Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 120789 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Endi Sugandi
"Pembagian urusan kehutanan menjadi salah satu isu penting dalam pengelolaan hutan di era desentralisasi, penulisan tesis ini bertujuan untuk mendiskripsikan dan menganalisis mengenai (a) pembagian urusan kehutanan antara pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, dan (b) hambatan-hambatan dalam pembagian urusan kehutanan di Indonesia.
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan analisis kualitatif berdasarkan data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Hasil penelitian menunjukan bahwa hubungan Pusat dan Daerah dalam pengurusan hutan dari mulai jaman Hindia Belanda sampai dengan saat ini telah mengalami pasang surut. Pasang surut hubungan ini tercermin dalam berbagai produk perundangundangan yang mengatur mengenai pengurusan hutan.
Pertama, pada masa pemerintahan Hindia Belanda dan di awal-awal kemerdekaan, pengurusan hutan sangat tersentralisasi. Kedua, pada tahun 1957 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 1957, pengurusan hutan mulai didesentralisasikan kepada Daerah Tingkat I, namun pada tahun 1967 dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 pengurusan hutan menjadi sentralisasi kembali. Ketiga, pada tahun 1995, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1995, Pemerintah menyerahkan lima urusan kehutanan kepada Daerah Tingkat II. Keempat, pada tahun 1998, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 1998, Pemerintah menyerahkan sebagian urusan kehutanan kepada Pemerintah Daerah Tingkat I dan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II. Kelima, pada tahun 1999, melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, pengurusan hutan mengalami perubahan yang sangat radikal (radical change) dibandingkan dengan sebelumnya. *
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, terdapat 16 (enam belas) wewenang bidang kehutanan yang tetap berada di Pemerintah Pusat dan 18 (delapan belas) wewenang didesentralisasikan menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi dalam menjalankan otonominya. Sedangkan kewenangan yang dimiliki oleh kabupaten/kota tidak dirinci secara jelas tetapi sisa dari kewenangan yang tidak secara tegas diatur menjadi kewenangan Pusat dan Provinsi menjadi milik daerah kabupaten/kota. Keenam, pada tahun 2004, berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, urusan kehutanan merupakan urusan pemerintahan yang bersifat "concurrent" yaitu urusan yang akan dikerjakan bersama oleh Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T37840
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Situmorang, Sodjuangon
"Pembagian urusan pemerintahan merupakan salah satu isu sentral dalam proses desentralisasi. Indonesia dengan pengalaman 57 tahun melaksanakan desentralisasi juga tidak luput dari isu pembagian urusan pemerintahan yang direfleksikan pada Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah yang sudah berganti sebanyak enam kali. Mengingat hakikat desentralisasi adalah pembagian urusan antarberbagai tingkatan pemerintahan, beberapa pakar berpendapat bahwa masalah pembagian urusan pemerintahan merupakan masalah yang sulit dan kompleks karena selalu dipengaruhi oleh kondisi lingkungan politik, ekonomi dan sosial suatu negara. Kesulitan tersebut masih ditambah dengan pertentangan atau konflik kepentingan antartingkat pemerintahan (konflik vertikal) dan konflik kepentingan antarelemen dalam suatu tingkat pemerintahan (konflik horizontal) yang biasanya menyertai pembagian unman tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembagian urusan pemerintahan yang berlaku di Indonesia masa kini masih mengandung permasalahan serius dan berpotensi menimbulkan konflik balk antara Pusat dan Daerah maupun antardaerah yang dapat merongrong eksistensi bangsa dan negara, serta kurang optimalnya pelayanan masyarakat. Perrnasalahan yang timbul dalam pembagian urusan pemerintahan di Indonesia masa kini antara lain bersumber dari kelemahan bawaan desain model pembagian urusan pemerintahan dan kelemahan pada saat implementasi model pembagian urusan pemerintahan.
Penelitian dan pengkajian tentang pelaksanaan desentralisasi di Indonesia yang dilakukan oleh para pakar sudah cukup banyak, namun penelitian dan pengkajian yang secara khusus tentang pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia sepanjang pengetahuan penulis masih sangat langka. Dengan pertimbangan tersebut penulis melakukan penelitian yang berjudul "Model Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Provinsi, dan Kabupaten/Kota". Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap kajian desentralisasi atau otonomi daerah sebagai bagian dari kajian Ilmu Administrasi, dan memberikan sumbangan pemikiran bagi para pengambil dan pelaksana kebijakan desentralisasi di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data diskusi kelompok pumpunan (focus groups discussion) interview individual, dan studi dokumentasi/literatur. Di samping itu peneliti juga meminta pendapat para kelompok ahli (expert judgement) dalam melakukan validasi terhadap rancangan model yang penulis kembangkan berdasarkan kajian teori-teori tentang pembagian urusan pemerintahan dan pengalaman berbagai negara termasuk Indonesia dalam pembagian urusan pemerintahan. Pada tahap akhir penulis juga melakukan konfirmasi atas rancangan model melalui seminar, dan hasilnya adalah model pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, provinsi, dan kabupaten/kota masa depan.
Beberapa ciri model pembagian urusan pemerintahan masa depan tersebut adalah menganut prinsip umum, pendekatan dan kriteria; menggunakan pendekatan partisipatori dalam penentuan kebijakan pembagian urusan melalui suatu forum bersama; mempunyai mekanisme evaluasi dan lembaga evaluator urusan pemerintahan di tingkat pusat dan daerah yang beranggotakan unsur pemerintah, tenaga ahli dan masyarakat; dan mempunyai mekanisme penambahan dan pengurangan urusan.
Untuk menguji penerapan model di lapangan telah dilakukan simulasi terhadap dua bidang urusan pemerintahan yaitu bidang pendidikan nasional dan bidang kesehatan. Dari hasil simulasi menunjukkan bahwa pembagian urusan berdasarkan model UU Nomor 22 Tahun 1999 didominasi oleh pembagian urusan yang bersifat eksklusif pusat dan eksklusif daerah; sedangkan pada model pembagian urusan masa depan bercirikan perluasan urusan bersama (concurrent powers) antarberbagai tingkatan pemerintahan di samping keberadaan urusan pemerintahan yang bersifat eksklusif untuk masing-masing tingkat pemerintahan, yang berimplikasi diperlukannya task sharing antara berbagai tingkatan pemerintahan untuk menangani beberapa urusan pemerintahan yang memerlukan kerjasama, koordinasi dan kreativitas.
Beberapa implikasi dari hasil penelitian ini antara lain perlu menyempumakan kelemahan-kelemahan model pembagian urusan yang berlaku sekarang berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 1999; perlunya penerapan pendekatan pembagian urusan campuran (hybrida) yang menggunakan pendekatan partisipatoris dalam pengambilan kebijakan; perlunya kehadiran lembaga evaluator urusan baik di Pusat maupun Daerah sebagai saluran partisipasi masyarakat dalam penentuan pembagian urusan pemerintahan; perlunya menetapkan strategi implementasi model yang bersifat incremental atau evolusioner; perlunya mendorong kemandirian daerah untuk membiayai urusan pemerintahan melalui mekanisme perpajakan yang diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
D503
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bisman Bhaktiar
"Pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dan daerah otonom di Indonesia sejak awal kemerdekaan sampai dengan masa pasca reformasi diwarnai dengan pasang surut perkembangannya, baik dari aspek konsep, bobot atau besaran urusan pemerintahan yang terbagi untuk Pemerintah dan daerah otonom serta kecenderungannya ke arah sentralisasi atau desentralisasi. Berkaitan dengan itu, penelitian ini melakukan kajian terhadap bagaimana dinamika pengaturan tentang pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dan daerah otonom serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Oleh karena itu, penelitian ini mendeskripsikan desentralisasi dan otonomi daerah serta pembahasan tentang pengaturan pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dan daerah otonom dalam undang-undang dasar dan undang-undang, mulai saat Indonesia merdeka hingga saat ini. Dari penelitian ini menunjukkan telah terjadi dinamika pengaturan dan kondisi yang melatarbelakanginya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengaturan tentang pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dan daerah otonom di Indonesia, diantaranya adalah kondisi sosial dan politik, perubahan konstitusi dan politik hukum. Kondisi sosial dan politik yang berkembang, sangat berpengaruh pada pengaturan pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dan daerah otonom. Pada konfigurasi politik yang demokratis dan terdapat keseimbangan diantara kekuatan politik, maka hubungan Pemerintah dan daerah otonom akan cenderung desentralisasi. Namun sebaliknya, pada konfigurasi politik yang tidak demokratis atau otoritarian maka hubungan Pemerintah dan daerah otonom cenderung sentralisasi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26625
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adam P.W.A. Wibowo
"Pengawasan terhadap sediaan farmasi adalah bagian dari tugas pemerintah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya yang sangat penting artinya bagi pembentukan sumber daya manusia Indonesia, peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa, serta pembangunan nasional. Dalam konsideransnya, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Secara prinsip, terkait dengan sediaan farmasi skema pengaturannya dalam level Undang-Undang, telah dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Wewenang melakukan pengawasan sediaan farmasi di Indonesia meliputi pembentukan/penetapan regulasi, perijinan, pemeriksaan oleh petugas pengawas terhadap kegiatan membuat, mengadakan, menyimpan, mengolah, mempromosikan, dan mengedarkan, monitoring dan evaluasi produk, dan tindakan administratif terhadap pelanggaran hukum serta penyidikan tindak pidana. Keberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang membagi urusan pemerintahan menjadi urusan pemerintah pusat dan pemerintahan daerah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, yang ketentuannya disharmoni dengan peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur pengawasan sediaan farmasi tersebut, menimbulkan permasalahan yang menghambat efektivitas pelaksanaan pengawasan sediaan farmasi.

The drugs (pharmaceutical preparation) regulation is part of the duty of the government to improve public health is very important for the development of human resources in Indonesia, increased resilience and competitiveness of the nation, as well as national development. In it's preamble, Act No. 36 of 2009 on Health states that health is a human right and one of the elements of well-being that must be realized in accordance with the ideals of the nation of Indonesia as referred to in Pancasila and the Constitution of 1945. In principle, related to pharmaceutical regulation in the scheme of Legislation, has stated in Law No. 36 Year 2009 on Health, Law No. 35 Year 2009 on Narcotics and Law No. 5 of 1997 on Psycotropics. That based on the Act, the authority to conduct regulation of drugs (pharmaceutical preparations) in Indonesia include the creation / establishment of regulations, licensing, inspection by the supervisory officers on activity, holding, storing, processing, promoting, and distributing, monitoring and evaluation of products, administrative action against violations of the law, and crime investigation. However, the validity of Act No. 32 of 2004 on Regional Government which decentralize functions between central government and local governance, and Government Regulation Number 38 of 2007 on Decentralization of Government Affair between the Government, Provincial Government, and District Government, disharmony with the provisions of legislation that specifically regulates the pharmaceutical control, raises issues that hinder the effectiveness of pharmaceutical regulation.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35417
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sigalingging, Eduard
"ABSTRAK
Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menggambarkan bagaimana sinkronisasi penyelenggaraan urusan pemerintahan dilaksanakan oleh pemerintah dengan pemerintah daerah, yang akan dijelaskan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Adapun hasil yang diperoleh adalah bahwa sinkronisasi dilakukan melalui koordinasi penyusunan rencana program dan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing instansi, prioritas dalam RPJMN dan RKP menjadi acuan bagi penyusunan RPJMD dan RKPD, dikoordinasikan antara kementerian / lembaga dan pemerintahan daerah, begitu pula target-target nasional terkait urusan pemerintahan daerah III dikoordinasikan untuk dijadikan acuan oleh daerah dalam menentukan target di masing-masing daerah. Selain itu, salah satu penyusunan kebijakan yang menjadi tugas pemerintah adalah penyusunan peraturan pemerintah tentang standar pelayanan minimal dilakukan melalui koordinasi dengan kementerian teknis yang melaksanakan urusan pemerintahan terkait pelayanan dasar. Dengan demikian, hasil sinkronisasi urusan pemerintaha dapat mengintegrasikan pembangunan daerah dengan pembangunan nasional.
"
Jakarta: Biro Hukum dan Komunikasi Informasi Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, 2018
320 JPAN 8 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hadijah
Depok: Universitas Indonesia, 2000
S34234
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ketut Arya Udayana
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh skala optimum belanja pemerintah dibandingkan dengan produk domestik regional bruto (government size) terhadap pertumbuhan ekonomi dan Financial Distress kabupaten dan kota pada Provinsi Maluku. Government size secara intuitif akan mendorong pertumbuhan ekonomi suatu wilayah terutama daerah timur Indonesia yang tingkat aktivitas ekonominya cenderung rendah. Disaat yang sama, besarnya belanja pemerintah berisiko menimbulkan kerentanan finansial terutama di daerah karena pendapatannya berpotensi tidak mampu menutupi belanja Mandatory dan kewajibannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa government
Size tidak berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Domestik Regional Bruto(PDRB) per kapita dan kerentanan fiskal kabupaten dan kota pada Provinsi Maluku, namun Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) memiliki pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi,selain itu tingkat kewajiban pemerintah berdampak signifikan terhadap kerentanan fiskal. Namun demikian, penelitian ini juga memperlihatkan pentingnya komposisi belanja pemerintah terutama belanja wajib dalam memberikan dampak kepada ekonomi dan ketahanan keuangan pemerintah daerah"
Jakarta: Direktorat jenderal perbendaharaan, 2022
328 JMP 3:1 (2022)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Harsanto Nursadi
"Berdasarkan UUD 1945 Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik yang artinya adalah ketika negara ini diproklamasikan bentuknya adalah suatu kesatuan utuh negara yang kemudian wilayahnya dibagi-bagi menjadi daerah-daerah. Pembagian daerah-daerah tersebut didasarkan pada suatu undang-undang tertentu yang disebut undang-undang tentang pembentukan Daerah. Pembentukan daerah tersebut disertai dengan penyerahan kewenangan pangkal dan kemudian kewenangan tambahan pasca pembentukan daerah otonom.
Penyerahan kewenangan tersebut lazim disebut dengan desentralisasi. Penyerahan kewewenangan tersebut pada kenyataannya selama ini (sebelum UU 22 Tahun 1999) sangat sulit untuk dilakukan secara penuh, karena yang terjadi adalah pelaksanaan pemerintahan yang tersentralisasi. Lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 mulai memberikan harapan kepada Daerah untuk merencanakan, menggali, menata dan mengelola kembali daerahnya sesuai dengan aspirasi yang berkembang di masyarakat hukum di daerahnya.
Urusan kehutanan merupakan salah satu urusan pemerintahan teknis yang menemui sejumlah hambatan pada proses pelaksanaan pasca undang-undang pemerintahan daerah tersebut. Pada undang-undang tersebut urusan kehutanan terbagi kedalam beberapa pengaturan, yaitu bila termasuk kelompok sumber daya alam dan konservasi, Pemerintah Pusat berwenang untuk melakukan pendayagunaan, tetapi bila masuk kedalam kelompok sumber daya nasional, maka Daerah berwenang mengelolanya.
Sehubungan dengan hal tersebut, penelitian ini akan mencoba menjawab Bagaimanakah Persepsi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota terhadap pembagian kewenangan urusan kehutanan dilihat dari pelaku, tujuan dan strategi. Kemudian bagaimanakah pembagian kewenangan urusan kehutanan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terakhir Apakah pembagian kewenangan urusan kehutanan tersebut akan berdampak pada revealed comparative advantage (RCA) kehutanan di Sumatera Selatan.
Untuk menjawab pertanyaan pertama, dipergunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dengan cara mencari persepsi ahli menggunakan kuesioner. Pertanyaan kedua dijawab dengan mempergunakan content analysis terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait langsung dengan pembagian kewenangan urusan kehutanan. Terakhir, dipergunakan analisa potensi perekonomian dengan cara menghitung RCA terhadap total ekspor pertanian dan RCA terhadap total ekspor kehutanan bagi Provinsi Sumatera Selatan.
Berdasarkan analisis tersebut didapatkan jawaban pelaku adalah Pemerintah Daerah, kemudian tujuan adalah mengefektifkan pelaksanaan kebijakan hutan nasional dan dengan strategi penetapan. Kriteria dan standar yang jelas bagi pelaksanaan pemerintahan urusan kehutanan pada Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pemerintah Pusat berwenang pada pengelolaan dan pemanfaatan hutan pads tataran kebijakan dan juga pelaksanaan terutama bagi kawasan yang lintas Provinsi. Pemerintah Provinsi memiliki kewenangan pengelolaan dan sebagian pemanfaatan hutan, terutama yang melintasi kabupaten/Kota dan Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki kewenangan pengelolaan dan pemanfaatan hutan yang lebih bersifat lokalitas terhadap kawasan yang berada pada Kabupaten/Kota.
Terakhir, Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Selatan masih memiliki peluang untuk meningkatkan RCA. Sebagai dasarnya adalah luas sisa hutan secara de jure 41,61% dan kebijakan nasional untuk melarang ekspor kayu gelondongan dan bahan baku serpih akan kembali mendorong peningkatan produksi produk kayu di Daerah dan nilai tambah dari kayu terutama untuk ekspor."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T5207
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The particular goal of this research is know explicitly the empirical description on " The Influence of Government Culture and Government Organization to Performance of Local Government in service to society" location of this research was done in Province of DKI Jakarta with basic consideration as a region which is full of problem espicially on government issues to be researched. Main problem of the research was how is the influence of government culture and government organization of local government in service implementation to society done by The Service Sectors of DKI Jakarta Prpvince in giving service to community as a policy option of local government responsibility to overcome various social problem espicially unemployment proverty, defile settlement, disorder, traffic jam and population density which are raising ore in province of DKI Jakarta . This research used theories of government culture, government organization, local government performance and community service. Based on those theories it was designed by using quantitative methods with survey research based on research object. The result of the research was tasted by using Pah Analysis Formula developed by Swall Wright with data nalysis strategy using Linear Structure relations (LISREL). The result showed that empirically, government culture and government organization were partially or collectively in influenced the performance of local government, is the performance of Dinas in service implementation to society because government culture is still oriented to power culture , not service culture oriented. Moreover, it's influenced by very hierarchical government organization design with procedural job pattern had caused slow responsive and responsibility of government in overcoming the problems appear in community. Slow responsibility of local government performance to various issues appears in society caused the degree of trust and participation of society are getting lower to local government."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>