Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 203336 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aa Dani Saliswijaya
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T36690
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Mokhammad Makhsyar Hadi
"Tesis ini membahas Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sebagai metode penjadwalan kembali pembayaran utang perusahaan dengan mendasarkan pada Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang serta penerapannya dalam praktik, dan membahas mengenai bentuk pengaturan restrukturisasi utang di Amerika Serikat dan Singapura sebagai perbandingan. Penelitian ini adalah penelitian normatif yuridis. Hasil penelitian ini menyarankan bahwa dalam mengajukan permohonan PKPU harus diperhatikan mengenai pembuktian adanya utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, serta perlu adanya aturan pembatasan jumlah utang maksimal dan ketentuan jangka waktu maksimal dalam menjadwalkan kembali pembayaran utang.

The focus of this study is discussing about Suspension of Payment (PKPU) as a method to debt rescheduling payment of the company and its implementation in practice according to Law No. 37 of 2004 regarding Bankruptcy And Suspension of Payment, and, as comparison, this study is discuss how debt restructurization in United States Of America and Singapore are regulated. This research is juridical normative which mean the data is according to the applicable law. The researcher suggest that a simple evidentiary regarding a due and collectible debt must be aware while submission of PKPU petition, and a regulation regarding maximum debt limitation and maximum term of debt repayment are necessary needs.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35201
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adlan Adonis
"Perubahan Undang-undang Kepailitan dengan Perpu Kepailitan Nomor 1 Tahun 1998 serta ditetapkannya perubahan tersebut dalam Undang-undang Nomor 4 Tabun 1998, selanjutnya perubahan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang diatur dalam Bab II Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998, yaitu Pasal 212 sampai dengan Pasal 279, diharapkan penyelesaian masalah utang-piutang berfungsi pula sebagai filter untuk menyaring atas dunia usaha dari perusahaan-perusahaan yang tidak efisien. Di samping itu, Penundaan kewajiban pembayaran utang tidak ditujukan kepada eksekusi barang-barang debitur dan pembagian hasil kepada para kreditur. Melainkan Penundaan kewajiban pembayaran utang berakibat untuk selama jangka waktu tertentu tidak dapat dipaksa untuk membayar utangnya. Karena, kewajiban untuk membayar utang ditangguhkan selama ada penundaan. Penundaan kewajiban pembayaran utang adalah untuk mencegah Kepailitan seorang debitur yang tidak dapat membayar tetapi yang mungkin dapat membayar di masa yang akan datang. Dengan demikian Penundaan kewajiban pembayaran utang memberikan kepada debitur keringanan sementara dalam menghadapi para kreditur yang menekan untuk mereorganisasi dan melanjutkan usaha, dan akhirnya memenuhi kewajiban debitur terhadap tagihan-tagihan para kreditur. Dengan adanya keringanan sementara tersebut banyak debitur yang lebih memilih mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang terhadap utang-utangnya yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih daripada harus dimohonkan untuk dipailitkan oleh para krediturnya. Oleh karena itu debitur boleh mengajukan sebuah permohonan untuk penundaan kewajiban pembayaran utang atas prakarsanya sendiri. Biasanya, debitur hanya mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang sebagai tanggapan atas suatu permohonan kepailitan debitur yang diajukan oleh seorang kreditur, Alasannya Undang-undang Kepailitan menentukan bahwa apabila permohonan permohonan untuk penundaan kewajiban utang dan kepailitan diperiksa oleh Pengadilan Niaga pada waktu yang bersamaan, maka permohonan untuk penundaan kewajiban pembayaran utang akan diperiksa dan diputus terlebih dahulu. Sehingga Penundaan kewajiban pembayaran utang hanya boleh dikabulkan apabila putusan yang menyatakan kepailitan belum diucapkan oleh Pengadilan Niaga."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T16515
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tamba, Sangap Jonathanis
"Abstrak Penulisan tesis ini mengenai perlindungan hukum debitor termohon PKPU terhadap permohonan PKPU yang diajukan kreditor separatis berdasarkan UU Kepailitan dan PKPU No. 37 Tahun 2004 serta menganalisis putusan PKPU No. 113/Pdt.Sus-PKPU/2017/PN.Niaga-Jkt.Pst, dengan menggunakan metode kepustakaan, data yang diperlukan adalah data sekunder dengan pendekatan yuridis normatif.
Hasil penulisan berdasarkan analisis data, bahwa pengaturan terhadap pengajuan PKPU tidak merujuk bagi kreditor separatis karena adanya pemisahan dari jaminan agunan yang dipegang dan dapat dieksekusi untuk pelunasan piutangnya, sesuai dengan UU Hak Tanggungan No.4 Tahun 1996 pasal 6 jo. pasal 20 ayat 1 huruf a mengenai hak eksekutorial kreditor separatis. Pasal 244 huruf a UU No. 37 Tahun 2004 merupakan instrument perlindungan hukum debitor termohon PKPU bahwa pengajuan PKPU tidak berlaku terhadap tagihan yang dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya.
Dalam menganalisis putusan PKPU No. 113/Pdt.Sus-PKPU/2017/PN.Niaga-Jkt.Pst., bahwa majelis hakim pengadilan niaga dinilai kurang-cermat, putusannya didasarkan atas pemenuhan syarat formil dan materiil permohonan saja konsep simply doesn rsquo;t pay tanpa menilai aspek-aspek hukum lainnya.

The writing is concerning the legal protection of the debtor PKPU rsquo s petition against PKPU 39 s proposal filed by separatist creditor pursuant to the Act of Bankruptcy and PKPU No. 37 of 2004 and analyzing the decision of PKPU. 113 Pdt.Sus PKPU 2017 PN.Niaga Jkt.Pst, using library method, the required data is secondary data with normative juridical approach.
The result of writing based on data analysis, that the arrangement of PKPU submission does not refer to separatist creditor because of separation from collateral assurance held and can be executed for the settlement of its receivables, in accordance with the Insurance Rights Act No.4 of 1996 article 6 jo. Article 20 paragraph 1 letter a regarding the right of the executor of the separatist creditor. Article 244 letter a of Law No. 37 of 2004 is a legal instrument of the debtor PKPU rsquo s petition that PKPU 39 s application does not apply to bills secured by pledge, fiduciary guarantee, mortgage rights, or collateral right on other properties.
In analyzing the decision of PKPU. 113 Pdt.Sus PKPU 2017 PN.Niaga Jkt.Pst., that the judges of the commercial court are judged to be inadequate, the ruling is based on formal compliance and request material only simply doesn rsquo t pay concept regardless of aspect other legal aspect.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T51467
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dino Irwin Tengkano
"ABSTRAK
Peraturan perundang-undangan mengenai Kepailitan dan PKPU akan sanqat mempengaruhi penyelesaian utanq piutanq yang sedang berjalan, baik untuk Kreditor yang berkepentingan atas kembalinya dana yang telah dipinjamkan, maupun baqi Debitor quna kelangsungan usahanya. Permasalahan utama yang dianalisis adalah perlindungan dan peluang yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 (UUK dan PKPU) terhadap Kreditor yang tidak menyutului rencana perdamaian pada Rencana Perdamaian dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh Debitor serta konsekwensi yuridis baqi Debitor yang tidak melaksanakan putusan perdamaian. Penelitian mempergunakan metode penelitian hukum normatif dengan mempergunakan bahan hukum sekunder yang diteliti meialui pengkajian peraturan perundang-undangan dan studi dokumen atas Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 015/PKPU/2000IPN.Niaga Jkt-Pusat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 mclindungi dan mcmberikan kcmungkinan untuk melakukan upaya hukum bagi Kreditor yang tidak menyetujui Rencana Perdamaian dalam PKPU yang dialukan oleh Debitor melalui pengajuan rencana perdamaian "tandingan" dengan berlandaskan pada Pasal 222 ayat (2) UUK dan PKPU yang memberi kesempatan kepada Kreditor untuk mengajukan rencana perdamaian: Apabila rencana perdamaian telah menjadi putusan Pengadilan Niaga, Kreditor dapat mengajukan permohonan kembali kepada Mahkamah Aqunq denqan memberikan bukti baru yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara di Pengadilan sudah ada, tetapi belum ditemukan atau da.Lam putusan hakim yang bersangkutan terdapat kekeliruan yang nyata sebagaimana diatur dalam Pasal 295 UUK dan .PKPU. Konsekwensi yuridis bagi Debitor yang tidak meiaksanakan putusan perdamaian adalah bertanggungjawab dan dapat dituntut oleh seluruh Kreditor termasuk yang tidak menyetujui perdamaian berdasarkan ketentuan Pasal 287 UUK dan PKPU sebagaimana dapat diperlakukan terhadap pihak-pihak yang mengingkari putusan pengadilan. Dalam hal utang yang ditanggung Debitor itu merupakan Piutanq Neqara maka kepada Debitor yang inqkar itu antara lain dapat diberlakukan tindakan hukum paksa badan

ABSTRACT
Law and regulation concerning Bankruptcy and Restructuring of Debt Payment (PKPU) will be very influencing for solving the corporate' receivable and liability both of The Creditors having importance concerning with return payment of fund have been loaned and The Debtors utilize the continuity of their business. The core problems which analyzed is the opportunity and protection given by Bankruptcy Code Number 37 Year 2004 to The Creditors which do not agree with the Compromise Plan in Restructuring of Debt Payment arranged by Debtor. and also the law consequence to Debtor which do not execute Compromise Plan decision. Normative research method utilized in this thesis by utilizing secondary sources and materials of Law and regulation and document study to the Justice Decision of Commercial Court (Pengadilan Niaga) Jakarta Pusat registered Number OIS/PKPU/2000IPN.Niaga Jkt-Pusat.
Result of research indicate Bankruptcy Code Number 37 Year 2004 protecting and giving possibility to legal effort for Creditor frown on Compromise Plan in Restructuring of Debt Payment raised by Debtor pass proffering another Compromise Plan base on Section 222 paragraph (2) of Bankruptcy Code Number 37 Year 2004 making an opening for The Creditors to raise Compromise Plan. When Compromise Plan have come to Pengadilan Niaga decion, Creditor can apply again to Mahkamah Aqunq by giving new evidence which have the character of determine which is on case time in the court there are, but not yet been found or in pertinent judge decision there are real by mistake as arranged in Section 295 Bankruptcy Code Number 37 Year 2004. The consequence to Debtor which do not execute Compromise Plan is responsible and able to be claimed by all Creditor including which frown on plan pursuant to rule of Section Bankruptcy Code Number 37 Year 2004 as can be treated to whoever disobeying justice decision. In the case of accounted on debt is that Debtor represent Receivable State hence to Debtor that denied may be gone into effect force body Punishment."
2007
T19304
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asiska Ratnasari
"Skripsi ini membahas mengenai perdamaian dalam kepailitan dan PKPU. Proses perdamaian memberikan kesempatan kepada debitor untuk mengajukan rencana perdamaian kepada para kreditornya. Dalam pengesahan rencana perdamaian tidak hanya didasarkan kepada persetujuan dari kreditor yang jumlahnya diatur dalam undang-undang Tetapi, juga perlu untuk mempertimbangkan faktor-faktor yang mengakibatkan rencana perdamaian tersebut ditolak pengesahannya. Dalam kaitan kasus yang dianalisis oleh penulis, rencana perdamaian tidak selalu mendapat pengesahan dari Pengadilan Niaga. Penolakan atas rencana perdamaian bukan berasal dari jumlah persetujuan kreditor, melainkan pada pertimbangan Hakim yang menganggap rencana perdamaian tidak cukup terjamin pelaksanannya. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan menyajikan data secara deskriptif.

This thesis discusses about accord/composition plan in bankruptcy Suspension of Payment According to Act of Bancruptcy. The accord process provides the opportunity for the debtor to propose a composition plan to the creditors. In composition plan approval is not only based on the consent of the creditors whose number is set by law, however, also need to consider the factors that lead to the composition plan was rejected ratification. In regard to the cases analyzed by the authors , not always accord plan approved by the Commercial Court. Rejection of the composition plan did not come from the number of creditor approval, but in consideration of the Judge who considers composition plan is not sufficiently guaranteed observance. This research is qualitative research design an analytical description."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S58360
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maman Sudirman
"Sebaqai akibat dari krisis moneter yang berkepanjangan yang dimulai sejak pertengahan tahun 19997 yang lalu, saat ini makin banyak dunia usaha yang tidak dapat memenuhi
kewajibannya. Dalam dunia hukum, debitur yang tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada kreditur dapat dinyatakan pailit. Karena bila hal ini dibiarkan berlarut-larut akan
dapat mengganggu tatanan_kehidupan ekonomi yang sudah ada. Untuk mengatasi dampak negatif makin banyaknya debitur yang akan bangrut, maka pemerintah telah mengeluarkan Undang- Undang Kepailitan No. 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Kepailitan dan Lembaga Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU} ini dalam hukum dagang dikenal dengan nama Surseance
van betaling atau suspension of payment, yang diatur dalam Peraturan Kepailitan, Sth. 1905-217 jo. Stb. 1906-348, Bab II, dari pasal 212 sampai dengan pasal 279. Debitur yang menunda atau mengetahui bahwa dia tidak akan dapat
melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah bisa ditagih, dapat mengajukan permohonan penundaan pembayaranutangnya melalui pengadilan. Dalam kasus penundaan pembayaran, bahwa debitur berada dalam keadaan sulit untuk dapat memenuhi (membayar) utangya secara penuh, misalnya, perusahaan debitur pada saat itu menderita kerugianQ kebakaran yang menimpa pabrik, resesi ekonomi, dan lain-
lain. Kesulitan debitur seperti itu belumlah menjadi indikasi kearah kebangrutan {kepailitan}. Apabila debitur diberikan waktu, ia akan sanggup (mampul untuk memenuhi
atau melunasi utangnya secara penuh. Untuk itulah, debitur dapat memohon penundaan pembayaran dengan tujuan agar iabisa memperbaiki ekonomi dan perusahaannya tersebut. Dengan demikian Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU} dapat dijadikan alternatif yang menguntungkan baik bagi kreditur maupun debitur dibandingkan jika perusahaan yang insolven langsung dipailitkan, akan tetapi hal tersebut tidak
menutup kemungkinan adanya kerugian-kerugian, baik bagi debitur maupun bagi kreditur."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T18231
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stephanus Advent Hari Nugroho
"Peraturan perundang-undangan mengenai Kepailitan dan PKPU akan sangat mempengaruhi penyelesaian utang piutang yang sedang berjalan, baik untuk kreditor maupun bagi debitor guna kelangsungan usahanya.
Permasalahan yang dianalisis adalah bentuk dan dasar hukum dari perjanjian perdamaian yang telah disepakati oleh debitur dan para kreditor berdasarkan Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004, serta upaya hukum bagi pihak yang tidak setuju dengan perjanjian perdamaian, dan analisa mengenai suatu badan hukum yang sudah sepakat pada perjanjian perdamaian dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) apakah dapat diajukan permohonan pailit kembali oleh pihak lain.
Penelitian mempergunakan metode penelitian hukum normatif dengan mempergunakan bahan hukum sekunder yang diteliti melalui pengkajian peraturan perundang-undangan dan studi dokumen atas Putusan Pengadilan Niaga/Negeri Jakarta Pusat Nomor 06/PKPU/2009/PN.NIAGA.JKT.PST. Jo.No.68/PAILIT/2009/PN.NIAGA. JKT.PST. antara PT. Sumber Sejahtera Logistic Prima selaku pemohon PKPU dengan PT. Orix Indonesia Finance selaku termohon PKPU.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 memberikan landasan hukum bagi perjanjian perdamaian yang telah disepakati, mengikat bagi debitur dan para krediturnya, dengan berdasarkan ketentuan pada pasal 286 UUK dan PKPU, kemudian Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 juga memberikan landasan hukum bagi pihak yang akan melakukan upaya hukum karena tidak setuju dengan rencana perdamaian, dari hasil penelitian juga diketahui bahwa terhadap suatu badan hukum atau perorangan yang sudah setuju dan mengikatkan diri pada suatu perjanjian perdamaian tidak dapat diajukan permohonan pailit kembali oleh pihak lain.

Rule of Act of Bankruptcy and Suspend of Payment will have a tremendous effect on a debt-credit settlement in progress, both for creditor who intend to the return of loan, and for debtor to sustain the business stability.
The subject for this analysis is the form and the foundation of composition plan that had been settled between debtor and creditor according to Code Number 37 Year 2004 of Act of Bankruptcy and Suspend of Payment and legal remedies for party who disagree with the composition plan, and analyzing whether a legal entity that had reached accord in Suspend of Payment be able to have petition for the declaration of bankruptcy from another party.
The research applies normative method using secondary legal data, and using literature study on the Act of Bankruptcy and legal documents of the Decision of Business Court / District Court of South Jakarta Number 06/PKPU/2009/PN.NIAGA.JKT.PST. Jo.No.68/PAILIT/2009/PN.NIAGA. JKT.PST involving PT. Sumber Sejahtera Logistic Prima as the petitioner of Suspend of Payment and PT. Orix Indonesia Finance as the petition for Suspend of Payment.
Research shows that Code Number 37 Year 2004 of Act of Bankruptcy and Suspend of Payment on Article 286 provide foundation of law for composition plan that had settled by the debtor and creditors and obliged for debtor and creditors, as well for party who will engage in legal remedies for disagree with the composition plan. Moreover the research shows that a legal entity or individual who obligated to one composition plan is not able to have petition for the declaration of bankruptcy from another party.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27802
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>