Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 77959 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Budi Setiawati
"Krisis ekonomi di Indonesia telah memperburuk kinerja
perbankan, sehingga banyak bank yang mengalami permasalahan
yang berdampak pada hilangnya kepercayaan masyarakat
terhadap industri perbankan. Dalam rangka mengembalikan
kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan maka
Pemerintah membentuk Badan Pengawasan Perbankan Nasional (
BPPN ) yang bertugas menyehatakan perbankan nasional. Salah
satu tindakan yang dilakukan BPPN adalah dengan melakukan
penggabungan usaha ( merger) bank-bank yang berada dalam
program penyehatan yang berstatus Bank Dalam Penyehatan
(BDP) , yaitu PT Bank Danamon Indonesia Tbk, PT Bank Duta
Tbk,PT Bank Tamara Tbk, PT Bank Nusa Nasional Tbk, PT Bank
Tiara Tbk, PT Bank Rama Tbk, PT Bank Pos Nusantara, PT Jaya
Bank Internasional dan PT Bank Risjad Salim Internasional.
Dalam pelaksanaannya merger berkaitan dengan masalah
bagaimana perlindungan hukum terhadap pihak ketiga."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T36329
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puspasari Dewi
"Sejak diluncurkannya paket deregulasi 1988 (Pakto 88) dengan memberikan kebebasan Bank-Bank berdiri. Pertumbuhan Bank mengalami perkembangan pesat akibatnya tingkat persaingan antara Bank semakin sengit dan mengarah ke persaingan tidak sehat dan banyak bank mengalami kesulitan operasional. Kesulitan tersebut semakin meningkat dengan terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, yang mulai terjadi pada tahun 1997. Untuk itu Pemerintah mengambil berbagai kebijaksanaan untuk melakukan restrukturisasi dan reformasi di bidang perbankan, antara lain dengan cara meningkatkan persyaratan mengenai modal minimum dan melikuidasi bank-bank yang bermasalah. Upaya pemerintah tersebut ternyata belum membawa hasil. Karena ternyata pertumbuhan bank pasca likuiditasi, masih belum cukup memadai dan karenanya Pemerintah mengimbau kepada bank-bank untuk melakukan merger. Pelaksanaan merger tidak hanya harus dilakukan oleh bank-bank swasta, tapi juga harus dilakukan oleh Bank-Bank BUMN. Diawali dengan pendirian Bank Mandiri, akhirnya dilaksanakan merger BDN, Bank Exim dan Bapindo ke dalam Bank Mandiri, dengan ditandatanganinya perjanjian merger, pada tanggal 24 Juli 1999. Dari segi yuridis pelaksanaan merger tersebut setelah mempunyai dasar hukum yang cukup kuat, karena telah adanya ketentuan yang mengatur mengenai tatacara dan persyaratan merger, baik ketentuan di bidang hukum perbankan maupun ketentuan yang diatur dalam hukum perseroan. Narnun tidak dapat dipungkiri masih adanya permasalahan-permasalahan hukum berkaitan dengan perjanjian merger tersebut, yang meliputi proses dan tatacara merger dan akibat hukum merger tersebut terhadap kreditor, nasabah kreditor, karyawan, gugatan pihak ketiga, perpajakan, masalah monopoli dan persaingan usaha dengan bank lainnya. Sehubungan dengan hal tersebut setidaknya diperlukan adanya pembahasan yang mendalam mengenai bagaimana sesungguhnya permasalahan-permasalahan hukum dalam merger Bank-Bank BUMN ke dalam Bank Mandiri. Sejak diluncurkannya paket deregulasi 1988 (Pakto 88) dengan memberikan kebebasan Bank-Bank berdiri. Pertumbuhan Bank mengalami perkembangan pesat akibatnya tingkat persaingan antara Bank semakin sengit dan mengarah ke persaingan tidak sehat dan banyak bank mengalami kesulitan operasional. Kesulitan tersebut semakin meningkat dengan terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, yang mulai terjadi pada tahun 1997. Untuk itu Pemerintah mengambil berbagai kebijaksanaan untuk melakukan restrukturisasi dan reformasi di bidang perbankan, antara lain dengan cara meningkatkan persyaratan mengenai modal minimum dan melikuidasi bank-bank yang bermasalah. Upaya pemerintah tersebut ternyata belum membawa hasil. Karena ternyata pertumbuhan bank pasca likuiditasi, masih belum cukup memadai dan karenanya Pemerintah mengimbau kepada bank-bank untuk melakukan merger. Pelaksanaan merger tidak hanya harus dilakukan oleh bank-bank swasta, tapi juga harus dilakukan oleh Bank-Bank BUMN. Diawali dengan pendirian Bank Mandiri, akhirnya dilaksanakan merger BDN, Bank Exim dan Bapindo ke dalam Bank Mandiri, dengan ditandatanganinya perjanjian merger, pada tanggal 24 Juli 1999. Dari segi yuridis pelaksanaan merger tersebut setelah mempunyai dasar hukum yang cukup kuat, karena telah adanya ketentuan yang mengatur mengenai tatacara dan persyaratan merger, baik ketentuan di bidang hukum perbankan maupun ketentuan yang diatur dalam hukum perseroan. Namun tidak dapat dipungkiri masih adanya permasalahan-permasalahan hukum berkaitan dengan perjanjian merger tersebut, yang meliputi proses dan tatacara merger dan akibat hukum merger tersebut terhadap kreditor, nasabah kreditor, karyawan, gugatan pihak ketiga, perpajakan, masalah monopoli dan persaingan usaha dengan bank lainnya. Sehubungan dengan hal tersebut setidaknya diperlukan adanya pembahasan yang mendalam mengenai bagaimana sesungguhnya permasalahan-permasalahan hukum dalam merger Bank-Bank BUMN ke dalam Bank Mandiri."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T36311
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iswahyudi Raharjo
"Dalam rangka percapatan program penyehatan bank-bank yang berada di bawah manajemen Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), pada tanggal 22 November 2001 Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) telah mengeluarkan Keputusan No. Kep.02/K.KKSK/11/2001, yang antara lain menyetujui dilakukannya program restrukturisasi lanjutan atas PT Bank Bali Tbk, PT Bank Universal Tbk, PT Bank Artamedia, PT Bank Prima Express dan PT Bank Patriot ("Bank Peserta Penggabungan") dengan mekanisme antara lain tindakan Penggabungan.
Sebagai realisasi dari keputusan KKSK tersebut di atas, Ketua BPPN telah mengeluarkan SK--1262/BPPN/0602 yang antara lain memutuskan bahwa program resturkturisasi lanjutan atas Bank Peserta Penggabungan dilakukan oleh BPPN melalui mekanisme merger, akuisisi dan atau mekanisme lain diantara Bank Peserta Penggabungan.
Guna merealisasikan keputusan BPPN tersebut, maka pada tanggal 20 Mei 2002, Bank Peserta Penggabungan dan BPPN telah menandatangani Kesepakatan Pendahuluan, berdasarkan mana Bank Peserta penggabungan dan BPPN telah setuju untuk melakukan Penggabungan dengan didasarkan pada kesamaan visi dan tujuan untuk membangun lembaga perbankan yang kuat dan kompetitif dengan pola kerja manajemen yang professional. Untuk mendapatkan Bank Basil Penggabungan yang bersih dari asset-asset tidak produktif dari masingmasing Bank Peserta Penggabungan, maka berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh BPPN."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T19144
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzi Jurnalis
"Menyusul pembekuan operasi terhadap tiga bank nasional swasta dengan berstatus Bank Beku Operasi (BBO) dan kepemilikan 4 bank yang dikuasai oleh pemerintah dengan berstatus Bank Take Over (BTO) dimana manajemen operasi bank tersebut diambil alih oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pads tanggal 4 April 19982.
Selain tindakan likuidasi, dengan tujuan untuk membentuk sinergi yang lebih balk, pemerintah menganjurkan agar bank melakukan merger. Salah satu merger yang dilakukan adalah merger antara delapan bank yang berstatus Bank Take Over (BTO) pada tanggal l Maret 2000 dengan Bank Danamon. Atas pelaksanaan merger tersebut, BPPN bekerjasama dengan Project Merger, menyampaikan bahwa biaya yang diperlukan dalam merekapitulasi diperkirakan sekitar Rp 25 - 30 triliun.
Alternatif yang dimiliki bank dalam upaya memenuhi ketentuan permodalan itu, antara lain melalui penjualan saham di pasar modal, penyertaan modal, penyertaan modal pihak ke tiga (bank asing maupun domestik) dan penggabungan perusahaan atau merger. Melihat kondisi perdagangan saham di pasar modal yang sampai kini masih pada posisi kontraksi maka alternatif merger merupakan solusi yang tepat.
Hasil akhir dari merger sering dikaitkan dengan pertambuhan aset dan modal yang dipandang sebagai prasyarat mutlak guna menghadapi persaingan global. Hampir seluruh bank yang pada saat ini berada diperingkat atas, merupakan bank hasil merger.
Menurut Pradjoto, suatu hal yang tidak mengherankan oleh karena pertumbuhan aset yang tinggi memang mustahil dilakukan tanpa memacu proses pertumbuhan yang cepat. Sementara proses pertumbuhan yang cepat mustahil untuk tanpa melewati resiko yang demikian besarnya. Itulah sebabnya merger dilihat sebagai salah satu jalan pintas yang lebih aman.4
Merger sebagai salah satu bentuk penyatuan perusahaan pada mulanya dipraktekkan di Amerika Serikat yang kemudian diilcuti di negara-negara lain termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri praktek penggabungan dua atau lebih perusahaan dikenal cukup lama, meskipun tidak dalam arti merger murni berupa penggabungan dua atau lebih perusahaan yang otonom kedalam satu perusahaan otonom lainnya.5
Didalam praktek hukum perusahaan di Indonesia istilah business combination atau juga business amalgation, diterjemahkan secara babas sebagai penggabungan perusahaan, yang terdiri dari merger (penggabungan perusahaan), konsolidasi (peleburan perusahaan) dan akuisisi (pengambilalihan perusahaan).6
Berdasarkan uraian tersebut di atas, permasalahan yang akan diteliti di dalam tesis ini adalah praktek 8 (delapan) Bank Take Over merger dengan PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk. yang secara khusus dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apa raja yang melatarbelakangi proses merger 8 (delapan) BTO dengan PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk.?
2. Bagaimana proses merger 8 (delapan) BTO dengan PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk.?
3. Apakah proses merger 8 (delapan) BTO dengan PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk., telah sesuai dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Undang-undang Perbankan?
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T18916
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2001
S22770
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Letty Yusniar Wahab
"ABSTRAK
Sebagai pelaksana Program Penjaminan terhadap
Kewajiban Bank Umum, tugas BPPN antara lain
melaksanakan restrukturisasi asset serta menjual
asset-asset milik bank BBKU dimana pada saat bank di
likuidasi kedudukan BPPN menggantikan kedudukan
nasabah penyimpan dana yang telah dibayarkan
kewajibannya, dan bersama Kreditur Pihak Terkait yang
belum dibayarkan kewaj ibannya berkedudukan sebagai
pihak kreditur konkuren. Pada kenyataannya BPPN dalam
penyelesaian BBKU telah mengambil terlebih dahulu
haknya (telah meminta pembayaran terlebih dahulu),
dengan demikian pada saat bank dilikuidasi assetassetnya
telah habis, sehingga kedudukan Pihak
Terkait yang bukan pemilik/pemegang saham bank
menjadi tidak terlindungi (dirugikan). Permasalahan
dalam tulisan ini, apakah kreditur-Kreditur yang
termasuk pihak terkait mendapatkan perlindungan hukum
terhadap jaminan pembayaran piutang-piutangnya ?
bagaimanakah posisi BPPN pada saat likuidasi sebagai
Lembaga Pelaksana Penjaminan yang mengambil alih hak tagih bagi bank-bank penerima BLBI ? Untuk menjawab
permasalahan tersebut dilakukan penelitian melalui
metode kepustakaan dengan mencari data-data yang
bersumber dari bahan-bahan hukum primer, hukum
sekunder dan hukum tertier, serta melalui metode
pendekatan analisis, sehingga mendapatkan hasil
penelitian, bahwa terdapat dualisme dalam proses
likuidasi bank, di satu pihak berdasarkan kewenangan
BPPN, di lain pihak berdasarkan ketentuan PP No. 25
Tahun 1999 Tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran
Dan Likuidasi Bank; Yang menyebabkan para pemegang
saham bank (Pesero) kedudukannya menjadi tidak
terlindungi akibat adanya ketentuan yang diatur dalam
program penjaminan pemerintah dihubungkan dengan
proses penyehatan perbankan yang dilakukan oleh BPPN."
2003
T37733
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silaban, Christina Adriana
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S23884
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Tirtana
"Skripsi ini membahas mengenai penerapan perjanjian baku dalam proses penerbitan kartu kredit syariah (Dirham Card) oleh Bank Danamon Syariah ditinjau dari sudut Hukum Perlindungan Konsumen. Pelaku usaha dunia perbankan saat ini terbiasa membuat perjanjian yang telah dibakukan (ditentukan) isi (klausula) perjanjian tersebut sebelumnya. Dalam penerbitan kartu kredit syariah (Dirham Card), Bank Danamon Syariah telah menentukan isi (klausula) perjanjian tersebut sebelumnya. Hal ini membuat konsumen (pemegang Dirham Card) tidak mempunyai pilihan lain, selain menyetujui syarat-syarat yang telah dibuat sebelumnya oleh pelaku usaha untuk mendapatkan fasilitas Dirham Card. Bagaimanakah penerapan perjanjian baku tersebut terhadap hak-hak konsumen. Apakah konsumen tetap terlindungi hak-haknya dengan dibuatnya perjanjian secara sepihak tersebut oleh pelaku usaha (Bank Danamon Syariah).

The Focus of this Thesis is concern about implementation of standard agreement on issuing process of shari’a card (Dirham Card) by Bank Danamon Syariah Reviewed from the point of Consumer Protection Law. This time, the actor of Bussiness Banking used to make agreement have been defined the content (clause) before the agreement. In issuing shari’a card (Dirham Card), Bank Danamon Syariah has determined the content (clause) before the agreement. This case makes consumers (Dirham Card holders) do not have any other options, oteher than agreed the terms and conditions have been made by Bank Danamon Syariah to get Dirham Card facilities. How is the implementation of standard agreement on the rights of consumers. Are consumers still protected their rights with a unilateral agreement made by actor of bussiness (Bank Danamon Syariah)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S25073
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Sudarmanto
"Kemampuan seseorang dalam mengelola uang sangatlah terbatas. Baik untuk pengelolaan bagi diri sendiri yang sifamya konsumtif apalagi untuk kegiatan produktif supaya uang tersebut dapat berkembang dan bertambah banyak. Sehingga peluang usaha tersebut banyak dilirik oleh banyak pihak yang merasa mampu untuk mengelola uang tersebut, diantaranya adalah Bank. Bank sebagai fasilitator menghimpun uang nasabah yang memiliki kelebihan uang dalam bentuk simpanan, kemudian menyalurkan kembali uang nasabah dalam bentuk kredit. Selain bank, ternyata ada juga pihak perorangan maupun lembaga keuangan yang mirip bank yang melakukan kegiatan perbankan baik berupa menghimpun dana dari masyarakat maupun berupa kredit, walaupun tidak mempunyai izin usaha dari Bank Indonesia biasanya mereka hanya memiliki ijin usaha sebagai perusahaan non bank dan memberikan iming-iming untuk menarik nasabahnya.
Modus operandi yang dilakukan pelaku tindak pidana bank gelap tersebul bermacam-macam antara lain: tabungan dengan memberikan bunga yang tinggi, tabungan haji, arisan dan disediakan hadian misalkan sepeda motor. Bank gelap hanya merupakan istilah yang ketentuan diatur dalam Pasal 46 ayat (I) Undang-undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang merupakan perangkat hukum yang mengatur tentang tindak pidana bank gelap ini diharapkan dapat sebagai tumpuan bagi aparat penegak hukum baik penyidik, penuntut umum dan hakim untuk menegakkan hukum khususnya dibidang pidana perbankan Namun untuk membuktikan seseorang atau korporasi melakukan praktek bank gelap sangat sulit hal ini disebabkan karena keterbatasan atau ketidaksiapan oleh aparat penegak hukum dan adanya perbedaan persepsi diantara penegak hukum. Terjadi di Purbalingga I perkara atas nama krisbianto. Terjadi di Cibadak sukabumi I perkara atas nama HM. Ramli Araby.
Namun keuletan penyidik dan penuntut umum untuk memberantas praktek bank gelap terbukti atas nama HM. Ramli Araby Putusan Pengadilan Negeri Cibadak No:69/Pid.B/2003/PN.Cbd. malanggar Pasal 46 (1), (2) UU No.10. Tahun 1998 tentang Perbankan Jo Pasal 55 (1) pasal 64 (I) KUHP dikualkan dengan Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor: 247/Pid/2003/PT.Bdg dan Mahkamah Agung RI Nomor: 154/TU/308 K/Pid/2004. Dalam bentuk simpanan atau yang disamakan dengan itu seluruhnya terhimpun secara akumulasi sebesar kurang Iebih Rp.413.127.457.742,- tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia yaitu bertindak seolah-olah sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat
Sedangkan tindak pidana bank gelap yang terjadi diwilayah hukum purbalingga. Terdakwa Krisbianto Bin Sutrisno selaku Direktur CV. Berlian Artha Sejahtera, pada hari dan tanggal yang sudah tidak dapat ditentukan lagi antara bulan juli 2003 sampai dengan tahun 2005, bertempat di Kabupaten Purbalinga telah melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari pimpinan Bank Indonesia dengan korban 1.780 orang nasabah dan uang nasabah sebesar Rp. 62 milliar."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16446
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Wulansari
"On May 2003, the Government start the divestment of Bank Danamon's share. First, the divestment process through a strategic sale mechanism of 51% share divestment of Bank Danamon Indonesia (BDI) and second, the divestment process through market placement of 20% shares of BDI. On June 2003, the Asia Financial Indonesia Pte.Ltd Consortium (AFI Consortium) acquired 51% of IBRA shareholdings in Bank Danamon Indonesia. First divestment of 51% Bank Danamon's share invite a lot of the debates particularly concerning price offer of Bank share of Danamon by strategic investor which assessed was lower than market share.
To know do offer price given by the strategic investor lower or high, hence in this thesis will be conducted by assessment of Bank Danamon;s share. This assessment is conducted by using fundamental analysis which have the character of topdown analysis, started with macro economic analysis, last industry and company analysis. Fair value of Bank Danamon `s share calculated by using Two Stage Dividend Discount Model and Ratio Earning Price These datas to do assessment taking from secondary data through publicized financial statement, data of IHSG, rate of SBI level and other relevant publication. Assessment the intrinsic value of Bank Danamon's share use Two Stage Dividend of Discount Model was higher than offer price by Asian Financial Indonesia ( AFL) as a winner of tender so that Bank Danamon's share was undervalued or assessed too low. While result using PER still is higher than PER actual of Bank Danamon Indonesia, this matter also indicate that Bank Danamon's share was undervalued.
Because of the intrinsic value of share residing above market value hence Bank Danamon's share was good investment choice for investor candidate and investor during his value still undervalued to be bought by because it price will close to and over the intrinsic value of it. While for government, divestment of rest share for the next bank like Bank Mandiri, Bank Lippo, Bank Bali and the other bank is better not to sell until the share value of those bank more increase to get the better feedback return.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13871
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>