidak selalu terefleksi dalam pelaksanaan ibadah sehari-hari. Hasil ini juga memperlihatkan adanya pergeseran dalam kehidupan beragama mengingat dalam budaya keagamaan masyarakat Betawi dahulu, langgar dan masjid tak bisa dilepaskan dalam kehidupan mereka. lndividu yang jarang ke langgar dan masjid untuk beribadah dapat dikucilkan oleh masyarakat (Junaidi dalam Melalatoa, 1997).
Perhitungan korelasi antara dimensi-dimensi PWB dengan dimensi-dimensi komitmen beragama menunjukkan bahwa di antara dimensi-dimensi kedua variabel terdapat korelasi yang signifikan. Dimensi penerimaan diri berhubungan dengan komitmen beragama pada dimensi ritual, eksperiensial, dan konsekuensial. Hubungan positif dengan orang Iain berhubungan dengan dimensi ritual, eksperiensial, dan konsekuensial. Otonomi berhubungan dengan dimensi konsekuensial dan ideologis. Penguasaan Iingkungan berhubungan dengan dimensi ritual, eksperiensial, dan konsekuensial. Tujuan hidup berhubungan dengan dimensi ritual, eksperiensial, konsekuensial, dan ideologis. Dimensi pertumbuhan pribadi berhubungan dengan dimensi ritual, konsekuensial, ideologis dan intelektual.
Karakteristik subjek juga mempunyai hubungan dengan beberapa dimensi PWB maupun komitmen beragama. Pria terbukti lebih otonom dibandingkan wanita. Tapi dalam komitmen beragama, wanita lebih baik pada dimensi ritual, eksperiensial. dan intelektual. Subjek yang sudah menikah lebih baik dalam dimensi ritual, eksperiensial, dan ideologis tetapi Iebih rendah pada dimensi tujuan hidup dan hubungan positif dengan orang Iain dibandingkan mereka yang belum menikah. Tingkat pendidikan subjek berhubungan dengan dimensi ideologis dan konsekuensial. Jenis pekerjaan juga berhubungan dengan penerimaan diri, otonomi, dan tujuan hidup. Penerimaan diri yang paling baik adalah kelompok wiraswasta; kelompok ini juga memiliki tujuan hidup yang paling jelas. Dimensi otonomi tertinggi ada pada kelompok pegawai negeri. Kelompok subjek yang masih menganggur memiliki nilai paling rendah pada hampir semua dimensi PWB dan juga pada hampir semua dimensi komitmen beragama.

"
2000
S2959
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ike Rachmawati Sugianto
"Pada umumnya, semua orang setelah dewasa akan menikah. Namun ada orang-orang yang belum menikah meskipun telah berusia lebih dari usia yang dianggap lazim untuk menikah, yang disebut orang lajang. Dengan mempertimbangkan definisi orang lajang dari Cargan dan Melko, teori perkembangan dari Havighurst dan usia rata-rata pernikahan di Indonesia, maka dalam penelitian ini yang dimaksud dengan orang lajang adalah orang-orang berusia 30 tahun atau lebih yang belum pemah menikah.
Kehidupan sebagai orang Iajang seperti memiliki dua sisi. Di satu pihak orang lajang memperoleh keuntungan-keuntungan dari kesendiriannya, tetapi di lain pihak ia juga harus menghadapi berbagai masalah dan stereotipe dari masyarakat yang sebagian besar bersifat negatif.
Dalam dua dekade terakhir ini jumlah orang lajang terus bertambah, termasuk di wilayah DKI Jakarta. Para ahli manca negara pun mcrasa tertarik untuk meneliti orang lajang, khususnya yang berkaitan dengan psychological well-being. Hasilnya ternyata kontroversial. Ada para ahli yang menemukan bahwa status Iajang berhubungan dengan psychological well-being dan ada pula yang tidak menemukan hubungan antara keduanya.
Selain hasil yang kontroversial, peneiitian-penelitian tersebut juga dilakukan di luar Indonesia dan pada tahun 80-an. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah hasil-hasil penelitian tersebut dapat diterapkan di Indonesia dan masih relevan dengan kehidupan masyarakat saat ini. Di samping itu, kehidupan orang lajang dengan segala keunntungan dan masalah yang diperoleh dari kesendiriannya menimbulkan pertanyaan, yaitu bagaimanakah psychological well-being mereka. Apakah ada hubungan yang signifikan antara status lajang dengan psychological well-being.
Selanjutnya karena adanya perbedaan kondisi antara pria lajang dengan wanita lajang, maka akan diteliti juga apakah ada perbedaan nilai rata-rata psychological well-being antara pria lajang dengan pria menikah; antara wanita lajang dengan wanita menikah, antara pria lajang dengan wanita lajang dan antara pria menikah dengan wanita menikah. Mengingat psychological well-being juga berkaitan dengan tingkat pendidikan diri tingkat penghasilan, maka juga diteliti apakah ada perbedaan psychological well-being pada subyek dengan tingkat pendidikan dan tingkat penghasilan yang berbeda.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori psychological well-being dari Ryff serta berbagai teori yang menggambarkan kehidupan orang lajang Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data. Subyek yang digunakan dalam penelitian ini diambil dengan teknik incidental sampling dengan karakteristik pria atau wanita, belum pernah menikah atau yang sudah menikah, berusia 30-40 tahun, bekerja, tamat SLTA dan berdomisili di Jakarta Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan perhitungan persentase, korelasi point-biserial dan ANOVA. Uji validitas dilakul-can dengan menggunakan teknik korelasi Pearson dan uji reliabilitas dilakukan dengan teknik alpha Cronbach.
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan tidak adanya hubungan yang signifikan antara status lajang dengan psychological well-being. Juga tidak ditemukan adanya perbedaan nilai rata-rata psychological well-being yang signifikan antara pria lajang dengan pria menikah; antara wanita lajang dengan wanita menikah; antara pria menikah dengan wanita menikah; antara pria lajang dengan wanita lajang; antara subyek dengan tingkat pendidikan berbeda dan antara subyek dengan tingkat penghasilan berbeda.
Hasil penelitian ini kemungkinan disebabkan karena alat yang tidak mengukur, presentase subyek yang kurang berimbang atau karena sebenarnya hubungan antara status Iajang dengan psychological well-being Iebih terkait dengan kualitas hidup melajang itu sendiri.
Saran yang disampaikan penulis bagi penelitian selanjutnya adalah penyempurnaan alat ukur, menggali lebih dalam mengenai kualitas hidup subyek serta melengkapi pengukuran kuantitatif dengan wawancara mendalam. Sedangkan saran-saran praktisnya adalah agar orang-orang lajang tidak perlu merasa rendah diri, dan kepada masyarakat agar dapat lebih menerima orang lajang sebagai bagian dari mereka, serta yang terakhir kiranya para konselor yang terkait dengan permasalahan orang lajang dapat menggunakan hasil ini untuk membantu orang lajang lebih memahami dirinya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Wening Sawitri
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara perceived organizational support (POS) dan workplace well-being (WWB). Pengukuran dilakukan dengan alat ukur Survey of Perceived Organizational Support (SPOS) (Eisenberger et al., 1986). Workplace well-being diukur dengan Workplace Well-Being Index (Page, 2005). Partisipan dalam penelitian ini adalah pekerja pabrik manufaktur penghasil baja di Indonesia.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara perceived organizational support dan workplace well-being pada pekerja pabrik (r = .72; p < .01). Artinya, semakin baik dukungan organisasi yang dipersepsi oleh pekerja pabrik, semakin baik pula tingkat kesejahteraan dirasakan pekerja pabrik di tempat kerjanya.

This study aims to find the relationship between perceived organizational support (POS) and workplace well-being (WWB). Perceived organizational support was measured using an instrument called Survey of Perceived Organizational Support (SPOS) (Eisenberger et al., 1986). Workplace well-being was measured using an instrument named Workplace Well-Being Index (WWBI) (Page, 2005). The participants of this study are 173 manufacture workers in an Indonesian company engaging in steel industry.
The result shows there is a significant positive correlation between perceived organizational support and workplace well-being (r = .72; p < .01). That is, the better organizational support that perceived by manufacture worker, the better workplace well-being they have.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S45219
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Khusnul Hisyam
"Spiritualitas di tempat kerja muncul sebagai salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan karyawan dalam menemukan tujuan, makna, dan pemenuhan kehidupan pada pekerjaan mereka. Konsep tersebut diformulasikan memiliki tiga dimensi yaitu meaningful work, sense of community, dan alignment with organizational values. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh spiritualitas di tempat kerja (workplace spirituality) terhadap intensi untuk mengundurkan diri (intention to quit) dan perilaku kewarganegaraan organisasi (organizational citizenship behavior) yang dimediasi oleh  kesejahteraan kerja (well-being at work). Sampel penelitian ini adalah 351 karyawan generasi milenial yang bekerja di Jabodetabek dan minimal telah bekerja selama setahun di tempat kerja mereka. Data responden diolah menggunakan metode Partial Least Square Structural Equation Modelling (PLS-SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa  spiritualitas di tempat kerja berhubungan positif terhadap kesejahteraan kerja, perilaku kewarganegaraan organisasi, dan secara tidak langsung berpengaruh negatif terhadap intensi untuk mengundurkan diri. Kesejahteraan kerja memediasi secara penuh hubungan spiritualitas di tempat kerja dengan intensi untuk mengundurkan diri dan memediasi secara parsial hubungan spiritualitas di tempat kerja dengan perilaku kewarganegaraan organisasi.

Workplace spirituality emerges as one of managerial efforts to meet the needs of employees in finding purpose, meaning, and fulfillment of life in their work. The concept is formulated to have three dimensions, namely meaningful work, sense of community, and alignment with organizational values. The purpose of this study is to study the impact of workplace spirituality on intention to quit and organizational citizenship behavior mediated by well-being at work. The samples of this study are 351 millennial employees who work in Jabodetabek and at least have worked in their workplaces for one year. The data is processed using the Partial Least Square Structural Equation Modeling (PLS-SEM) method. The results of the study prove that workplace spirituality positively correlated with well-being at work & OCB and indirectly negatively correlated with intention to quit. Well-being at work mediated fully the relationship of workplace spirituality and intention to quit & mediated partially the relationship of workplace spirituality and OCB."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>