Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 115034 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sagala, Jannati
"Biofilter merupakan teknologi alternatif yang digunakan untuk mereduksi gas polutan N2O dengan medium filter pelet kompos. Penelitian biofilter skala laboratorium dilakukan dengan sistem aliran semibacth selama 12 jam, bertujuan untuk mengevaluasi rasio perbandingan bahan pengikat dengan kompos, dan diteliti juga perubahan sifat fisik-kimia medium filter selama proses biosorpsi dan perkembangan mikroba sebelum dan setelah proses biosorpsi serta membuat model matematis proses biosorpsi. Efisiensi reduksi N2O dianalisis menggunakan GC dan hasil kualitatif mikroorganisme dianalisis dengan metode TPC. Hasil penelitian menunjukkan efisiensi reduksi N2O sebesar 79% pada pelet kompos dengan bahan pengikat tepung beras pada rasio 5:95% dan jumlah mikroorganisme meningkat 20% setelah proses biosorpsi. Sifat fisik dan kimia pelet kompos selama proses biofiltrasi mengalami perubahan yang tidak signifikan dan masih berada dalam kondisi optimim. Estimasi parameter dengan persamaan adsorpsi Langmuir menunjukkan bahwa KL= -0,0021 m3/g dan qm = 169,1 g N2O/kg dan estimasi dengan Michaelis Menten menunjukkan bahwa Vm=1037,94 g/m3jam dan Ks = 217,39 g/m3 kompos pada bahan pengikat tepung beras dengan rasio 5:95%.

Biofilter is an alternative technology that is used to reduce pollutant gases N2O with compost pellet medium filter. Research conducted by a laboratory-scale biofilter semibacth flow system for 12 hours, it purpose to evaluate the ratio of the binder with compost, and also examined changes in physical-chemical properties of the filter medium during the process biosorpsition and microbial growth before and after the process and create a mathematical model biosorpsition process. N2O reduction efficiency was analyzed using GC and qualitative results of the microorganisms were analyzed by the method of TPC. The results showed the removel efficiency of N2O as 79% in compost pellet binder with rice flour at a ratio of 5:95% and the number of microorganisms increased 20% after biosorpsition process. Physical and chemical properties of compost pellets during biofiltration experienced no significant changes and still be in condition optimum. Estimated parameters with Langmuir adsorption equation shows that KL = -0.0021 m3g-1 and qm=169,1 gN2Okg-1 and Michaelis Menten estimates indicate that Vm=1037.94 g m-3 h-1 and Ks = 217.39 g m-3 of compost on rice flour binder with a ratio of 5:95%. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S809
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Yusmalia Rachma
"Dinitrogen monoksida (N2O) merupakan emisi dari proses industri dan kegiatan pertanian. Gas tersebut merupakan gas polutan berbahaya dan menyebabkan masalah lingkungan yang serius seperti pemanasan global. Pengolahan N2O secara biolo gis adalah salah satu alternatif yang digunakan dalam penghilangan gas buang industri yang ramah lingkungan. Penelitian biofilter skala laborato rium ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengevalusi pengaruh jenis bahan pengikat dan pengaruh rasio bahan pengikat pada pelet kompos berbasis kotoran kambing sebagai medium filter terhadap efisiensi reduk si N2O dan pertumbuhan mikroorganisme d i dalam kompos. Selain itu juga mengamati perubahan suhu dan kelembaban medium filter selama proses biofiltrasi. Efisiensi reduksi N2O dianalisis dengan menggunakan Gas Chromatography (GC) dan hasil kualitatif mikroorganisme d i dalam kompos diamati dengan menggunakan metode TPC. Efisiensi reduksi tertinggi untuk variasi jenis bahan pengikat adalah pada penggunaan bahan pengikat dari tepung beras yaitu sebesar 82,53%. Rasio tepung sagu sebesar 10:90 %berat larutan amilum pregelatinasi dengan kompos ruah merupakan rasio optimum dengan efisiensi reduksi sebesar 66,50%. Kelembaban medium biofilter semakin lama akan meningkat, sedangkan suhu medium filter akan semak in menurun sejalan dengan semakin lamanya proses b iofiltrasi di dalam kolom.

Dinitrogen mo noxide (N2O) are the emissio n fro m industrial a nd agricultural activities. These gases are harmful polluta nt gases and ca use serious environmental proble ms such as global warming. N2O bioprocessing is o ne of the alternatives used in the remo val o f ind ustrial waste gas that e nvironmentally friend ly. Laboratory-scale biofilter study was conducted with the aim to e valuate the influence o f binder type material and its ratio o n goat dung pellets-based co mpost as a filte r medium to N2O red uction efficienc y a nd growth o f microorga nisms in the compost. Besides, the changes in temperature and humidity filter med ium also observed during the bio filtratio n process. N2O red uctio n efficiency was analyzed by using Gas Chromatograp hy (GC). The quantitative results of the microorganisms growth in the co mpost ob served by using TPC (Total P late Count). The highest reduction efficiency from various types of the samp le obtained b y the use o f rice flour which eq ual to 82.53%. Sago starch ratio of 10 :90%-weight starch pregela tinatio n so lution with b ulk compost is the most optimum ratio with efficie ncy ratio of 66.50% reduction. Bio filter med ium mo isture will increase over time, while the temperature of the filte r medium will decline further by the increasing o f bio filtratio n d uration in the column. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S1633
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia Noviani
"Penelitian biofilter skala laboratorium dilaksanakan dengan tujuan untuk mengevalusi pengaruh laju alir dan kedalaman medium filter terhadap efisiensi reduksi N2O dan pertumbuhan mikroorganisme di dalam kompos. Selain itu, perubahan sifat medium yang terjadi sebelum dan setelah biofiltrasi serta karakteristik dari medium filter yang digunakan yaitu kompos berbasis kotoran sapi dan bulking agent berupa sekam dan cocopeat juga akan diteliti. Penelitian dilakukan dengan sistem aliran batch selama 9 jam.
Hasil penelitian menunjukkan efisiensi reduksi N2O terbaik didapatkan pada laju alir 88 cc/menit dengan kedalaman 50 cm sebesar 61,35%, dan kapasitas eliminasi yang diperoleh sebesar 14078 g/m3h. Hasil kualitatif mikroorganisme di dalam kompos diamati dengan menggunakan SEM dan diketahui bahwa kompos awal sebelum biofiltrasi mengandung lebih sedikit mikroorganisme dibandingkan kompos setelah biofiltrasi.

A laboratory-scale biofilter was used to evaluate the effects of flow rate and depth of the filter medium on the removal efficiency of N2O and the growth of microorganisms in the compost. Properties of the medium before and after biofiltration and characteristics of the filter medium will also be examined. The biofilter was operated using cow manure compost based medium with husk and cocopeat as bulking agent. Research was carried out by batch flow system for 9 hours.
The result indicates that the highest N2O removal efficiency is obtained under flow rate of 88 cc/minutes with a depth of 50 cm by 61,35%, and elimination capacity for 14078 g/m3h was achieved. Qualitative result of microorganisms in the compost was observed by using SEM and note that the initial compost before biofiltration contains less microorganisms than compost after biofiltration.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
S51785
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tuapetel, Jones Victor
"Catalytic converter adalah salah satu metode yang digunakan untuk mengontrol emisi gas buang sebagai penyebab polusi terutama pada kendaraan. Gas buang terdiri dari gas-gas karbondioksida (CO2), karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NO), hidrokarbon (HC) dan kandungan gas lainnya. Konversi emisi gas buang dalam catalytic converter disamping tergantung pada performans katalis dalam bentuk honeycomb juga tergantung pada distribusi aliran gas dalam penampang.
Untuk meningkatkan keseragaman distribusi ini maka dapat digunakan kombinasi screen dengan porositas 0,87 dan honeycomb dimana kecepatan aliran bisa diperlambat sehingga residence time lebih lama yang tentunya meningkatkan performans honeycomb. Hasil yang diinginkan adalah fenomena dinamika aliran yang lebih terdistribusi merata sehingga dapat meningkatkan proses konversi emisi gas buang. Metode yang digunakan adalah simulasi pada komputer yang menggunakan software Fluent/UNS sementara analisa numerik dilakukan dalam bentuk eksponensial yang ditransformasikan dalam bentuk grid.
Hasil simulasi menunjukkan fenomena aliran yang lebih terdistribusi merata sehingga meningkatkan proses konversi emisi gas buang.

Catalytic converter is a method to reduce the level of pollutants in the exhaust, especially on vehicle. Emission exhausts gases containing carbon dioxide (CO2), carbon monoxide (CO), nitrogen oxide (NO), unburned hydrocarbon (HC), and other gases. Conversion of the emission in the catalytic converter besides to depend on performance of catalyst as honeycomb also depending on gas stream distribution in the channel of the converter.
To increase the distribution, combination of screen with 0.87 porosity and honeycomb are used to reach this condition and flow velocity can be slowly so that residence time is longer. The combination also can increase performance of honeycomb of catalytic converter. The method to be used is simulation analysis was under the use of computer programming soft ware Fluent/UNS, while the numerical analysis was done by exponential forms that were transformed into grid shape.
Result of simulation to indicate the mode of stream more distributed and increasing conversion process of the emission exhaust gases."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
T9154
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Fadli
"ABSTRAK
Selama mengikuti kuliah di arsitektur, saya sering mendengar bahwa
masyarakat tradisional lebih baik dalam menyelesaikan masalah ruang hidupnya daripada
masyarakat modern. Untuk mengetahui kebenarannya, saya menganalisa dan
membandingkan hasil pengamatan langsung dan studi pustaka mengenai efisiensi
penyelesaian masalah pengudaraan pada bangunan vernakular dan modern. Hasil
penelitian sederhana ini menunjukkan arsitektur modern lebih baik dalam
mengatur pengudaraan di dalam namun lebih buruk dalam mempertahankan
kebersihan udara luar bangunan dari arsitektur vernakular. Arsitektur modern
tengah membenahi masalahnya dengan alam dan manusia, sebagai pemegang
keputusan, perlu melakukan hal yang sama demi menciptakan lingkungan yang
sehat bagi makhluk hidup di dunia.

Abstract
During my study of arhitecture, I often heard traditional people solve
their environment problem better than modern people. To prove that, I analyze
and compare the results of my observation and research about vernacular and
modern building effectiveness in airing. This research show that modern
architechture can control indoor air health better but much worse in keeping the
outdoor air health than vernacular architecture. Modern architecture still in
process to correct its relationship with nature and human, as a decision maker,
need to do the same thing to create a better world for all living being."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43629
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Mukhlisina Ramadhan
"Terkenalnya Kota Pekalongan sebagai “The World City of Batik” membawa konsekuensi meningkatnya permintaan pasar yang mendorong peningkatan produksi. Hal tersebut menyebabkan masalah pencemaran lingkungan hingga sekarang akibat limbah hasil produksi industri batik yang dibuang sembarangan tanpa melalui tahap pengelolaan atau penetralisiran limbah terlebih dahulu sebelum dibuang ke sungai. Usaha pemerintah memberikan sosialisasi, pembuatan regulasi, dan membangun Instalasi Pembuangan Air Limbah Komunal (IPAL) ternyata belum dapat menyelesaikan masalah pencemaran limbah batik. Pengetahuan dan perilaku aktor industri batik menjadi salah satu penyebab pencemaran limbah batik. Tulisan ini menggunakan teori rational choice (Bennet, 1980) dan ecological tragedy (Henley, 2008) serta metode etnografi untuk melihat bagaimana pengetahuan dan perilaku ekologi aktor usaha batik mikro, kecil, dan menengah terkait limbah “batik” di Kelurahan Jenggot, Kecamatan Pekalongan Selatan, Kota Pekalongan, Jawa Tengah, Indonesia. Kesimpulan dari tulisan ini adalah pengetahuan dan perilaku aktor industri tersebut belum dapat mendukung pengelolaan limbah yang lebih baik karena pengetahuan mereka yang minim atau tidak tahu sama sekali, memiliki pengetahuan namun memilih tidak melakukan pengelolaan limbah, dan memiliki kemauan atau keinginan untuk mengelola limbah namun kemampuan mereka terbatas.

Pekalongan City known as "The World City of Batik" has led to an increase in market demand, which has led to an increase in production. This has caused environmental pollution problems until now due to the waste produced by the batik industry which is disposed of carelessly without going through the waste management or neutralization stage first before being discharged into the river. Government efforts to provide socialization, make regulations, and build a Communal Wastewater Disposal Installation (IPAL) have not been able to solve the problem of batik waste pollution. The knowledge and behavior of batik industry actors is one of the causes of batik waste pollution. This paper uses rational choice theory (Bennet, 1980) and ecological tragedy (Henley, 2008) as well as ethnographic methods to see how the ecological knowledge and behavior of micro, small and medium batik business actors related to "batik" waste in Jenggot Village, South Pekalongan Subistrict, Pekalongan City, Central Java, Indonesia. The conclusion of this paper is that the knowledge and behavior of these industry actors have not been able to support better waste management because they have minimal knowledge or do not know at all, have knowledge but choose not to carry out waste management, and have the willingness or desire to manage waste but their abilities are limited."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herlina Fitrihidajati Hadi
"Blotting atau disebut sebagai endapan nira, adalah salah satu bentuk limbah padat industri gula, yang dihasilkan dari proses pembuatan gula tebu kasar tepatnya pada tahapan penjernihan.
Jumlah blotong dari tahun ke tahun semakin meningkat, bahkan pada tahun 2000 diperkirakan biotong sulfitasi berjumlah sekitar 1.265 x 103 ton , sedangkan blotong karbonatasi berjumlah sekitar 323 x 10' ton.
Dibandingkan dengan limbah lainnya dari industri gula, sampai saat ini blotong belum banyak dimanfaatkan, bahkan menjadi limbah yang paling besar kemungkinannya mencemari lingkungan. Hal ini disebabkan blotong mengandung bahan organik yang akan mengalami perombakan kimiawi secara alamiah, dan hasil perombakan ini menjadi sumber pencemaran.
Penumpukan blotong pada lahan-lahan kosong berpotensi menjadi sumber pencemaran karena dapat ikut aliran air hujan yang masuk ke sungai di sekitar pabrik. Pencemaran air sungai dapat berupa bau yang menusuk dan pengurangan oksigen dalam air, sedang blotong yang ditumpuk dalam keadaan basah dapat menimbulkan bau yang menusuk dan sangat mengganggu masyarakat sekitar.
Pada dasarnya dalam pertumbuhannya tanaman sangat memerlukan ketersediaan unsur hara, oleh karena itu tanah sebagai media tempat hidup tanaman harus mengandung unsur atau bahan baik dalam bentuk makronutrient maupun mikronutrient. Karenanya tanah memerlukan tambahan dari luar berupa pupuk anorganik maupun pupuk organik. Mengingat harga pupuk yang semakin meningkat di luar jangkauan petani, demikian Pula dengan jumlah pupuk organik yang terbatas jika dibandingkan kebutuhan tanaman, maka diperlukan upaya atau alternatif untuk mencari bahan organik lain sebagai pupuk.
Dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut di atas, maka diperlukan suatu upaya penanganan dan pengendalian limbah blotong. Upaya yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan blotong sebagai pupuk organik pada tanaman jagung, sehingga dapat mengatasi masalah pencemaran lingkungan dan melestarikan daya lingkungan.
Berdasarkan pada hal tersebut di atas, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai pengaruh dari pemanfaatan blotong sebagai pupuk organik terhadap pertumbuhan vegetatif, reproduktif, produksi tanaman jagung serta dampaknya terhadap pendapatan petani.
Penelitian dilakukan pada bulan November 1996 sampai bulan April 1977 di Kebun Percobaan (green house) Pendidikan Biologi I IP Surabaya. Metode yang digunakan adalah eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Ada dua jenis blotong yang digunakan yaitu blotong sulfitasi (BS) dan blotong karbonatasi (BK) dengan empat tingkatan dosis blotong ditambah kontrol. Pada masing-masing perlakuan ditambah tanah sehingga mencapai total berat 10 kg.
Tingkatan dosis blotong sulfitasi maupun blotong karbonatasi meliputi :
- BS1 atau BKI (kontrol) = 10.000 gr tanah tanpa blotong
- BS2 atau BK2 (setara 15 ton/ha) = 73,60 gr blotong + 9926,40 gr tanah
- BS3 atau BK3 (setara 30 ton/ha) = 147,18 gr blotong + 9852,82 gr tanah
- BS4 atau BK4 (setara 45 ton/ha) = 220,78 gr blotong + 9779,22 gr tanah
- BS5 atau BK5 (setara 60 ton/ha) = 294,38 gr blotong + 9705,62 gr tanah.
Penanaman dilakukan dalam polybag berukuran 40 x 50 cm dan setiap perlakuan diulang tiga kali, sehingga seluruh sampel yang digunakan berjumlah 30 tanaman. Tanaman yang digunakan adalah tanaman jagung hibrida varietas Pioner 4 (P4) yang peka pada pemupukan.
Beberapa parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah sifat fisik dan kimia mall, kandungan unsur hara blotong serta parameter pertumbuhan tanaman jagung yang meliputi pertumbuhan vegetatif, reproduktif, produksi tanaman jagung daun serta pendapatan petani. Pertumbuhan vegetatif meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah dan berat kering tanaman jagung tanpa buah, Pertumbuhan reproduktif tanaman jagung meliputi waktu berbunga jantan dan berbunga betina. Parameter produksi meliputi jumlah buah, berat 100 biji pipilan kering dan produksi pipilan kering per hektar.
Analisis terhadap parameter tanah dan blotong dilakukan secara analogi disesuaikan dengan standar baku mutu atau kriteria penilaian yang ada. Analisis terhadap pertumbuhan tanaman jagung dilakukan secara statistik dengan menggunakan ANOVA yang dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (ENT). Analisis terhadap pendapatan petani dilakukan dengan cara membandingkannya dengan pendapatan petani menurut kebiasaan petani jagung.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pemanfaatan blotong sulfitasi maupun blotong karbonatasi sebagai pupuk organik berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif, produksi tanaman jagung serta pendapatan petani.
Pemberian dosis blotong yang optimal adalah BS5 dan BK5 dapat memberikan pengaruh yang tertinggi terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah dan berat kering tanaman jagung tanpa buah. Produksi yang meliputi berat 100 biji pipilan kering jagung, produksi pipilan kering per hektar, serta pendapatan petani yang tertinggi dicapai dengan pemberian blotong dosis BS5 dan BK3.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa blotong dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik yang baik bagi tanaman jagung, karena itu blotong adalah produk sampingan industri gula yang tidak seharusnya dibuang ke lingkungan sehingga tidak mengakibatkan pencemaran lingkungan.

Effort of Blotong Utilization as Fertilizer to Minimize Pollution (A Case Study of Blotong Utilization on Corn Plants)Blotong, an unfermented palm juice precipitate is a solid waste of sugar industry, produced in the processing of crude cane sugar, at the purification stage.
The total amount of Wrong produced is increasing year after year, by the year of' 2000 it is even estimated that the sulfitate blotong will be approximately as much as 1,265 x 10 3,ton, while the carbonate blotong will be approximately as much as 323 x 10 3ton.
Compared with other wastes of the sugar industry, blotong is until now not widely utilized, and therefore it is possible that largest amount of waste is polluting the environment. This is due to the fact that blolang contains organic material that will undergo natural chemical changes, and the result of this change becomes the source of pollution.
Accumulation of blotong on empty ground becomes a potential source of pollution since it can be swept away into the stream around the factory by the rain. River water pollution can give rise to unpleasant odour and reduce the oxygen content of the water, while accumulated blotong in wet condition can cause extremely bad odour and disturbs many people in the surrounding.
Basically, for its growth, plants need nutrients and hence, soil as the living place of plants must contain such elements and good material in the form of macronutrient as well as micronutrients. Therefore, soil needs additions from the outside, such as inorganic and organic fertilizers. Considering the increasing price of fertilizers, it is hard for the farmers who cannot effort to buy. The limited amount of organic fertilizer available compared to the need of plants, efforts towards alternatives are needed to find other organic material as fertilizer.
To overcome problem mentioned above, endeavours are needed to handle and control the Wrong. Effort can be carried out by way of minimizing blotong by using it as organic fertilizer on corn fields, hence it can overcome the problem of environmental pollution and to conserve the environmental capacity.
Based on cases mentioned above, this research has as objectives to find out information concerning the influence of the use of blotong as organic fertilizer on the vegetative and reproductive stages of corn plants, and the impact on the income of farmers.
This research was carried out from November 1996 up to Apri 1997 at the green house of IKIF Biology Education in Surabaya. The method use is experimental using Fully Randomized Design. There are two kinds of use of blorong, namely sulfitate blotting (SB) and corbonatate blorong (CB) with four levels of blotong dosages and one control. For each treatment soil is added so that the total weight is 10 kg.
The levels of the sulfitate and carbonate blotong dosages include :
- S B 1 or CBI (control) = 10,000 grans of soil without blotong
- SB2 or 032 (equivalent 15 ton/ha) = 73.60 gram of blotong + 9,926.40 gram of soil.
- SB3 or CB3 (equivalent 30 ton/ha) = 147.18 gram of blotong + 9,852.82 gram of soil.
- SB4 or 034 (equivalent 45 ton/ha) = 220.78 gram of blotong + 9,779.22 gram of soil.
- 5B5 or CB5 (equivalent 60 ton/ha) = 294.38 gram of blotong + 9,705.62 gram of soil.
The planting is performed in polybags measuring 40 x 50 cm, and each treatment is repeated 3 (three) times, the total number of samples is 30 (thirty) plants. The corn plants is of hybrid variety Pioneer 4 (P4) which is sensitive towards fertilizers.
Several parameters observed in this research include physical and chemical characteristics of soil, nutrient elements content of blotong, and parameters of corn plants including the vegetative growth, reproductive, productive of corn plants and income of the farmers.
The vegetative growth measured includes the height of the plants, total number of leaves, wet and dry weight_ of the plants without the corn. The reproductive growth of corn plants includes the period of staminate and pistillate emergence. Parameters of production include total number of corn, weight of 100 pealed dry seeds and production of pealed dry per hectare.
Analysis of soil and blotong parameters is carried out in analogy and in accord with the standard of quality or the existing evaluation criteria. Analysis of the corn plant growth is carried out statistically using ANOVA, followed by the Least Significant Difference (LSD). Analysis of the income of farmers is carried out by comparing with the income of corn farmers who practiced their usual method.
The result of research showed that utilization of sulfitate and carbonate blotong as organic fertilizer influenced the vegetative growth of corn plants and income of farmers.
The optimal dosages of blotong, which is given in SB5 and CB5 treatments produce the highest results. These can be observed in the vegetative growth, including the height of plants, total number of leaves, wet and dry weights of plants without corn. The highest production of 100 shelled dry corn weight seeds, shelled dry corn per hectare, and income of farmers can be achieved by giving dosages of SB5 and CB3.
Based on the result of research it can be concluded that blotong can be used as an excellent organic fertilizer for corn plants, therefore blotong is a by-product of sugar industry which should be not thrown away to the environment to pol iu is the enviroment."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roberto Djaja P.
"Untuk melindungi lingkungan dari pencemaran pada perusahaan atau pabrik terdapat suatu kebijakan yang harus dipertahankan yaitu mengurangi limbah dan emisi, serta usaha untuk meminimalkan dampak yang merugikan pada udara, air dan tanah melalui pencegahan pencemaran dan konservasi energi. Karena dengan pencegahan pencemaran pada sumbemya dapat mengurangi biaya, meningkatkan efisiensi operasional, meningkatkan kualitas dari produk dan pelayanan, menciptakan tempat kerja yang aman dan sehat bagi para pekeria dan yang utama dampaknya bagi lingkungan. Dengan demikian suatu perusahaan atau pabrik sangat baik dan perlu melaksanaan program tersebut.
Untuk itu studi kasus pada program pencegahan pencemaran ini dilakukan pada PT . INDOMILK, yaitu suatu perusahaan yang memproduksi susu . Dengan berbagai jenis susu, seperti : susu kental manis, susu cair, susu bubuk, mentega dan es krim. Berbagai produk ini pun dijalankan melalui proses kerja sama dengan berbagai perusahaan baik bahan baku hingga pengelolaan.
Studi kasus pada PT. INDOMILK ini dilakukan selama VA bulan. Penulis melakukan pengamatan pada perusahaan ini adalah proses produksi susu kental manis, proses pengolahan limbah cair, dan tempat penyimpanan sementara.
Survey pada PT . INDOMILK tersebut ditunjang juga dengan teori - teori tentang pencegahan pencemaran dan efisiensi sehingga dapat disimpulkan dalam beberapa program efisiensi guna pencegahan pencemaran yang dapat diterapkan pada PT . INDOMILK. Program Efisiensi yang diusulkan adalah penghematan air (sebagai air pendingin pada pompa) yang memberikan keuntungan finansial sebesar Rp 1.197.504,-, penghematan energi listrik (neon sebagai penerang) dengan keuntungan finansial Rp 3.625.440,-, penghematan kertas kupon makanan dengan penghematan sebesar Rp 14.540.400,-, pengurangan tumpahan pada penuangan bubuk susu dan gula dapat mengurangi pembelian bahan baku sebesar Rp29.700.000,-.

There are policies to protect the environment from pollution on companies and plants, some of them are reducing waste and emission, minimizing the negative impact on air, water and earth through pollution prevention and energy conservation.
The pollution prevention here means that it should be applied on the resource, thus creates the advantages which are reducing the cost, increasing the quality of product and services and creating a conductive and healthy environment for workers and mainly for the environment itself. Thus, it is recommended that plants and companies to apply such program.
This final paper is basically case study of Pollution Prevention Program in PT.INDOMILK which was administered for one and a half month. The product of PT.INDOMILK include Sweet Condensed Milk, Pasteurized Liquid Milk, Powder Milk, Margarine and Ice Cream.
The focus of the observation are the production process of Sweet Condensed Milk until Storing Warehouse and Waste Water Treatment Plant.
This observation is based on the theories about pollution prevention and efficiency, so the implementation will be applied on PT.INDOMILK. Recommended efficiency program for PT.INDOMILK are Water Retrenchment which can give a financial benefit as much as Rp 1.197.504 ,-, Electrical Energy Retrenchment which can give a financial benefit as much as Rp 3.625.440,-, Retrenchment of Milk Powder and Sugar Spillage which can give a financial benefit as much as Rp29.700.000,-.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
S34867
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Hendarto
"Peternakan sapi perah, merupakan salah satu usaha peternakan dengan tujuan untuk memberikan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani peternak. Peternakan sapi perah, juga merupakan introduksi teknologi dari luar negeri, kegiatannya berpotensi menimbulkan pencemaran.
Pencemaran pada usaha peternakan, menurut kegiatannya, dapat dibagi dalam 2 (dua) macam, yaitu pencemaran di sekitar tempat usaha peternakan dan pada hasil ternak berupa susu. Agar potensi timbulnya pencemaran dapat ditekan, diperlukan upaya pengendalian.
Peternak sebagai pengelola usaha peternakan, dituntut untuk melakukan upaya pengendalian pencemaran, yang dalam bidang peternakan, dipengaruhi oleh latar belakang atau karakteristiknya yakni umur, mata pencaharian, tingkat pendidikan, lama beternak, jumlah ternak yang dipelihara, pendapatan, keterlibatan peternak dalam lembaga sosial dan tipe usaha peternakan.
Penelitian dilakukan pada peternakan sapi perah rakyat di Kabupaten Banyumas, Propinsi Jawa Tengah yang mendapat bantuan ternak dari Proyek Pengembangan Sapi Perah Baturraden bantuan Pemerintah dengan sistem Sumba Kontrak.
Tujuan penelitian untuk mengetahui peran serta peternak dalam upaya pengendalian pencemaran dan hubungan antara variabel karakteristik peternak dengan variabel upaya pengendalian pencemaran.
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode survei. Penelitian bersifat diskriptif analisis. Teknik sampling yang digunakan adalah Multi Stage Purposive Random Sampling menurut petunjuk Sutrisno (1981), hingga didapat 15 desa sampel dan 133 responden (17,8 persen populasi peternak). Variabel bebas dalam penelitian adalah karakteristik peternak yang diasumsikan memberi pengaruh dalam upaya pengendalian pencemaran, sedangkan variabel terikatnya adalah upaya pengendalian pencemaran di sekitar tempat usaha peternakan dan hasil ternak berupa susu.
Dalam usaha mengkuantitatifkan kondisi kualitatif, digunakan bentang 1-5 dari kondisi sangat kurang sampai sangat baik. Untuk mengetahui pengaruh antar variabel, digunakan rumus koefisien korelasi Pearson dan Uji t, sedangkan untuk mengetahui besarnya pengaruh, digunakan Uji Koefisien Determinasi.
Berdasarkan uji di atas dapat disimpulkan bahwa :
1. Upaya pengendalian pencemaran yang dilakukan peternak sapi perah di sekitar tempat usaha peternakan, terdapat pada tingkat cukup berperanserta, sedangkan upaya pengendalian pencemaran terhadap hasil ternak berupa susu, pada tingkat baik peransertanya. Hal tersebut ditunjukkan dengan usaha peternakan sapi perah yang sebagian besar (52,53 persen) terdapat di tengah-tengah permukiman penduduk dengan potensi menimbulkan pencemaran, walaupun kondisi tersebut masih dapat diterima oleh masyarakat. Untuk hasil ternak berupa susu, ditunjukkan dengan tingkat pemahaman yang telah baik dalam hal hasil susu dapat berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat, walaupun pada kondsisi termotivasi oleh persyaratan penerimaan kualitas susu.
2. Terdapat hubungan antara umur, tingkat pendidikan, jumlah ternak yang dipelihara, pendapatan peternak, keterlibatan peternak dalam lembaga sosial dan tipologi usaha peternakan dengan upaya pengendalian pencemaran di sekitar tempat usaha peternakan dan pengaruh terbesarnya adalah variabel tingkat pendidikan sebesar 12,25 persen. Hal tersebut ditunjukkan pada kenyataan bahwa mayoritas peternak berpendidikan rendah.
3. Terdapat hubungan antara mata pencaharian, tingkat pendidikan, lama beternak, jumlah ternak yang dipelihara, keterlibatan peternak dalam lembaga sosial dan tipologi usaha peternakan dengan upaya pengendalian pencemaran terhadap hasil ternak berupa susu, dan pengaruh terbesarnya adalah variabel jumlah ternak sebesar 34,81 persen. Hal tersebut ditunjukkan pada kenyataan bahwa mayoritas peternak jumlah pemilikan ternaknya, sedikit.
Dattar Kepustakaan : 63 (1957-1995).
Jumlah halaman permulaan xx, jumlah dalam isi 167, Tabel 22, Gambar 3, dan Lampiran 11

Dairy cattle production is one of animal production. It has purposes for increasing the income and enhancing the prosperity of farmers. Culturally, dairy cattle is merely introduced technology from Western countries.
In fact, dairy cattle production has a potency to make pollution, caused by this activity itself. Pollution on dairy cattle, from their activity can be divided into two kinds i.e. pollution around the farm and pollution on the product of milk. In order to eliminate the potency of the pollution, then, the effort to control it is urgently needed.
To control pollution in their farm. The success of the effort is influenced by their background or their characteristic i.e. age, mean of livelihood, level of education, the duration in conducting animal production activity, number of animal, income of farmers, participation of farmers on social institution and type of animal production.
The research was conducted in Banyumas Regency, Central Java Province, and was on animal production held by the farmers who obtained the aid from the Development Dairy Cattle Paturraden Project from the Government, by Sumba Contract system.
The aim of the research was to uncover participation farmers on pollution control and correlation between the farmers characteristics and the effort of pollution control.
Survey method and descriptive analysis were used in this research. 133 respondents from 15 samples villages were collected by Multi Stage Purposive Random Sampling from Sutrisno (1501). The independent variables of this research was characteristic of the farmers with an assumption that it would have been influencing the effort of pollution control. Meanwhile, the dependent variable was the effort of pollution control around the farm and the product of milk.
Coefficient of Correlation by Pearson and the t test were exploited to uncover the influence between the variables. In the meantime, the determination Coefficient Test was used to meansure the degree of the influences.
Based on the analysis, it was found that :
1. In general, the participation of the farmers on the efforts to control pollution around the farm was in the level of "fair" (since the score was 3.15 from the maximum of 5). In the meantime, the effort to control pollution on the product of milk was in the level of "good" for the score was 4.3B.
These results were sustained by the fact that the majority the farm (52.63 percent) were located in the middle of public settlement, which have a potency to create pollution. In the meantime the farmers understanding about the effects of milk on public health was in level "good".
2. There was a correlation between age, level of education, number of animal, income of farmers, participation of farmers in social institution, and type of animal production with effort of pollution control around the farm. The lighest effect was the level of education i.e. 12.25 percent. This result was supported by the fact that the majority of farmers had a law education level.
3. There was a correlation between mean of live hood, level of education, duration in conducting animal production activity, number of animal, participation of farmers in social institution, and type of animal production with effort of pollution control on product of milk. The highest effect was the number of animal i.e. 34,81 percent. This result was supported by the fact that the majority of farmers had raised only a little number of animals.
Number of References s 63 (1957-1995).
Number of pages m Number of initial pages xx, Number of Content pages 167, Tables 22, Figures 3, Enclosures 11.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Dewi Handayani Sujatno
"Kebisingan adalah suara-suara yang tidak dikehendaki. Kebisingan akibat kegiatan industri dan transportasi adalah hal yang lazim ditemukan, oleh karenanya seberapa tinggi nilai kebisingan serta usaha-usaha pencegahan yang berkaitan dengan pengaruh di lingkungan dan tenaga kerja adalah hal yang penting untuk dipantau dan diteliti. Seperti halnya daerah industri lainnya di sekitar Jakarta, daerah Cikampek dan sekitamya adalah daerah dengan perkembangan kawasan industri yang cukup pesat dengan arus transportasi yang cukup padat. Pihak industri di sekitar kawasan tersebut banyak yang telah memanfaatkan vegetasi bambu (Bambusa sp.) dan jati (Tectona grandis) salah satunya sebagai peredam kebisingan.
Berdasarkan uraian di atas, maka timbul suatu pemikiran untuk meneliti apakah vegetasi bambu (Bambusa sp.) dan jati (Tectona grand's) yang ada di sekitar kawasan industri dan tepi jalan tol Jakarta-Cikampek-Sadang dapat mereduksi kebisingan. Lokasi penelitian yang dipilih adalah di sekitar pabrik PT Pupuk Kujang, Cikampek, Jawa Barat Hal ini didasari karena pada lokasi tersebut ditemukan kedua kelompok jenis vegetasi tersebut. Selain hal tersebut di atas diketahui juga bahwa pada umumnya kebisingan di area pabrik PT Pupuk Kujang hampir pada semua titik pemeriksaan ada di atas Nilai Ambang Batas (NAB), yaitu antara 84-113 dB(A), sedangkan pada jalan tol Jakarta-Cikampek di sebelah Seiatan industri PT Pupuk Kujang juga di atas baku mutu yang ditetapkan yaitu tingkat kebisingan pada siang hari 85,9 dB(A) dan pada malam hari 83,5 dB(A) (Widagdo, 1998). Kondisi eksisting letak populasi vegetasi tersebut diharapkan memudahkan penyusunan desain penelitian.
Melanjutkan uraian di atas maka rumusan permasalahan yang dapat disusun adalah:
1. Kelompok vegetasi rumpun bambu di sekitar pabrik PT Pupuk Kujang dapat mereduksi kebisingan yang bersumber dari pabrik PT Pupuk Kujang.
2. Kelompok vegetasi jati di sekitar pabrik PT Pupuk Kujang dapat mereduksi keblsingan yang bersumber dari aktivitas jalan tol Jakarta-Cikampek di sebelah Selatan industri PT Pupuk Kujang.
Tujuan penelitian dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
1. Tujuan Umum:
Pemakaian vegetasi untuk meredam kebisingan.
2. Tujuan Khusus:
a. Diketahuinya seberapa besar pengaruh kelompok vegetasi rumpun bambu di sekitar pabrik PT Pupuk Kujang daiam mereduksi kebisingan yang bersumber dari pabrik PT Pupuk Kujang.
b. Diketahuinya seberapa besar pengaruh kelompok vegetasi jati di sekitar pabrik PT Pupuk Kujang dalam mereduksi kebisingan yang bersumber dari aktivitas jalan tol Jakarta-Cikampek di sebelah Selatan industri PT Pupuk Kujang.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah kelompok vegetasi rumpun bambu (Bambusa sp.) dan jati (Tectona grandls) di sekitar pabrik PT Pupuk Kujang dapat mereduksi kebisingan sebesar ±3-18%. Janis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan metode survey. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional.
Hasil uji t untuk tingkat reduksi kebisingan pada bambu temyata mernperlihatkan penurunan kebisingan yang signifikan (p<0,05), dengan nilai signifikansi sebesar 0,019, sedangkan pada jati temyata memperlihatkan penurunan kebisingan yang tidak signifikan (p>0,05), dengan nilai signifikansi sebesar 0,059. Seiain itu berdasarkan uji korelasi tebal kelompok vegetasi rumpun bambu dan jati pada efektivitas reduksi kebisingan memperlihatkan hasil yang sangat kuat, dengan koefisien korelasi bambu 0,975 dan koefisien korelasi jati 0,840. Hasil pengukuran kebisingan di Dusun Poponcol (Desa Dawuan Tengah) yang berjarak 180 m dari pabrik tingkat kebisingannya 57,80 dB(A), sedangkan dipermukiman karyawan yang berjarak 480 m dari pabrik tingkat kebisingannya 48,20 dB(A).
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka kesimpulan yang diperoleh adalah:
1. Kelompok vegetasi rumpun bambu di sekitar pabrik PT Pupuk Kujang dapat mereduksi kebisingan yang bersumber dari pabrik PT Pupuk Kujang. Semakin tebal kelompok vegetasi rumpun bambu, semakin tinggi persentase efektivitas reduksi kebisingannya.
2. Kelompok vegetasi jati di sekitar pabrik PT Pupuk Kujang dapat mereduksi keblsingan yang bersumber dari aktivitas jalan tol Jakarta Cikampek di sebelah Selatan industri PT Pupuk Kujang. Namun secara statistik reduksi kebisingan tersebut tidak signifikan.

Noise is an unwanted sounds. It has been commonly founded in industrial area and transportation, hence it is still important to be observed and researched on how high the noise level is and how to find efforts in avoiding the noise effect on environment and workers. Likely other industrial area surrounding Jakarta, Cikampek and its neighbourhood areas have become developed industrial areas with a traffic transportation flow. The industry players nearby have utilized vegetation bamboo (Bambusa sp.) and teak wood (Tectona grandis) as means of noise soundproof surrounding the area.
A thought then occurs whether natural vegetation of bamboo (Bambusa sp.) and teak wood (Tectona glandis) surrounding Cikampek industrial areas and along Jakarta-Cikampek-Sadang highways can reduce the noise or not. Location chosen is industrial area of PT Pupuk Kujang, Cikampek, West Java. Based on the existence of both vegetation bamboo and teak wood nearby location. Based on some e)aminations, it is almost found that noise level around factory area is categorized above Critical Value, which ranges between 83-113 dB(A), meanwhile, in the southern industrial area of PT Pupuk Kujang and along Jakarta-Cikampek highway, the same case is found which is both noise levels in afternoons and at nights are categorized above the normal range, each ranges 85,9 dB(A) in afternoons and 83,5 dB(A) at nights (Widagdo, 1998).The condition of where the vegetation populations are will be expected to determine research design more easily.
Some problems measured are :
1. Bamboo vegetation surrounding industrial area of PT Pupuk Kujang is able to reduce noise from PT Pupuk Kujang factory.
2. Teak wood vegetation surrounding industrial area of PT Pupuk Kujang is able to reduce noise from Jakarta-Cikampek highway in the southern part of PT Pupuk Kujang industrial area.
The objectives consist of 2 groups:
1. General Objective:
Vegetation utilization to soundproof noise.
2. Particular Objective:
a. To measure the effectiveness of bamboo vegetation surrounding industrial area of PT Pupuk Kujang in reducing noise from PT Pupuk Kujang factory.
b. To measure the effectiveness of teak wood vegetation surrounding industrial area of PT Pupuk Kujang in reducing noise from Jakarta-Cikampek highway which is located in the southern part of PT Pupuk Kujang industrial area.
Hypothesis proposed in research is bamboo (Barnbusa sp.) and teak wood (Tectona grandis) vegetation surrounding factory of PT Pupuk Kujang are able to reduce noise of t3-18%. Research type is descriptive quantitative with survey method. The design used Is cross sectional.
T -test on noise reduction level of bamboo vegetation shows the significaint noise reduction (p<0,05) with significant value of 0,019, meanwhile noise reduction level of teak wood vegetation shows the insignificant noise reduction (p>0,05), with significant value of 0,059. Correlation test on thickness of bamboo and teak wood vegetation to noise reduction effectivity shows a very strong correlation with bamboo coefficient of 0,975 and teak wood coefficient of 0,840. Noise measurement result in Dusun Poponcol (Dena Dawuan Tengah) on distance of 180 m from factory has noise level of 57,80 dB(A), meanwhile in worker residences on distance of 480 m from factory has noise level of 48,20 dB(A).
This research concludes some points, which are:
1. Bamboo vegetation surrounding PT Pupuk Kujang area is able to reduce noise sourced from PT Pupuk Kujang factory. The more thick the bamboo vegetation is, the more higher is the percentage effectivity of noise reduction.
2. Teak wood vegetation surrounding PT Pupuk Kujang area is able to reduce noise sourced from JakarEa-akampek highway in the southern part of PT Pupuk Kujang area. Statistically, noise reduction is not significant.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14929
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>