Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 149610 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Natalia Kunti Handayani
1999
S2429
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kintamani Arafah
"ABSTRAK
Asma merupakan penyakit pernapasan kronis yang tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol. Keterkendalian asma merupakan manifestasi asma yang dapat diobservasi. Keterkendalian asma dipengaruhi oleh kepercayaan mengenai apa yang memengaruhi kondisi kesehatan seseorang, atau disebut dengan health locus of control. Health locus of control terdiri dari tiga dimensi, yaitu internal, powerful others, dan chance. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji mengenai pengaruh internal dan powerful others health locus of control terhadap keterkendalian asma. Sebanyak 272 penderita asma berusia 17 ndash; 50 tahun menyelesaikan alat ukur Asthma Control Test Nathan et al., 2004 dan Multidimensional Health Locus of Control Wallston, Stein, Smith, 1994 . Teknik analisis regresi logistik biner dilakukan untuk melihat pengaruh internal dan powerful others health locus of control terhadap keterkendalian asma. Hasilnya menunjukkan bahwa internal health locus of control tidak dapat memprediksi keterkendalian asma X2 1 = 0,29, p > 0,05 . Sementara itu powerful others health locus of control terbukti dapat memprediksi keterkendalian asma X2 1 = 5,68, p < 0,05 . Berdasakan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa powerful others health locus of control yang semakin tinggi akan menurunkan keterkendalian asma.

ABSTRACT
Asthma is a chronic respiratory disease that cannot be cured, but can be controlled. Asthma control is the extent to which the manifestations of asthma can be observed in the patient. Asthma control is influenced by the health beliefs of what controls someone rsquo s health condition, called health locus of control. Health locus of control consists of three dimensions internal, powerful others, and chance. The aim of this study is to examine the effect of internal and powerful others health locus of control on asthma control. Two hundred seventy two asthmatic patients aged 17 ndash 50 completed Asthma Control Test Nathan et al., 2004 and Multidimensional Health Locus of Control Wallston, Stein, Smith, 1994 instruments. Binary logistic regression was used as data analysis technique. This study found that internal health locus of control cannot predict asthma control X2 1 0,29, p 0,05 . On the other hand, powerful others health locus of control is founded to be a predictor of asthma control X2 1 5,68, p 0,05 . Thus, the results of this study can be concluded that the higher the powerful others health locus of control will lower asthma control on asthmatic patients. "
2017
S67365
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindita Chairina
"ABSTRAK
Sebagai sebuah penyakit kronis, asma tidak dapat disembuhkan secara total sehingga diperlukan kondisi asma yang terkontrol agar kualitas hidup tetap baik. Salah satu caranya adalah dengan patuh terhadap pengobatan. Kepatuhan dapat ditentukan oleh health locus of control HLOC , yaitu persepsi individu terkait kontrol terhadap kesehatannya. Peneliti menduga bahwa hubungan HLOC dan kualitas hidup penderita asma dapat dimediasi oleh kepatuhan pengobatan. Hal ini dikarenakan health locus of control berperan dalam memengaruhi perilakuindividu, salah satunya untuk mematuhi pengobatan yang telah diberikan. Pengobatan yang dijalankan dengan baik diharapkan dapat menjaga keterkontrolan asma sehingga berdampak positif terhadap kualitas hidup individu tersebut. Penelitian dilakukan terhadap 73 penderita asma dewasa yang menggunakan obat pencegah controller secara rutin. Peneliti menggunakan alat ukur Multidimensional Health Locus of Control Scale, Morisky Medication Adherence Scale MMAS-8 dan Quality of Life Scale untuk mengukur kualitas hidup. Hasil penelitian menunjukkan bahwa internal HLOC memprediksi kualitas hidup = 0,497

ABSTRACT
As a chronic condition, asthma cannot be cured completely. Thus, well controlled asthma is needed in order to keep a good quality of life. Adhering to medical regimen is a way to achieve such condition. Adherence can be influenced by health locus of control HLOC , one rsquo s belief about control over his health. It was assumed that the relationship between HLOC and quality of life might be mediated by adherence. HLOC plays a role in determining one rsquo s behavior, such as adhering to medical regimens given to him. Adherence keeps one rsquo s asthma well controlled, thus, it affects one rsquo s quality of life. HLOC was measured by Multidimensional Health Locus of Control Scale, adherence was measured by 8 item Morisky Medication Adherence Scale MMAS 8 , and quality of life was measured by Quality of Life Scale. Results indicated that Internal HLOC predicted quality of life 0,497"
2017
S68467
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Alisha
"ABSTRAK
Asma merupakan salah satu penyakit kronis tidak menular yang prevalensipenderitanya meningkat setiap tahunnya di seluruh dunia. Asma merupakan penyakityang tidak bisa disembuhkan, sehingga penderita hanya bisa mengontrol kondisiasmanya agar tidak kambuh. Salah satu cara yang efektif untuk mengontrol asmaadalah dengan melakukan perilaku sehat. Kecenderungan seseorang untuk melakukanperilaku sehat dapat dilihat melalui health locus of control HLOC yang dimilikinya.HLOC adalah kepercayaan seseorang mengenai sumber kontrol dari kondisikesehatannya. Terdapat tiga dimensi HLOC yaitu internal, powerful other, dan chance.HLOC internal memiliki kecenderungan untuk percaya bahwa kondisi kesehatanberasal dari tingkah laku sendiri, sementara HLOC powerful others percaya bahwakondisi kesehatan dihasilkan dari tindakan orang lain. Terakhir, HLOC dimensi chancememiliki kecenderungan untuk percaya bahwa kondisi kesehatan adalah hasil daritakdir atau keberuntungan. Dalam penelitian ini akan dilihat pengaruh HLOC terhadapperilaku sehat pada penderita asma. HLOC diukur menggunakan Form CMultidimensional Health Locus of Control Scales Wallston, Stein Smith, 1994 ,sedangkan perilaku sehat diukur menggunakan Asthma Self-ManagementQuestionnaire Mancuso, Sayles Allegrante, 2009 . Hasilnya dari 272 partisipandiperoleh bahwa dimensi chance HLOC mempengaruhi perilaku sehat secarasignifikan dengan hubungan yang negatif t 272 = -3.22, p0,05, dan padadimensi powerful others diperoleh hasil t 272 = 1,06, p>0,05. Dengan demikian dapatdisimpulkan bahwa HLOC dimensi internal dan powerful others tidak signifikanmempengaruhi perilaku sehat.

ABSTRACT
Asthma is one of the chronic non communicable diseases whose prevalence increasesevery year worldwide. Asthmatic patients can only control their asthma because itcannot be cured. One effective way to control asthma is to perform health behaviors.A person 39 s tendency to perform health behaviors can be seen through his her healthlocus of control HLOC . The three dimensions of HLOC is internal, powerful others,and chance. Internal HLOC is the extent to which a person believes his her health isthe result of his her own behavior, while powerful others HLOC is the belief that healthconditions is the result from the actions of others. Finally, the chance HLOC is thebelief that health conditions are the result of fate or luck. This study examined the effectof HLOC on health behavior in asthmatic patients. HLOC was measured using FormC Multidimensional Health Locus of Control Scales Wallston, Stein Smith, 1994 ,whereas health behavior was measured using Asthma Self Management Questionnaire Mancuso, Sayles Allegrante, 2009 . The result of 272 participants found that thechance HLOC significantly influenced the health behavior with negative relationship t 272 3.22, p 0,05,and on the powerful others HLOC the obtained result is t 272 1,06, p 0,05. Thus itcan be concluded that HLOC internal dimensions and powerful others does notsignificantly affect health behavior."
2017
S67367
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Allen Widysanto
"Parameter yang menilai derajat asma dan asma kontrol saling tumpang tindih secara bermakna. Walaupun terjadi korelasi antar parameter namun tidak ada satu komponen tunggal yang dapat secara akurat mengklasifikasikan setiap individu penyandang asma. Beberapa alat ukur berupa kuesioner yang telah divalidasi, seperti Asthma Control Test ( ACT ), Asthma Control Scoring System ( ACS ) dan Asthma Control Questionnaire (ACQ ) telah dipublikasi saat ini, namun belum dilakukan perbandingan antar kuesioner tersebut.
Asthma Control Test adalah suatu kuesioner yang berisi 5 pertanyaan dan dapat diisi sendiri oleh penyandang asma. Lima pertanyaan tadi mencakup frekuensi gejala, pembatasan aktiviti, penggunaan obat pelega, dan persepsi sendiri mengenai kontrol asma. Asthma Control Scoring System adalah suatu kuesioner yang sifatnya kuantitatif dan berisi 3 parameter yaitu gejala klinis, fungsi paru ( VEP1 ) dan persen eosinofil pada sputum induksi. Khusus parameter eosinofil disebut sebagai parameter opsi pada kuesioner ini. Kantrol asma dihitung berdasarkan skor 0-100% untuk tiap pertanyaan.
Tujuan penelitian adalah untuk menilai hubungan antara ACT dan ACS pada penderita asma persisten baik sebelum dan sesudah pemberian kortikosteroid inhalasi. Disain penelitian yang digunakan adalah kohort dan pengumpulan sampel dilakukan secara quota di poli paru RSUD Dr Moewardi, Surakarta. Jumlah sampel yang diteliti sebesar 32 orang yang seluruhnya tergolong dalam asma persisten. Janis kelamin laki-laki sebanyak 11 orang (34%) dan perempuan 21 orang (66% ). Sampel yang termasuk derajat asma persisten ringan sebesar 17 orang ( 53% ), asma persisten sedang 14 orang ( 44%) dan asma persisten berat 1 orang (3% ).
Tidak ada korelasi antara skor ACS dengan skor kategori ACT sebelum pemberian kortikosteroid inhalasi dengan koefisien kesepakatan (x) : 0, 06, p : 0, 86. Sebaliknya, korelasi antara skor ACS dengan skor kategori ACT sesudah pemberian kortikosteroid inhalasi menunjukkan korelasi sedang yang bermakna (K: 0,56; p : 0,001 ). Perbedaan rata-rata skor ACT balk sebelum dan sesudah pemberian kortikosteroid inhalasi adalah bermakna ( p : 0,001 ), sedangkan hasil yang sama juga diperlihatkan pada perbedaan rata-rata skor ACS baik sebelum dan sesudah pemberian kortikosteroid inhalasi ( p : 0,001 ). Cut off point ACS sesudah pemberian kortikosteroid inhalasi sebesar 60%.
Kesimpulan : Hasil menunjukkan bahwa terdapat korelasi sedang dan bermakna pada penilaian skor ACS dan skor ACT sesudah pemberian kortikosteroid inhalasi pada cut off point ACS sebesar 60%.

The individual parameters to define asthma severity and asthma control overlap significantly. Although correlation exists between the various parameters, no single component can accurately classify the entire individual. Validated measures, such as ACT, ACS, ACQ, for assessing asthma control are now available, but no comparison between the existing measures has been performed. Asthma Control Test is a five item self administered survey, scored from 0-5 points and only assessed asthma control from symptom frequency, activity limitation, rescue medication and self-perception of control.
Asthma Control Scoring System is a quantitative measure of asthma control incorporating 3 parameters (respiratory symptoms, FEV, and percentage eosinophit in induced sputum as an option parameter). Asthma score is quantified based on 0-100% for each component.
The purposes of this study were to assess the correlation between ACT and ACS in persistent asthmatic patients either before of after inhaled corticosteroid (ICS) treatment. The study design was cohort study and the sample was collected by quota sampling. A total of 32 patients (male 11 persons (34%) and female 21 persons (66%)) which was diagnosed as persistent asthma fulfilled the criteria of this study. Samples were categorized as mild persistent asthma (53%), moderate persistent asthma (44%) and severe persistent asthma (3%).
The correlation of ACS score based on ACT category score before ICS showed no agreement (agreement coefficient (K: 0,06) ; p : 0,86 ). In contrary, the correlation of ACS score based on ACT category score after ICS showed significantly moderate agreement ( K : 0,56 ; p : 0,001 ). The mean difference of ACT score before and after treatment showed significant level (p: 0,001). Likewise, the mean difference of ACS score before and after treatment showed significant level (p: 0,001). Cut off point of ACS score after inhaled corticosteroid was 60%.
Conclusion: The result showed that there was a moderate correlation statistically significant agreement between ACS and ACT assessment when ACS score of 60% was used as the cut off point.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18027
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Infeksi saluran pernapasan merupakan salah satu faktor yang paling sering
menimbulkan serangan asma. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa
faktor infeksi saluran pernapasan rnempengaruhi timbulnya serangan asma pada
penderita status asmatikus di Poliklinik Paru dan Asma RSU Kota Bekasi. Desain
penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelatif untuk melihat pengaruh infeksi
saluran pernapasan terhadap terjadinya asma pada penderita status asmatikus. Uji
statistik terhadap data menggunakan uji Fisher Exact den gan tingkat kemaknaan
0,05. Hasil penelitian yang diperoleh adalah p = 13994466e-30 dimana nilai p > alpha
yang artinya ada hubungan antara infeksi saluran pernapasan dengan timbulnya
serangan asma pada penderita status asmatikus . Rekomendasi untuk penelitian
selanjutnya adalah menganalisa lebih dalam hubungan antara faktor-faktor demografi
terhadap terjadinya asma pada penderita status asmatikus."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2003
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Rogayah
"Telah dilakukan penelitian untuk melihat pengaruh penyuluhan dan Senam Asma edonesia terhadap pengetahuan, sikap, perilaku dan gejala klinik penderit asma. Jumlah subiek penelitian ini sebanyak 40 orang yang terdiri dari 20 orang kelompok kasus dan 20 orang kelompok kontrol. Penderita berusia 15-55 tahun dengan umur rata-rata pada kelompok kasus 46 ±11,71 tahun dan kelompok kontrol 37 ±8,99 tahun. Pada kelompok kasus penderita mengikuti penyuluhan dan melakukan Senam Asma Indonenesia 77,3% selama 6 bulan, sedangkan kelompok kontrol adalah penderita yang tidak mengikuti penyuluhan dan Senam Asma Indonesia. Dari penelitian didapatkan pada kelompok kasus peningkatan pengetahuan 12,5%, sikap 53,9% dan perilaku 53,5% sedangkan pada kelompok kontrol peningkatan pengetahuan 5,6%, sikap 9,1% dan tidak ada perubahan terhadap perilaku. Pada kelompok kasus terdapat penurunan skor gejala klinik yaitu jumlah batuk 71,33%, gangguan tidur 75,4%, gangguan aktivitas 80,5%, napas berbunyi 84,6%. Pada kelompok kontrol terdapat penurunan skor gejala klinik yaitu jumlah batuk 43,6% gangguan tidur 40,9%, gangguan aktivitas 35,8% dan napas berbunyi 40,6%. Peningkatan faal paru KVP,VEP dan APE pada kelompok kasus yaitu KVP dari 1733 ± 231,06 ml menjadi 1842 ± 300,03 ml, VEP dari 1349,5 ± 169,94 ml menjadi 1469,2 ± 190,19 ml dan APE dari 325,9 ± 45,89 Vmnt menjadi 352,6 ± 64,73 l/mnt. Peningkatan faal paru KVP, VEP, dan APE pada kelompok kontrol yaitu KVP dari 1762 ± 307,59 ml menjadi 1840 ± 332,79 ml, VEP, dari 1389,5 ± 214,36 ml menjadi 1482 ± 252,59 ml dan APE dari 323,65 ± 53.51 V/mnt menjadi 348,5 ± 58,23 l/mnt."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T57312
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006
616.238 ASM
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Wahyuningsih
"ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Aspergillus merupakan jamur yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Salah satu di antaranya adalah alergi, yang mempunyai manifestasi klinik asma bronkial. Di Indonesia peran Aspergillus dalam menimbulkan serangan asma bronkial belum diketahui. Untuk itu dilakukan pemeriksaan sputum terhadap adanya Aspergillus pada 75 orang penderita asma dan 62 orang sehat. Pengambilan sputum dilakukan pada saat serangan dan satu minggu sesudahnya. Sputum dibatukkan ke dalam cawan Petri steril; dilakukan pemeriksaan langsung dan biakan. Biakan dianggap positif bila tumbuh jamur Aspergillus satu koloni atau lebih. Hasil pemeriksaan kelompok penderita asma pada saat serangan dibandingkan dengan hasil pemeriksaan satu minggu sesudah serangan. Juga dibandingkan antara kelompok asma dan kelompok sehat. Selain itu dilakukan pemeriksaan tes imunodifusi dengan antigen Aspergillus untuk mencari zat anti terhadap Aspergillus.
Hasil dan Kesimpulan: Hasil pemeriksaan sputum pada 53 orang (yang kembali) penderita asma pada saat serangan dan satu minggu sesudahnya memberi hasil 27 orang positif pada saat serangan dan negatif sesudahnya. Pengujian statistik menunjukkan adanya ketergantungan antara Aspeuillus dan serangan asma (p<0,01). Tujuh puluh lima orang penderita asma diperiksa pada saat serangan dengan cara langsung, 22 orang positif (23%) dan dengan biakan 45 orang positif (60%). Pada orang sehat dengan cara yang sama didapatkan 6 orang (9,6%) dan 9 orang (14,5%) positif. Uji statistik menunjukkan adanya hubungan antara serangan asma dan Aspergillus (p<0,01). Odds ratio 8,8 menunjukkan Aspergillus memang mampu menyebabkan penyakit. Perbandingan hasil pemeriksaan sputum satu minggu sesudah serangan dan orang sehat menunjukkan adanya perbedaan bermakna, hal ini berarti bahwa satu minggu sesudah serangan belum menggambarkan keadaan normal. Hasil pemeriksaan tes imunodifusi menunjukkan bahwa sebagian besar tidak ada invasi Aspergillus ke dalam jarigan."
1986
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isnainy Soengkono
"ABSTRAK
Asthma is a common chronic inflammatory condition of the lung airways whose cause is incompletely understood. A variety of disorders can result in asthma. The most common is an inheritet immunologic abnormality that allows inhalet antigens (allergens) to trigger a hypersensitivy response mediated by immunoglobulin E (Ig F) and thus produce bronchial narrowing. The circumstances leading to an episode of asthma should be analyzed to identify possible precipitating factors. In oral infection focus may be important in precipitating attacks. Asthma medications can contibute to xerostomia making individuals who use medications more susceptible to caries and periodontal disease. The goal of the dental management of the patient asthma is to avoid precipitating an acute attack. Report of case: Oral treatment for an elamination of the causes of infection focus for girls at 11 years old."
Journal of Dentistry Indonesia, 2003
J-pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>