Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 57907 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Oki Fajar Irawan
"Daerah penelitian mencakup DA Ci Danau yang memiliki luas 13.491 Ha. DA Ci Danau mempunyai fungsi dan peran yang sangat penting dalam mendukung pembangunan ekonomi, dalam bentuk penyediaan air baku serta satu-satunya reservoir air dengan debit yang cukup diwilayah tersebut. DA Ci Danau merupakan salah satu DAS penting di Wilayah Barat Propinsi Banten. Sebagian besar perubahan tutupan lahan yang terjadi menuju wilayah terbangun, dimana luasnya bertambah dari tahun ke tahun. Untuk vegetasi (hutan) sebagian besar berubah menjadi vegetasi (non hutan). Berdasarkan hasil analisis antara perubahan tutupan lahan dengan kondisi hidrologi, ternyata perubahan tutupan lahan mempengaruhi kondisi hidrologi. Dalam hal ini berpengaruh terhadap rasio persentase MNQ terhadap curah hujan dan juga koefisien runoff. Perubahan kondisi tutupan lahan, dimana terjadi penambahan luas wilayah terbangun dan juga pengurangan luas vegetasi hutan. Hubungan yang terjadi antara wilayah terbangun dengan kondisi hidrologi yaitu semakin besar luas wilayah terbangun maka semakin besar pula koefisien runoff dan juga semakin besar luas wilayah terbangun maka semakin kecil rasio persentase MNQ terhadap curah hujan.

Areas of research include the Ci Danau Cathcment Area which has an area 13,491 ha. Ci Danau Cathcment Area has a function and a very important role in supporting economic development, in the form of raw water supply and only one water reservoir with a sufficient flow area. Ci Danau Cathcment Area is one of the important watershed in the Western Province of Banten. Most of the land cover changes that occurred toward the wake region, where the extent of increase from year to year. For vegetation (forest) is largely converted into vegetation (non-forest). Based on the analysis of land cover changes in hydrologic conditions, it turns out land cover changes affect the hydrological conditions. In this case affect the percentage ratio MNQ on rainfall and runoff coefficient. Changes in land cover conditions, the addition of an area where there has been awakened and also reduction of the forest vegetation. The relationship between the region woke up to the hydrologic conditions of the greater area woke up the greater runoff coefficient and also the greater the area woke up, the smaller the ratio of percentage MNQ on rainfall."
2010
S635
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Zain Zahran Azzaino
"ABSTRACT
The Parameter Efficient Distributed PED model is a simple semi distributed model capable of predicting hydrological trends on a daily and monthly basis. The capabilities of the PED model are tested on the Cornell Recreational Club Watershed. From its Nash Sutcliffe efficiency coefficient and coefficient of determination value outputs, the PED model is determined as sufficient for daily results and exceptional for monthly results. While there are still concerns, due to its simplicity, it is extraordinary for usage in countries with little hydrological data collection capabilities.

ABSTRAK
The Parameter Efficient Distributed PED model adalah model semi-distribusi sederhana yang mampu memprediksi kecendrungan hidrologi dalam harian dan bulanan. Kemampuan dari PED model telah diuji di the Cornell Recreational Club Watershed. Mulai dari Nash-Sutcliffe efficiency coefficient dan keluaran coefficient of determination value, PED model efektif untuk hasil harian dan terkecuali untuk hasil bulanan. Sementara masih ada kekhawatiran, karena kesederhanaannya, sangat luar biasa untuk penggunaan di negara-negara dengan kemampuan pengumpulan data hidrologi yang kecil."
2017
S66927
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"In general, hydrological cycle in forested areas is a complicated phenomenon. In Himalaya the vegetative cover plays a vital role in determining several hydrological characters. For the experimental study of oak and pine forests hydrology, two representative basins are selected in the Central Himalaya. After evaluating the hydrological properties of oak and pine forests, it is decuded that both the vegetationt types have different hydrological characteristics. However, with the destruction of vegetation and top soil, rainfall quickly runoff as stormflow instead of soaking into the soils."
GEOUGM 21:62 (1991)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Supriatna
"Sumber daya alam gambut banyak tersebar di daerah-daerah rawa di Indonesia. Jumlahnya mencapai 17 juta hektar atau sekitar 50 persen dari total sebaran gambut di dunia. Karena potensinya yang cukup besar para pakar menilai gambut dapat dijadikan salah satu alternatif dalam upaya menanggulangi permasalahan berbagai sektor yang menghadapi kendala karena keterbatasan sumber daya. Namun penelitian yang dilakukan oleh para pakarpada umumnya terfokus kepada upaya pemanfaatan dan peningkatan produktivitas usaha di lahan gambut dan sedikit sekali perhatiannya terhadap segi pelestariannya. Dengan berbagai teknik tertentu usaha pemanfaatan gambut terus berkembang ke berbagai bidang usaha seperti pertanian, perkebunan, energi, dsb, sehingga makin mengancam ketestariannya. Di lain pihak, gambut memiliki fungsi konservasi terutama kaitannya sebagai penambat air. Sebagai kawasan yang terletak pada daerah dengan curah hujan yang sangat tinggi, lahan gambut merupakan kawasan tampung hujan yang sangat efektif. Dengan fungsi tersebut, gambut dapat mengendalikan siklus hidrologi pada wilayah yang bersangkutan.
Penelitian untuk menyusun model perilaku hidrologi lahan gambut ini dilakukan dengan menganalisis data unsur-unsur meteorologi dan daerah aliran sungai pada suatu DAS. Lokasi penelitian terletak di DAS Silaut, Sumatra Barat yang memiliki sebaran gambut seluas 17.500 hektar yang sebagian sudah direkiamasi. Data mengenai curah hujan dan klimatologi diperoleh dari stasiun Lunang dan Tapan yang berjarak sekitar 5 km dan 30 km dari lokasi penelitian. Sedangkan untuk analisis DAS dilakukan pengumpulan data dan peta-peta dari berbagai instansi sehingga dapat dibuat peta Daerah Aliran Sungai dan sebaran gambut berdasarkan ketebalan dan tingkat dekomposisinya. Untuk mengetahui besarnya daya tambat gambut terhadap air, maka diambil sejumlah sampel gambut di lapangan untuk dianalisis di Laboratorium Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 3 buah untuk masing-masing tingkat dekomposisi, yaitu saprik (matang), hemik (sedang), dan fibrik (mentah). Pengambilan sampel mewakili lahan gambut yang sudah maupun yang belum direklamasi.
Analisis terhadap data dilakukan dengan menerapkan prinsip-prinsip keseimbangan air dalam suatu DAS dengan menggunakan modifikasi dan beberapa asumsi sesuai dengan kondisi dan sifat-sifat khususyang dimiliki oleh lahan gambut. Dari analisis tersebut dapat diketahui sisa air yang tidak tertambat dan kelebihan daya tambat gambut dalam periode waktu tertentu. Dengan membandingkan keseimbangan air sebelum dan sesudah reklamasi dapat diketahui perubahan-perubahan yang terjadi pada sifat-sifat gambut kaitannya sebagai penambat air.
Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan, diketahui bahwa jumlah air yang tidak tertambat pada lahan gambut sesudah reklamasi lebih kecil dibandingkan sebelum relkamasi. Sedangkan sisa daya tambatnya menjadi lebih besar. Di samping itu terdapat kecendrungan bahwa sisa daya tambat semakin besar dengan semakin mentahnya tingkat dekomposisi. Hal ini berarti reklamasi dapat mengendalikan jumlah air liar (berupa genangan dari limpasan) sehingga lahan dapat diusahakan untuk pertanian. Namun dengan bertambahnya sisa daya tambat berarti terjadi penurunan kelengasan lahan gambut. Penurunan kelengasan yang paling besar dialami oleh gambut dengan tingkat dekomposisi yang mentah (fibrik). Terjadinya peningkatan periode penurunan kelengasan lahan gambut disebabkan oleh penurunan muka air tanah akibat dilakukannya drainase. Karena itu periode penurunan kelengasan lahan gambut akibat reklamasi dapat dikendalikan dengan pengaturan penurunan muka air tanah.
Hasil simulasi model menunjukkan bahwa untuk dapat mempertahankan kelestariannya, reklamasi (penurunan muka air) pada gambut saprik maksimum dapat dilakukan sampai kedalaman 40 cm. Pada kondisi ini akan terjadi periode penurunan kelengasan selama 8 bulan. Hal ini berarti dalam satu tahun masih terdapat periode kelengasan yang lebih tinggi selama 4 bulan. Dengan kondisi yang demikian diharapkan sifat-sifat fisik tidak akan terganggu. Jika dikaitkan dengan periode tanam, maka selama periode 8 bulan tersebut lahan gambut dapat diusahakan untuk budi daya 2 musim tanam palawija dan 4 bulan untuk tanaman padi. Sedangkan untuk gambut hemik dan fibrik, untuk mencapai periode penurunan kelengasan selama 8 bulan, muka air maksimum dapat diturunkan masing-masing sedalam 30 cm dan 25 cm. Pada penurunan muka air yang lebih dalam akan menyebabkan terjadinya periode penurunan kelengasan yang lebih panjang, sehingga diperkirakan gambut akan mengalami hidrofobi atau peristiwa kering tak terbalikan yang menyebabkan terjadinya kerusakan sifat fisik gambut sehingga sulit menambat air. Karena itu upaya pemanfaatan gambut melalui reklamasi rawa hendaknya hanya terbatas pada gambut dengan tingkat dekomposisi saprik. Sedangkan gambut dengan tingkat dekomposisi yang belum matang (hemik dan fibrik), sesuai batas maksimum penurunan muka airnya, pengusahaannya hanya terbatas untuk tanaman padi sawah. Namun mengingat kedua jenis gambut ini pada umumnya adalah berupa gambut tebal (> 3 meter) dan produktivitasnya sangat rendah, sebaiknya tetap dipertahankan sebagai daerah konservasi.
Hasil pengujian model di lapangan menunjukkan bahwa model inidinilai cukup baik karena telah sesuai dengan pola dan jadwal tanam yang biasa dilakukan para petani setempat selama lebih dari 10 tahun dengan produktivitas pertanian yang cukup baik.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dengan menggunakan model pendugaan perilaku hidrologi lahan gambut yang menggunakan pendekatan daya tambat gambut terhadap air dapat diketahui pengaruh reklamasi lahan gambut terhadap sifat-sifat fisik gambut sehingga reklamasi yang dilakukan sesuai dengan kemampuan daya dukung dan kelentingan lingkungannya. Dengan demikian model ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif kebijaksanaan pemanfaatan lahan gambut dari aspek lingkungan.

Peat natural resources was spread over on lowland areas in Indonesia. The total amount reaches about 17 million hectares or about 50 percent of the total existing peat land in the world. Then, the potency is big enough the experts have evaluate it as one of the alternative to solve problems of many sectors which faces lack of resources. Survey made by the experts has, however, generally focus on the efforts to utilize and enhance productivity of peat without or the little bit attention on the preservation. Through many particular techniques the effort to utilize peat have been ever expanding into several activities including agriculture, plantation, energy, etc., making its preservation more in crisis condition. On the other side, peat land has a conservation function in connection with the water retention. As an area with in an extremely high rainfall, peat land became the most effective cistern site, and thereby, peat land is able to control hydrological circle in the connecting area. investigation on peat land hydrological behavior model is made by analyzing data of meteorological elements and catchments river area. The research location is Silaut catchment area, West Sumatera, owning peat spread of 17,500 hectares which partially has been reclameted. Rainfall and climatological data are gained from Lunang and Tapan stations which are about 5 km and 30 km far away from research location. While catchments area analysis is done by several agencies is enable to make catchments area and peat spreading map based on the depth and decomposition degree. In order to recognize peat water retention capacity, a number of field peat samples should be taken to analyze in the Centre of Soil Research Laboratory and Agroclimate, Bogor. Three samples should be taken of each decomposition degree, namely, saprik (mature), hemik (sufficient), and fibrik (raw). The samples taken should be representing peat land both has already and has not ready in reclamation condition.
Data analysis is taken by applying principles of water balance in a Catchments Area and used modifications and a variety of assumption according peat conditions and specific characteristic. According the analysis the rest of the water which are not retent and the exceding tide capacity is known. Comparing water balancing before and after a reclamation, are known the changes which occur on the peat characteristics concerning with the peat water retention character.
Based on analysis and calculation result it is known that total untied-up water in peat lot after reclamation is smaller than before reclamation. While the rest capacity of becomes bigger. Besides, there is a tendency that the rest tether capacity becoming bigger due to the raw of decomposition degree. It means the reclamation is able to control wild water (puddle and run off) making the lot may be used for agriculture. However, the increasing capacity of tether will increase the degree and period of draught of peat lot. The most biggest draught faced by peat lot with a raw decomposition degree. The increasing degree and period of draught in peat lot is caused by the surface of ground water down turning resulted from drainage. It is, therefore, a draught of peat lot result from reclamation can be controlled by keeping down the ground water surface.
The simulation results model indicate that preservation is sustainable, reclamation (keeping down the water surface) of a saprik peat could be done at a maximum depth of 40 cm. in such condition a draught period will take place about 8 months. That mean yearly there are draught period of 4 months. Within this period a peat lot can be utilized for second crop cultivation. While for hemik and fibrik peat to reach 8 months draught period, water surface can be dropped at maximum 30 cm and 25 cm depth respectively. If deeper would cause longer draught period and hence will damage peat physical character. That's why utilization of peat by swamp reclamation should be confined for peat with saprik decomposition degree. While for hemik and fibrik degree, according to a maximum limit of the decrease of water surface, can only be used for paddy. But considering both types of peat are generally peat in (> 3 meters) and very low productivity, to sustain it as a conservation area is highly appreciated.
The result of the test in the field show that model is good enough, when it is already fit with the normal cultivation pattern and schedule which implemented by the local farmer for over 10 years with agood farm productivity.
The result of the investigation conclude, implementing prediction model of peat hydrological attitude with a peat water retention approach on water can prove that there are influence of peat reclamation on the peat physical character. So that the reclamation fit with the environmental carrying capacity and density. Then this model can be used as one of the alternatives policy in utilizing peat land from the environment aspect.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghiffary Rafif Akmal Tursilo
"

Perubahan tutupan lahan merupakan suatu permasalahan yang terjadi secara global dan tak terkecuali pada wilayah Asia Tenggara. Perubahan tutupan lahan yang terjadi pada wilayah Asia Tenggara ini terjadi sangat pesat dalam beberapa dekade terakhir tanpa terkecuali pada wilayah Sub DAS Batang Tembesi. Perubahan yang terjadi pada sub DAS Batang Tembesi ini terjadi pada tutupan lahan hutan yang dialih fungsikan menjadi tutupan lahan jenis lain. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik hydrologic response unit dan pengaruh perubahan penutup lahan terhadap karakteristik hidrologi di sub-das Batang Tembesi. Penelitian ini menggunakan model hidrologi SWAT+ (Soil and Water Assessment Tool+) berdasarkan perubahan penutup lahan untuk mendapatkan pola spasial dan temporal dari HRU dan karakteristik hidrologi sub-das Batang Tembesi. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah pada kurun waktu 2013 – 2020 terjadi pola perubahan HRU dan karakteristik hidrologi akibat dari berubahnya tutupan lahan di sub-DAS Batang Tembesi. Berubahnya penutup lahan pada sub-das Batang Tembesi berpengaruh terhadap pola spasial dan temporal HRU dan juga berpengaruh terhadap berubahnya karakteristik hidrologi di sub-das Batang Tembesi.


Land cover change is a problem that occurs globally and is no exception in the Southeast Asia region. Land cover changes that have occurred in the Southeast Asia region have occurred very rapidly in the last few decades, including in the Batang Tembesi sub-watershed area. The changes that occurred in the Batang Tembesi sub-watershed occurred in forest land cover which was converted into other types of land cover. This research aims to analyze the characteristics of the hydrologic response unit and the influence of changes in land cover on the hydrological characteristics of the Batang Tembesi sub-basin. This research uses the SWAT+ (Soil and Water Assessment Tool+) hydrological model based on land cover changes to obtain spatial and temporal patterns of HRU and hydrological characteristics of the Batang Tembesi sub-watershed. The results obtained in this research are that in the period 2013 - 2020 there was a pattern of changes in HRU and hydrological characteristics as a result of changes in land cover in the Batang Tembesi sub-watershed. Changes in land cover in the Batang Tembesi sub-basin affect the spatial and temporal patterns of HRU and also influence changes in hydrological characteristics in the Batang Tembesi sub-watershed.

 

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wilson, E.M.
Bandung: Institut Teknologi Bandung, 1990
620.416 2 WIL h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Harto
Yogyakarta: Keluarga Mahasiswa Teknik Sipil Universitas Gadjah Mada, 1983
551.48 SRI m (2)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Erlangga, 1986
551.48 Lin h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Seyhan, Ersin
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press , 1993
551.48 SEY d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Seyhan, Ersin
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press , 1990
551.48 SEY d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>