Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 181918 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shinta Ariestika
"Bisnis Wholesale khususnya dalam Jasa Jaringan sebagai salah satu pilar bisnis diharapkan mampu memberikan kontribusi pendapatan yang besar, dan mempertahankan pangsa pasar TELKOM sebagai operator penyelenggara jaringan dan jasa telekomunikasi di Indonesia. Kondisi Telekomunikasi Indonesia saat ini telah memasuki era kompetisi yang sudah tidak dapat ditawar lagi. Hal ini dapat dilihat sebagai ancaman sekaligus peluang bagi TELKOM, dimana TELKOM sebagai operator penyelenggara jaringan dan jasa telekomunikasi memebutuhkan strategi yang tepat untuk meningkatkan daya saing produk terhadap produk kompetitor. Penelitian dilakukan berdasarkan konsep manajemen stratejik dengan menggunakan metode Porter?s 5 Forces dan SWOT yang digunakan untuk memberikan gambaran tentang peluang bisnis Wholesale jasa jaringan, mengetahui posisi perusahaan, untuk kemudian menentukan strategi yang tepat agar dapat memenangkan persaingan.

Wholesale Business, spesifically network services as one of TELKOM?s business stream were expected to giving high revenue contribution to the company, and also to maintain TELKOM's market share as a network and service provider in Indonesia. Telecommunication in Indonesia have entered a competititon era, which can be seen by TELKOM as opportunity or threat. TELKOM as a network and service provider need an appropriate business strategy to win the competition among competitors. This research was doing based on strategic management concept, which will use Porter's 5 Forces and SWOT method to illustrate the opportunity of Wholesale Network service business strategy and to get positioning of company which can be used to formulating the company business strategy in winning the competition."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
T40930
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Ariestika
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
T25213
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agoes Koesrijanto
"Telekomunikasi adalah dunia bisnis yang sangat dinamis, karena tingkat persaingan yang ada sangat kompetitif. Kompetitifnya pasar telekomunikasi khususnya layanan Jasa Jaringan atau Network ini disebabkan faktor pelanggan, faktor operator,dan faktor teknologi. Untuk pasar Jasa Jaringan, Telkom sebagai market leader dalam layanan Jasa Jaringan ini dengan menguasai pangsa pasar sebesar 66%. Saat ini kontribusi layanan Metro Ethernet di Telkom posisi Juni 2010 masih sebesar 7% dengan revenue growth 328%, maka perlu dilakukan penyusunan strategi kompetisi untuk mempertahankan bisnis Wholesale Metro Ethernet, sehingga dapat memberikan kontribusi optimal dalam upaya mempertahankan posisi Telkom selaku market leader layanan Wholesale Metro Ethernet. Dari hasil analisa kompetitif layanan Wholesale Metro Ethernet Telkom dengan menggunakan model Porter 5 Forces didapatkan bahwa layanan Wholesale Metro Ethernet memiliki potensi kompetitif HIGH. Modeling dengan tools SWOT terletak pada kuadran 1 yaitu Growth Oriented Strategy. Hasil analisa Matriks IE layanan Wholesale Metro Ethernet berada pada kuadran 5 atau Stability dan diarahkan untuk ke kuadran 1 (Growth). Langkah yang harus dilakukan adalah untuk penggeseran kuadran ini adalah dengan 7 langkah strategis antara lain inovasi skema bisnis, pengembangan produk, peningkatan QoS, penyediaan alat produksi, peningkatan kerjasama, simplifikasi organisasi dan peningkatan kompetensi SDM. Balance Scorecard menjelaskan tentang framework untuk Financial point revenue bernilai 316.161 juta Rupiah atau growth peningkatan kapasitas jual sebesar 95% dan Customer Satisfaction Index 80%. Langkah kuantitatif beserta targetnya dalam suatu framework pointer nilai dan bobot ini yang selanjutnya dipakai sebagai tujuan tahunan. Strategi dan langkah ini diharapkan dapat dapat mendukung Telkom sebagai market leader layanan Wholesale Metro Ethernet.

Telecommunication is a very dynamic and very competitive business. The competitiveness of these market especially in telecommunication network, because of many factors, i.e.: customers, operators and technology. Telkom is the market leader operator in telecommunication network with stand for 66% market share. Digital leased channel based on TDM is the market leader for type of product hold 74% market share. Metro Ethernet contribute only 7% for the Telkom network revenue and have revenue growth 328%, so it is need to arrange implementation of network wholesale Metro Ethernet strategy to maintain Telkom as a market leader in telecommunication Metro Ethernet market. Modelling by use Porter 5 Forces have result for Telkom Wholesale Metro Ethernet has a HIGH competitive potential. SWOT analysis has position at Quadran 1 or at Growth Oriented Strategy. Internal & External Matrix modeling has result at Quadrant 5 or Stability, and must be move to quadran 1 Growth to reach the strategic goals. 7 Strategic activity to move this quadran are : business scheme innovation, product development, QoS improvement, infrastructure preparation, joint venture, organization simplification and human resource competence improvement. Balance Scorecard has framework for financial revenue 316.161 million rupiahs, growth of capacity 95% and Customer Satisfaction Index 80%. Strategic activities in Balance Scorecard could be used as Annual target. All of Strategic could be use by Telkom to reach the goal Telkom as a market leader in Metro Ethernet market in Indonesia."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
T27998
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gesit Hanastiti Hutami
"Bisnis TELKOM secara wholesale dijalankan untuk melayani mitra operator dalam penyediaan interkoneksi dan sewa jaringan. Bisnis sewa jaringan TELKOM menguasai lebih dari 60% market share sewa jaringan di Indonesia, dan memberikan kontribusi pendapatan terbesar untuk portofolio bisnis wholesale TELKOM. Namun sejak dikeluarkannya regulasi Kepdirjen Postel Nomor : 115/Dirjen/2008, hal ini memberikan dampak berupa penurunan tarif sewa jaringan. TELKOM menghadapi risiko bisnis berupa penurunan kinerja keuangan, akibat realisasi pendapatan tidak mencapai target.
Penelitian ini menganalisis penerapan pengendalian risiko bisnis yang dilakukan TELKOM dari sisi perencanaan. Apakah perencanaan yang dilakukan sudah mempertimbangkan risiko faktor risiko, di dalam hal ini risiko bisnis sewa jaringan akibat dampak implementasi regulasi, yang merupakan perubahan faktor eksternal yang diteliti.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perencanaan sewa jaringan belum mempertimbangkan faktor eksternal yang dimaksud, salah satunya adalah dampak regulasi regulasi yang menyebabkan penurunan tarif sewa jaringan dan pendapatan. Dari hasil simulasi Monte Carlo, target pendapatan bisnis wholesale sewa jaringan TELKOM di tahun 2010 dan 2011 memiliki risiko yang lebih besar dari sisi kapasitas yang disewa maupun dari sisi pendapatan.

TELKOM in wholesale business is run to serve the partner perators in the provision of interconnection and leased line. TELKOM leased line business has more than 60% market share leased line in Indonesia, and the largest revenue contribution to TELKOM wholesale business portfolio. However, since this regulation Kepdirjen Postel Number: 115/Dirjen/2008, this gives the impact of tariff reduction in leased line. TELKOM's business risk reduction in financial performance, due to the realization of income does not reach the target.
This study analyzes the implementation of risk control TELKOM business done in terms of planning. Is planning done already to consider the risk factors of risk, in this case the leased line business risk due to the impact of regulation implementation, which is a change in external factors studied.
The results of this study indicate that planning is not considered a network leased from external factors mentioned, one of which is the regulatory impact of regulation that causes a decrease in rental leased and revenue network. From the results of Monte Carlo simulation, the target of wholesale leased line business revenue TELKOM in 2010 and 2011 have a greater risk of side leased capacity as well as from the revenue side."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
T28348
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ninendya Meistarusti
"Laporan magang ini bertujuan untuk menganalisis strategi business-to-business (B2B) pada Divisi Wholesale Service PT Telkom Indonesia. Data diperoleh menggunakan data kualitatif dengan mewawancarai beberapa karyawan yang terlibat dalam kegiatan yang dilakukan oleh Divisi Wholesale Service dalam pencapaian target tahun 2016. Account Management berperan besar dalam pencapaian target tersebut dimana Account Management melakukan kegiatan penawaran produk kepada pelanggan dengan menggunakan strategi business-to-business. Pelanggan dari Divisi Wholesale Service adalah perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi yang menawarkan produk kepada end user. Pelanggan tersebut disebut oleh Divisi Wholesale Service dengan OLO (Other Licensed Operator), yang terdiri dari Indosat, XL, Smartfren, Smart, STI (Sampoerna Telekomunikasi Indonesia), Hutchison 3 Indonesia, Btel (Bakrie Telecom) dan BBT (Batam Bintan Telekomunikasi).

The objective of this internship report is to analyze the business-to-business strategies in the Wholesale Service Division of PT Telkom Indonesia. Data was collected using qualitative techniques along with interviewing employees whom are involved in the activities of the Wholesale Service Division which are undertaken in order to achieve their targets in 2016. The Account Management team has a big role in achieving those targets, which is why they offer new products to existing customers using business-to-business strategies. Customers of the Wholesale Service Division are telecommunication companies called OLO (Other Licensed Operator). They are; Indosat, XL, Smartfren, Smart, STI (Sampoerna Telekomunikasi Indonesia), Hutchison 3 Indonesia, Btel (Bakrie Telecom) and BBT (Batam Bintan Telekomunikasi). They all offer different products to the end users."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rieky Zainal
"TELKOM mengelola bisnis secara wholesale untuk melayani kebutuhan Other Licensed Operator (OLO) yang membutuhkan jasa interkoneksi dengan operator domestik lainnya. Salah satu jasa layanan interkoneksi yang dimiliki TELKOM adalah penyelenggaraan layanan Sambungan Langsung Internasional (SLI) berbasiskan akses clear channel dan Voice over IP (VoIP). Dalam menjalankan bisnis SLI, TELKOM dihadapai dengan adanya Grey Operator yang melakukan praktek ilegal by passing trafik incoming international tanpa melalui jalur penyelenggara jasa internasional resmi. Grey Operator tersebut memanfaatkan peralatan yang teknologinya tersedia di pasar yang dinamakan dengan SIMBOX.
Penelitian ini menganalisis pengaruh teknologi SIMBOX dalam bisnis layanan incoming (IC) internasional SLI TELKOM disertai dengan analisis pengendalian risiko bisnis dibandingkan dengan rencana kerja perusahaan ke depan dengan menggunakan pendekatan statistik dan simulasi Monte Carlo berbasiskan aplikasi Crystal Ball. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah perencanaan yang dilakukan Perusahaan sudah mempertimbangkan faktor risiko akibat dampak dari teknologi SIMBOX.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Grey Operator (SIMBOX Operator) berpengaruh terhadap kinerja layanan IC internasional SLI TELKOM. SIMBOX Detector yang dikembangkan oleh TELKOM belum optimal dalam mengantisipasi risiko SIMBOX Operator (efektifitas 34%) sehingga TELKOM diestimasikan mengalami revenue lost sebesar 16% hingga 17% dari total pendapatan IC internasional TELKOM dalam tahun 2013 dan 2014. Dari hasil output Crystal Ball, target kinerja layanan bisnis incoming internasional SLI TELKOM di tahun 2013 memiliki probabilitas risiko tidak tercapainya kinerja baik dari sisi pendapatan dan produksi karena target kinerja yang diberikan Perusahaan lebih tinggi. Selain berdampak kerugian bagi TELKOM, SIMBOX Operator ini juga mengakibatkan kerugian bagi customer dan Negara.

TELKOM manages wholesale business to serve the needs of Other Licensed Operators (OLO), which require interconnection services with other domestic carriers. One of the interconnection services owned by TELKOM is International Direct Dialing (IDD) based on clear channel access and Voice over IP (VoIP). In SLI business, TELKOM faced with the Grey Carriers which operate illegal incoming international call traffic without passing through legal international service providers. Grey operator utilizes technological tools on the market called SIMBOX.
This study analyzes the influence of SIMBOX technology in incoming international (IC) TELKOM SLI business services include analysis of business risk control compared with the company's work plan ahead by using a statistical approach and Monte Carlo simulation-Crystal Ball based applications. This study aims to determine whether the plan made by the Company are considered risk factors due to the impact of SIMBOX technology.
The results of this study indicate that The Grey Operator (SIMBOX Operator) affect the performance of the TELKOM SLI IC international services. SIMBOX Detector developed by TELKOM has not been optimal in anticipating the risk of SIMBOX Operator (effectiveness by 34%) and TELKOM had estimated revenue lost by 16% to 17% of total IC international revenue TELKOM in 2013 and 2014. The result of Crystal Ball, TELKOM SLI IC international business services target performance in 2013 has a risk probability of not achieving the target performance in terms of Company?s revenue and production because the Company granted performance targets higher. Besides the impact for TELKOM, this SIMBOX Operator also result in a loss for the customer and the State.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T35020
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feisal Ramadhan Maulana
"Pandemi COVID-19 menjadi tantangan besar bagi perekonomian global. Berbagai sektor mengalami kontraksi negatif pertumbuhan. Berbeda dengan sektor telekomunikasi yang mengalami peningkatan permintaan jaringan komunikasi dan internet yang menghasilkan kompetisi dalam memberikan pelayanan terbaik dan menjaga kepuasan pelanggannya. Termasuk PT Telekomunikasi Indonesia yang merupakan leading company industri telekomunikasi. Laporan Customer Experience Satisfaction Measurement menunjukkan perusahaan belum dapat mencapai target dalam pengelolaan kepuasan pelanggan yang diukur menggunakan Net Promoter Score (NPS), khususnya pada layanan wholesale network connectivity. Penelitian ini melakukan evaluasi terhadap model bisnis aktual perusahaan untuk peningkatan customer experience (CX) dengan melakukan transformasi digital di seluruh elemen model bisnis melalui proses wawancara kepada tiga narasumber yang berasal dari Direktorat Wholesale and Internasional Services yang bertanggung jawab dalam perumusan strategi dan kebijakan bisnis wholesale. Evaluasi model bisnis dilakukan dengan menggunakan business model canvas. Manfaat penelitian ini adalah dirumuskannya model bisnis digital baru bagi perusahaan khususnya segment wholesale yang mendukung dalam peningkatan customer experience layanan wholesale network connectivity. Evaluasi model bisnis divalidasi oleh Direktorat Wholesale and Internasional Services. Upaya peningkatan CX dilakukan melalui penyederhanaan proses-proses internal perusahaan, penawaran produk/layanan baru, kemudahan dalam delivery layanan, serta peningkatan fokus utama pada penggalian kebutuhan pelanggan. Usulan tersebut dapat dimanfaatkan perusahaan sebagai referensi dalam menyusun strategi transformasi layanan wholesale network connectivity.

The COVID-19 pandemic is a major challenge for the global economy. Various sectors experienced a negative contraction in growth. In contrast to the telecommunications sector, which experienced an increase in demand for communication networks and the internet which resulting in making competition to provide the best service and maintain customer satisfaction. Including PT Telekomunikasi Indonesia which is a leading company in the telecommunications industry. The Customer Experience (CX) Satisfaction Measurement report shows the company has not been able to achieve the target in managing customer satisfaction as measured using the Net Promoter Score, especially in wholesale network connectivity services. This study evaluates the company's actual business model to improve customer experience by carrying out digital transformation in all elements of the business model through an interview process to three sources from the Wholesale and International Services Directorate who are responsible for formulating wholesale business strategies and policies. The evaluation of the business model is carried out using the business model canvas. The benefit of this research is the formulation of a new digital business model for the company, especially the wholesale segment that supports the improvement of customer experience for wholesale network connectivity services. The evaluation of the business model was validated by the Wholesale and International Services Directorate. Efforts to improve CX are carried out through simplifying the company's internal processes, offering new products/services, facilitating service delivery, and increasing the main focus on exploring customer needs. The company can use this proposal as a reference in formulating a wholesale network connectivity service transformation strategy."
Jakarta: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wawan Setiawan
"Dengan bertambahnya jumlah pengguna internet dan penyelenggara jasa akses internet (ISP) di Indonesia membuat para penyelenggara interkoneksi internet (NAP) berlomba-lomba dalam memenuhi dan menawarkan jasa interkoneksi dan bandwidth internet internasional dengan harga yang kompetitif. ICON+ yang telah mendapatkan lisensi NAP ditahun 2008 pun tidak ketinggalan akan ambil bagian untuk meramaikan bisnis layanan NAP dan diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai sumber pendapatan baru bagi perusahaan. Kondisi persaingan yang begitu ketat akan sangat menentukan sekali dalam pemilihan strategi bersaing yang matang. Dari hasil analisis potensi kompetitif layanan NAP dengan menggunakan model Porter 5 Forces didapatkan bahwa layanan NAP IP Transit ICON+ memiliki potensi kompetitif medium dengan skala 60% dan memiliki tekanan tertinggi pada kekuatan pembeli. Sedangkan dari hasil analisis SWOT yang dilakukan terhadap layanan NAP IP Transit ICON+ didapatkan bahwa layanan tersebut berada di kuadran 1 sehingga harus didukung dengan strategi yang berorientasi tumbuh dan agresif dengan memanfaatkan kekuatan internal dan mengoptimalkan peluang yang ada. Pada tahap pemilihan strategi dari hasil analisis QSPM untuk layanan NAP ICON+ didapatkan bahwa ICON+ dapat menerapkan strategi mengembangkan produk NAP seperti IPLC (International Private Leased Circuit) dengan memanfaatkan infrastruktur jaringan fiber optik eksisting dan bekerjasama dengan potensial partner maupun konsorsium kabel laut.

With the increasing number of internet users and internet service providers (ISP) in Indonesia make the network access providers (NAP) compete to fulfill and offer interconnection services and international internet bandwidth at competitive prices. ICON+ which has got the NAP license in 2008 will also take a place in NAP service businesses in order to give contribution to the company as a new revenue generator. Competition is so tight conditions will determine the election once in a mature competitive strategy. From the analysis of potential competitive NAP service using Porter 5 Forces model results medium competitive potential value with 60 % scale and has the highest pressure at bargaining power of buyer and rivalry among competitors. While from SWOT analysis results NAP IP Transit ICON+ service in quadrant 1 and must be supported with growth and aggressive orientation strategy . The last analysis using QSPM method to choose attractive strategy is resulted that ICON+ can launch NAP product development as IPLC by utilizing the existing fiber optic network infrastructure and cooperation with potential partners as well as a submarine cable consortium."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
T31548
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nugraha Natasaputra
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh antara lingkungan bisnis dinamis, tipe strategi bisnis perusahaan, external labor flexibility, dan internal labor flexibility terhadap kinerja perusahaan. Unit analisis adalah perusahaan, yaitu perusahaan pada sektor telekomunikasi di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data primer, melalui pembagian kuesioner, teknik statistik yang digunakan adalah SEM dengan metode PLS.
Temuan penelitian menyarankan bahwa implementasi labor flexibility penting bagi perusahaan untuk berkompetisi secara lebih efisien di pasar, namun penerapan fleksibilitas ini harus sesuai dengan kebutuhan perusahaan, dan untuk kinerja yang terbaik, perusahaan dapat menerapkan kedua tipe labor flexibility dengan tetap memperioritaskan penerapan internal labor flexibility.

The purpose of this study was to analyze the influence of the dynamic business environment, the type of the company's business strategy, external labor flexibility, and internal labor flexibility on firm performance. Unit of analysis is the company, ie the company in the telecommunications sector in Indonesia. This study use primary data, through the distribution of questionnaires. Statistikal techniques used are SEM with PLS method.
The study's findings suggest that the implementation of labor flexibility is important for the company to compete more efficiently in the market, but the implementation should be fit with company's goal. Moreover, for the best firm performance, the company can implement both types of labor flexibility, however the implementation of internal labor flexibility should be prioritized.
"
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T42209
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setyardi Widodo
"Penelitian ini menganalisis exit strategy perusahaan telekomunikasi dari industri yang sedang menurun dengan mengambil studi kasus keluarnya PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) dari industri CDMA (code division multiple access). Penelitian menggunakan pendekatan post positivis dengan metode pengumpulan data campuran antara kuantitatif dan kualitatif. Penelitian ini mengacu pada pendapat Porter yang dimodifikasi mengenai strategi bersaing dengan fokus membahas exit barrier dan upaya mengatasinya.
Penelitian menemukan bahwa perkembangan ekosistem teknologi CDMA global, penurunan jumlah pelanggan Flexi, penurunan pendapatan, serta kerugian usahatelah mendorong Telkom untuk keluar dari industri CDMA. Adapun hambatan keluar yang dihadapi mencakup aset berupa infrastruktur, lisensi dan frekuensi, biaya terkait SDM dan pelanggan, hambatan emosional karyawan dan manajemen, hambatan pemerintah dan sosial terutama terkait dengan aspek politik sebagai BUMN, serta mekanisme penjualan harta kekayaan. Hambatan berupa aspek politik merupakan hambatan terbesar.
Telkom dapat mengatasi berbagai hambatan keluar karena dukungan pemerintah melalui penataan frekuensi, memiliki beragam portofolio bisnis sehingga mudah dalam memindahkan SDM, dan Telkom memiliki anak usaha yang kuat di bidang telekomunikasi nirkabel.

This research analyzes the exit strategy of telecommunication companies from a declining industry with a case study on the exit of PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (Telkom) from code division multiple access (CDMA) industry. The research uses a post positivist approach with a mixed data collection method between quantitative and qualitative. This research refers to modified Porter?s notion of competitive strategy with a focus on discussing exit barrier and effort to overcome the barrier.
This research found that Telkom exited from CDMA industry due to the development of global CDMA technology ecosystem along with the declining number of Flexi subscribers and revenue as well as loss of business. Meanwhile, the exit barriers faced by the company include assets such as infrastructure, license and frequencies, human resources and customer-related cost, employee and management emotional barriers, government and social barriers primarily associated with political aspect as a state-owned company, and mechanism of asset sales. Political aspect became the biggest barrier.
Telkom was able to overcome the exit barriers due to government support through the arrangement of frequency alocation. Moreover, the company has a diverse business portfolio to facilitate redeployment of human resources, and the company has a strong subsidiaries in the field of wireless telecommunication.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T43852
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>