Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131724 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Herlien Widjaya
"Pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan dapat dilakukan dengan
Parate Eksekusi atau Eksekusi melalui Pengadilan atau
dengan cara Penjualan Melalui Lelang Secara Sukarela.
Didalam praktek pencairan barang jaminan kreditur sering
dihadapkan pada situasi yang sulit untuk dapat memecahkan
permasalahannya, mungkin karena debitur tidak baik cara
mengatur managemen perusahaan debitur atau keadaan pasar
yang memang tidak mendukung atau kurang baik dan disisi
lain juga adanya itikad yang tidak baik dari pemilik barang
jaminan.Sebelum dilaksanakannya eksekusi Hak Tanggungan
atas tanah yang dibebani dengan Hak Tanggungan kreditur
memberikan kesempatan kepada debitur dengan cara
reconditioning atau rescheduling/ melakukan restrukturisasi
kredit antara lain dengan melakukan penurunan bunga, atau
pengurangan tunggakan bunga kredit/tunggakan pokok kredit
atau menambah fasilitas kredit atau memperpanjang, jangka
waktu kredit atau dengan melakukan pengambilan asset
debitur sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau konversi
kredit menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan
debitur.Bilamana setelah dengan cara pendekatan tersebut
debitur masih tidak dapat melunasi hutangnya maka tidaklah
berkelebihan bila Kreditur melakukan upaya upaya untuk
memperoleh kembali kredit yang sudah diberikan kepada
debitur .Untuk itu dipandang perlu bagi kita untuk mengkaji
dan mengetahui apa dan bagaimana upaya yang dilakukan oleh
Bank PANIN Tbk guna memperoleh kembali kredit yang telah
diberikan kepada debitur baik usaha kecil maupun menengah
yang tidak mau melunasi utangnya. Umumnya ditempuh jalan
penjualan melalui lelang suka rela.Agar pelaksanaan
penjualan itu dapat dilakukan secara jujur Undang Undang
Hak Tanggungan mengharuskan agar penjualan dilakukan
melalui pelelangan umum menurut cara yang ditentukan
undang undang agar pelaksanaan penjualan itu dapat
dilakukan secara jujur tanpa adanya tuntutan dibelakang
hari bahwa penjualan barang debitur dilakukan tidak dengan
harga dibawah harga pasar.
Metode penelitian yang kami pergunakan adalah penelitian
diskriptif analisis yaitu menggambarkan dan memberikan
informasi mengenai eksekusi Hak Tanggungan terhadap debitur
usaha kecil dan menengah."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T36341
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zefanius Fransisco
"Salah satu praktek dalam perbankan adalah adanya keberadaan jaminan/agunan di dalam melakukan perjanjian kredit. Dalam perkembangannya dalam melakukan pemberian kredit terdapat masalah saat ternyata agunan yang diberikan dalam proses perkreditan ternyata merupakan hasil dari tindak pidana yang menyebabkan terjadinya penyitaan untuk pengembalian kerugian negara. Penelitian ini mencoba menganalisis mengenai apakah penyitaan tersebut sesungguhnya dapat menghilangkan hak preferent maupun hak parate eksekusi yang dimiliki oleh bank sesaat setelah melakukan peletakan hak tanggungan terhadap asset yang dijadikan jaminan. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan teknik pengumpulan data sekunder atau bahan pustaka. Dari penilitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pada
konsep hukumnya sendiri hak preferent dan hak parate eksekusi tidak dapat dirampas oleh negara karena adanya asas droit de suite dan droit de preferent, akan tetapi apabila terjadi perampasan yang dilakukan oleh negara maka hilanglah kedua hak tersebut karena walau dapat dimintakan kembali agunan tersebut tapi harus melawati proses yang panjang yang menghilangkan hak parate eksekusi maupun hak preferent. Maka dari itu penulis menyarankan seharusnya undang-undang lebih diperbaharui sehingga dapat lebih menjelaskan lagi mengenai agunan yang terbukti merupakan hasil tindak pidana. Serta penegak hukum yang melakukan penyitaan harusnya melakukan pemeriksaan terhadap benda yang akan disitanya, apakah diatas benda tersebut terdapat hak pihak ketiga yang dilindungi oleh Undang-undang.

In bankin practice making credit agreements there are existence of collateral. In its development in giving credit there was a problem when it turned out that the collateral provided in the credit process turned out to be the result of a criminal act that caused seizure of the object to recover state losses. This study attempts to analyze whether the confiscation can actually eliminate preferential right and parate execution right held by the bank shortly after placing the mortgage right on the assets that are used as collateral. Approach method used in this research is normative juridical with technique of collecting of secondary date or library material, which then analyzed by using qualitative method. From the research conducted, it can be concluded than in the legal concept the preferential right and parate execution right cannot be confiscated by the state beause the legal concept the preferential rights and parate execution rights cannot be confiscated by the state because the principle of droit de suite and droit de preferent, but if there is a seizure carried out by the state it meants then the two rights are lost because even if the bank can collect the collateral again but bank had to go through a long process that eliminated the parate execution and preferential rights. Therefore the authors suggest that the law should be renewed so that it can further explain about collateral which is proven to be the result of a criminal act. As well as law enforcers who carry out seizures should conduct an inspection of the objects before confiscated it, whether there are rights to the third party which are protected by law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52709
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinah
"Seiring dengan meningkatnya jumlah pemberian kredit, timbul masalah kredit macet. Yang menjadi masalah bagi dunia perbankan kita saat ini bukan saja karena meningkatnya jumlah kredit macet melainkan juga masalah penagihan kredit macet. Sehubungan dengan masalah tersebut diatas, pihak perbankan melakukan upaya-upaya hukum yang dapat menyelesaikan masalah kredit macet. Upaya terakhir yang dilakukan oleh pihak perbankan adalah upaya eksekusi jaminan hutang, baik eksekusi jaminan hutang secara lelang tanpa campur tangan Pengadilan Negeri, maupun eksekusi jaminan hutang secara lelang dengan bantuan Pengadilan Negeri (persetujuan/fiat Pengadilan Negeri) serta penjualan dibawah tangan dengan kesepakatan pemberi hak tanggungan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 20 Undang-undang Hak Tanggungan. Namun dalam praktek, eksekusi jaminan hutang dilakukan secara lelang dengan bantuan Pengadilan Negeri (persetujuan/fiat Pengadilan Negeri)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T15418
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firdaus Abu Bakar
"Penelitian ini dilakukan dalam rangka menjawab suatu pertanyaan tentang bagaimanana penjaminan dengan Hak Tanggungan dan eksekusinya pada lembaga sewa guna usaha (leasing). Sebagai bahan untuk menganalisa, diambil suatu putusan pengadilan yaitu Putusan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor : 16/PDT.BTH/2000/PN.TNG.
Pertanyaan tersebut muncul lantaran banyaknya permohonan eksekusi yang ditolak atau ditunda pelaksanaanya oleh pengadilan atas penjaminan dengan Hak Tanggungan yang dimohonkan oleh suatu lembaga perbankan atau lembaga pembiayaan terutama perusahaan leasing. Berdasarkan penelitian, kadangkala alasan majelis hakim menolak permohonan sita eksekusi atau mengabulkan penundaan eksekusi Hak Tanggugan tidak logis, seperti mengacu kepada salah satu Surat Ketua Muda Mahkamah Agung R.I. yang menegaskan/menjelaskan " Permohonan eksekusi hak tanggungan untuk pembayaran hutang lessee harus ditolak ". Sedangkan Undang-Undang tentang Hak Tanggungan [UU No. 4 Tahun 1996] sudah dengan jelas dan tegas mengatur tentang Hak Tangggunan ini. Sebagaimana diatur dalam undang-undang tersebut bahwa pemegang Hak Tanggungan bisa saja orang perorangan atau badan hukum yang bekedudukan sebagai pihak yang berpiutang. Dalam hal ini, perusahaan Leasing sebagai badan hukum yang punya piutang atas pelundaan pembayaran sewa, tentu saja diperbolehkan sebagai pemegang Hak Tanggugan. Apalagi, permintaan eksekusi Hak Tanggungan berdasarkan pasal 224 HIR semakin marak diajukan seiring dengan banyaknya dunia usaha yang collaps sehingga tidak sanggup membayar utangnya, seperti diatur dalam Pasal 3 jo Pasal 14 jo Pasal 26 UUHT.
Dalam melakukan penelitian ini, digunakan metode penelitian kepustakaan/studi dokumen (yuridis normatif) dengan mengumpulkan dan menganalisa data-data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tertier, dengan tipologi penelitian yang bersifat eksplanatoris kemudian dianalisa secara kualitatif. Metode kepustakaan ini dilakukan dalam menjelaskan teori-teori yang berhubungan dengan lembaga leasing dan eksekusi hak tanggungan tersebut dan kemudian diaplikasikan dengan menganalisa suatu kasus yang telah diputus oleh pengadilan.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT) sudah mengakomodir aspek-aspek hukum yang berhubungan dengan hak tanggungan. Bahkan untuk eksekusinya, UUHT telah mengembalikan tata cara eksekusi."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T18944
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arie Budiman
"Dalam rangka menjamin adanya mekanisme penyelesaian sengketa hutang piutang antara kreditor dan debitor secara adil, cepat, terbuka dan efektif melalui lembaga peradilan, Pemerintah telah mengeluarkan Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Undang-undang tersebut merupakan pengganti dari Peraturan Kepailitan (Faillissenient Verordening) Stb. 1905 - 217 jo. 1906 -- 348, yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) No. 1 tahun 1998 yang selanjutnya diundangkan menjadi Undang-Undang No. 4 tahun 1998. Kepailitan pada intinya adalah sitaan umum atas aset debitor yang ditandai dengan adanya suatu pemyataan pailit terhadap debitor yang dinyatakan dengan suatu putusan pengadilan. Kepailitan mempunyai peranan untuk menyelesaikan bermacam-macam tagihan yang diajukan oleh kreditor-kreditor kepada debitornya yang masing-masing mempunyai karakter, nilai dan kepentingan yang berbeda-beda. Proses dalam kepailitan dapat mengatur perbedan-perbedaan tersebut melalui mekanisme pengkolektifan penagihan piutang sehingga masing-masing kreditor tidak secara sendiri-sendiri menyelesaikan tagihannya. Dalam pelaksanaannya, banyak persoalan-persoalan hukum yang perlu memperoleh penegasan karena undang-undang tidak memberikan definisi secara tegas sehingga timbul penafsiran-penafsiran yang berbeda di antara praktisi hukum, bahkan pengadilan atau Mahkamah Agung sendiri yang dapat menimbulkan ketidakpastian hukum. Di samping itu, beberapa ketentuan di dalamnya dapat menimbulkan permasalahan berupa kemungkinan benturan-benturan dengan ketentuan yang ada dalam perundang-undangan lainnya. Dalam proses kepailitan diatur bahwa setiap kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Namun demikian, hak eksekusi kreditor dimaksud ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal putusan pemyataan pailit diucapkan. Ketentuan tersebut, dalam prakteknya kemungkinan akan menemui benturan khususnya dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-undang No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Ketentuan dalam Undang-undang Kepailitan tersebut tentunya dapat memberikan dampak yang merugikan bagi kreditor-kreditor tersebut, termasuk kreditor pemegang hak tanggungan dalam melaksanakan hak-haknya selaku kreditor pemegang hak jaminan. Ketentuan kepailitan bahkah lebih jauh lagi telah tidak memberikan jaminan atau perlindungan bagi kreditor pemegang hak tanggungan dalam melaksanakan haknya."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T19182
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This article elaborates concerning Indonesia secured transaction that focused on Hak tanggungan (Indonesian mortgage) in anxious practical perspectives. The Origin of the apprehension is rooted on the regulation method of foreclosure hak tanggungan the regulation itself that abide by prior Dutch law (HIR dan Rbg) has reflected inconsistency on Indonesian secured transaction law reform"
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Idham Muhammad Aulia
"Hak tanggungan merupakan salah satu jenis jaminan yang digunakan sebagai jaminan pada pemberian fasilitas kredit, yang ketentuannya dituangkan dalam perjanjian jaminan. Dalam hal ini, aset debitur yang digunakan sebagai jaminan adalah hak atas dan dapat berupa bangunan, tanaman, dan hasil karya yang sudah ada ataupun akan ada yang merupakan satu kesatuan pada tanah tersebut. Ketentuan mengenai bangunan, tanaman, dan hasil karya di atas tanah milik debitur harus dinyatakan dengan tegas dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan tersebut. Dalam penelitian ini, penulis bertujuan untuk meninjau lebih lanjut mengenai bagaimana bentuk perlindungan dan upaya hukum bagi debitur dalam permasalahan terkait lelang eksekusi yang dilakukan oleh kreditur sebagai penjual dengan penetapan nilai limit yang tidak wajar atau rendah, sebab dengan adanya ketentuan mengenai nilai limit dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang Nomor 122 Tahun 2023 dan ketentuan eksekusi dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, bisa memberikan kedudukan yang seimbang dan adil dalam pelaksanaan lelang eksekusi.

Mortgage is one type of collateral used as security for the provision of credit facilities, the provisions of which are set out in a security agreement. In this case, the debtor's assets used as collateral are rights to and can be in the form of existing or future buildings, plants, and works that form an integral part of the land. The provisions regarding buildings, plants, and works on the debtor's land must be expressly stated in the Deed of Granting Mortgage. In this study, the author aims to further review how the form of protection and legal remedies for debtors in problems related to execution auctions conducted by creditors as sellers with the determination of unreasonable or low limit values, because with the provisions regarding the limit value in the Minister of Finance Regulation concerning Auction Implementation Guidelines Number 122 of 2023 and the provisions of execution in Law Number 4 of 1996 concerning Mortgage Rights, can provide a balanced and fair position in the implementation of execution auctions."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juldin Bahriansyah
"Penelitian ini mengungkapkan bagaimana pengetahuan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) tentang Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Pengetahuan diukur melalui dua set pertanyaan dengan pengelompokan berdasarkan bobot pengetahuan menjadi pengetahuan dasar dan pengetahuan lanjutan.
Penelitian ini juga mengeksplorasi bagaimana peran perlindungan merek terhadap pola bisnis UMKM, Sebagai perbandingan digunakan model yang diungkapkan oleh Dodds. Sebagai suatu penelitian campuran, penelitian ini juga mengeloborasi bagaimana para informan melakukan bisnis sejak awal hingga sekarang. Selain itu, kondisi seputar bisnis yang turut berpengaruh juga diungkapkan.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah (a) pengetahuan para UMKM tentang HKI masih rendah; dan (b) pengaruh merek terhadap omzet penjualan terjadi secara tidak langsung, dimana melalui tahapan-tahapan antara.
Oleh karena itu, disarankan agar (a) Direktorat Jenderal HKI memfokuskan sosialisasi HKI kepada UMKM tentang merek saja pada periode awal dan berkembang pada periode berikutnya; (b) Direktorat Jenderal HKI memberikan insentif berupa struktur biaya khusus UMKM serta percepatan pemeriksaan merek bagi pemohon UMKM; dan (c) bagi UMKM sendiri, perlu pembuatan nama produk yang berbeda dan mudah diingat, menggunakan slogan/jingZe, berupa simbol, sponsor; dan adanya pengulangan.

This research describes the understanding of Micro, Small, and Medium Enterprises (MSMEs) about Intellectual Property Right (TPR). The understanding nature is explored using questions, representing their basic and advanced knowledge of IPR.
This research also explores the role of trademark protection to MSMEs business cycie. Meanwhile, Dodd’s model is used for the analysis. Since it is a mix research, it also elaborates how informen run business from start up phase until present. Besides, relevant facts around business activities also are described.
Conclusions of this research are (a) level of IPR knowledge amongst MSMEs is low; and (b) registered trademark influences productivities indirectly through some intermediary stages.
Therefore, it is advised that (a) Directorate General of IPR’s program of dissemination must focus on trademark solely starting phase then advance it at further phase; (b) Directorate General of IPR regulates incentives in fonn of special tariff of MSMEs and accelerated examination for MSMEs; and (c) for MSMEs them selves, consider these tips in branding: distinctive and easy to remember, use jingle, slogan, or Symbol, and contain repetition.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T26835
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Diego Ismail Sutomo
"[ABSTRAK
Praktik pengikatan kredit dengan jaminan Hak Tanggungan dalam kegiatan perbankan hendaknya dilaksanakan sesuai ketentuan yang telah diatur dalam Undang-Undang Hukum Tanggungan (UUHT). Dalam UUHT dijelaskan bahwa perlindungan kepada para pihak diberikan melalui suatu lembaga hak jaminan, yang dapat memberi kepastian hukum bagi para pihak terkait. Penyaluran pinjaman atau kredit kepada masyarakat yang dilakukan oleh bank sebagai lembaga perantara (intermediary) keuangan, selalu dituangkan dalam suatu perjanjian sebagai landasan hubungan hukum diantara para pihak, yaitu pemberi kredit (kreditur) dan penerima pinjaman (debitur). Dengan demikian, kreditur dapat mendapatkan pembayaran atas hutang debitur melalui pelelangan umum berdasarkan hak tanggungan jika suatu waktu debitur wanprestasi dalam melaksanakan prestasinya. Hal tersebut diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan. Cara untuk melakukan pelelangan tersebut diatur juga dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, yang menjelaskan bahwa lelang dapat dilakukan melalui penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, namun lelang tersebut harus dimulai dengan suatu pengumuman agar masyarakat luas dapat ikut serta dalam proses lelang tersebut. Pada prakteknya, masih terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh kreditur dengan cara melakukan proses pelelangan secara sepihak dan penjualan dengan harga di bawah pasar. Hal tersebut dapat dilihat dari putusan perkara Nomor 1962/K/Pdt/2011 Tanggal 15 Maret 2011. Dalam putusan tersebut, Bank Panin selaku kreditur serta Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Makassar (KPKNL Kota Makasar) telah melakukan pelanggaran dengan cara melakukan proses pelelangan secara sepihak sehingga tidak memberikan rasa keadilan bagi debitur karena nilai pelelangan di bawah harga pasar. Terdapat kesalahan dari pihak KPKNL Kota Makassar karena tidak melakukan pemeriksaan harga apresial objek hak tanggungan sehingga merugikan PT. Anugrah Cemerlang Indonesia (ACI) selaku debitur. Berdasarkan hal tersebut debitur mengajukan gugatan terhadap kreditur. Gugatan tersebut pada akhirnya ditolak dengan alasan salah alamat (error in persona) dan tidak jelas (obscuur libel). Namun upaya hukum dapat dilakukan melalui pembatalan putusan pengadilan agar dapat tercipta keadilan bagi debitur dan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang dirugikan.

ABSTRACT
The practice of credit activities with Mortgage as guarantee should be carried out in accordance with the provisions set out in the Law of Mortgage (LMA). In LMA explained that the protection of the parties are given through a collateral rights institutions, which can provide legal certainty for stakeholders. Lending or credit to the community made by the bank as an intermediary financial, always stated and entered in an agreement as the basis for the legal relationship between the parties, such as lender (creditor) and the borrower (debtor). Thus, creditors may obtain payment of the debt through a public auction based on the mortgage if a debtor defaults. It is regulated in Article 6 of Law No. 4 of 1996 on Mortgage. The way to do auctions are arranged also in the Ministry of Finance Regulation No. 93/PMK.06/2010 on Guidelines for the Implementation of the Auction, which explains that the auction can be done through the sale of goods which is open to the public at a price quote in writing and/or oral increasing or decreased to achieve the highest price, but the auction shall begin with an announcement that the public can participate in the auction process. In practice, there are still violations committed by creditors by way of auction process unilaterally and selling at a price below the market. This can be seen from the decision of Case Number 1962/K/Pdt/2011 Date of March 15, 2011. In the decision, Panin Bank as creditor and the State Property Office and Auction of Makassar (Makassar City KPKNL) has committed an offense by carrying out the auction process unilaterally with the result not to give a sense of justice for debtors because the value of the auction was below market prices. There was an error commited by Makassar City KPKNL for not checking the apreisal price of mortgage object to the detriment of PT. Anugrah Cemerlang Indonesia (ACI) as the debtor. Based on the event, debtor filed a lawsuit against the creditor. The lawsuit was eventually dismissed by the court due to wrong address/subject (error in persona) and unclear (obscure libel). However, legal action can be done through the cancellation of the court decision in order to create justice for debtors and legal certainty for the parties aggrieved., The practice of credit activities with Mortgage as guarantee should be carried out
in accordance with the provisions set out in the Law of Mortgage (LMA). In LMA
explained that the protection of the parties are given through a collateral rights
institutions, which can provide legal certainty for stakeholders. Lending or credit
to the community made by the bank as an intermediary financial, always stated
and entered in an agreement as the basis for the legal relationship between the
parties, such as lender (creditor) and the borrower (debtor). Thus, creditors may
obtain payment of the debt through a public auction based on the mortgage if a
debtor defaults. It is regulated in Article 6 of Law No. 4 of 1996 on Mortgage.
The way to do auctions are arranged also in the Ministry of Finance Regulation
No. 93/PMK.06/2010 on Guidelines for the Implementation of the Auction, which
explains that the auction can be done through the sale of goods which is open to
the public at a price quote in writing and/or oral increasing or decreased to
achieve the highest price, but the auction shall begin with an announcement that
the public can participate in the auction process. In practice, there are still
violations committed by creditors by way of auction process unilaterally and
selling at a price below the market. This can be seen from the decision of Case
Number 1962/K/Pdt/2011 Date of March 15, 2011. In the decision, Panin Bank as
creditor and the State Property Office and Auction of Makassar (Makassar City
KPKNL) has committed an offense by carrying out the auction process
unilaterally with the result not to give a sense of justice for debtors because the
value of the auction was below market prices. There was an error commited by
Makassar City KPKNL for not checking the apreisal price of mortgage object to
the detriment of PT. Anugrah Cemerlang Indonesia (ACI) as the debtor. Based on
the event, debtor filed a lawsuit against the creditor. The lawsuit was eventually
dismissed by the court due to wrong address/subject (error in persona) and
unclear (obscure libel). However, legal action can be done through the
cancellation of the court decision in order to create justice for debtors and legal
certainty for the parties aggrieved.]"
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T44324
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>