Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 192308 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fadi Setiawan
"Material baja G10180 umum digunakan sebagai sampel kupon untuk memonitor proses korosi baja karbon. Pada berbagai literatur menyebutkan bahwa laju korosi baja karbon dalam larutan natrium klorida akan mencapai nilai maksimum pada konsentrasi NaCl sekitar 3,5% berat. Evaluasi laju korosi material G10180 dilakukan dengan menggunakan metode analisa Tafel untuk lingkungan air tawar, NaCl 1%, 2%, 3%, 3,5% dan 4% berat, serta laju korosi yang didapat akan dibandingkan dengan laju korosi baja API 5L Grade-B.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa dalam lingkungan NaCl pada sistem terbuka dengan temperatur 27_C dan tekanan 1 atm, proses korosi baja G10180 lebih dipengaruhi aktivitas reaksi anodik daripada reaksi katodiknya. Jika dibandingkan dengan baja API 5L Grade-B, laju korosi baja G10180 yang didapatkan dari pengujian ini hampir sebesar 2,5 kali dari nilai laju korosi baja API 5L Grade-B.

G10180 steels commonly used as corrosion coupon for carbon steel monitoring process. In many literature stated that carbon steel corrosion rate in sodium chloride solution will reach maximum value around 3%wt NaCl. G10180 corrosion rate evaluation done by using Tafel analysis method in tap water, 1%, 2%, 3%, 3.5% and 4%wt. NaCl solution, and also will be compared with API 5L Grade-B corrosion rate.
The results showed that in open system NaCl solution with 1 atm and 27_C, G10180 corrosion process determined by its anodic reaction activity compared to its cathodic reaction. If compared with the API 5L Grade-B steel, the G10180 corrosion rate almost 2.5 times larger than API 5L.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
T41216
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fadi Setiawan
"Material baja G10180 umum digunakan sebagai sampel kupon untuk memonitor proses korosi baja karbon. Pada berbagai literatur menyebutkan bahwa laju korosi baja karbon dalam larutan natrium klorida akan mencapai nilai maksimum pada konsentrasi NaCl sekitar 3,5% berat
Evaluasi laju korosi material G10180 dilakukan dengan menggunakan metode analisa Tafel untuk lingkungan air tawar, NaCl 1%, 2%, 3%, 3,5% dan 4% berat, serta laju korosi yang didapat akan dibandingkan dengan laju korosi baja API 5L Grade-B.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa dalam lingkungan NaCl pada sistem terbuka dengan temperatur 27°C dan tekanan 1 atm, proses korosi baja G10180 lebih dipengaruhi aktivitas reaksi anodik daripada reaksi katodiknya. Jika dibandingkan dengan baja API 5L Grade-B, laju korosi baja G10180 yang didapatkan dari pengujian ini hampir sebesar 2,5 kali dari nilai laju korosi baja API 5L Grade-B.

GI0180 steels commonly used as corrosion coupon for carbon steel monjtoring process. In many literature stated that carbon Steel corrosion rate in sodium chioride solution will reach maximum value around 3%wt NaCl
G10180 corrosion rate evaluation done by using Tafel analysis method in tap water, 1%, 2%, 3%, 3.5% and 4%wt NaCl solution, and also will be compared with API 5L Grade-B corrosion rate.
The results showed that in open system NaCl solution with 1 atm and 27°C, G10180 corrosion process determined by its anodic reaction activity compared to its cathodic reaction. If compared with the API 5L Grade-B Steel, the G10180 corrosion rate almost 2.5 times larger than API 5L.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
T25928
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Supriyadi
"Pipa penyalur minyak umumnya menggunakan material baja karbon. Salah satu masalah besar dalam penggunaan material tersebut yang berkaitan dengan korosi dan biasanya terjadi kebocoran adalah akibat adanya pengaruh konsentrasi ion klorida yang terlarut dalam media air sehingga lingkungan bersifat korosif (asam). Oleh karena itu sebagai upaya untuk mengatasi masalah tersebut perlu diketahui besaran laju korosi material baja karbon tersebut.
Dalam penelitian ini dilakukan perbandingan antara laju korosi yang diperoleh dari metode pengujian linear polarisasi resistance dan pengukuran metal loss dengan peralatan ultrasonic thickness meter. Output dari kedua metode tersebut selanjutnya diperoleh hubungan laju korosi melalui analysis of variance dengan menggunakan software.
Studi pengaruh kadar klorida dilakukan untuk mengetahui korosi internal pipa baja karbon API 5L Grade B yang digunakan sebagai pipa penyalur minyak di lapangan. Metode pengujian polarisasi resistance dilakukan dalam media larutan air formasi NaCl 1%, 2% dan 3.5%. Laju korosi internal pipa baja karbon API 5L Grade B cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi klorida dalam media larutan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pipa baja karbon API 5L Grade B memiliki ketahanan korosi yang cukup pada fluida dengan konsentrasi klorida 1%, 2% dan 3.5%.

Oil pipeline is commonly used carbon steel. One of the big caused on using that material which related to corrosion problem and usually there is such as leakage due to effect of ion chloride concentration in water that causes corrosive environment (acid). In order to overcome this problem is necessarily to know corrosion rate of this steel.
In this study, output comparison of corrosion rate measurement methods are resistance polarization and metal loss measurement with ultrasonic. Correlation factor between both methods of corrosion rate measurement will achieved by analysis of variance from software.
The aim of this research is to study effect chloride level to internal corrosion carbon steel API 5L Grade B and carbon steel that used as oil pipeline in the field. A method used for corrosion testing is resistance polarization which was used formation water solution with NaCl 1%, 2% and 3.5%. The corrosion rate for carbon steel API 5L Grade B tend to increase accompanied with more chloride content in the medium, respectively. This research also explain that carbon steel API 5L Grade B have corrosion resistance fairly to fluid with chloride content 1%, 2% and 3.5%.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T35265
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yekti Ikhtiarie
"Oksigen terlarut adalah volume oksigen yang terkandung dalam air, yang mempunyai variasi konsentrasi yang besar. Oksigen terlarut dapat menyebabkan korosi. Kelimpahan oksigen terlarut dalam air tergantung pada temperatur, salinitas, tekanan, pH dan lain-lain. Salinitas adalah total berat padatan garam yang terlarut dalam 1000. Salinitas termasuk mempunyai dampak yang besar dalam korosi oksigen. Konsentrasi oksigen berperan penting dalam difusi oksigen yang transportasi massa ke permukaan besi sehingga menghasilkan limiting current density (iL). Nilai 1L sama dengan dengan rapat arus korosi sehingga dilakukan perhitungan laju korosi.
Penambahan konsentrasi NaCl sebesar 0%, 1%, 2%, 3%, 3.5%, dan 4 % berat NaCl mendesak konsentrasi oksigen terlarut sehingga berkurangnya konsentrasi oksigen dalam air. Penambahan konsentrasi NaCl mempengaruhi peningkatan konduktifitas. NaCl terurai ion Na+ dan ion Cl' yang merupakan elektrolit-elektrolit ikut meningkatkan nilai h., maka mempercepat laju korosi pada baja karbon G10180 (0,2%C-0,8%Mn-0,06%P-0,012%Mo)
Pada pengujian kelarutan oksigen dilakukan perlakuan aerasi selama 3 jam dan diukur dengan pengukuran DO-meter, pengujian konduktifitas larutan dengan menggunakan resistence tester, dan pengujian polarisasi potensiodimanik yang digunakan untuk mengamati korosi oksigen dalam larutan variasi larutan NaCl dengan baja karbon UNS G10180. Laju korosi mencapai nilai maksimum pada baja karbon dalam larutan konsentrasi NaCl 4 %.

Dissolved oxygen (DO) refers to the volume of oxygen that is contained in water, which has a large concentration variations can cause corrosion. Dissolved oxygen in water depends on temperature, salinity, pressure, pH and others- Salinity is defined as the total weight of solid in 1000 g of water. Salinity have any major impact on oxygen corrosion. Concentration of oxygen plays an important role on oxygen diffusion which can mass transport to surface iron and produce limiting current density (II). IL is equal as value current density on corrosion rate calculation.
The addition concentration of NaCI is 0%, 1%, 2%, 3%, 3.5%, and 4% weight of NaCI force dissolved oxygen which reduced in the water. The addition of NaCI increased influence conductivity. NaCI dissociate into Na + ionic and CF ionic which is the electrolytes participate to increase the value of II, the corrosion rate on the carbon Steel G10180 (0,2%C-0,8%Mn-0,06%P-0,012%Mo)
Oxygen solubility test conducted aeration cell treatment for 3 hours and measured with DO-meter measurement, the test conductivity solution using resistence tester, and test potensiodimanic polarization that is used to observe oxygen corrosion in NaCI solution as solvents variation of carbon steel. Corrosion rate reaches the maximum value on the carbon steel in NaCI solution concentration 4%.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
T25959
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ananias Wirasky Zendrato
"Pengelasan sebagai salah satu metode fabrikasi pada industri minyak dan gas tidak selalu menghasilkan kualitas hasil lasan yang baik. Adanya cacat pada hasil lasan menyebabkan hasil lasan reject sehingga material perlu untuk diperbaharui. Alternatif lain yang dapat dilakukan adalah melakukan perbaikan pengelasan dengan cara mengekskavasi hasil lasan yang terdapat cacat. Akan tetapi proses ini berpengaruh terhadap sifat mekanik dan struktur mikro akibat adanya masukan panas. Dengan API 5L Grade B sebagai material uji, penelitian menggunakan metode pengelasan manual (SMAW) dan dilakukan pengujian pada tiga sampel pipa hasil lasan yaitu sebelum pengelasan (BR), repair 1 (R1), dan repair 2 (R2), dan dibandingkan sifat mekanik dan struktur mikronya. Hasil pengujian struktur mikro pada menunjukan terjadinya perbesaran ukuran butir dengan bertambahnya proses perbaikan. Terbentuknya fasa acicular ferrite pada weld metal dan HAZ meningkatkan sifat mekanik pada sampel R1. Berdasarkan hasil pengujian tarik didapatkan bahwa proses perbaikan sebanyak dua kali masih memenuhi standar pengujian tarik, dengan nilai kekuatan tarik maksimum tertinggi dihasilkan oleh R1 sebesar 531 MPa dan mengalami penurunan pada R2 menjadi 518 MPa. Hasil pengujian kekerasan menunjukan bahwa semakin banyak proses perbaikan maka nilai kekerasan akan semakin menurun akibat masukan panas yang semakin tinggi, tetapi distribusi kekerasan lebih merata. Perbaikan pengelasan menyebabkan terjadi penurunan ketangguhan pada R2 akibat menurunnya kadar acicular ferrite dan perbesaran butir.

Welding, one of the fabrication methods in the oil and gas industry, does not always produce good quality welds. The existence of defects causes the weld to get rejected, and the need for material renewal. Welding repair, which is to excavate the welds containing defects, can be done as alternative. However, existence of heat input used in welding repair process may alter the mechanical properties and microstructure of the material. Using API 5L Grade B as base material, research which used the SMAW welding method, and testing was done on three samples of welded pipes, named before repair (BR), repair 1 (R1), and repair 2 (R2), and compared their mechanical properties and microstructure. The microstructure tests showed an increase in the grain size along with an increase in the number of repairs. The formation of the acicular ferrite phase on the weld metal and HAZ increased the mechanical properties of the R1 sample. The tensile test results showed that the double repair process still meet the tensile test standards, with the highest tensile strength value was made by R1 of 531 MPa and decreasing at R2 to 518 MPa. The hardness tests show that increasing the number of repair processes decreases hardness properties due to the higher heat input, but with more even hardness distribution. All in all, welding repair causes a decrease in the toughness of the weld metal due to a decrease in acicular ferrite content and grain growth."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miska Rahmaniati
"Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh waktu terhadap korosi mikrobiologi yang diaplikasikan pada material baja karbon API 5L grade B. Media lingkungan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air formasi yang berasal dari sistem injeksi salah satu perusahaan minyak dan gas di Indonesia. Air formasi itu sendiri adalah produk buangan yang berasal dari proses pengolahan minyak dan gas yang kemudian diinjeksikan kembali ke dalam tanah melalui sumur yang tidak lagi aktif berproduksi. Penelitian dilakukan melalui metode uji celup korosi dengan lima periode waktu yang berbeda yaitu 3, 6, 9, 12, dan 15 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu memiliki pengaruh terhadap korosi mikrobiologi yang terjadi. Laju korosi yang dihitung dengan metode kehilangan berat menunjukkan nilai yang terus mengalami penurunan dengan adanya pertambahan waktu dimana periode waktu tiga hari memiliki laju korosi terbesar yaitu 5.080 mpy dan laju korosi terkecil terjadi pada periode pencelupan selama lima belas hari dengan nilai sebesar 1.874 mpy. Fenomena ini memiliki kesesuaian dengan jumlah koloni bakteri yang juga mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya waktu dengan jumlah koloni terbesar pada periode pencelupan selama tiga hari yaitu sebesar 329000 cfu dan terus menurun hingga mencapai titik terkecilnya pada periode uji selama lima belas hari yaitu sebanyak 61000 cfu. Berdasarkan pengamatan terhadap morfologi kerusakan, penelitian ini menunjukkan adanya korosi seragam dengan adanya pembentukan tubercle yang disebabkan oleh bakteri aerob dan korosi sumuran yang disebabkan oleh bakteri pereduksi sulfat.

The purpose of this research is to study the effect of time to microbiology influenced corrosion which applied to API 5L grade B carbon steel. Medium which used in this research is produced water disposal from one of oil and gas company?s water well injection system in Indonesia. Produced water disposal itself is by-product from oil and gas processing which re-injected to the earth through injection well which is no longer active in production. The research was conducted using immersion corrosion test method in five different time period i.e. 3, 6, 9, 12, and 15 days. Result of this research shows that time really has an effect to microbiology influenced corrosion which occured when the test conducted. Corrosion rate which counted using weight loss method shows gradually decreasing value to the increasing time period where three days period of immersing specimen has the highest corrosion rate in the amount of 5.080 mpy and fifteen days period has the lowest corrosion rate with the amount of 1.874 mpy. This phenomenon has consistency to the colony form unit which reduced to the increasing time which the most number of colonies is in three days period as many as 329000 cfu and gradually decrease to its fewest number of colonies in fifteen days period which has 61000 cfu. Based on specimen?s failure morphology, this research shows the developing corrosion is uniform corrosion through the establishment of tubercle which caused by aerobic bacteria and pitting corrosion which caused by sulfate reducing bacteria (SRB)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S894
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Aziz Octoviawan
"Pengaruh laju aliran pada laju korosi baja API 5L X-52 pada kondisi lingkungan NaCl 3.5% yang mengandung gas CO2 telah diteliti dengan variasi putaran 0-3000 RPM menggunakan metode polarisasi. Dari hasil penelitian didapatkan laju korosi baja API 5L X-52 berkisar pada 60 s/d 240 mpy. Hasil tersebut dibandingkan dengan kondisi teraerasi dan didapatkan bahwa laju aliran tidak terlalu signifikan dalam menaikkan laju korosi dari baja API 5l X-52 pada kondisi adanya gas CO2 terlarut akibat adanya lapisan protektif berupa FeCO3 yang menghambat proses korosi sehingga hal ini juga membuat transport massa tidak terlalu punya pengaruh signifikan terhadap proses.

Effect of flow rate for corrosion rate API 5L X-52 steel in NaCl 3.5% which containing CO2 gas has been studied with rotating speed 0-3000 RPM using polarization method. The result found corrosion rate API 5L X-52 steel is 60 - 240 mpy. This result compare with environment with aeration and found that flow rate insensitive for corrosion rate API 5L X-52 steel in environment with dissolve CO2 gas because of existence protective film FeCO3 which inhibit corrosion process. This protective film also contributes for mass transport has not significant effect for corrosion process."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43500
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Amaniah Al Hayat
"Peningkatan kebutuhan bahan penghambat korosi yang aman dan ramah lingkungan menjadi perhatian utama, terutama dalam industri berbasis baja karbon rendah. Salah satu penyebab utama kerusakan pada material ini adalah korosi yang dipercepat oleh penggunaan larutan asam seperti H2SO4. Salah satu cara untuk mengurangi laju korosi dari material adalah dengan menambahkan inhibitor organik dari ekstrak tumbuhan yang mengandung senyawa bioaktif. Pada penelitian ini, dilakukan penambahan variasi konsentrasi inhibitor dari ekstrak akar pepaya (Carica papaya L.) dengan melarutkan ke dalam larutan 1M asam sulfat (H2SO4), dimana asam sulfat merupakan senyawa yang digunakan untuk acid pickling pada baja. Dilakukan uji Optical Emission Spectroscopy (OES) untuk mengetahui komposisi kimia dari material uji sesuai dengan spesifikasi material API 5L dan uji Fourier Transform Infra Red (FTIR) untuk mengetahui senyawa yang terkandung dalam ekstrak akar pepaya yang akan digunakan sebagai inhibitor pada baja karbon rendah API 5L grade B. Dilakukan juga pengujian Linear polarisasi untuk mengetahui efisiensi laju korosi pada penambahan variasi ekstrak inhibitor akar pepaya. Kemudian, dilakukan pengujian Electrochemical impedance spectroscopy (EIS) untuk menginterpretasikan sistem variasi konsentrasi inhibitor akar pepaya pada rangkaian listrik. Hasil pengujian menunjukkan bahwa material uji sesuai dengan spesifikasi API 5L grade B, ekstrak akar pepaya mengandung senyawa bio aktif flavonoid, saponin, alkaloid, dan tanin yang terbukti menurunkan laju korosi dengan variasi konsentrasi dari 4 ml sampai 20 ml terbukti menurunkan laju korosi dari 1,172 mm/year menjadi 0,074 mm/year dengan efisiensi maksimum 93,68% pada konsentrasi 20 ml.

The increasing need for safe and environmentally friendly corrosion inhibiting materials is a major concern, especially in low carbon steel-based industries. One of the main causes of damage to these materials is accelerated corrosion by the use of acidic solutions such as H2SO4. One way to reduce the corrosion rate of the material is to add organic inhibitors from plant extracts containing bioactive compounds. In this study, the addition of various concentrations of inhibitors from Akar Pepaya extract (Carica papaya L.) was carried out by dissolving it in 1M sulfuric acid (H2SO4) solution, where sulfuric acid is a compound used for acid pickling on steel. Optical Emission Spectroscopy (OES) test was conducted to determine the chemical composition of the test material in accordance with API 5L material specifications and Fourier Transform Infra Red (FTIR) test to determine the compounds contained in Akar Pepaya extract which will be used as an inhibitor on API 5L grade B low carbon steel. Linear polarization testing was also carried out to determine the efficiency of the corrosion rate in the addition of akar pepaya inhibitor extract variations. Then, Electrochemical impedance spectroscopy (EIS) testing was carried out to interpret the system of variations in Akar Pepaya inhibitor concentration in electrical circuits. The test results show that the test material is in accordance with API 5L grade B specifications, Akar Pepaya extract contains bioactive compounds flavonoids, saponins, alkaloids, and tannins which are proven to reduce the corrosion rate with a concentration variation from 4 ml to 20 ml which is proven to reduce the corrosion rate from 1,172 mm/year to 0,074 mm/year with a maximum efficiency of 93,68% at a concentration of 20 ml."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yekti Ikhtiarie
"Perkembangan ilmu dan teknologi material dewasa ini memacu dikembangkan material dengan karakter sesuai yang diharapkan antara lain ulet, keras, tahan korosi, tahan panas, ringan dan lain sebagainya. Aluminium salah satu material yang menarik perhatian untuk dikaji karena dapat membentuk anodic porous alumina yang memiliki sifat khas yaitu keteraturan strukturnya yang terbentuk. Anodic porous alumina sangat banyak digunakan baik dalam sektor yang sederhana dan inovatif. Teknologi yang saat ini sangat penting untuk pembuatan anodic porous alumina adalah proses anodizing. Sifat dan struktur aluminum oksida tersebut sangat dipengaruhi oleh beberapa variabel proses anodisasi seperti waktu anodisasi, jenis dan konsentrasi larutan elektrolit, tegangan dan rapat arus, serta temperatur. Pembentukan anodic porous alumina dari aluminium foil dilakukan dengan metoda anodisasi sederhana. Proses anodisasi dilakukan dalam larutan elektrolit asam asetat 0,2 M dengan waktu anodisasi 30 menit yang dilakukan dengan pada temperatur 4 _C, 22 _C dan 40 _C dan tegangan 10 V, 40 V, 70 V, 90 V dan 120 V. Pengamatan ukuran diameter pori dilakukan dengan alat measuring microscope sedangkan pengukuran ketebalan oksida dilakukan dengan alat SEM. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ukuran diameter pori aluminium oksida yang terbentuk dan ketebalan lapisan oksida pada aluminium akan meningkat seiring dengan peningkatan temperatur dan tegangan anodisasi. Rata-rata ukuran diameter pori yang terbentuk minimal terjadi pada temperatur 4 _C dan tegangan 10 volt yaitu 269,4 _m dan rata-rata ukuran diameter pori maksimal yang terbentuk terjadi pada temperatur 22 _C dan tegangan 90 V. Rata-rata ketebalan lapisan oksida minimal terjadi pada temperatur 4 _C dan tegangan 10 volt yaitu 0,38797 _m dan rata-rata ketebalan lapisan oksida maksimal terjadi pada temperatur 40 _C dan tegangan 90 volt yaitu 16,83 _m."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
T41217
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Chumairah Desiana
"Bahan baku baja selama ini kebanyakan berasal dari bijih besi hematit. Tidak adanya bahan baku bijih besi ini di Indonesia mendorong perusahaan besi baja untuk membuat baja dari mineral laterit yang tersebar di Indonesia dengan kandungan Fe cukup tinggi sekitar 50%. Baja laterit masih diproduksi terbatas dan belum banyak diaplikasikan. Salah satu contoh aplikasi baja laterit adalah sebagai material jembatan TEKSAS diatas Danau Mahoni, Universitas Indonesia. Karena terpapar secara langsung pada lingkungan, maka ketahanan korosi baja laterit perlu diketahui. Pada kondisi aplikasi ini baja laterit mungkin terbasahi air danau, dan faktor lingkungan seperti temperatur dapat mempengaruhi ketahanan korosi baja laterit.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh temperatur terhadap laju korosi baja karbon dari bijih besi hematit dan baja laterit pada lingkungan air danau FTUI. Perbedaan mendasar baja laterit dan baja karbon adalah adanya elemen tambahan Ni dan Cr pada baja laterit yang menggolongkan baja laterit sebagai baja paduan rendah (low alloy steel) dan dapat mempengaruhi ketahan korosi dari baja. Pengujian laju korosi menggunakan metode weight loss dimana kedua jenis baja direndam dalam air danau selama 1, 2, 3, 4 dan 5 hari dengan 3 variasi temperatur, yaitu temperatur ruang, 50°C dan 70°C.
Dalam penelitian ini disimpulkan laju korosi baja karbon cenderung menurun 13% dan baja laterit cenderung konstan seiring dengan bertambahnya waktu pada temperatur ruang dan cenderung menurun sekitar 12% pada baja karbon dan 17% pada baja laterit dengan bertambahnya waktu pada temperatur 50°C dan pada 70°C laju korosi cenderung menurun 9% untuk baja karbon dan 20% untuk baja laterit. Laju korosi baja karbon dan baja laterit meningkat dengan bertambahnya temperatur. Pada baja karbon laju korosi meningkat dari 4,4 mpy pada temperature ruang menjadi 10,3 mpy pada temperatur 50°C dan 11,5 mpy pada temperature 70°C. Pada baja laterit laju korosi juga meningkat dari 3,58 mpy pada temperature ruang menjadi 9,09 mpy pada temperatur 50°C dan meningkat lagi menjadi 11,5 mpy pada temperatur 70°C. Laju korosi baja laterit mempunyai ketahanan korosi yang lebih baik dari baja karbon karena pengaruh elemen paduan yang terkandung dalam baja laterit.

Most of steel are produced from hematite iron ore. The scarcity of hematite iron ore in Indonesia, encouraged iron & steel company to produced steel from laterite mineral, which has high deposit in Indonesia with high grade iron (50%Fe). Laterite steel now are produced with limited quantity. One of the application of laterite steel as material in TEKSAS bridge on Mahoni lake, University of Indonesia. Because laterite steel directly exposed to environment, corrosion resistance of laterite steel is an important factor. Laterite steel bridge may wetting with lake water and environment factor, like temperature could effect laterite steel corrosion resistant.
The objective of this research to observe the influence of temperature to corrosion rate of carbon steel from hematite iron ore and laterite steel on lake water environment. The difference between carbon steel and laterite steel, are addition of Cr and Ni on laterite steel, which classified laterite steel into low alloy steel and may effected corrosion behaviour of steel. Corrosion rate measurement are conducted by weight loss method, which both of steel immersed in lake water with time period 1, 2, 3, 4 and 5 day at room temperature, 50°C and 70°C.
The conclusion of this research was the corrosion rate of carbon steel decreased 13% and laterite steel were constant with immersion time at room temperature. But, tendency of carbon steel and laterite steel corrosion rate decreased with immersion time in temperature 50°C and 70°C. Carbon steel decrease about 12% and laterite steel 17% in temperature 50°C. Corrosion rate of carbon steel in temperature 70°C decrease 9% and laterite steel 20%. The corrosion rate of carbon steel and laterit steel increased with increasing temperature. Corrosion rate of carbon steel increase from 4,4 mpy in room temperature into 10,3 mpy in temperature 50°C and 11,5 mpy in temperature 70°C. Corrosion rate of laterite steel increase from 3,58 mpy at room temperature to 9,09 mpy at temperature 50°C and to 11,5 mpy at temperature 70°C. Laterite steel have higher corrosion resitance than carbon steel because of addition element on laterite steel.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S41763
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>