Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 111978 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hariyono
"Di era reformasi usaha mengganti tatanan politik yang otoritarian dengan yang demokratis semakin semarak. i'untutan yang menyolok dalam usaha membangun tatanan yang demokratis adalah mengtrrangi peranan pemerintah (terutama pemerintah pusat) serta menghapuskan keterlibatan TNT di luar bidang pertahanan dan keamanan. Pelbagai tuntutan tersebut akan dapat berjalan secara arif dan elegan bila proses civil society dalarn membangun masa depan bangsa juga berpijak pada realitas yang dihadapi oleh bangsa dan negara Indonesia serta latar belakang sejarahnya. Maksudnya, timbulnya pemerintahan yang otoriter serta keterlibatan militer di luar bidang pertahanan dan keamanan tidak terjadi secara tiba-tiba melainkan melalui proses sejarah yang panjang dan kompleks. Salah satu sarana munculnya pemerintahan yang otoriter _terutama keterlibatan militer_dapat dilihat dari sejarah penerapan keadaan bahaya di masa lampau. Menurut Sundhaussen (1988: 270) peran militer Indonesia, terutama peran AD dalam pelbagai bidang di luar pertahanan sulit dipahami jika tidak dikailkan dengan penerapan keadaan darurat di tahun 1957. Hal tersebut tidak salah namun dapat menyesatkan karena sebenarnya keadaan darurat telah lama dilakukan oleh pemerintah kolonial"
2004
D1853
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hariyono
"ABSTRAK
Di era reformasi usaha mengganti tatanan politik yang otoritarian dengan yang demokratis semakin semarak. i'untutan yang menyolok dalam usaha membangun tatanan yang demokratis adalah mengtrrangi peranan pemerintah (terutama pemerintah pusat) serta menghapuskan keterlibatan TNT di luar bidang pertahanan dan keamanan. Pelbagai tuntutan tersebut akan dapat berjalan secara arif dan elegan bila proses civil society dalarn membangun masa depan bangsa juga berpijak pada realitas yang dihadapi oleh bangsa dan negara Indonesia serta latar belakang sejarahnya. Maksudnya, timbulnya pemerintahan yang otoriter serta keterlibatan militer di luar bidang pertahanan dan keamanan tidak terjadi secara tiba-tiba melainkan melalui proses sejarah yang panjang dan kompleks. Salah satu sarana munculnya pemerintahan yang otoriter _terutama keterlibatan militer_dapat dilihat dari sejarah penerapan keadaan bahaya di masa lampau. Menurut Sundhaussen (1988: 270) peran militer Indonesia, terutama peran AD dalam pelbagai bidang di luar pertahanan sulit dipahami jika tidak dikailkan dengan penerapan keadaan darurat di tahun 1957. Hal tersebut tidak salah namun dapat menyesatkan karena sebenarnya keadaan darurat telah lama dilakukan oleh pemerintah kolonial"
2004
D493
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarif Thoyib
"ABSTRAK
Suasana revolusi kemerdekaan 1945-1949 cukup efektif dalam proses pembentukan suatu etos pejuang di kalangan Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada saat itu. Dalam suasana kepejuangan tersebut, relatif tidak memungkinkan bagi tumbuhnya suatu dikhotomi yang secara tegas membagi fungsi militer dan nonmiliter. Yang ada justru kekaburan fungsi di antara keduanya, sehingga TNI sejak lahirnya sudah terbiasa dengan kancah kehidupan di mana fungsi hankam dan fungsi kekuatan sosial-politik berpadu sekaligus.
Tetapi selepas perang kemerdekaan itu selesai, pengalaman berharga kalangan TNI selama perang kemerdekaan tersebut tidak bisa dijadikan sebagai sumber legitimasi baginya untuk terjun dalam bidang politik seterusnya. Keinginan dari para politisi sipil untuk menegakkan secara tegas sistem demokrasi liberal bagi negara Indonesia (sejak RIS pada 1949) membawa akibat terhadap kebijaksa_naan ketentaraan yang ada. Hal ini berarti hilangnya kesempatan bagi TNI untuk terjun dalam kancah politik, sebab sistem Liberal menghendaki adanya suatu supremasi sipil atas militer, di mana kedudukan militer tidak lebih hanyalah sebagai alat negara. Kondisi demikian meskipun menimbulkan rasa ketidakpuasan bagi sebagian kalangan TNI, tetapi banyak pula didukung oleh sebagian para perwiranya, terutama yang berasal dari unsur KNIL.
Dalam realisasinya, sistem tersebut di atas tidak berjalan seacara mulus. Konflik antar perwira militer dengan kalangan politisi sipil (partai-partai politik) sering muncul ke permukaan. Rasa kecurigaan di antara keduanya sering menjadi penyebab konflik-konflik tersebut, di mana manuver-manuver politik yang sering dilakukan oleh kalangan politisi sipil dianggap sebagai intervensi yang melewati batas hak istimewa dan wewenang intern militer. Tekanan-tekanan yang dianggap merugikan TNI tersebut ternyata semakin menumbuhkan semangat korps di antara mereka, termasuk para perwira yang sebelumnya menerima sistem supremasi sipil. Keberanian dari kalangan TNI untuk mulai mengutarakan kepentingan dan keinginan politiknya mulai muncul perlahan ke permukaan.
Sementara itu di kalangan intern politisi sipil sendiri justru semakin terjebak dalam polarisasi yang tajam. Dengan membawa ideologi partainya masing-masing, mereka bersaing keras dan saling bertikai dalam upayanya menancapkan pengaruh dalam kehidupan kenegaraan. Pemerin_tahan tidak pernah bertahan lama dan terus berganti-ganti, sehingga penyelenggaraan roda pemerintahan tidak berjalan efektif dan menuju kepada krisis. Dampak akhirnya adalah timbulnya krisis legitimasi bagi pemerintahan partai_-partai itu sendiri. Hal ini mengakibatkan di beberapa daerah wilayah Indonesia, muncul ungkapan-ungkapan ketidakpuasan yang menjurus kepada regionalisme untuk memisahkan diri dari pemerintahan pusat.
Dalam suasana yang semakin khaos, dimana eksistensi negara Republik Indonesia sedang dipertaruhkan inilah akhirnya muncul kebijakan untuk mempermaklumkan keadaan darurat perang bagi seluruh wilayah RI pada tahun 1957. Momentum inilah yang menjadi peluang bagi militer untuk mulai menancapkan diri terjun dalam bidang politik. Undang-undang Keadaan Darurat (Bahaya) telah menjadi semacam charta politik yang memberikan legitimasi bagi TNI untuk terjun mengemban fungsi kekuatan hankam dan sosial politik sekaligus. Selama berlangsungnya rasa keadaan darurat perang tersebut (1957-1563), TNI telah berhasil memanfaatkan kesempatan sehingga tercipta basis-basis yang kuat, yang nemungkinkan kesinambungannya untuk tetap berdwifungsi dalam sistem kenegaraan Republik Indonesia hingga saat ini.

"
1990
S12664
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lukas Luwarso
"Controversy on the bill on emergency law in Indonesia"
Jakarta: ELSAM , 2001
320.959 8 LUK n
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 2005
TA5964
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dewo Baskoro
"ABSTRAK
Indonesia merupakan negara yang rawan akan keadaan bahaya. Untuk itu, perangkat hukum yang ada haruslah memadai agar dapat mengatasi keadaan bahaya tersebut. Namun, kewenangan yang diberikan kepada Pemegang Kekuasaan Eksekutif pada saat negara berada di dalam keadaan bahaya seringkali diiringi dengan kesewenang-wenangan. Skripsi ini akan menjabarkan dan meninjau kembali kewenangan-kewenangan yang diberikan kepada Pemegang Kekuasaan Eksekutif dalam rangka mengatasi keadaan bahaya dari masa ke masa dan mengklasifikasi teori keadaan bahaya yang dianut dari masing-masing masa pengaturan tersebut. Penelitian ini juga akan membandingkan pengaturan konstitusi di Indonesia terkait Keadaan Bahaya dengan konstitusi di negara-negara lainnya. Akhirnya, skripsi ini menemukan bahwa Kewenangan Pemegang Kekuasaan Eksekutif terkait Keadaan Bahaya Indonesia dewasa ini mencakup bidang-bidang terkait orang, tempat, barang, kebebasan berekspresi, komunikasi, transportasi, dan perundang-undangan. Skripsi ini menyimpulkan bahwa Pengaturan Kewenangan Pemegang Kekuasaan Eksekutif di Indonesia saat ini condong kepada teori keadaan bahaya Carl Schmitt, dan pengaturan konstitusi di Indonesia sama sekali tidak mengikuti tren pengaturan negara-negara lain

ABSTRACT
Indonesia is full of state of emergency hazards. Therefore, it rsquo s law needs to be able to overcome those threats. But the given authority of the Executive in times of emergency could become a tool of abuse. This Thesis will describe and review those power in times of emergency from time to time and determine which theory of exception that it imply. This research will also compare constitutional statutes pertaining state of emergency in Indonesia with other countries. By the end of this thesis, we will be able to know the authority of the Executive of Indonesia in times of emergency which include the matter of individual freedom, places, the use and claiming of material things, freedom of expression, communication, transportation, and in regards of rules. We shall be able to conclude that the authority that are given to the Executive of Indonesia regarding state of emergency are more of a Carl Schmitt rsquo s state of exception view than the Hans Kelsen rsquo s one. This research will also show that the rule in the constitution of Indonesia pertaining state of emergency doesn rsquo t follow the current trend of rulling in many countries."
2017
S69431
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felicia Clarissa
"Dalam perjalanan menuju negara tujuan untuk mendapatkan perlindungan, pencari suaka seringkali melakukan perjalanan melalui laut dengan menggunakan kapal yang tidak laik laut dan seringkali pula dilakukan dengan bantuan kelompok penyelundup migran. Perjalanan yang berbahaya ini mengakibatkan banyaknya kapal pencari suaka yang mengalami kecelakaan di laut sehingga para pencari suaka seringkali berada dalam keadaan bahaya di laut. Hukum internasional mewajibkan negara untuk melakukan SAR untuk menyelamatkan setiap orang yang berada dalam keadaan bahaya di laut, termasuk pencari suaka. Ketentuan SAR secara khusus diatur dalam International Convention on Maritime Search and Rescue. Pelaksanaan upaya SAR bagi pencari suaka terkait pula penentuan place of safety, prinsip non-refoulement dan tindak pidana penyelundupan migran.

The journey to the destination country to seek protection, asylum-seekers frequently take the journey through sea by sea unworthy boats and they are seldom helped by migrant smugglers. This dangerous journey has caused a lot of asylum-seekers faced accident at sea and made them in distress at sea. International law obliges states to do SAR operation to save every person who is in distress at sea, including asylum-seekers. The special provisions related to SAR are consisted in International Convention on Maritime Search and Rescue. SAR operation to save asylum-seekers also related to the determination of place of safety, non-refoulement principle and migrant smuggling.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S53471
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Pada masyarakat. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1982
R 016.5 KEA II (1)
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, 1986
323.459 8 LAP
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Depkes. RI, 2003
992.2 IND k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>