Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 148956 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Elnawisah
"Undang-undang Nomor 8 Tabun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi (Pertamina) memberikan kewenangan kepada Pertamina sebagai pemegang kuasa pertambangan di bidang minyak dan gas bumi. Berdasarkan kewenangan tersebut Pertamina melakukan berbagai kontrak production sharing, antara lain dalam bentuk Kontrak Operasi Bersama (KOB) yang dilakukan oleh perusahaan negara tersebut dengan perusahaan dengan modal asing Karaha Bodas Company (KBC) pada tahun 1994.
Proyek bersama pengembangan energi geotermal tersebut belum sempat dilaksanakan, ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi (1997), sehingga untuk menanggulanginya Presiden mengeluarkan keputusan presiden yang antara lain menangguhkan pelaksanaan proyek KBC. Merasa dirugikan dengan penangguhan tersebut, KBC berusaha melakukan berbagai negosiasi agar proyek terus dilaksanakan sebagaimana diperanjikan. Kegagalan negosiasi tersebut memaksa pihak KBC menempuh jalur hukum dengan menggugat Pertamina di Badan Arbitrase di Swiss sesuai dengan bunyi klausula penyelesaian sengketa. Gugatan KBC diterima dan Pertamina diharuskan membayar sejumlah ganti rugi.
Tesis ini mencoba menjelaskan hubungan antara klausula force majeure dalam KOB yang mencantumkan frasa any government related event yang hanya berlaku bagi kontraktor (KBC) tetapi tidak dapat digunakan oleh company (Pertamina) dengan menggunakan pertimbangan force majeure bagi Keputusan Presiden untuk menangguhkan KOB.
Untuk menjelaskan ha! itu diajukan dua masalah, yaitu: (a) apakah pencatuman klausula force majeure dalam KOB memenuhi unsur-unsur force majeure, dan (b) bagaimana pertimbangan badan Arbitrase Jenewa terhadap kiausuia force majeure bagi penyelesaian sengketa?
Dari basil penelitian disimpulkan bahwa pencantuman klausula force majeure dalam KOB Pasal 15.1 yang menyatakan "with respect to CONTRACTOR only, any Government Related Event tidak memenuhi unsur force majeure daiam hukum kontrak, karena klausula force majeure seharusnya berlaku bagi Para pihak. Namun Badan Arbitrase di Swiss yang mengadili gugatan ini cenderung berpikir legalistik dengan patokan menjunjung tinggi asas kebebasan berkontrak, sehingga tidak dipertimbangkan secara umum unsur-unsur force majeure yang dikenal dalam konsepsi hukum perdata baik daiam KUH-Perdata maupun dalam sistem common law. Meskipun Badan Arbitrase "menghormati" keputusan presiden yang menangguhkan peiaksanaan proyek KBC, namun Pertamina tidak dapat melepaskan tanggung jawabnya dalam kontrak yang telah disepakati, sehingga Pertamina dan PLN tidak dapat menjadikan keputusan tersebut sebagai alasan yang sah untuk melepaskan kewajibannya.
Hasil penelitian ini menyarankan untuk menghindari perbedaan penafsiran, Pertamina dan Badan Usaha Milik Negara lebih berusaha memahami hakekat kebebasan berkontrak para pihak yang dijunjung tinggi pihak asing dan menempatkannya dalam posisi yang tidak bertentangan dengan otoritas Pemerintah untuk (sewaktu-waktu) mengeluarkan kebijakan publik yang terkait dengan pelaksanaan kontrak tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Geri Yaniardi
"ABSTRAK
Penulisan thesis ini dilatarbelakangi keadaan di Indonesia dimana permintaan Bahan Bakar Minyak (untuk selanjutnya disebut BBM) subsidi saat ini di Indonesia semakin meningkat, hal ini terlihat dari jumlah subsidi BBM yang dianggarkan dalam APBN setiap tahunnya. Pemerintah mengeluarkan dana untuk subsidi BBM sesuai dengan jumlah subsidi BBM yang digunakan masyarakat dan nilai ini cukup besar apabila dibandingkan dengan komponen pengeluaran APBN yang lain, khususnya setelah krisis financial dan ekonomi pada tahun 1997-1998. Seiring dengan pertumbuhan konsumsi BBM semakin meningkat dan sejalan dengan semakin meningkatnya kendaraan bermotor (KBM) yang menyebabkan alokasi subsidi BBM yang ditetapkan pada APBN semakin membengkak. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam bentuk kebijakan-kebijakan pembatasan subsidi dan penghematan konsumsi BBM, dengan cara ini diharapkan subsidi untuk BBM yang dikeluarkan dapat dibatasi terhadap kelompok tertentu yang tepat daya belinya terhadap BBM subsidi, sehingga angka subsidi BBM di APBN mencerminkan kebutuhan aktual dari objek yang berhak disubsidi. Untuk itu diperlukan sistem monitoring, pengawasan, pencatatan penelusuran dan pengendalian transaksi pembelian BBM Jenis Tertentu untuk tiap jenis kendaraan bermotor (KBM) di lokasi penyaluran per daerah atau wilayah tertentu, yang pada akhirnya akan menciptakan sistem verifikasi dan validasi penyaluran jenis BBM tertentu secara berkesinambungan berbasis Teknologi Informasi Terintegrasi yang terkait dengan kuota BBM bersubsidi di tiap wilayah. Selain itu untuk membangun kerjasama lintas sektoral dari Pemerintah Pusat, BPH MIGAS, Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten/Kota, POLRI, Kepolisian Daerah dan Badan Usaha selaku mandatory pelaksana pendistribusian BBM Subsidi. Sehingga kesalahan pada proses pendistribusian BBM Subsidi terawasi dengan baik oleh semua pihak. Konsep pengawasan dan pengendalian pendistribusian BBM bersubsidi jenis bensin premium dan minyak solar dilakukan melalui metode pencatatan transaksi harian SPBU dan pelacakan transaksi kendaraan bermotor melalui front end device yang nantinya akan dipasang di tiap SPBU dan di dispenser Bensin Premium dan Minyak Solar. Perangkat front end device yang dipasang antara lain peralatan akuisisi data komputer SPBU dan card reader dan / atau alat pindai / EDC (Electronic Data Capture) di dispenser premium dan minyak solar. Sehingga apabila sistem tersebut diterapkan akan membawa dampak positif kepada BPH Migas selaku Badan Pemerintah yang bertugas mengawasi dan mengatur kegiatan Industri Hilir Migas khususnya BBM bersubsidi yang mana akan tersedianya sistem yang dapat menganalisa transaksi pembelian BBM Jenis Tertentu untuk tiap jenis kendaraan bermotor (KBM) di lokasi penyaluran per daerah atau wilayah tertentu, tersedianya sistem pembatasan alokasi jenis BBM tertentu untuk tiap kendaraan bermotor (KBM) dalam rangka menentukan volume penggunaan BBM jenis tertentu jenis premium dan minyak solar. Dengan hasil akhir berupa tersedianya sistem verifikasi dan validasi penyaluran jenis BBM tertentu secara berkesinambungan berbasis Teknologi Informasi yang terkait dengan kuota BBM bersubsidi di tiap wilayah, Volume BBM bersubsidi yang disalurkan oleh Badan Usaha Pelaksana PSO (Public Service Obligation) di tiap wilayah, penerima BBM bersubsidi berikut alokasi kuota per kendaraan di tiap wilayah terutama lokasi dan waktu penyaluran BBM bersubsidi. Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan/analisis terhadap sistem monitoring penggunaan BBM bersubsidi jenis premium dan minyak solar sektor transportasi darat di pulau bintan menggunakan kartu kendali dan barcode diperoleh total hasil penghematan pada tahun 2011 untuk BBM jenis premium 1.393,030 KL dan untuk minyak solar sebesar 32.557,616 KL atau total sebesar 33.950,646 KL. Jika pada APBN subsidi BBM diasumsikan sebesar Rp. 2.000 /liter maka total penghematan yang dilakukan dapat mencapai Rp. 67.901.291.146,- . Apabila hasil penghematan pengawasan dan pengendalian penggunaan BBM bersubsidi tersebut dibandingkan dengan besaran anggaran biaya pengawasan dan pengendalian yang sebesar Rp.23.467.710.200,- maka sistem ini dapat menghemat APBN sebesar Rp.44.433.580.936,- rupiah sehingga sistem pengawasan dan pengendalian BBM subsidi sebaiknya segera diterapkan dengan dasar hukum yang kuat. Monitoring penggunaan..., M. GeriYaniardi, FT UI, 2011."
2011
T29583
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anggie Dwiputri Irsan
"Kasus antara Karaha Bodas Company LLC (KBC) dengan PERTAMINA berawal dari ditandatanganinya Joint Operation Contract (JOC) antara KBC dan PERTAMINA pada tahun 1994. Namun pada pertengahan jangka waktu perjanjian tersebut, Indonesia telah mengalami krisis ekonomi sehingga Indonesia meminjam dana dari International Monetary Fund (IMF). IMF mensyaratkan agar Pemerintah Indonesia menangguhkan beberapa proyek di Indonesia, salah satunya adalah Proyek Karaha Bodas dengan mengeluarkan Keputusan Presiden. KBC yang merasa dirugikan menggugat PERTAMINA ke Arbitrase Jenewa, Swiss. Namun PERTAMINA dapat mengajukan pembelaan atas dasar force majure. Dalam hal ini Keputusan Presiden dapat mengintervensi perjanjian. Keputusan Presiden dalam hal ini merupakan wewenang atribut.

The case between Karaha Bodas Company LLC (KBC) and PERTAMINA started from the signing of the Joint Operation Contract (JOC) between KBC and PERTAMINA in 1994. But in the mid-term of the agreement, Indonesia had economic crisis that had to borrow funds from the International Monetary Fund (IMF). The IMF required that the Government of Indonesia had to suspend some projects in Indonesia, one of which was Karaha Bodas project by issuing the Decree of Presidential. Therefore, KBC sued PERTAMINA on the basis of defult, to arbitration Geneva, Switzerland. PERTAMINA unable to performed obligations due to the issuance of Presidential Decree in order to conduct a defense on the basis of force majeure. In this case, it may intervene in the agreement because of the attribute authority of President."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S21561
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Amalia Nurhayati
"ABSTRAK
Berdasarkan Permen ESDM No. 3 Tahun 2011, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Minyak Bumi
mengelola Kilang Minyak Bumi dalam rangka menunjang kegiatan pendidikan dan pelatihan
minyak dan gas bumi. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Minyak Bumi diberikan kewenangan
untuk memberikan pelayanan jasa pengolahan dengan ketentuan Kontraktor atau Badan
Usaha menyediakan minyak bumi dan menerima hasil pengolahan sedangkan Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Minyak Bumi hanya mengolah minyak bumi dan mendapatkan
imbalan jasa pengolahan yang wajib disetor ke negara sebagai penerimaan negara bukan
pajak. Hal ini menunjukkan pengelolaan Kilang Minyak Bumi oleh Pusat Pendidikan dan
Pelatihan Minyak Bumi tidak berorientasi bisnis dan mencari keuntungan. Dengan
beroperasinya Kilang Minyak Bumi, maka pptimalisasi Kilang Minyak Bumi sebagai sarana
praktek peserta pendidikan dan pelatihan serta mahasiswa Perguruan Tinggi, memberikan
wawasan dan pengetahuan tentang kegiatan pengolahan minyak bumi, tata cara dan prosedur
penggunaan peralatan dan sarana pengolahan, perlindungan lingkungan, serta kesehatan dan
keselamatan kerja. Dengan adanya Kilang Minyak Bumi, menjadi daya tarik tersendiri atas
kelengkapan sarana dan prasarana Pusat Pendidikan dan Pelatihan Minyak Bumi untuk
menciptakan tenaga kerja nasional di bidang minyak dan gas bumi yang handal, kompeten,
profesional dan siap bekerja. Oleh karena itu butuh dukungan Pemerintah atas jaminan
ketersediaan minyak bumi yang berkelanjutan. Peningkatan kualitas sumber daya di bidang
minyak dan gas bumi berbasis kompetensi akan mengurangi ketergantungan dengan negara
lain dan terwujudnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

ABSTRACT
Based on Regulation of Energy and Mineral Resources Ministerial No. 3 of 2011, Education
and Training Center on Oil and Gas manages oil refinery in order to support education and
training activities of oil and gas. Education and Training Center on Oil and Gas is authorized
to provide processing services with the terms the Contractor or Business Entity provides
petroleum and processing results, while Education and Training Center on Oil and Gas
processing only get the processing fee that must be paid to the state as revenues non-tax state.
This shows that the petroleum refinery management by Education and Training Center on Oil
and Gas is not for business oriented and profit purpose. By the operation of the Petroleum
Refinery, the optimization of Oil Refinery as a practical means of education and training
participants and university students provides insight and knowledge of the petroleum
processing activities, processes and the procedures in the use of equipment and processing
tool, environmental protection, and health and safety employment.With the Oil Refinery, the
comprehensiveness infrastructure Education and Training Center on Oil and Gas is the main
attraction to create a national workforce in the field of oil and gas that are reliable, competent,
professional, and ready to work. Therefore, it needs the support of government to guarantee
continuous availability of petroleum. Improving the quality of human resources in the field of
oil and gas-based competencies will reduce dependence on other countries and the realization
of prosperity and welfare of the people."
Universitas Indonesia, 2013
T35112
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Namira Paramita
"Sektor pertambangan minyak dan gas bumi mempunyai hubungan yang erat dengan sektor kehutanan dalam hal penggunaan dan pemanfaatan kawasan hutan. Oleh karenanya masalah tumpang tindih lahan antara keduanya tidak dapat dihindari. Salah satu hal yang melatarbelakangi tumpang tindih lahan ini adalah pengukuhan kawasan hutan dalam suatu wilayah dimana dalam wilayah tersebut sebelumnya telah ada kegiatan usaha pertambangan minyak dan gas bumi. Pengukuhan tersebut terjadi jauh setelah wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi yang bersangkutan ada dan berjalan. Hal ini terjadi pada wilayah kerja PT Pertamina EP yaitu Field Sangatta-Kalimantan Timur yang berada satu wilayah dengan Kawasan Taman Nasional Kutai. Selain itu dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang mengatur bahwa penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung dan untuk pemanfaatannya dapat dilakukan pada semua kawasan hutan kecuali pada hutan cagar alam serta zona inti dan zona rimba pada taman nasional, justru menimbulkan ketidakpastian hukum bagi para pelaku usaha. Selain itu tidak adanya atau tidak diselenggarakannya penataan ruang yang jelas dan maksimal oleh Pemerintah juga menyebabkan timbulnya masalah tumpang tindih lahan ini. Di satu sisi sektor pertambangan minyak dan gas bumi sebagai salah satu sumber terbesar devisa Negara dituntut untuk memenuhi target produksi Pemerintah. Namun di sisi lain dalam pengusahaannya terbentur oleh aturan-aturan lain yang ada sehingga menghambat jalannya kegiatan usaha. Oleh karenanya perlu segera dilakukan pencegahan dan penanganan atas masalah tumpang tindih lahan ini.
Oil and gas sector has a strong connection with forestry sector in terms of utilization of forest area. Derived from this, the issue of overlapping between two sectors is inevitable. One of the backgrounds for this overlapping is the etermination of forest area in an area which already has an oil and gas business activity. Such determination is occurred long after the related oil and gas activity existed and operated. This happened to PT Pertamina EP?s working area which is Field Sangatta-East Kalimantan that exists in the same area as Kutai National Park (Taman Nasional Kutai). Furthermore, by issuing Law Number 41 year 1999 regarding Forestry that regulates the utilization of forest area, it creates uncertainty of law for business practitioner. In addition, the absence of clear and maximum spatial use management by the Government also can caused this overlapping issue. On one side the oil and gas sector has become one of the country?s biggest income?s sources thus it is required to fulfill the production?s target from the Government. However on the other side the operation has barriers from the existing law and regulation which it can hinder the business activity itself. Based on that, it is required to immediately conduct the prevention and mitigation actions for this overlapping issue."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T28722
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Nurul Firdaus
"Klausula Indemnitas atau Klausula Ganti Rugi merupakan salah satu ketentuan penting dalam kontrak pengeboran internasional untuk membantu mengalokasikan risiko kepada pihak yang berada dalam posisi yang paling tepat untuk menanggung risiko tersebut. Konsep ini memiliki peranan yang signifikan dalam kontrak kontrak di bidang minyak dan gas bumi, karena karakter khusus dari industri tersebut. Skripsi ini membahas unsur utama dari konsep indemnitas, penggunaan klausula indemnitas dalam kontrak pengeboran serta kekurangan dan kelebihan penggunaan klausula indemnitas tersebut dan juga termasuk hal hal penting yang harus diperhatikan oleh para pihak dalam perjanjian.;

Indemnity clause is one of the key provisions in the international contract that helps to allocate risk to the party who is in a better position to accept it. The concept has particularly great significance in oil and gas contracts due to the specific features of the industry. The paper looks at the main elements of the concept and at the ways it is applied in the international drilling rig service contract, some advantages and disadvantages of using indemnity clause in the contract including some critical points that need to be taken into account by the parties to the contract.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S25029
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
" Pemanasan global adalah peningkatan suhu rata-rata pada atmosfer, laut, dan daratan Bumi yang sedang terjadi pada saat ini dan akan terjadi di masa-masa mendatang. Pemanasan global ini disebabkan terutama oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca (GRK) melalui efek rumah kaca. Dari sekian banyak gas yang dapat memberikan efek rumah kaca, maka dipercaya gas karbon dioksida (CO) merupakan GRK yang memberikan andil paling besar di dalam pemanasan global. Emisi gas CO2 ini berasal dari berbagai sumber, namun sumber terbesar adalah akibat kegiatan manusia dari hasil pembakaran bahan bakar fosil, yaitu minyak bumi, gas alam, dan batubara untuk keperluan pada sektor energi, yaitu pembangkit listrik dan transportasi. Berbagai dampak lingkungan akibat pemanasan global ini telah dirasakan. Pada kurun waktu belakangan ini para ilmuwan telah mengamati terjadinya perubahan-perubahan tersebut. Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10-25 cm selama abad ke-20. Pemerintah Republik Indonesia telah menyatakan komitmennya untuk mengurangi emisi gas CO2 sebanyak 26 persen pada tahun 2020. Oi dalam tulisan ini dicoba diuraikan sejauh mana sektor minyak dan gas bumi (migas) dalam kontribusinya pada pemanasan global dengan emisi gas CO2-nya dan berbagai opsi cara-cara memperkecil kontribusi tersebut."
665 LPL 48:2 2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rory Arba Delano Mogot
"Arbitrase merupakan suatu bentuk penyelesaian sengketa di luar peradilan umum. Dengan segala kelebihannya dari segi waktu, biaya dan kerahasiaannya dibandingkan dengan penyelesaian sengketa melalul jalur pengadilan, arbitrase menjadi sangat dominan di era bisnis modem sekarang ini. Namun pada kenyataannya, arbitrase juga memiliki permasalahan dengan banyak terjadinya pembatalan putusan-putusan arbitrase oleh peradilan umum. Ini juga terjadi pada kasus antara Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (PERTAMINA) vs Karaha Bodas Company (KBC) dengan dibatalkannya putusan arbitrase internasional Swiss oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Tindakan PN Jakarta Pusat tersebut dinilai tidak tepat dan telah melampaui kewenangannya. Dengan dipilihnya atau disepakatiriya Swiss sebagai tempat arbitrase oleh PERTAMINA dan KBC, berdasarkan lex arbitri, yaitu hukum negara di mana tempat arbitrase dilangsungkan, maka pengadilan Swiss-lah yang memiliki kewenangan untuk itu sebagai competent authority, bukan PN Jakarta Pusat"
Jakarta: Universitas Indonesia, 2004
T36181
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Gas H2S dan CO2 merupakan senyawa impuritis gas bumi yang disamping bersifat korosif dan dapat merusak peralatan, kedua senyawa tersebut juga dapat menurunkan kualitas gas bumi terutama nilai kalorinya. Kegiatan penelitian rancang bangun adsorben berupa karbon aktif ini bertujuan untuk menyerap impuritis gas H2S dan CO2 sehingga terpisah dari gas bumi. Proses aktivasi karbon merupakan tahap yang sangat penting untuk mendapatkan karbon aktif dengan karakter yang sesuai yang dapat menyerap adsorbat gas yang diinginkan. Untuk itu dalam penelitian ini dilakukan proses re-aktivasi kimia karbon aktifkomersial dengan kualitas rendah untuk menghasilkan karbon aktif dengan kualitas yang baik dengan kapasitas adsorpsi gas yang tinggi. Pembuatan rancang bangung peralatan ujijuga dilakukan untuk menguji unjuk kerja adsorben dalam mengadsorpsi gas CO2 dan H2S. Dari keseluruhan pengujian, disimpulkan bahwa karbon aktifyang memiliki karakteristik paling baik adalah karbon aktif AC4 dengan ukuran -50/+70 mesh yang diimpregnasi dengan Kl sehingga mampu menyerap gas CO2 dengan efisiensi adsorpsi sebesar 50% dan menyerap gas H2S dengan efisiensi adsorpsi sebesar 100%."
LEMIGAS, 2013
665 LPL 47 (1) 2013
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>