Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 159018 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gayatri Atmadi
"Kantor berita sebagai salah satu media komunikasi massa memiliki peran utama sebagai pusat pengumpulan dan penyebaran berita, feature ( karangan khas ), dan foto ke berbagai surat kabar, majalah, radio televisi serta instansi-instansi pemerintah dan swasta. Penelitian ini memaparkan tentang realitas arus berita ekonomi negara ASEAN dari kantor berita Reuters United Press International (UPI), dan Jaringan Pertukaran Berita ASEAN (JPBA) tanggal 5 November hingga 5 Desember 1989. Skripsi ini meneliti tentang berita ekonomi negara ASEAN yang meliputi persoalan berita ekonomi, bentuk isi berita, arah berita, dan wilayah negara sumber berita. Dengan menggunakan metode analisis isi, penelitian ini menunjukkan bahwa berita ekonomi yang diperoleh dari ketiga sumber berita tersebut paling banyak membahas tentang hubungan kerjasama ekonomi negara ASEAN dengan negara lainnya dan ASEAN dengan sesama negara dengan kecenderungan yang berorientasi positif dari penulisan headline berita, lead berita hingga tubuh berita. kerjasama yang paling menonjol dalam penelitimenjadi topik bahasan utama adalah kerjasama ekonomi di kawasan Asia Pasifik dalam Konperensi Para Menteri Ekonomi ASEAN Ke-21. 9 negara ASEAN. Berita tersebut ditulis mulai Hubungan an ini dan antara negara-negara APEC, dan Pertemuan Analisis penelitian ini menggunakan kerangka pemikiran Johan Galtung tentang Imperialisme Struktural di bidang dari serta pemikiran Al Hester tentang pola arus berita komunikasi 9 internasional. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian UNESCO merumuskan beberapa faktor yang mempengaruhi ekonomi negara telah arus yang berita dunia khususnya arus berita ASEAN, yaitu ; faktor ekonomi, politik, dan perdagangan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1990
S3985
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Said bin Hj. Omar
"Ketimpangan arus berita (informasi) Pertama dan Dunia Ketiga, maupun Dunia Kedua, diketahui dan sering di bahas dalam berbagai antara memang forum. Dunia umum Namun jarang disadari atau dibahas keti mpangan yang terjadi sesama Dunia Ketiga, baik dari segi kualitas maupun kuan titas,
seperti diakui oleh komisi Mac Bridge dalam negara Dunia Ketiga terkesan tidak terlepas dari fenomena ini, walaupun kerjasama dan kedekatan yang terjalin selama ini berita diantara kedua negara. Namun penelitian ini bertujuan untuk melihat real ita arus berita ekonomi antara kedua negara mengingat terdapat beberapa faktor yang mungkin mempengaruhi kelancaran arus tersebut seperti kompetisi dalam perekonomian dalam merebut
pasar, dalam merebut investor asing dan ketidak seimbangan dalam perdagangan d iantara kedua negara. Berangkat dari asumsi di atas, peneliti mencoba menyorot permasa lahan sebenarnya dengan menerapkan teori yang dikemuk akan oleh Al Hes ter yaitu arus berita (informasi)
antar negara sangat dipengaruhi oleh afin ita strtural,
hirarki antar bangsa dan hubngan ekonomi. Untuk melihat fenomena ini, peneliti memakai metode analisi sisi terhadap dua surat kabar yaitu The Jakarta Post bagi I ndonesia dan New Sta its Times bagi Malaysia. Dari
surat kabar ini diambil waktu penelitian selama empat bulan,
mulai Agustus hingga Nopember tahun 1990. Satu minggu dari
setiap bulan diambil sebagai sampelang diambi secara acak.
Kategor isasi yang di buat adalah bentuk isi berita, penempatan
berita, sumber berita dan persoalan berita.
Dari penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa berita yang menempati halaman pertama maupun head line, juga tidak ada berita yang bernada negatif dikedua surat kabar Seterusnya berita ekonomi dari Malaysia"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
S4117
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendriati Trianita
"Munculnya konsep Tata Informasi Dunia Baru dilatar belakangi kerisauan terhadap adanya ketimpangan arus informasi yang mengalir dari negara maju ke negara berkembang. Ketimpangan arus informasi ini tidak bisa dilepaskan dari peran kantor—kantor berita transnasional yang menguasai pencarian dan pendistribusian berita. Masalah dalam arus berita internasional ini tidak hanya ketimpangan dalam jumlah berita namun juga dalam kualitas berita. Pers Barat sering dituduh memberikan citra yang buruk mengenai negara dunia ketiga dengan banyak mengetengahkan berita-berita mengenai krisis dan konflik.
Tuduhan terhadap pers Barat dijawab dengan pemikiran bahwa berita-berita negatif selalu menarik perhatian' orang, tidak saja yang terjadi di negara berkembang. Sementara itu penulisan yang mengandung stereotip yang merugikan dunia ketiga dijawab oleh pers Barat dengan mengatakan gaya negara bahwa kecenderungan itu tidak hanya milik Barat. Di sini jurnalis negara dunia ketiga menjadi penting mengingat berita-berita yang datang dari kantor berita merupakan peran bahan yang akan dipilih dan diolah oleh editor suratkabar. ini ingin menunjukkan peran suratkabar di mentah Penelitian Indonesia, dalam hal ini Kompas, dalam kaitannya dengan perdebatan masalah ketimpangan arus informasi. Keinginan negara dunia ketiga untuk mencari tata komunikasi dunia baru, semestinya tercermin dari pola pemberitaannya dan penyeleksian berita yang diterimanya dari kantor berita besar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi berita-berita mengenai konferensi perdamaian Timur Tengah pada suratkabar Kompas dan tiga kantor berita yang dilangganinya, yaitu AFP, AP, dan Reuters. Hasil penelitian menunjukkan penyajian berita cukup seimbang untuk ketiga kantor berita dan Kompas dalam arti menampilkan baik pihak Arab maupun Israel dalam porsi yang sama. Meskipun demikian, terdapat perbedaan yang cukup berarti dalam penyajian berita-beritanya. Hal ini teriihat dari dua topik bahasan yaitu berita mengenai kekerasan di Timur Tengah dan pernyataan bersama Presiden AS Geroge Bush dan Presiden US Mikhail Gorbachev. Jika ketiga kantor berita dalam berita mengenai kekerasan lebih banyak menampilkan pihak Israel dan berita pernyataan Bush-Gorbachev lebih banyak menampilkan Bush, maka Kompas menampilkan tersebut dengan lebih seimbang. Ini menunjukkan adanya wartawan—wartawan Kompas dalam menentukan pihak-pihak peran kualitas berita."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992
S3953
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alberthus Baha Rebong
"ABSTRAK
Penelitian tentang ketimpangan arus informasi antara pemerintah dan masyarakat dalam harian Kompas dilakukan: dengan melihat proporsi berita (yang berisi informasi/pendapat dari atas dan dari bawah). Titik tolak yang lain adalah dengan melihat prioritas yang diberikan oleh suratkabar tentang dua pihak komunikasi, yakni pemerintah dan masyarakat. Hal ini dianggap berhubungan erat dengan trend demokrasi komunikasi dalam preentasi isi suratkabar. Di dalam analisa yang dikerjakan selama tiga bulan (Januari - Februari - Maret 1988) Kompas menunjukkan keterpusatan yang semakin lama semakin besar pada pemerintah. Pada bulan Januari, misalnya, Kompas terlibat cukup bijaksana menempatkan unsur pemerintah dan masyarakat dalam kebijakan pemberitaannya. Dalam dua bulan berikutnya, Kompas mulai mengendor dalam berita-berita dari masyarakat dan hanya terpusat pada pemerintah. Berita-berita yang berasal dari pemerintah urnuinnya berisi ketetapan/keputusan dan instruksi yang seolah-olah dilepaskan ke dalam alam vacuum tanpa masalah. Tidak terlihat kaitan-kaitan pemberitaan di mana dapat dibaca unsur 'diskusi' di dalamnya. Kompas terlihat tidak berusaha menggali tanggapan-tanggapan dari masyarakat. Dan kalau pun ada, tidak diperlihatkan Kompas dalam pemberitaan pemberitaannya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa terdapat ketimpangan arus informasi dalam presentasi isi suratkabar Kompas. Dan dalam ,tiga bulan ini dapat disebut sebagai gejala yang ditampilkan Kompas. Mengapa ketimpangan itu terjadi? Pertama-tama yang dilihat dalam analisa ini adalah posisi dan unsur pemerintah, pers dan masyarakat, mengikuti ideal interaksi positip antara ketiganya. Pemerintah yang mendominir arus informasi berdasarkan persektif politik, mentang berada pada posisi yang kuat karena ia mampu mengatur kehidupan pers. Dalam perspektif pers pembangunan, pers diharapkan melancarkan program-program pembangunan yang digariskan oleh pemerintah. Fungsi ini positip; disatu pihak dan negatip di lain pihak. Positip karena pers dapat menciptakan ide-ide yang sama tentang pembangunan, tetapi negatip dalam arti ia mematikan sikap kritis pers dan pers lalu kehilangan fungsi kontrolnya. Kompas dalam hal ini cenderung mengutamakan pemerintah karena secara historis dapat dilihat bahwa arahnya adalah "government centris. Analisa yang pernah dilakukan oleh Sinansari Ecip menunjukkan kecenderungan keterpusatan dan tahun ketahun Soal berikutnya adalah berkembangnya Kompas menjadi sebuah perusahaan raksasa dengan ribuan karyawan ini membuatnya ekstra hati-hati terhadap pemerintah yang dapat menentukan keberlangsungan hidupnya. Hal berikutnya menyangkut kesiapan masyarakat untuk ikut ambil bagian dalam ajang diskusi masalah-masalah bersama. Sebagian besar masyarakat Indonesia belum mencapai tingkat pendidikan yang memadai yang justru merupakan kendala bagi peran sertanya dalam komunikasi. Hubungan tingkat pendidikan dengan antisipasi komunikasi dapat dilihat dalam analisa ini bahwa, pada umumnya hanya golongan masyarakat tertentu yang mempunyai akses terhadap informasi/komunikasi. Pada umumnya hanya golongan yang sudah mengenyam tingkat pendidikan yang cukup saja yang dapat 'berbicara' melalui media masa. : Masih tentang masyarakat adalah apa yang disebut cultural barrier'. Budaya masyarakat yang mengagungkan orang-orang yang lebih tinggi memberikan kontribusinya pada pola ketimpangan arus informasi dalam suratkabar, sebagaimana ditampilkan Kompas, berdasarkan analisa yang dikerjakan ini"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sirait, Aprilyanti
"ABSTRAK

Tesis ini membahas pencitraan kelompok Rohingya melalui artikel berita pada laman media Reuters dan CNN Indonesia daring. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana citra kelompok Rohingya terbentuk melalui pemilihan kata, pemilihan informasi, dan penggunaan ilustrasi dalam bahasa Inggris sebagai teks sumber dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia sebagai teks sasaran. Implikasi faktor ekstratekstual teks, intratekstual teks, dan penerapan strategi penerjemahan untuk mencapai skopos penerjemahan menyebabkan perbedaan antara teks sumber (TSu) dan teks sasaran (TSa). Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif menggunakan teori fungsional Nord dan model analisis wacana kritis dari Van Djik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa CNN Indonesia menggunakan metode penerjemahan semantis dan komunikatif dalam menerjemahkan artikel berita dari Reuters. Hasil analisis data menunjukkan terdapat lima prosedur penerjemahan dalam teks berita yaitu reduksi, eksplitisasi, generalisasi, partikularisasi, dan modulasi. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa media seharusnya tidak hanya fokus memublikasikan artikel berita daring dalam waktu singkat, tetapi dapat ikut berpartisipasi dalam melindungi hak kelompok minoritas sesuai dengan prinsip dasar jurnalistik.


ABSTRACT


The focus of this study is the image of Rohingya people presented by Reuters and CNN Indonesia online news. The aim of this research is to study how Rohingya people are presented by word choices, information selection, and photos in English as the source text and their translations in Bahasa Indonesia as the target text. The implication of extratextual factors, intratextual factors and translation strategies to achieve the skopos of translation may cause differences in source and target texts. This research is qualitative descriptive and applied functional theory by Nord and Critical Discourse Analysis (CDA) by Van Djik. The result shows CNN Indonesia applies semantic and communicative methods to translate news articles from Reuters. The result of data analysis shows that there are five translation procedures found in the text which are  reduction, explication, generalization, particularization, and  modulation. In conclusion, media should not only focus on publishing news articles instantly, but also participate to protect minority rights through its news articles according to core values of journalism.

 

"
2016
T52638
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Restasari Agustina
"Penelitian ini menganalisis konstruksi wacana mengenai Presidensi G20 Indonesia oleh agensi berita internasional asal Amerika Serikat Associated Press. G20 Indonesia merupakan salah satu mega-events yang mendapatkan amplifikasi media secara global. Namun, format media saat ini tidaklah netral dan agensi berita internasional, termasuk Associated Press berperan dalam penetapan agenda internasional yang dilakukan dengan mengkonstruksi suatu wacana. Dengan demikian, penelitian ini menggunakan analisis wacana kritis berbasis korpus dan pendekatan wacana historis untuk memperjelas presensi Indonesia dalam wacana Presidensi G20 Indonesia dan eksklusi serta inklusi wacana oleh Associated Press sebagai cerminan pemapanan kekuasaan oleh agensi berita internasional selama Presidensi G20 Indonesia. Selanjutnya, ekologi media dimana Associated Press bekerja juga dijelaskan dengan konsep multiaksialitas dan hiperrealitas. Analisis wacana kritis berbasis korpus menemukan bahwa wacana yang dikonstruksi oleh Associated Press mengenai G20 Indonesia adalah wacana konflik Ukraina dan Rusia, presensi China pada G20 Indonesia, dan Indonesia sebagai tuan rumah G20 periode 2021-2022. Peran Indonesia sebagai tuan rumah G20 dieksklusikan dalam wacana terkait konflik Ukraina dan Rusia, dan Indonesia diinklusikan dengan wacana kedekatan China dan Indonesia selama presidensi G20 Indonesia yang dipermasalahkan oleh Associated Press. Selain itu, Associated Press juga menggunakan strategi makro-diskursif konstruktif, transformasi, dan destruksi untuk membentuk wacana identitas nasional. Praktik diskursif yang dilakukan oleh Associated Press tersebut merupakan upaya pemapanan kekuasaan yang dilatarbelakangi oleh transisi rezim media yang menimbulkan proliferasi sumber informasi baru di satu sisi, namun masih didominasi oleh sejumlah agensi berita internasional yang saling bersaing dalam menentukan wacana internasional dan masih membawa warisan Perang Dingin di sisi lain.

This study analyzes the discourse construction on Indonesia's G20 Presidency by an international news agency from the United States Associated Press. G20 Indonesia is one of the mega-events that has received media amplification globally. However, the current media format is not neutral and international news agencies, including the Associated Press play a role in setting the international agenda which is done by constructing a discourse. Thus, this study uses corpus-based critical discourse analysis and historical discourse approaches to clarify Indonesia's presence in the discourse of the Indonesian G20 Presidency and the exclusion and inclusion of discourse by the Associated Press as a reflection of the power establishment by international news agencies during Indonesia's G20 Presidency. Furthermore, the media ecology in which the Associated Press works is also explained by the concepts of multiaxiality and hyperreality. Corpus-based critical discourse analysis found that the discourse constructed by the Associated Press regarding Indonesia's G20 was the discourse on the Ukraine and Russia conflict, China's presence at the Indonesian G20, and Indonesia as the host of the 2021-2022 G20. Indonesia's role as host of the G20 was excluded in the discourse regarding the Ukraine and Russia conflict, and Indonesia was included in the discourse on the closeness of China and Indonesia during Indonesia's G20 presidency which was disputed by the Associated Press. In addition, the Associated Press also uses constructive, transformational, and destructive macro-discursive strategies to shape national identity discourses. The discursive practice carried out by the Associated Press is an effort to establish power against the backdrop of the transition of media regimes which has led to the proliferation of new sources of information on the one hand, but is still dominated by some international news agencies which compete each other in determining international discourse and still carry the legacy of the Cold War in the other side."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Diah Ratu Sari
"Kita mengenal apa yang dinamakan kebebasan pers. Kebebasan pers itu sendiri tidak bersifat mutlak. Salah satu pembatasnya adalah kode etik jurnalistik. Pasal-pasal dalam kode etik jurnalistik merupakan saringan bagi kebebasan pers. Dengan begitu, pers tidak dapat menyajikan berita sebebas-bebasnya. Ada suatu pedoman yang harus dijadikan pegangan, yang harus dihormati agar beritanya tidak melampaui batas-batas yang telah ditetapkan dalam kode etik jurnalistik. Dengan mematuhi kode etik jurnalistik misalnya, pemberitaan di media massa diharapkan tidak menghukum seseorang bersalah atau tidak.
Di Indonesia belum terdapat peraturan yang mengatur tentang trial by the press. Padahal, pemberitaan yang sudah "memvonis" seseorang tersangka dilihat dari sudut tata negara sudah merupakan trial by the press, karena sudah merupakan perusakan sistem ketatanegaraan (Loqman, 1994:10).
Dalam suatu negara hukum, dilarang main hakim sendiri (Eigenrichting). Karena itu, tindakan pers yang "memvonis" tersangka padahal hakim belum menjatuhkan putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, merupakan pelanggaran terhadap fungsi kekuasaan kehakiman. Seharusnya kekuasaan kehakiman yang menentukan kesalahan seseorang tersangka, tidak boleh dipengaruhi kekuasaan apapun termasuk media massa. Kekuasaan kehakiman harus bebas.
Menurut Padmo Wahyono (dalam Logman, 1994:10), trial by the press dapat dilihat dari dua sisi, yakni pers yang bebas menghakimi seseorang. Jadi ada suatu pertentangan dengan kebebasan seseorang dan pers yang bebas ikut campur atau mempengaruhi kekuasaan kehakiman yang merdeka.
Dalam hal sisi yang pertama bila dikaitkan dengan Pasal 24 Undang-undang Dasar 1945, maka kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang. Karena itu, tidak ada pemberian kekuasaan di luar kehakiman dalam menghakimi seseorang. Jadi, penghakiman oleh pers merupakan perbuatan yang melanggar konstitusi.
Sedangkan sisi yang kedua, hakim yang profesional dalam kariernya tidak akan terpengaruh oleh tanggapan pers yang bebas. Bila pemberitaan pers sampai mempengaruhi jalannya suatu proses peradilan, maka hal itu merupakan masalah yang sifatnya konstitusional. Karena di satu pihak kebebasan pers harus dihormati, di lain pihak kebebasan pers jangan sampai menghakimi tersangka (jangan sampai terjadi trial by the press).
Di beberapa negara, bila sampai terjadi penghakiman oleh pers, maka media massa tersebut diberi sanksi dengan dasar telah melakukan contempt of court (kejahatan terhadap proses peradilan). Ini berarti, media massa tersebut dianggap telah melakukan trial by the press dan harus mempertanggungjawabkannya melalui peradilan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : PT. Himat Makna Aksara, 2006,
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Ritonga, Rajab
"Studi ini bertujuan untuk mengetahui proses komodifikasi informasi di newsroom kantor berita sebagai suatu bentuk reposisi ekonomi politik kantor berita di era konvergensi saat ini. Reposisi ekonomi politik menjadi keharusan karena kondisi kantor berita nasional saat ini berada di ambang kebangkrutan sebagai efek dari maraknya penggunaan internet, sementara dari sisi pemberitaan kantor berita nasional juga tidak berdaya mengimbangi dominasi kantor berita internasional.
Penelitian dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif utamanya dengan metoda etnograti, dengan variabel penelitian meliputi (1) reposisi kantor berita nasional, (2) komoditikasi informasi, dan (3) dominasi kantor berita global. Panduan teoritis yang digunakan adalah kajian ekonomi politik kritis varian strukturalisme.
Kantor berita nasional yang dijadikan subjek penelitian adalah kantor berita dari Indonesia (Antara). Sebagai pembanding dilihat juga dinamika yang berlangsung di kantor berita nasional Malaysia (Bernama) dan kantor berita internasional dari Inggris (Reuters), Amerika Serikat (AP), dan Perancis (AFP).
Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana kantor berita nasional melakukan reposisi strulctur ekonomi-politiknya di era konvergensi sekarang ini?; (2) Eagaimana kantor berita nasional memposisikan komoditas informasi sebagai produk untuk dijual di era konvergensi?; (3) Bagaimana proses komodifikasi informasi berlangsung dalam newsroom kantor berita nasional?; dan (4) Bagaimana dominasi kantor berita internasional terjadi atas kantor berita nasional?
Kesimpulan penelitian ini adalah: pertama, akibat perkembangan teknologi lnformasi berbasis komputer-internet dan masih kuatnya pengaruh dominasi struktur kapitalisme global, kantor berita nasional didorong untuk melakukan reposisi struktur ekonomi-polltiknya agar mampu menghasilkan suatu informasi yang bersifat langka (scarcity). Reposisi tersebut dilakukan dengan mengadakan: (1) kerjasama pertukaran berita (ownership convergence); (2) berbagi materi berita dengan kantor berita lainnya (tactical convergence); (3) melakukan penulisan ulang terhadap materi berita untuk disesuaikan dengan jenis media yang digunakan (structurat convergence); (4) menciptakan reporter super (information gathering convergence); dan (5) menyediakan peralatan canggih bagi reporter untuk mendukung komodifikasi informasi yang diharapkan (storyteiting convergence). Kantor berita saat ini juga mereposisi orientasi bisnisnya dari semula wholesaler, agen informasi untuk media massa, juga menjadi retailer mengunjungi publik melalui website maupun peralatan konvergensi media lainnya.
Kedua, komodifikasi informasi di newsroom terjadi dalam bentuk komodifikasi isi yang meliputi proses penentuan komoditas informasi berita, foto, dan data untuk dijual melalui proses dinamis yang berlangsung diantara pekerja dalam salu level (horisontal) maupun level berbeda (vertikal) dalam aktivitas rutin keseharian untuk produksi informasi (rapat redaksi, rapat dewan redaksi, dan rapat direktur).
Ketiga, teriadi dominasi infon'nasi global oleh kantor berita internasional dalam bentuk besaran kuantitatif persebaran informasi dan perolehan pendapatan finansial, persebaran sumberdaya, serta relasi profesional, Kantor berita nasional tidak berdaya menghadapi dominasi tersebut karena sebagian besar pendapatan kantor berita nasional justru berasal dari kerjasama dengan kantor berita internasional Begitu juga jaringan kerjasama regional yang dibentuk untuk menghadapi dominasi kantor berita internasional, tidak berfungsi efektif karena terjadinya berbagai polarisasi kepentingan dari masing-masing kantor berita anggota Meskipun demikian, wacana resistensl terhadap dominasi kantor berita internasional bukannya tidak terjadi dalam proses komodiiikasi informasi kantor berita nasional.
Salah satu implikasi menarik dari temuan dalam penelltian ini adalah keberadaan kantor berita nasional yang seolah-olah berada di simpang jalan untuk memilih antara kepentingan politik atau kepentingan ekonomi. Dari gambaran reposisi strulctur ekonomi-politik yang dilakukan kantor berita nasional semacam Antara, sebenarnya sudah menjawab arah dominan yang akan dituju kantor berita nasional dalam era teknologi komunikasi berbasis komputer-internet sekarang ini. Kepentingan ekonomi tampaknya bakal mengalahkan kepentingan politik di balik eksistensi kantor berita nasional. Nostalgia historis pemunculan kantor berita nasional yang sarat dengan nasionalisme bakal tergerus dengan kepentlngan ekonomi.

This study is intended to know the information commoditication process in the newsroom of a news agency as a fomi of the ecopolitical reposition of a news agency in the current media. convergence era. The ecopolitical reposition becomes a must as a national news agency is currently in the brink of bankruptcy as an effect of the internet use on a large scale, while a national news agency?s news dissemination is unable to offset those of international news agencies.
The research was conducted descriptively using qualitative approaches. notably, the ethnographic method, with research variables consisting of (1) reposition of a national news agency, (2) infomation commoditication and (3) domination of global news agencies. The theoretical guidance which is used is a critical ecopolitical study on the variant of structuralism.
The national news agency which becomes the subject of the research is a news agency from Indonesia (Antara). As comparisons, it is also worth observing Malaysia's national news agency (Bernama) and the international (transnational) news agencies from Britain (Reuters), the United States of America (AP) and France (AFP).
Subject matters in the research are (1) l-low does a national news agency make a reposition on its ecopolitical structure in the current media convergence era'?; (2) How does a national news agency position the information commodity as a product for sale in the media convergence era'?; (3) How does the process of information commodification take place in a national news agency's newsroom; and (4) How does domination of international (transnational) news agencies against national news agencies occur?
The research concludes that: Firstly, due to the development of computer-internet based information technology and the still strong influence of domination of the global capitalism structure, a national news agency is encouraged to make a reposition of its ecopolitical structure in order to produce scarce information. The reposition is made by (1) setting up cooperation on news exchange (ownership convergence); (2) sharing news materials with other news agencies (tactical convergence); (3) rewriting news materials for adjustment to the type of media in use (structural convergence); (4) creating super reporters (information gathering convergence); and (5) providing sophisticated instruments for reporters in support of the expected information commoditication (storytelling convergence). Currently, a news agency also repositions its business orientation from formerly a wholesaler, an information agent for mass media, also becomes a retailer and visits the public through website or other convergence instruments.
Secondly, the information commoditication in the newsroom occurs in the fomn of content commodilication encompassing the process of deciding the information commodities of (text) news, photos and data for sale through dynamic process which takes place among workers on a (horizontal) level and a (vertical) level in the daily routine activities to produce information (editorial meeting, board of editors meeting and board of directors meeting).
Thirdly, there are domination of global information by international news agencies in the form of quantitative value of information dissemination and financial income, and distribution of resources and professional relations. A national news agency is unable to face the domination as most of its income even comes from cooperation with international news agencies. The regional cooperation networking designed to face international news agencies? domination is also ineffective as there is polarization of different interests among member news agencies. However, it does not mean that the discourse on the resistence against the domination of international news agencies does not happen in the information cornmodilicatiori process of a national news agency.
One of the interesting implications from the findings in the research is the presence of a national news agency which as if stays on an intersection to choose the political or economic interest. The picture on the reposition of ecopolitical structure conducted by such a national news agency as Antara has actually answered the dominant direction to be reached by a national news agency in the current era of computer-internet based communication technology. The economic interest seems to outdo the political interest behind the existence of a national news agency. The historical nostalgia on the emergence of a national news agency which is full of nationalism values will be eroded by the economic interest.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
D849
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>