Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 96495 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
cover
Karlina Leksono Supelli
"Revolusi Copernicus pada pertengahan abad ke-16 menyingkapkan kenyataan bahwa Bumi bukan merupakan pusat alam semesta sebagaimana diyakini selama berabad-abad. Bumi adalah sebuah planet di antara planet-planet lain yang beredar megelilingi sebuah bintang normal, yaitu Matahari. Penemuan hukum--hukum gerak planet di dalam tata surya oleh Johannes Kepler {1571--1630) serta pengungkapan hukum universal gravitasi oleh Isaac Newton (1643-1727) memperkuat keyakinan baru bahwa tidak ada kekhususan pada Bumi, begitu pula pada planet-planet yang mengembara di langit. Baik Bumi maupun planet-planet merupakan bendabenda material yang dapat dipahami berdasarkan hukumhukum alam. Langit bukan lagi wilayah benda-benda spiritual yang tidak terjangkau akal budi manusia sebagaimana diyakini sejak Aristoteles, dan kosmos menjelma menjadi sebuah model matematika yang memperoleh keabsahannya melalui pengukuran dan pengamatan.
Betapapun revolusionernya pemikiran Copernicus, ia belum sepenuhnya meninggalkan alam pemikiran skolastik. Hal ini dapat dilihat dari komentarnya terhadap posisi Matahari. Ia juga berpendapat bahwa Matahari bukan hanya pusat tata surya, tetapi pusat kosmos yang berhingga. Namun pandangan yang menyingkirkan Bumi sebagai pusat kegiatan Semesta berkembang dan mendasari hampir semua penyelidikan alam. Galileo Galilei (1564-1642) menolak sepenuhnya rancangan kosmos antroposentrik dengan alasan bahwa manusia terlalu arogan bila beranggapan bahwa semesta tidak diciptakan untuk sesuatu yang lain di luar manusia.
Ditinjau dari sudut pandang yang sempit, revolusi Copernicus dapat dipahami sebagai semata-mata sebuah pergeseran paradigma di dalam perkembangan astronomi dan kosmologi. Namun dari sudut pandang yang lebih luas revolusi ini membawa serta dasar yang paling penting untuk pemikiran modern, yaitu pengenalan kritis bahwa kondisi semu dunia obyektif secara tidak sadar ditentukan oleh kondisi subyek."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Glenn Allen
"Perilaku eksploitatif atas alam seringkali berkaitan dengan kegiatan ekonomi ekstraktif. Untuk memperoleh lebih banyak produksi dan pertumbuhan berarti bahan baku dari alam harus diubah menjadi komoditas. Dalam tesis ini saya mengemukakan bahwa aktivitas eksploitatif atas alam juga bisa merupakan akibat diskontinuitas dalam kosmologi dengan sepenuhnya mengadopsi nilai-nilai baru, moralitas dan rasionalitas budaya baru yang kemudian menjadi dominan. Agama (dalam hal ini Kristen) berperan besar dalam mengubah ontologi animistik yang tidak melihat status hierarkis antara manusia dan alam menjadi ontologi dualistik yang menampilkan manusia sebagai makhluk istimewa di antara yang lain. Namun demikian, sebagai upaya untuk ikut serta dalam pelestarian alam, ontologi baru yang dominan ini melalui konsep penatagunaan, menempatkan manusia sebagai peran sentral dalam menjaga keseimbangan alam.

Exploitative behavior over nature often relates to the extractive economic activities. To gain more production and growth means raw materials from nature must be converted into a commodity. In this thesis I argued that exploitative activity over nature could also be a result of discontinuity in cosmology by fully adopting new values, morality and rationality of a new culture that later became dominant. Religion (in this case Christianity) plays a big role in changing animistic ontology that sees no hierarchical status between human and nature into dualistic ontology that presents human as special beings among the others. Nevertheless, as an attempt to participate in nature conservation, this new dominant ontology through the concept of stewardship, places human as a central role in keeping the balance of nature."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Milan: Springer, 2012
e20426651
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Sagan, Carl
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia , 1997
523.1 SAG k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Gribbin, John
London: Penguin Book, 1998
523.12 GRI s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ferris, Timothy
New York: Simon & Schuster, 1997
523.1 FER w
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Karlina Leksono Supelli
"Salah satu ciri ilmu pengetahuan modern yang kita kenal sekarang ini adalah penanggalan subyek manusia dari proses pemerolehan dan pembentukan pengetahuan. Ciri ini berangkat dari pemahaman positivisme yang dirintis oleh Auguste Comte (1798-1857). Daaam pandangan positivisme, kegiatan keilmuan adalah langkah-langkah metodologis untuk mengkonstruksikan teori dan menguji kesahihannya. Subyek adalah pengamat yang bertugas menguji teori-teori keilmuan tanpa menimbulkan pengaruh baik pada obyek yang menjadi bahan penelitiannya, maupun pada proses pembentukan pengetahuan itu sendiri.
Bila dalam pandangan sebelurnnya penyelidikan terhadap pengetahuan yang mungkin masih mensyaratkan sintesis antara subyek dan obyek, dalam pandangan positivisme penyelidikan menjadi bermakna hanya bila ditempuh dalam bentuk penyelidikan metodologis terhadap syarat-syarat untuk membangun dan mengkoroborasikan teori-teori ilmu pengetahuan. Subyek-yang-mengetahui tidak lagi menjadi sistem acuan. Positivisme menandai puncak pergeseran peran subyek dalam membentuk pengetahuan tentang dunia. Sekalipun positivisme sudah mati, namun sikap dasar yang melandasi pemikiran positivistik tetap dominan dalam sebagian besar kerja ilmu pengetahuan khususnya ilmu pengetahuan alam.
Sebetulnya, jauh sebelum positivisme berkembang, peran manusia yang berhubungan dengan posisi spasial dan epistemologis dalam pemerolehan pengetahuan mengenai alam semesta, telah menjadi bahan perdebatan yang panjang. Bila dalam kaitan ini kita meninjau sejarah perkembangan kosmologi, tampaklah bahwa semua upaya pemahaman tentang alam semesta sebetulnya merupakan sejarah perjuangan kesadaran untuk memahami posisinya dalam alam semesta.
Itu sebabnya ketika konsep heliosentris Copernicus (1473-1543) diperkenalkan pada pertengahan abad ke-15, akibat yang ditimbulkan bukan semata-mata pergantian paradigma di dalam astronomi. Ditinjau dari sudut pandang yang lebih luas gagasan Copernicus membawa serta pemikiran epistemologis penting, yaitu pengenalan kritis bahwa tampakan dunia obyektif ditentukan oleh kondisi subyektif. Dalam gagasan ini tampak penekanan pada pandangan, bahwa sekalipun posisi spasial manusia (Bumi) mengalami penggusuran dari pusat alam semesta, namun posisi epistemologisnya justru mendapat penguatan.
Selain sebagai suatu proses alihragam (transformation) dalam konsepsi manusia mengenai alam semesta, pengembangan gagasan Copernicus juga merupakan proses pergeseran pemahaman manusia mengenai hubungannya dengan alam semesta. Kuhn melihat revolusi Copernicus sebagai suatu titik balik bersifat plural dalam perkembangan intelektual masyarakat Barat yang berpengaruh besar pada perubahan konseptual baik dalam filsafat dan maupun agama. Ada tiga tataran makna tempat revolusi Copernicus bekerja. Tataran makna pertama bersifat astronomis, yaitu pembaharuan konsep-konsep dasar astronomi; tataran makna kedua bersifat keilmuan yang lebih luas, yaitu perubahan radikal dalam pemahaman manusia tentang alam semesta yang mencapai puncaknya dalam konsepsi Newton mengenai alam semesta; dan yang ketiga bersifat filosofis, yaitu sebagai bagian dari peralihan pemahaman masyarakat Barat atas nilai-nilai.
Gagasan Copernicus sendiri baru menjadi sebuah revolusi yang ikut berperan dalam revolusi ilmu pengetahuan secara umum melalui hukum-hukum gerak planet Johannes Kepler (1571-1630), tafsiran matematis Galileo Galileo (1564-1642) dan konsepsi mekanistik Isaac Newton (1642-1727). Dalam tataran yang lebih luas revolusi ini berlangsung melalui pemikiran metodologis dan epistemologis Rene Descartes (1596-1650). Keseluruhannya membentuk suatu paduan pemahaman mengenai hukum-hukum mekanika yang bekerja di seluruh alam semesta. Konsepsi Aristoteles yang memilah alam atas wilayah duniawi yang fana dan wilayah eterial yang kekal serta tak terjangkau hukum-hukum alam, runtuh bersarna hukum-hukum mekanika yang bekerja tanpa pembedaan pada seluruh wilayah alam semesta.
Revolusi ilmu pengetahuan meningkatkan pemahaman manusia mengenai alam semesta, namun pemahaman itu tidak serta merta menyebabkan tempat manusia dalam keteraturan alam semesta menjadi lebih khusus; yang terjadi justru adalah kebalikannya. Revolusi Copernicus sudah didahului oleh penggusuran manusia dari pusat kegiatan alam semesta mitis melalui peralihan dari kosmogoni ke kosmologi. Revolusi Copernicus sendiri diikuti oleh pergeseran Matahari dari pusat alam semesta heliosentris (Copernicus masih menganggap Matahari sebagai pusat lingkaran kosentrik bintang-bintang) ke tepian galaksi berpenghuni 100 milyar bintang. Pergeseran paling radikal berlangsung melalui konsepsi modern alam semesta berhingga takberbatas yang memuai ke segala arah dalam keserbasamaan; tak ada kekhususan apapun untuk posisi manusia."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
D201
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>