Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170039 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zuraida Syafara Dzuhro
"Meningkatkan penetrasi mencapai lapisan subkutan. Natrium hialuronat (NaHA), bentuk garam asam hialuronat, merupakan polimer hidrofilik derivat polisakarida. NaHA memiliki kemampuan meningkatkan penetrasi perkutan dengan mengubah susunan sel-sel stratum korneum yang tersusun rapat menjadi lebih renggang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh NaHA terhadap penetrasi kofein sebagai zat aktif antiselulit dalam sediaan hidrogel, hidroalkoholik gel, dan emulsi gel. Masing-masing sediaan mengandung kofein 1,5% dan terbagi atas 3 formula. Formula 1 mengandung basis gel HPMC 2%; formula 2 mengandung basis gel HPMC 2% dan NaHA 0,5%; formula 3 mengandung NaHA 2% sebagai basis gel.
Uji penetrasi dilakukan secara in vitro menggunakan sel difusi Franz dengan kulit tikus sebagai membran selama 8 jam. Persentase kofein terpenetrasi sediaan hidrogel formula 1, 2, 3 secara berturut-turut adalah 9,41 ± 0,01%; 11,74 ± 0,13%; 16,32 ± 0,03%. Persentase kofein terpenetrasi sediaan hidroalkoholik gel formula 1, 2, 3 secara berturut-turut adalah 19,54 ± 0,02%; 22,99 ± 0,23%; 7,42 ± 0,08%. Persentase kofein terpenetrasi sediaan emulgel formula 1, 2, 3 secara berturut-turut adalah 10,47 ± 0,19%; 13,41 ± 0,12%; 18,42 ± 0,06%. Hasil menunjukkan NaHA meningkatkan penetrasi kofein perkutan berbagai sediaan gel, kecuali hidroalkoholik gel formula 3.

Penetration enhancer to reach subcutaneous layer. Sodium hyaluronate (NaHA), the sodium salt of hyaluronic acid, is a hydrophilic polysaccharide derivative polymer. It has ability to enhance percutaneous penetration by loosening the dense of the compact substance stratum corneum. The aim of this research was to observe the effects of NaHA on caffeine penetration as anticellulite active agent in three types of gel preparation: hydrogel, hydroalcoholic gel, and gel emulsion. Each gel type contained caffeine 1,5% and was varied into three formulas. Formula 1 contained HPMC 2% as gel basis; formula 2 contained HPMC 2% and NaHA 0,5%; formula 3 contained NaHA 2% as gel basis.
Caffeine penetration properties were analyzed by Franz diffusion cell in vitro test using rat skin as membrane. Percent caffeine penetration of hydrogel formula 1, 2, 3 were 9,41 ± 0,01%; 11,74 ± 0,13%; 16,32 ± 0,03%, respectively. Percent caffeine penetration of hydroalcoholic gel formula 1, 2, 3 were 19,54 ± 0,02%; 22,99 ± 0,23%; 7,42 ± 0,08%, respectively. Percent caffeine penetration of gel emulsion formula 1, 2, 3 were 10,47 ± 0,19%; 13,41 ± 0,12%; 18,42 ± 0,06%, respectively. The result showed that NaHA enhanced the caffeine percutaneous penetration properties in various gel preparations, except hidroalkoholic gel formula 3.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2011
S1147
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Ayu Anggraeni
"Aminofilin merupakan salah satu derivat metilxantin yang dapat digunakan sebagai antiselulit pada sediaan topikal. Untuk membandingkan perbedaan jumlah aminofilin yang terpenetrasi pada sediaan topikal dibuat tiga sediaan yaitu dalam bentuk krim, gel, dan salep kemudian penetrasinya diuji secara in vitro dengan alat sel difusi franz menggunakan membran abdomen tikus galur Sprague-Dawley. Uji penetrasi dilakukan selama 8 jam dengan 11 kali pengambilan sampel dan masing-masing diukur serapannya dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 272,5 nm. Jumlah aminofilin yang terpenetrasi sebanyak 3779,51 ± 25,96 μg/cm2 untuk sediaan gel, 2104,13 ± 17,00 μg/cm2 untuk sediaan krim, dan 518,24 ± 21,22 μg/cm2 untuk sediaan salep. Persentase jumlah aminofilin yang terpenetrasi dari sediaan gel adalah 26,25 ± 0,18%, dari sediaan krim 14,62 ± 0,12%, dan dari sediaan salep 3,60 ± 0,15%. Kecepatan penetrasi aminofilin yang paling besar diperoleh dari sediaan gel, kemudian krim, dan terakhir salep, yaitu masing-masing sebesar 472,44 ± 3,24 μgcm-2jam-1, 263,02 ± 2,13 μgcm-2jam-1, dan 64,78 ± 2,65 μgcm-2jam-1.

Aminophyllin is one of the methylxanthine derivate used as an anticellulite in a topical dosage form. To measure the diffusion of aminophyllin from topical dossage form, three kinds of preparation were made as cream, gel, and ointment, and then the penetration through skin were examined by in vitro Franz diffusion cell test using Sprague-Dawley rat abdomen skin as membrane diffusion. The test was done for 8 hours with 11 times samples withdrawn, and the absorption of each sample was measured by spectrophotometer UV-Vis at wavelength 272.5 nm. The diffusion of aminophyllin measured from gel preparation was 3779.51 ± 25.96 μg/cm2, from cream preparation was 2104.13 ± 17.00 μg/cm2, and from ointment preparation was 518.24 ± 21.22 μg/cm2. The percentage of diffused aminophyllin from gel preparation was 26.25 ± 0.18%, from cream preparation was 14.62 ± 0.12%, and from ointment preparation was 3.60 ± 0.15%. The highest flux of aminophyllin was from gel 472.44 ± 3.24 μgcm-2hour-1, followed by cream 263.02 ± 2.13 μgcm-2hour-1, and the last one was from ointment 64.78 ± 2.65 μgcm-2hour-1.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S32732
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Angeline Agustin
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S32651
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Haniefah
"Kafein merupakan derivat metilxantin yang dapat digunakan sebagai anti selulit pada sediaan topikal. Untuk melihat perbandingan jumlah kafein yang terdifusi pada sediaan topikal dibuat 3 sediaan dalam bentuk krim, gel, dan salep. Penetrasi kafein melalui kulit diuji secara in vitro dengan alat sel difusi Franz menggunakan membran abdomen tikus galur Sprague-Dawley. Uji difusi dilakukan selama 360 menit dengan 9 kali pengambilan sampel dan masing-masing sampel diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 273,60 nm. Jumlah kafein yang terdifusi sebanyak 964,94 ± 41,46 μg/cm2 untuk sediaan gel, 736,32 ± 39,96 μg/cm2 untuk sediaan krim dan 159,52 ± 4,68 μg/cm2 untuk sediaan salep. Kecepatan penetrasi kafein yang paling besar diperoleh dari sediaan gel, kemudian krim, dan terakhir salep, yaitu masing-masing sebesar 160,82 ± 6,91 μgcm-2jam-1; 122,72 ± 6,66 μgcm-2jam-1; 26,59 ± 0,78 μgcm-2jam-1."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
S32895
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pengaruh AHA (asam laktat) terhadap penetrasi kafein sebagai
antiselulit dalam sediaan krim, gel, dan salep secara in vitro telah diteliti.
Pada penelitian ini dibuat formula krim, gel, dan salep kafein yang
mengandung AHA dan tanpa AHA. Semua formula dievaluasi stabilitas fisik
selama delapan minggu pada suhu ±29ºC, ±40ºC, dan ±4ºC, meliputi
pengamatan organoleptis, pH, diameter globul, viskositas, konsistensi, uji
pemisahan fase dengan metode freeze thaw dan uji mekanik. Penetrasi
kafein secara in vitro dari krim, gel, dan salep dievaluasi menggunakan sel
difusi Franz melalui kulit tikus. Semua formula menunjukkan stabilitas yang
baik pada organoleptis, pH, diameter globul, viskositas, konsistensi, dan
metode freeze thaw. Namun, krim kafein yang mengandung AHA (krim A1),
serta salep kafein yang mengandung AHA (salep C1) dan tanpa AHA (salep
C2) menunjukkan pemisahan fase setelah uji mekanik. Studi penetrasi kafein
secara in vitro menunjukkan nilai fluks kafein pada jam ke-8 dari krim, gel,
dan salep yang mengandung AHA berturut-turut adalah 264,93±1,55 μg cm-2
jam-1, 455,83±1,43 μg cm-2 jam-1, dan 89,65±0,30 μg cm-2 jam-1. Nilai fluks
kafein pada jam ke-8 dari krim, gel, dan salep yang tidak mengandung AHA
berturut-turut adalah 126,42±0,77 μg cm-2 jam-1, 310,64±4,58 μg cm-2 jam-1,
dan 61,80±0,53 μg cm-2 jam-1. Dapat disimpulkan bahwa AHA meningkatkan penetrasi kafein secara in vitro dan menunjukkan nilai fluks kafein tertinggi
dari bentuk sediaan gel."
Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reny Novitasari
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S32740
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Diar Siti Hazar Sukandi
"Niasinamida merupakan vitamin yang larut di dalam air dikenal sebagai vitamin B3 dan telah digunakan untuk mengobati beberapa jenis permasalahan pada kulit. Penelitian ini bertujuan untuk membuat formulasi emulgel yang menggunakan silikon untuk membandingkan daya penetrasi secara in vitro antara emulgel dengan silikon dan tanpa penambahan silikon serta uji stabilitas fisik sediaan. Semua formulasi di uji daya penetrasinya secara in vitro dengan sel difusi Franz menggunakan membran abdomen tikus betina galur Sprague dawley. Jumlah kumulatif niasinamida yang terpenetrasi dari emulgel yang tidak mengandung silikon (F1) adalah 2028,8 ± 64,3 µg/cm2 sedangkan emulgel yang mengandung silikon secara berturut turut (F2-dimetikon dan F3-siklometikon) adalah 4662,4 ± 11,4 µg/cm2 dan 2679,45 ± 9,3 µg/cm2. Nilai fluks berturut-turut F1, F2, dan F3 adalah 253,6 ± 8,0 µg/cm2jam, 582,7 ± 1,4 µg/cm2jam, dan 334,93 ± 1,2 µg/cm2jam. Serta nilai % kumulatif terpenetrasi berturut-turut sebesar 8,89 ± 0,28 %, 17,95 ± 0,04 %, dan 11,83 ± 0,04 %. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa adanya silikon terbukti dapat meningkatkan penetrasi emulgel niasinamida dan ketiga formulasi menunjukan kestabilitan fisik yang baik.

Niacinamide is a water-soluble vitamin, also known as vitamin B3 and has been used to treat several types of dermatological pathologies. The purpose of this research are to make emulgel formulations using silicones to compare the penetration ability as in vitro test between emulgel with or without silicon, and the physical stability test. Penetration ability of all formulations were examined by Franz diffusion cell as in vitro test using Sprague Dawley rat abdomen skin for diffusion membrane. Total cumulative penetration of niacinamide from emulgel without silicone formulation (F1) is 2028,8 ± 64,3 µg/cm2 and emulgel with silicone formulation (F2-dimethicone and F3-cyclomethicone) are 4662,4 ± 11,4 µg/cm2 and 2679,45 ± 9,3 µg/cm2. Fluks of niacinamide respectively (F1, F2, and F3) are 253,6 ± 8,0 µg/cm2hour, 582,7 ± 1,4 µg/cm2hour, and 334,93 ± 1,2 µg/cm2hour. The presentage of penetrated niacinamide are 8,89 ± 0,28 %, 17,95 ± 0,04 %, and 11,83 ± 0,04 %, respectively. Based on those result, it can be concluded that silicone compound can increase the penetration ability of niacinamide emulgels and all formulations showed good physical ;Niacinamide is a water-soluble vitamin, also known as vitamin B3 and has been used to treat several types of dermatological pathologies. The purpose of this research are to make emulgel formulations using silicones to compare the penetration ability as in vitro test between emulgel with or without silicon, and the physical stability test. Penetration ability of all formulations were examined by Franz diffusion cell as in vitro test using Sprague Dawley rat abdomen skin for diffusion membrane. Total cumulative penetration of niacinamide from emulgel without silicone formulation (F1) is 2028,8 ± 64,3 µg/cm2 and emulgel with silicone formulation (F2-dimethicone and F3-cyclomethicone) are 4662,4 ± 11,4 µg/cm2 and 2679,45 ± 9,3 µg/cm2. Fluks of niacinamide respectively (F1, F2, and F3) are 253,6 ± 8,0 µg/cm2hour, 582,7 ± 1,4 µg/cm2hour, and 334,93 ± 1,2 µg/cm2hour. The presentage of penetrated niacinamide are 8,89 ± 0,28 %, 17,95 ± 0,04 %, and 11,83 ± 0,04 %, respectively. Based on those result, it can be concluded that silicone compound can increase the penetration ability of niacinamide emulgels and all formulations showed good physical.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
S60786
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuraini Azizah
"ABSTRAK
Kapsaisin merupakan salah satu senyawa aktif yang terdapat pada tanaman cabai. Kapsaisin memiliki khasiat sebagai analgesik, antioksidan, antikanker, dan antiobesitas. Untuk meningkatkan penetrasi kapsaisin dalam kulit, kapsaisin dibuat ke dalam bentuk vesikel transetosom. Transetosom adalah suatu vesikel yang terdiri dari fosfatidilkolin, surfaktan, dan etanol. Pada penelitian ini, kapsaisin dibuat dalam vesikel transetosom dalam dua metode pembuatan, yaitu pembuatan transetosom secara langsung dan hidrasi lapis tipis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari metode pembuatan transetosom terhadap karakterisasi dari transetosom dan melakukan uji penetrasi transetosom dalam sediaan gel. Pembuatan transetosom dengan metode lapis tipis memiliki karakteristik yang lebih baik dengan ukuran partikel 174,9 ± 2,02 nm dan efisiensi penjerapan 84,85 ± 1,15 %. Kemudian suspensi transetosom diformulasikan kedalam sediaan gel menggunakan karbomer 1 %. Uji penetrasi in vitro dengan alat sel difusi Franz menggunakan membran abdomen kulit tikus dari gel transetosom kapsaisin dibandingkan dengan gel kapsaisin. Jumlah kumulatif kapsaisin yang terpenetrasi dari sediaan gel transetosom dengan gel kapsaisin secara berturut-turut adalah 1549,68 ± 49,6 μg/cm2 dan 846,05 ± 10,1 μg/cm2. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pembuatan gel mengandung transetosom dapat meningkatkan penetrasi kapsaisin di kulit.

ABSTRACT
Capsaicin is one of the active compounds contained in chili. Capsaicin has been shown to have analgesic, antioxidant, anticancer and anti-obesity properties. Capsaicin formed into transethosome vesicles expected to increase its skin penetration. Transethosome is a vesicle composed of phosphatidylcholine, surfactant, and ethanol. In this study, Capsaicin transethosome was prepared by two methods, which were direct method and thin-layer hydration method. The aims of this study were to determine the effect of the method used to made transethosome on its characteristics and to evaluate the penetration of transethosome capsaicin gel. Transethosome with thin-layer method had better characteristics with particle size of 174.9 ± 2.02 nm and the entrapment efficiency of 84.85 ± 1.15%. The transethosome suspension were incorporated into 1% carbomer gel. In vitro penetration study of transethosome gel compared with capsaicin gel were performed using rat abdominal skin as the permeating membrane in Franz diffusion cell. Transethosome gel and capsaicin gel had cumulative amount of capsaicin penetrated 1549.68 ± 49.6μg/cm2 and 846.05 ± 10.1 μg/cm2, respectively. Therefore it can be concluded that transethosome gel can increase the penetration of capsaicin through skin."
2016
S65694
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Luthfiah
"p-Sinefrin merupakan salah satu senyawa yang memiliki aktifitas lipolisis, namun memiliki bioavailabilitas oral yang rendah, dan juga bersifat hidrofilik sehingga sulit berpenetrasi ke bagian epidermis kulit jika dibuat untuk sediaan transdermal. Tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan penetrasi dari p-sinefrin dengan cara dibuat sedian gel transfersom. Pada penelitian ini telah dilakukan optimasi formula transfersom, yaitu F1, F2 dan F3 dengan penggunaan surfaktan berturutturut yaitu: tween 80, span 80, dan gabungan tween 80 span 80 dengan perbandingan jumlah 1:1. Hasil menunjukkan F1 adalah formula terbaik dengan efisiensi penjerapan 64.05±0.75%, ukuran partikel rata-rata 101,93 ± 0,55 nm, indeks polidispersitas = 0,264 ± 0,011 dan potensial zeta = -36,2 ± 0,69 mV sehingga digunakan pada formulasi sediaan gel. Gel yang dibuat terdiri dari dua formula, yaitu gel transfersom (GT) dan gel non transfersom (GNT). Terhadap kedua gel tersebut dilakukan evaluasi stabilitas fisik, uji penetrasi in vitro menggunakan sel Difusi Franz menggunakan kulit tikus jantan Sprague Dawley. Berdasarkan hasil uji stabilitas fisik GT lebih stabil daripada GNT. Hasil uji penetrasi in vitro menunjukkan jumlah kumulatif p-sinefrin terpenetrasi dari GT lebih tinggi daripada GNT, yaitu 1955,4± 9,36 μg.cm-2 untuk GT dan 897,9 ± 24,11 μg.cm-2 untuk GNT. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa GT dapat meningkatkan penetrasi p-sinefrin bila dibandingkan dengan GNT.

p-Sinefrin is compound that have lipolysis activity, however it has a low oral bioavailability, and hydrophilic characteristic which is difficult to penetrate the epidermis if it is made into transdermal peparations. The aim of this research is to increase the penetration of p-sinefrin by preparing into transfersom gel. In this research three transfersom formulas were prepared, e.g. F1, F2 and F3 with the use of surfactants respectively: tween 80, span 80, and combination of tween 80 and span 80 with ratio 1:1. F1 is the best formula with the highest entrapment efficiency 64.058 ± 0.754%, average particle size 101.93± 0,55 nm, polydispersity index 0.264 ± 0.01 and zeta potential = -36.2 ± 0.69 mV, so the best formula was incorporated into gel formulation. There were two gel formulas prepared in this research, gel transfersom (GT) and non transfersom gel (GNT). Both of gels were evaluated for their physical stability, and also in vitro penetration test using Franz diffusion cells with Male Sprague Dawley rat skin. The results showed the physical stabilty test of GT was better than the GNT. Cumulative penetration of p-sinefrin GT was higher than GNT, which value for GT was 1955.4± 9.36 μg.cm-2 and GNT was 897,9 ± 24,11 μg.cm-2. It can be concluded that GT can increase penetration of p-sinefrin compared to GNT.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S64776
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiranti Anggraini
"Kapsaisin merupakan senyawa bioaktif dengan kelarutan yang buruk di dalam air. Transfersom dapat meningkatkan kelarutan kapsaisin dan akhirnya akan meningkat penetrasi dari kapsaisin. Kelebihan transfersom adalah mampu berdeformabilitas dan dibuat dengan metode lapis tipis. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh hidrofilisitas surfaktan terhadap karakteristik transfersom dan daya penetrasi kapsaisin dalam sediaan gel transfersom menggunakan surfaktan non-ionik dengan HLB yang berbeda-beda yaitu span 80, campuran span 80 dan tween 80, dan tween 80. Hasil uji karaktersitik transfersom terbaik yaitu pada formulasi yang menggunakan tween 80. Gel transfersom yang menggunakan tween 80 memiliki nilai kumulatif kapsaisin sebesar 1663,89 ± 1,58 g/cm2 dengan persentase sebesar 57,96 ± 0,05% dan fluks sebesar 166,38 ± 0,15 μg cm-2 jam-1, gel transfersom yang menggunakan campuran span 80 dan tween 80 adalah 1539,8 ± 21,23g/cm2 dengan persentase sebesar 54,47 ± 0,75 % dan fluks sebesar 153,98 ± 2,12 μg cm-2 jam-1, sedangkan gel transfersom yang menggunakan span 80 adalah 1395,10 ± 7,23 g/cm2 dengan persentase sebesar 50,80 ± 0,26 % dan fluks sebesar 139,51 ± 0,72 μg cm-2 jam-1.

Capsaicin is a bioactive compound with poor solubility in water. Transfersomes can increase the solubility and thus penetration of capsaisin. Transfersomes has an advantage of being an ultra-deformable vesicles and is made from thin layer hydration method. The aims of this research are to know the effect of hydrophilicity surfactants on characterization and in vitro penetration ability of capsaisin transfersomes in gels using non-ionic surfactants with different HLB, which are span 80, a mixture of span 80 and tween 80, and tween 80. Best characterization result of transfersome is the formula using tween 80. Total cumulative amount of capsaisin penetrated from the transfersome gel using tween 80 is 1663.89 ± 1.58 g/cm2, percentage is 57.96 ± 0.05 % and the flux is 166.38 ± 0.15 g/cm2.hour-1; from the transfersome gel using a mixture of span 80 and tween 80 is 1539.8 ± 21.23 g/cm2, percentage is 54.47 ± 0.75% and the flux is 153.98 ± 2.12 g/cm2.hour-1; while from the transfersome gel using span 80 is 1395.10 ± 7.23 g/cm2, percentage is 50.80 ± 0.26 % and the flux is 139.51 ± 0.72 g/cm2.hour-1."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S62769
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>