Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 93687 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Munawar Holil
"ABSTRAK
Kepulauan Seribu adalah sa1ah satu kecamatan yang termasuk wilayah Jakarta Utara. Kecamatan yang terdiri dari gugusan 106 pulau ini 1etaknya berdekatan dengan Jakarta dan beberapa kota lain yang merupakan pendukung budaya Betawi. Hai ini memunculkan masa1ah yang menarik untuk diteliti. Salah satunya mengenai "Keberadaan Seni Pertunjukan Rakyat"-nya.
Seni pertunjukan rakyat yang dite1iti ada1ah 1enong. Kapan mu1ai muncu1nya; bagaimana perkembangan dan posisinya da1am konteks pertumbuhan dan perkembangan seni pertunjukan rakyat di sana; ada1ah masa1ah-masa1ah yang menjadi pokok perhatian pene1itian ini.
Pene1itian ini masih bersifat awa1. 01eh karena itu, tujuan pene1it1an pun dibatasi untuk menyajikan gambaran seiayang pandang mengenai pertumbuhan, perkembangan, dan posisi lenong yang hidup dan berkembang di Kepulauan Seribu sampai dengan waktu pene11tian lapangan d11aksanakan, April 1994.
Metode yang digunakan dalam pene1itian ini ada1ah metode deskriptif. Teknik pengambilan data di1akukan dengan teknik wawancara dan observasi 1apangan.
Dari pene1itian yang di1akukan, d1pero1eh gambaran bahwa seni teater rakyat di Kepu1auan Seribu mulai berkembang sejak 1940-an. Genre-nya berubah dari tunil, sandiwara, kemudian menjadi 1enong. Lenong mencapai "masa keemasannya" sekitar 1970-1975-an. Pada masa itu frekuensi perge1aran Ienong kerap sekali. Tetapi sejak 1980-an, Tenong semakin jarang ditampi1kan. Posisi 1enong semakin "terpuruk" dengan kehadiran grup-grup orkes dangdut dan pemutaran fi1m (1ayar tancap). Bila keadaan seperti sekarang ini dibiarkan terus, tidak mustahil pada masa-masa mendatang kita tidak akan dapat menyaksikan lagi kehadiran seni lenong di Kepu1auan Seribu."
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
I Nengah Duija
"ABSTRAK
Kabupaten Banyuwangi adalah kabupaten yang kaya akan seni tradisi, seperti, gandrung, ludruk, ketoprak, kebo-keboan dan lain sebagainya, namun tidak semua tradisi kesenian itu dapat dengan mudah diketahui apabila kurang informasi dan publikasi. Di dusun Kranjan, kelurahan Benculuk, kecamatan Cluring Banyu­wangi ini ada salah satu tradisi kesenian yang belum banyak di ketahui orang. Kesenian yang tergolong unik tersebut bernama "janger". Untuk itulah pada kesempatan ini akan dicoba meng­informasikan lewat sebuah penelitian awal·yang diberi judul : "janger" Bentuk Teater Rakyat di Banyuwangi. Lewat penelitian ini akan dibahas; bentuk kesenian "janger", asal-usul tarian "janger", unsur-unsur yang mendukung pementasan "janger" dan aspek sosial yang terkandung dalam "janger".
Penelitian ini merupakan penelitian awal yang bersifat studi lapangan yang telah berlangsung dari tanggal 9-11 Juni 1995. Mengingat keterbatasan waktu penelitian itu, maka kami menyajikan deskripsi selayang pandang sesuai dengan data-data yang diperoleh di lapangan. Penelitian terhadap "janger" ini berlangsung seat pementasan di Dusun Kranjan, Kelurahan Ben­culuk, kecamatan Cluring Dati II Banyuwangi tepatnya di rumah bapak H. Tasrifin, tanggal 10 Juni, malam minggu pada sebuah acara pernikahan putra H.Tasrifin. Pementasan berlangsung se­malam suntuk dari kelompok Janger Tumenggung Budoyo pimpinan bapak Isnaini Sanjaya yang berjudul "Sabdo Palen Dadi Ratu".
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi (pengamatan langsung),wawancara kepada pimpinan "janger" dan metode deskripsi. Untuk mengungkap unsur-unsur teater menggunakan teori-teater modern yang disesuaikan dengan data yang ada.
Dari penelitian yang dilakukan dapat sebuah gambaran tentang "janger"; bentuk kesenian ini adalah berbentuk teater rakyat tradisional sesuai dengan ciri-ciri yang umum pada sebuah bentuk teater rakyat, asal-usul teater ini belum jelas, kapan muncul di Banyuwangi dan mengapa disebut "janger". Hanya saja dalam bahasa Jawa ada kata "jenger" yang artinya terheran-heran, takjub, akan tetapi belum jelas konsteksnya. Unsur yang mendukung kesenian ini seperti; seni sastra (lakon), seni rupa (panggung dan dekorasinya), seni musik (gamelan (gong kebyar)), seni gerak (tari Bali-Jawa), seni suara (tembang, dialog), dan aspek sosialnya meliputi tingkat status sosial para pemain dan tingkat pendidikan yang rata-rata SLTP/SLTA, dengan pekerjaan jadi buruh, ibu rumah tangga, tukang becak. Seni ini merupakan perpaduan antara dua unsur budaya yang sama-sama kuat yaitu Jawa-Bali.
"
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Kuwati
"Karya akhir ini membahas pengelolaan seni pertunjukan yang
mementaskan Topeng Tolay di Rawa Bunga. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Pengelolaan seni pertunjukan yang sesuai dengan jenis seni pertunjukan dan masyarakatnya akan membantu perkembangan seni pertunjukan serta senimannya. Manajemen akan membantu organisasi seni pertunjukan untuk dapat mencapai tujuan dengan efektif dan efisien. Pengelolaan seni pertunjukan yang kami lakukan dengan menyajikan pertunjukan Topeng Tolay di Rawa Bunga merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan seni pertunjukan tradisi, memberikan hiburan serta apresiasi seni tradisi bagi masyarakat. Topeng Tolay merupakan salah satu jenis seni pertunjukan teater tradisi yang berkembang di Desa Sukabakti, Kecamatan Curug, Kabupaten Tangerang. Di Kabupaten Tangerang terdapat 17 (tujuh belas) grup Topeng yang sejenis, tetapi yang masih diminati masyarakatnya hanya ada 3 (tiga) grup yaitu: Topeng Tolay (Grup Cipta Wargi) di Desa Sukabakti, Odah (Grup Sinar Muda) di Gintung, dan Saban (Grup Pusaka Sinar Baru) di Rajek. Pertunjukan Topeng Tolay terdiri dari: musik Dangdut, Kliningan, Jaipong, Tari Gawil, Lawak dan Drama.

The focus of this study is the management of performing art staging
Topeng Tolay, Tangerang at Rawa Bunga. This research is qualitative descriptive interpretive. The appropriate management of performing arts would support the development of the arts and artists. It will help organising performing arts to reach the goal effectively andefficiently. Staging and performing Topeng Tolay at Rawa Bunga was one of the efforts to develop traditional performing arts, entertaining people, and giving the traditional communities appreciation. Topeng tolay is one of the traditional theatrical performance from Sukabakti, Kecamatan Curug, Tangerang. There are 17 (seventeen) similar groups but only 3 (three) groups which are still preferred by the people : Topeng Tolay (Grup Cipta Wargi) at Sukabakti, Odah (Grup Sinar Muda) at Gintung, and Saban (Grup Pusaka Sinar Baru) at Rajek. Topeng Tolay performance consists of : Dangdut Music, Kliningan, Jaipong Dance, Gawil Dance, Comedy, and Drama."
2009
T26171
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Darmoko
"ABSTRAK
Aspek gending dalam lakon/pertunjukan wayang kulit purwa cukup menarik untuk diteliti, karena di dalamnya dikandunq unsur instrumen dan vokal, yang merupakan perpaduan antara irama, alunan qamelan dengan sindhenan. gerongan, narasi dan komoangan.
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini ialah: 1. baqaimanakah bentuk, penyajian, kedudukan dan funqsi gendhing dalam lakon/pertunjukan wayanq purwa.
Tujuan penelitian ini iaiah mengungkapkan makna gendhing dalam lakon/pertunjukan wayang kulit purwa secara wholleness(utuh). tinjauan ini memfokuskan pada penelitian qendhinq iringan wayanq kulit purwa klasik dan mengesampingkan Gendhing iringan Penqembangan.
Sedangkan bahan sebagai data penelitian bersumber pada teks-teks karya sastra tertulis dan lisan. Teks-teks karya sastra tertulis yang dimaksud adalah bentuk lakon wayang berupa pakem tuntunan pedalangan semalam suntuk (utuh), lenqkap beserta unsur-unsur yanq mendukung. Sedangkan sumber taks lisan terdiri atas pengamatan peneliti dalam menyaksikan pergelaran langsung dan juqa mendengarkan pita kaset rekaman baik rekaman yang sifatnya live maupun rekaman studlo.
Metode penelitian yanq diterapkan ialah metode analisis deskriptif, yaitu suatu metode yang berusaha untuk menquraikan obyek (teks karya sastra - lisan tertulis) seje1as-jelasnya dan sedalam-dalamnya, sehingga didapatkan makna yang utuh. Kesimpulan yanq dapat dipetik dari penelitian ini yaitu, bahwa:
1. Gendhing dalam lakon/pertunjukan wayang kulit purwa terdiri atas pelbagai bentuk komposisi, seperti: lancaran, ladrangan, ketawangan dan gendhing. Komposisi ini kemudian diramu sehingga menjadi padu dengan unsur-unsur yang lain, seperti: suluk, sindhenan, gerongan, dan komoangan.
2. Dalam lakon/pertunjukan wayang kulit purwa, gendhing disajikan berdasarkan aturan (konveksi) yang telah disepakati bersama di antara seniman, sehingga adegan-adegan di dalam pertunjukan wayang kulit purwa mempergunakan gendhing-gendhing iringan yang telah ditentukan bersama.
3. Gendhing merupakan salah satu unsur di dalam lakon/pertunjukan wayang kulit purwa yang sangat vital. Oleh karena itu unsur gendhing sangat diperlukan keberadaannya.
4. Fungsi gendhing dalam lakon/pertunjukan wayang kulit purwa disamping sebagai musik iringan juga turut serta dalam memberikan suasana, nuansa pergelaran wayang, sehingga gendhing juga ikut menjalin keterkaitan dengan unsur-unsur yang lain.
Menqinqat kesimpulan yang telah dipaparkan diatas, maka aspek gendhing dalam lakon/pertunjukan wayang purwa mempunyai pengaruh yang besar dan keberadaannya sangat diperlukan, karena dapat dibayangkan: sebuah pertunjukan wayang kulit purwa tanpa mempergunakan gendhing sebagai iringan, tentu di sana akan terasa hambar, "njomplang", dan tidak harmonis.
"
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1997
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Komang Ayu Anantha Putri
"ABSTRACT
Anak Agung Gede Oka Dalem seniman tari kelahiran 3 Mei 1954, Oka Dalem disebut sebagai tokoh penggerak karena beliau mampu berkreativitas, mengkoordinir para seniman, serta terus berinovasi menjadikan pertunjukan pariwisata yang maju dan eksis. Selain itu, beliau juga dikenal sebagai bintang panggung, seoarang guru yang mampu memberi contoh dan pengelola seni yang baik bagi kelima sekaa yang benaung, sehingga dengan manajemen seni yang professional Oka Dalem dapat mendatangkan banyak manfaat bagi para masyarakat yang tergabung dalam lima sekaa yang secara bergantian pentas regular di wadah seninya. Sangat jarang terdapat seniman tari yang mampu menjadikan seni sebagai mata pencaharian utama, seperti yang dilakukan Oka Dalem yang mampu hidup sejahtera berkat sebuah pertunjukan pariwisata yang beliau kelola.
Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan sebuah karya tulis yang mampu digunakan sebagai informasi tentang tokoh seniman yang mampu memanajemen dan menggerakkan seni pertunjukan wisata, khususnya. di Desa Peliatan Ubud. Terdapat tiga pokok permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini. Pertama yaitu bagaimana riwayat kehidupan dari Oka Dalem yang menggiring dirinya untuk menjadi seoarang seniman dan tokoh yang berpengaruh di Desa Peliatan, kedua yaitu bagaimana motivasi Oka Dalem dalam mengelola seni pertunjukan pariwisata di Desa Peliatan, Ubud, Gianyar, Ketiga yaitu apa saja kontribusi A.A Gede Oka Dalem sebagai tokoh penggerak seni pertunjukan pariwisata di Desa Peliatan, Ubud ,Gianyar. Adapun teori yang digunakan untuk membedah ketiga rumusan masalah tersebut adalah teori tokoh egoistik, teori motivasi kerja, teori professional dan teori estetika.
Sebagai tokoh penggerak, Oka Dalem juga mampu berkreativitas dan berinovasi dengan memberikan ruang dan kesempatan bagi semua anggota sekaa melalui wadah seni yang benama Balerung Mandera Srinertya Waditra. Wadah seni ini merupakan bukti nyata seoarang tokoh penggerak yang mampu menjadi fasilitator yang hebat, karena beliau tidak hanya mampu mendirikan wadah seni, melainkan mampu mengelola sekaa yang bernaung di dalamnya serta menjadikan wadah seni tersebut terkenal sampai menjadi sumber mata pencaharian tambahan bagi masyarakat pendukungnya."
Denpasar: Institut Seni Indonesia Denpasar, 2017
700 KJSP 3:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Luh Sustiawati
"ABSTRAK
Pencatuman seni dalam program-program pendidikan dapat difungsikan untuk membantu pendidikan, khususnya dalam usahanya untuk menumbuhkembangkan peserta didik agar menjadi utuh, dalam arti cerdas nalar serta rasa, sadar rasa kepribadian serta rasa sosial, dan cinta budaya bangsa sendiri maupun bangsa lain. Localgenius knowledge atau pengetahuan kearifan lokal Bali sebagai identitas/kepribadian budaya bangsa wajib dilestarikan dan ditransformasikan sejak pendidikan usia dini melalui pengalaman belajar seni untuk menjadikan siswa mampu mewarisi dan mempertahankan nilai-nilai luhur kearifan lokal budaya Bali sebagai kekayaan budaya bangsa Indonesia.
Tujuan penelitian ini teridentifikasinya potensi localgenius Bali sesuai dengan topik dan tema kurikulum sekolah dasar sebagai sumber pengembangan desain pembelajaran seni tari di sekolah dasar berpendekatan Integrated Learning. Untuk mencapai tujuan tersebut, digunakan pendekatan Research and Development (R&D). Penelitian tahun pertama ini diawali dengan research melalui beberapa tahapan yaitu (1) analisis kebutuhan; (2) analisis kurikulum di sekolah dasar; (3) analisis potensi localgenius Bali; (4) analisis komparasi antara hasil analisi kebutuhan, kurikulum sekolah dasar dan potensi localgenius Bali. Teknik pengumpulan data digunakan studi pustaka, wawancara, observasi, dokumentasi dan diskusi terarah, serta analisis datanya digunakan analisis deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan, hasil analisis kebutuhan bahwa adanya fenomena rasa nasionalisme dan kecintaan terhadap tanah air semakin menipis, maka hasil analisis kurikulum dipilihlah tema 3 yaitu Hidup Rukun dan tema 5 yaitu Bangga Sebagai Bangsa Indonesia di kelas 5 sekolah dasar. Hasil analisis Localgenius Bali, dipilih seni tradisi Bali yang masih lestari dan sarat dengan nilai-nilai luhur religius, etika, estetika, bela negara dan kepahlawanan, yaitu (1) Gebug Seraye (mewakili Bali Timur/Kabupaten Karangasem); (2) Med-medan (mewakili Bali Selatan/Kota Denpasar); (3) Megoak-goakan (mewakili Bali Utara/Kabupaten Buleleng); dan (4) Makepung (mewakili Bali Barat/Kabupaten Jembrana)."
Denpasar: Pusat Penerbitan LP2MPP Institut Seni Indonesia Denpasar, 2017
300 MUDRA 32:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Rustiyanti
"ABSTRAK
Pertunjukan tari adakalanya dibawakan oleh penari tunggal atau penari kelompok. Tari tunggal dilakukan oleh seorang penari memerankan seorang karakter atau tokoh. Bentuk tariannya berdiri sendiri dan tidak ada kaitannya dengan penampilan tari sebelumnya. Pertunjukan penari tunggal dituntut untuk tampil matang dan terampil, kemampuan virtuositas karena fokus perhatian yang terpusat pada satu orang saja, tentu saja berbeda dengan penari kelompok yang dituntut kerampakkan baik dalam garak (bentuk gerak) maupun garik (rasa gerak). Sifat tari tunggal menjadikan seseorang sebagai subjek sekaligus objek tarian yang dibawakannya. Adapun tari kelompok merupakan bentuk karya tari yang memerlukan kerja sama antarpe- nari, karena diperagakan lebih dari satu penari. Gerak penari satu dan penari lain saling berkaitan dan tidak dapat berdiri sendiri. Keseragaman untuk mencapai keindahan bentuk tari kelompok bukan hal yang mudah. Adapun hasil penelitian ini, dalam penyajian tari kelompok tando tabalah (identitas pribadi) harus lebur ditinggalkan dan ditanggalkan egoisme masing-masing pribadi penari."
Denpasar: Pusat Penerbitan LP2MPP Institut Seni Indonesia Denpasar, 2017
300 MUDRA 32:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Precillia Charlotta Anastasia Adi
"Kota berkembang seiring dengan perkembangan kebudayaan yang dilakukan oleh manusia. Dengan demikian, sebuah kebudayaan tidak dapat dilepaskan dari konteksnya. Kebudayaan manusia memiliki kecenderungan untuk hadir dalam wujud ide, artefak, dan aktivitas. Pembahasan di dalam skripsi ini akan difokuskan kepada aktivitas kebudayaan, dengan kekhususan pada pertunjukkan kebudayaan. Pertunjukkan kebudayaan yang terjadi di dalam kota umumnya terjadi pada ruang publik sebagai kepemilikan bersama. Keberadaan ruang publik sebagai panggung yang mengangkat pola kehidupan yang terjadi di masyarakatnya. Di dalam pertunjukkan kebudayaan tersebut bertemu berbagai perilaku dan penggunaan yang berbeda. Skripsi meninjau hubungan ruang publik (space) dengan pertunjukkan kebudayaan (event) di dalamnya. Dari studi kasus yang ditinjau terbaca adanya kebutuhan terhadap keselarasan pola ruang dengan event. Keselarasan ini selanjutnya mampu menggambarkan pola kehidupan masyarakat di dalamnya.

Cities evolve along with the development of human culture. Thus, a culture cannot be separated from its context. Culture has a tendency to be presented in the form of ideas, artifacts, and activities. The discussion in this thesis will focus on cultural activities and be specified in cultural performance. Cultural performances that occurred in the city generally take place in public spaces as community shared space. The existence of public space as a stage on which the pattern of life that occurred in the society, be lifted up. Within these cultural performances, lies a convergence of different behaviors and usages. The elaboration of case studies shows the relationship of public space (space) with cultural performances (event) that happened in it. Moreover, we could find there is a need to align the pattern of space with the pattern of event. The alignment, then, could describe the people's pattern of life."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S52250
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Nyoman Ayu Kunti Aryani
"ABSTRACT
Leko merupakan salah satu kesenian yang terdapat pada beberapa wilayah di Bali, salah satunya di Kabupaten Jembrana. Leko yang ada di Jembrana merupakan sebuah tari balih-balihan (hiburan) yang memiliki kekhasan tersendiri yakni penari dijaga oleh seorang pecalang yang membawa klewang (pedang) serta tidak memperkenankan pengibing untuk menyentuh penari.
Penelitian ini merupakan salah satu upaya pelestarian tari Leko di Pendem Jembrana, melalui pendokumentasian secara tertulis yang membahas secara rinci mengenai tari Leko dari sudut pandang tari. Fokus bahasan dalam penelitian ini yakni tari Leko di Pendem Jembrana yang dianalisis melalui kajian tekstual. Analisis tekstual merupakan suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis informasi dalam riset akademik. Dalam hal ini, tari Leko dipandang sebagai sebuah teks yang dapat dibaca layaknya sebuah tulisan. Kajian tekstual dalam tari Leko dibahas melalui tiga pokok bahasan yang meliputi koreografis, struktural, dan simbolik.
Koreografis membahas mengenai gerak tarinya, teknik gerak, gaya gerak, jumlah penari, jenis kelamin dan postur tubuh, ruang dalam tari Leko, waktu, musik iringan tari, analisis dramatik, serta tata teknik pentas (tata cahaya, tata rias, dan tata busana). Struktural pembahasannya meliputi struktur gerak dan struktur pementasan tari Leko. Sedangkan pada bagian simbolik membahas mengenai simbol pada gerak, kostum, dan tata riasnya. Penulisan ini berdasarkan pengamatan melalui video tari Leko yang dipentaskan pada Pesta Kesenian Bali tahun 2009. Metode yang digunakan dalam tulisan ini, yakni observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Berdasarkan uraian pembahasan mengenai koreografis, struktural, dan simbolik, dapat disimpulkan bahwa tari Leko Jembrana memiliki koreografi, struktur dan simbol dalam tari Bali yang masih bersifat tradisi Bali dan belum mendapat pengaruh perkembangan gerak seperti yang berkembang saat ini."
Denpasar: Institut Seni Indonesia Denpasar, 2017
700 KJSP 3:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Purna
"ABSTRAK
Kearifan lokal yang diwadahi Tari Sanghyang di Banjar Jangu, Desa Duda, Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem, Bali mengandung nilai-nilai budaya nilai kemanusiaan, kebersamaan, persaudaraan, kearifan terhadap lingkungan, ketauladan. Karena itu tidak mengherankan oleh pendukungnya Tari Sanghyang telah difungsikan sebagai tari yang memiliki fungsi religiusmagis, fungsi sosial, keharmonisan terhadap lingkungan alam, serta memiliki makna moral yang sederhana baik gending maupun pakaiannya yang sangat tergantung pada alam. Rumusan masalah yang dibahas dalam tulisan ini, antara lain, 1) kenapa tari Sanghyang di Banjar Jangu diberdayakan; 2) apa usaha pemberdayaan yang sudah dan yang akan dilakukan oleh masyarakat pendukungnya. Tujuan penulisan ini yaitu, 1) menghidupkan kembali Tari Sanghyang sebagai warisan budaya lokal; 2) membangkitkan suasana magisreligius; 3) Mempertahankan Tari Sanghyang sebagai salah satu Tari Wali yang harus tetap hidup ikut menunjang pelaksanaan upacara agama Hindu. Agar pemberdayaan Tari Sanghyang dapat optimal, dan bertaksu, maka model pemberdayaannya perlu dilakukan melaluicara structural dan kultural."
Denpasar: Pusat Penerbitan LP2MPP Institut Seni Indonesia Denpasar, 2017
300 MUDRA 32:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>