Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 25872 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bagong Suyoto
Jakarta: AKA Printing , 2004
363.728 BAG m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Nurlete
"Permasalahan sampah telah menjadi permasalahan bersama bangsa Indonesia. Pertambahan jumlah penduduk dan perubahan pola konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume, jenis, dan karakteristik sampah yang semakin beragam. Kota Ternate merupakan salah satu kota yang masih menerapkan system pengelolaan yang konvensional kumpul-angkut-buang Sehingga tidak ada perubahan yang berarti dalam segi kuantitas sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir.
Dalam penelitian ini membahas mengenai karakteristik dan komposisi sampah di TPA Buku Deru-Deru, Takome Ternate. Rata-rata timbulan sampah yang masuk ke TPA Buku Deru-Deru sebesar 53621.47 kg/hari atau 53.62 ton/hari.Komposisi sampah di TPA Buku Deru-Deru, Takome Ternate sebagian besar komposisinya berupa bahan organik. Komposisi rata-rata sampah organik sebesar 54.90%, sampah kerta (HVS,Office Paper,koran, Tabloid) 2%, Kardus, karton, Tetra Pack 11%, Botol Plastik 1%, Kantong Kresek 6.60%, Plastik lainya 6.30%, Logam 1%, Kaca 2.60%, Elektronik 0.30%, Pampers & diapers + Sterofoam 7.50%, Lainya 6.80%. TPA Buku Deru-Deru, Takome Ternate didesain dengan kapasitas proyeksi tahun 2021 yaitu 385.34 m3/hari. Jika sampah yang masuk hanya sampah organik maka umur TPA dapat mencapai 36 tahun atau 16 tahun dan dibangun 2 unit UPS di TPA Buku Deru-Deru maka umur TPA dapat mencapai 43 tahun atau lebih panjang 23 tahun dari sampah yang tanpa pengolahan dan 7 tahun dari sampah yang masuk hanya organik.

Waste problem has been a problem with the Indonesian nation. The population growth and changes in consumption patterns produce the increasing of volume, type, and characteristics of waste which is increasingly diverse. Ternate city is one of the cities that still apply conventional management system, get-haul-throw away, so that there is no significant change in terms of the quantity of waste that goes to the landfill.
This research discuss about the characteristics and composition of the waste in the landfill of Buku Deru-Deru, Takome Ternate. The average of waste that goes to landfill of Buku Deru-Deru is 53621.47 kg / day or 53.62 tons / day. Most of the composition of waste in the landfill of Buku Deru-Deru, Takome Ternate is organic matter. The average composition of organic waste is 54.90%, paper garbage (HVS, Office Paper, Newspaper, Tabloid) 2%, Cardboard, cartons, Tetra Pack 11%, Plastic Bottles 1%, 6.60% Shopping Bags, 6.30% other Plastic, Metal 1%, 2.60% Glasses, Electronics 0.30%, and pampers diapers + Styrofoam 7.50%, and others 6.80% . Buku Deru-Deru landfill, Takome Ternate designed with projected capacity in 2021 is 385.34 m3/day. If the incoming waste is only organic waste, the age of the landfill will reach 36 years or 16 years and built 2 UPS units in the landfill of Buku Deru-Deru, the age of landfill may reach 43 years or 23 years longer from non-processing waste and 7 years from incoming organic waste only."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S46824
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmat
"Kedokteran gigi secara luas diketahui menggunakan bahan kimia, dan logam berat, dalam memberikan pelayanan kesehatan gigi kepada masyarakat, namun secara akurat karakteristik bahan, dan limbah tindakan kedokteran gigi merupakan bahan berbahaya dan beracun (B3), belum diketahui oleh masyarakat.
Mercury, logam inlay, fluor, arsen, kerangka logam gigi tiruan akrilik adalah bahan berbahaya dan beracun yang digunakan dokter gigi. Pada proses pengecoran tekniker gigi (laboratory technician) sekali-sekali atau rutin terpajan secara berlebihan Beryllium konsentrasi tinggi, uap Beryllium terlepas selama peleburan alloy Ni-Cr-Be, khususnya pada sistem filtrasi dan exhaust yang tidak memadai. Bahan ini harus dikelola secara khusus baik masih sebagai bahan maupun sudah menjadi limbah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 85 Tahun 1999 Jo Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Mengingat besarnya resiko yang akan ditimbulkan limbah bahan berbahaya dan beracun yang digunakan oleh dokter gigi, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi karakteristik bahan dan limbah kedokteran gigi sehingga memberikan manfaat ganda, yaitu produk yang diperlukan untuk membantu pasien dapat dibuat, dan limbah yang dihasilkannya dapat dikendalikan, Penelitian ini diharapkan menjadi pertimbangan dalam memanfaatkan bahan baku secara optimal yang berdampak pada penghematan penggunaan sumberdaya alam dan menghilangkan atau mengurangi resiko limbah bahan berbahaya dan beracun.
Permasalahan yang timbul adalah dokter gigi menggunakan bahan berbahaya dan beracun, menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun dibuang ke sungai atau dibuang bersama-sama dengan limbah domestik akan mengakibatkan pencemaran air dan tanah. Belum ada upaya-upaya pengelolaan limbah yang dihasilkan, dan peraturan perundangan yang mengatur masalah limbah yang dihasilkan tindakan kedokteran gigi atau disebut limbah klinis kedokteran gigi.
Penelitian dilakukan secara cross sectional untuk mendapatkan:
1. Identifikasi bahan yang digunakan dan limbah yang dihasilkan tindakan kedokteran gigi di klinik kedokteran gigi.
2. Identifikasi bahan yang digunakan dan limbah yang dihasilkan tindakan kedokteran gigi di laboratorium.
3. Mengetahui perbandingan massa limbah dengan kerangka logam dalam pembuatan gigi tiruan kerangka logam.
4. Mengetahui hubungan antara jumlah bahan baku logam dengan kerangka logam gigi tiruan dan limbah logam yang dihasilkan dalam pembuatan gigi tiruan akrilik kerangka logam.
Hipotesis penelitian adalah:
1. Massa limbah sisa pembuatan kerangka logam gigi tiruan lebih besar dibandingkan produknya.
2. Terdapat hubungan antara masa bahan baku dengan masa limbah yang dihasilkan dan kerangka logam gigi tiruan, semakin besar massa produk yang diinginkan semakin besar limbah yang dihasilkan.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2003, bertempat di Laboratorium Steel, Laboratorium Akrilik, dan Lab oratorium Porselen Klinik Prosthodonsia Lembaga Kedokteran Gigi TNI Angkatan Laut RE. Martadinata Jakarta.
Analisis data dilakukan dengan cara analisis tabel untuk mengetahui karakteristik bahan dan limbah tindakan kedokteran gigi di klinik kedokteran gigi, analisis tabel dan pengukuran beberapa parameter bahan dan limbah proses pembuatan satu jenis pesawat prostodontik, analisis regresi berganda dengan program SPSS 11,4 for windows untuk mengetahui hubungan antara bahan baku dengan limbah logam dan kerangka logam yang dihasilkan pembuatan kerangka logam gigi tiruan. Variabel bebas adalah limbah (X1), kerangka logam (X2) dan variabel terikatnya adalah bahan baku logam (Y).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa limbah klinis tindakan dokter gigi di klinik kedokteran gigi merupakan limbah bahan berbahaya dan beracun, yang dapat dikelompokkan menjadi: limbah benda tajam, limbah infeksius, limbah jaringan tubuh, limbah farmasi, limbah toksik, serta limbah karsinogenik.
Limbah klinis yang dihasilkan dokter gigi di laboratorium steel, laboratorium akrilik, dan laboratorium porselen tergolong bahan berbahaya dan beracun karena dapat dikategorikan sesuai dengan klasifikasi LaGrega sebagai berikut: limbah organik, limbah anorganik dan limbah minyak.
Kesimpulan penelitian ini adalah massa limbah pembuatan kerangka logam gigi tiruan lebih berat dibandingkan dengan massa kerangka logam sebagai produk. Terdapat hubungan positif dan sangat signifikan antara bahan baku dengan limbah yang dihasilkan dalam proses pembuatan kerangka logam gigi tiruan akrilik dan kerangka logam yang dihasilkan.

Dentistry is known widely use chemical and heavy metal to give dental public service. However, the characteristic of material and waste of dentistry as a toxic and dangerous material is not familiar accurately yet by the public.
Mercury, Fluoride, Arsenic, inlay metal, acrylic denture metal frame are hazardous materials that usually used part of material by dentist. Laboratory technicians may be exposed occasionally or routinely to excessively high concentrations of beryllium vapor. The risk of beryllium vapor exposure is greatest for dental technicians during alloy melting, especially in the absence of an adequate exhaust and filtration system. Either material or waste has to be managed particularly appropriate to the Rule of Indonesian Government No. 85 in 1999 about the changed of Rule of Government No. 18 in 1999 about Waste Management of Hazardous Material.
Considering of high risk that occurred by toxic and dangerous material, which used by dentist, the research of characteristic identification of material and dentistry waste should be carried out. It is proposed to give multiple benefit such as the product that needed for helping medical patient can be made, the waste that emerged can be controlled, and the research is expected as a consideration in optimizing of standard material, so that natural resources used economically and the risk of hazardous material could be reduced even be removed.
The problems that appear are the dentists still use hazardous material, produce hazardous waste that need management, the efforts of waste management is not done yet, and the rule to regulate dentistry clinical waste is not arranged yet.
The research was done cross sectional to obtain:
1. Used materials and waste identification that emerged by dentistry execution in dentistry clinic.
2. Used materials and waste identification that emerged by dentistry execution in laboratory.
3. The compare of waste of metal frames when the producing of denture metal frames.
4. The review of relation between accounts of standard metal material with metal waste and denture metal frame that cause in production metal frame acrylic denture.
Hypothesis of this research was the frame denture casting waste mass is heavier than the mass of frame denture as a product, and there was positive and significant relation between standard material with waste that resulted and metal frame that produced in acrylic denture metal frame production.
The research had been executed in June 2003, in Steel laboratory, Acrylic laboratory, Porcelain laboratory and Prosthodonsia clinic, Dentistry Institution TNI Angkatan Laut RE. Martadinata, Jakarta.
Data analysis was done with table analysis to know the characteristic of material and dentistry execution waste in dental clinic, table analysis and measurement of several material parameters and waste of making one kind of prosihodontic apparatus. Multiple regression analysis was applied to calculate correlation between standard materials with metal waste that resulted in metal frame production and metal frame that produced. The dependent variable was metal waste (X1), metal frame (X2), and independent variable was raw material (Y).
Characteristic of Dentistry clinical waste in dental clinic can be classified into sharp waste, infectious waste, histological waste, pharmaceutical waste, chemical waste and heavy metal waste, including to hazardous waste.
Characteristic of Clinical wastes that resulted by dentist in Steel laboratory, Acrylic laboratory and Porcelain laboratory were to belong to hazardous waste because of could be classified that suitable with La Grega classification, that are organic waste, inorganic waste and oil waste.
Conclusion of this research the frame denture casting waste mass is heavier than the mass of frame denture as a product. There was positive and significant relation between standard material with waste that resulted and metal frame that produced in acrylic denture metal frame production.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11857
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nindi Sekarsari
"Sejak tahun 2006, Pemerintah Daerah Kota Depok telah membangun Unit Pengolahan Sampah (UPS) dalam rangka mengurangi volume sampah yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir. Salah satu kegiatan yang dilakukan di UPS Kota Depok adalah melakukan pengomposan secara open windrow untuk mengolah sampah organiknya. Namun, upaya pengomposan yang sedang berjalan belum menghasilkan kualitas kompos yang sesuai dengan SNI 19-7030-2004. Secara teoritis, beberapa faktor yang mempengaruhi proses pengomposan open windrow antara lain komposisi bahan baku, ukuran partikel dan juga pengadukan. Berdasarkan survey pendahuluan, frekuensi pengadukan menjadi indikasi utama faktor yang mempengaruhi hasil kualitas kompos di UPS Kota Depok. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh frekuensi pengadukan terhadap proses pengomposan open windrow dengan mengambil tempat di UPS Jalan Jawa, Kota Depok. Variasi frekuensi pengadukan yang diterapkan adalah tanpa pengadukan (gundukan I), pengadukan seminggu sekali (gundukan II) dan pengadukan seminggu tiga kali (gundukan III). Parameter kualitas yang dikontrol adalah temperatur dan pH (setiap interval satu minggu), kelembaban dan perbandingan C/N (setiap interval dua minggu) dan seluruh parameter di atas ditambah parameter water holding capacity (WHC) dilakukan saat kompos matang. Hasil penelitian membuktikan bahwa terdapat pengaruh frekuensi pengadukan terhadap proses pengomposan open windrow. Selama proses pengomposan, gundukan II dan gundukan III yang mengalami pengadukan memiliki kualitas lebih baik untuk parameter temperatur, pH, kelembaban dan perbandingan C/N dibandingkan dengan gundukan I (tanpa pengadukan). Sedangkan hasil kualitas kompos antara gundukan II dan gundukan III memiliki kemiripan sehingga metode pengomposan open windrow yang lebih efektif untuk diterapkan di UPS Jalan Jawa adalah dengan melakukan frekuensi pengadukan seminggu sekali (gundukan II) didukung dengan penambahan air rata-rata 39 liter per minggu dan volume gundukan sebesar 1,35 m3.

Since 2006, the Government of Depok has been constructing the Waste Management Unit (UPS) in order to reduce the volume of waste disposed at landfill. One of the activities carried out in UPS Depok is conducting open windrow composting to process the organic waste. However, the current composting is not producing good quality compost according to SNI 19-7030-2004. Theoretically, several factors that affect open windrow composting are composition of feedstock, particle size, and also turning frequency. Based on initial survey, turning frequency is the main indication that affect the quality of compost in UPS Depok. Therefore, there?s a need to conduct a study to determine the effect of turning frequency in open windrow composting. The study is carried out at UPS Jalan Jawa, Depok. The variation of the turning frequency are without turning (pile I), turning once a week (pile II) and turning three times a week (pile III). The parameters of quality control from this study are temperature, pH (interval once week), moisture and C/N ratio (interval two weeks) and all the parameters above plus water holding capacity for mature compost. The result of this study proves that turning frequency affects open windrow composting. During the composting process, pile II and pile III which are turned have better quality for temperature, pH, moisture and C/N ratio compared to the pile I (without turning). While the results of compost quality from pile II and pile III have similarities. So, the most effective open windrow composting method that can be applied in UPS Jalan Jawa is turning once a week (pile II) and supported by addition approximately 39 litre of water per weeks and pile volume about 1,35 m3."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S108
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dede Sulaeman
"Tempat Pembuangan Akhir adalah ujung proses dari pengelolaan sampan secara konvensional. TPA yang saat ini digunakan di sebagian besar kota di Indonesia menerapkan sistem open dumping. Deegan sistem tersebut maka sampah organik yang tertimbun di TPA akan mengalami proses dekomposisi secara anaerobik yang akan menghasilkan CH4 (gas metan). Gas metan merupakan salah satu gas rumah kaca (GRID) yang berpotensi menyebabkan pemanasan global (global warming).
Salah satu cara untuk mengurangi emisi gas metan dari TPA adalah melakukan pengomposan sampah organik kota. Pengomposan dipilih karena beberapa pertimbangan yaitu ketersediaan bahan baku dan penggunaan teknologi tepat guna, kesesuaian karakteristik sampah dan mendukung usaha produktif masyarakat. Proses produksi kompos harus dilakukan secara benar dengan mengacu pada prinsip-prinsip pengomposan yang optimum dan ramah lingkungan. Selain itu produk yang dihasilkan hams memenuhi standar tertentu agar aman untuk diaplikasikan pada budidaya tanaman. Berdasarkan kajian awal terhadap dokumen Final Report pelaksanaan Program Subsidi Kompos pada 2 tahun pelaksanaan, tidak ditemukan informasi dan pembahasan mengenai kontribusi program ini pada pengurangan gas metan. Hasil observasi awal pada beberapa lokasi pengomposan peserta Program Subsidi Kompos didapatkan kondisi lingkungan pengomposan yang tidak baik.
Berdasarkan masalah tersebut diatas maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk: (1). Mengkaji kontribusi pengomposan sampah perkotaan Program Subsidi Kompos pada pengurangan gas metan, dan (2). Mengevaluasi kesesuaian pelaksanaan pengomposan sampah perkotaan Program Subsidi Kompos terhadap syarat pengelolaan lingkungan.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode ex post facto. Populasi dari penelitian ini adalah produsen kompos yang mengikuti pengomposan sampah perkotaan Program Subsidi Kompos pada periode 31 Desember 2003 - Juni 2005 yaitu sebanyak 21 produsen. Sampel penelitian beijumlah 21 produsen kompos. Variabel penelitian meliputi produsen kompos, sampah perkotaan, bahan bake kompos, proses produksi kompos, kualitas kompos, pengurangan pencemaran gas metan dari TPA, pengelolaan air lindi (leachate), pengelolaan air larian (run ofj), pengendalian kebisingan, dan pengelolaan kesehatan dan keselamatan kerja.
Data yang dikumpulkan dianalisa secara kualitatif dan kuantitatif. Analisa kuantitatif dilakukan untuk menghitung bahan organik yang digunakan pada proses pengomposan menggunakan rumus Outerbridge (1991), menghitung gas metan yang timbul di TPA menggunakan IPCC Methodology 1996 dan menghitung gas metan dari kotoran ternak menggunakan rumus IPCC Methodology 1996. Analisa kualitatif dilakukan dengan memaparkan secara deskriptif pelaksanaan kesesuaian pengomposan sampah perkotaan dengan persyaratan lingkungan yang meliputi pengelolaan lingkungan dan syarat kualitas kompos.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa:
1. Program Subsidi Kompos menggunakan sampah organik sebesar 96.679,5 ton, dari jumlah tersebut proporsi sampah yang berasal dari bahan organik yang seharusnya dibuang ke TPA berjumlah 80.215,2 ton atau 83% dari keseluruhan bahan baku yang digunakan untuk memproduksi kompos. Bahan lain yang digunakan adalah limbah temak sebanyak 16.464,3 ton atau 17% dari keseluruhan bahan baku yang digunakan untuk pengomposan dan tidak dibuang ke TPA. Gas metan yang direduksi Program Subsidi Kompos berjumlah 4.005 ton, yang berasal dari sampah kota sebesar 4.000 ton metan dan dari kotoran ternak sapi sebesar 5 ton metan.
2. Pengelolaan lingkungan yang disyaratkan pada Program Subsidi Kompos meliputi pengendalian pencemaran air lindi, pengendalian air larian, pengendalian kebisingan, dan pengelolaan kesehatan dan keselamatan kerja. Pengelolaan lingkungan menjadi syarat bagi produsen untuk mengikuti Program Subsidi Kompos tetapi tidak menjadi syarat yang terdapat dalam dokumen kontrak.
Kondisi ini menyebabkan hanya sedikit produsen yang melakukan pengelolaan lingkungan sesuai yang disyaratkan. Disamping itu syarat yang ditetapkan belum efektif untuk mengendalikan pencemaran yang ditimbulkan dari kegiatan pengomposan.
Berkaitan dengan standar kualitas kompos, maka persyaratan kualitas kompos Program Subsidi Kompos hanya mengatur 6 parameter dari 31 parameter kualitas kompos pada SNI 19-7030-2004. Minimnya parameter yang diatur berpotensi untuk menimbulkan dampak lingkungan berupa potensi perkembangbiakan organisme patogen dan penyebaran penyakit, potensi pencemaran logam berat pads tanah, dan potensi pencemaran bahan asing pada produk kompos dan tanah.
Kesimpulan penelitian ini menyatakan bahwa:
1. Kontribusi pengurangan gas metan karena dilaksanakannya pengomposan sampah perkotaan Program Subsidi Kompos sebesar 4.005 ton. Nilai tersebut berasal dari sampah kota sebesar 4.000 ton metan dan dari kotoran ternak sapi sebanyak 5 ton metan. Bila dibandingkan dengan potensi timbulnya gas metan dari sampah organik di TPA pada tahun 2004, Program Subsidi Kompos berkontribusi mengurangi gas metan sebesar 0,67%. Pengurangan gas metan juga mempunyai manfaat lingkungan yaitu berupa pengurangan gas rumah kaca sebesar 84.105 ton CO2 equivalent.
2. Produsen kompos sampan perkotaan yang mengikuti Program Subsidi Kompos tidak ada yang melaksanakan pengelolaan lingkungan usaha pengomposannya dengan baik, namun tetap mendapatkan pembayaran subsidi kompos. Tidak dilaksanakannya ketentuan pengelolaan lingkungan oleh produsen kompos karena Kementerian Lingkungan Hidup tidak mengatur syarat pengelolaan lingkungan secara jelas, tegas dan konsisten serta tidak adanya mekanisme sanksi bagi produsen kompos yang tidak melaksanakan syarat tersebut. "
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T17961
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Ayu Prabha Pradnya Kani
"DKI Jakarta merupakan provinsi terpadat di Indonesia dengan produksi sampah hingga 3,11 juta ton pada tahun 2022. Komposisi sampah terbesar adalah sampah organik, sehingga penanganannya penting untuk dilakukan. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah pengomposan vermi. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hasil kompos dari pengomposan vermi dan potensi penurunan massa sampah organik akibat pengomposan vermi. Penelitian ini dilakukan di TPS 3R Sadar Raya dengan metode kuantitatif melalui pendekatan eksperimental yang melibatkan persiapan reaktor, bedding, feedstock, serta pelaksanaan pengomposan vermi. Hasil dari kompos vermi akan dibandingkan dengan hasil kompos caspary di TPS 3R Sadar Raya berdasarkan standar SNI 19-7030-2004 dan Permentan No. 11 Tahun 2007. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan kontrol harian, pengomposan vermi berjalan baik dengan pH, kadar air, dan suhu pada rentang optimal. Kompos vermi juga menunjukkan warna dan bau seperti tanah. Namun, berdasarkan hasil uji laboratorium, hasil kompos vermi belum memenuhi parameter kadar air, C-organik, rasio C/N, pH, P2O5, dan K2O berdasarkan kedua standar. Maka, kompos vermi dinyatakan belum matang dan belum stabil apabila dibandingkan dengan hasil kompos caspary, sehingga perlu dilakukan penambahan waktu dari proses pengomposan dan proses curing ataupun penambahan variasi feedstock dengan kotoran hewan ternak.

DKI Jakarta is Indonesia's most populous province, generating up to 3,11 million tons of trash by 2022. Organic waste makes up the majority of waste, so it must be managed properly. One option is to compost using the vermi technique. As a result, the purpose of this study was to assess the compost production from vermi composting as well as the potential decrease in organic waste mass caused by vermi composting. This study was carried out at TPS 3R Sadar Raya utilizing a quantitative method combined with an experimental strategy that included the preparation of reactors, bedding, feedstock, and vermi composting. The results of vermi compost will be compared to the results of caspary compost at TPS 3R Sadar Raya using SNI 19-7030-2004 and Permentan 11/2007. The results showed that, based on daily management, vermi composting is performing well, with pH, moisture content, and temperature within the ideal range. In addition, vermi compost exhibited soil-like color and odor, indicating maturity. However, laboratory test findings show that the vermi compost does not meet the moisture content, C-organic, C/N ratio, pH, P2O5, and K2O criteria specified in SNI 19-7030-2004 and Permentan 11/2007. As a result, vermi compost is considered immature and unstable when compared to caspary compost, necessitating an extension of the composting and curing processes, as well as the addition of feedstock variations such as cattle manure."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joice Evelyn Ariesabeth
"Wilayah pesisir merupakan salah satu bagian dari sumberdaya alam yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia. Kegiatan pembangunan di wilayah tersebut secara langsung maupun tidak langsung memberikan dampak merugikan. Ekosistem mangrove yang termasuk dalam wilayah pesisir dan pertambangan emas yang menggunakan merkuri sebagai salah satu aktivitas pemenuhan kebutuhan hidup manusia adalah komponen lingkungan yang menjadi topik utama penelitan ini.
Pertambangan emas di Sulawesi Utara beberapa tahun terakhir ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Salah satu daerah yang menjadi pusat kegiatan penambangan tersebut adalah Kecamatan Ratatotok, di mana terdapat penambang emas berskala besar dan kecil, yaitu PT. Newmont Minahasa Raya dan penambang tradisional tanpa izin. Penambangan emas yang dilakukan oleh penduduk setempat masih menggunakan cara tradisional. Merkuri digunakan pada proses ekstraksi emas dan sisa pengolahan yang tidak terpakai lagi langsung dibuang ke Sungai Totok yang bermuara di Teluk Totok. Ekosistem pesisir, khususnya ekosistem mangrove dan pertambangan emas berskala kecil merupakan dua hal penting bagi penduduk yang berada di Kecamatan Ratatotok. Oleh karena itu, perlu diperhatikan keseimbangan keduanya agar tidak merugikan penduduk setempat, salah satunya mengembangkan penelitian yang menunjang, mengenai kemampuan absorpsi atau penyerapan logam berat khususnya merkuri pada ekosistem mangrove. Adapun lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah ekosistem mangrove di Desa Ratatotok Timur, Kecamatan Ratatotok, Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara.
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah peran ekosistem mangrove dalam mengabsorpsi logam berat merkuri yang akan memasuki perairan laut. Tujuan penelitian ini adalah: 1) Menganalisis konsentrasi merkuri pada air, sedimen, tumbuhan (akar dan daun) dan biota yang berada di ekosistem mangrove; 2) Mengetahui peran ekosistem mangrove dalam menyerap merkuri, terutama dalam hubungannya dengan sungai dan laut (khususnya pada air dan sedimen di ketiga lokasi). Bagian dari tumbuhan yang dijadikan sampel pada ekosistem mangrove adalah akar dan daun dari Rhizophora sp. dan Avicennia sp., dan biota (bivalvia: Polymesoda coaxans dan gastropoda: Telescopium mauritsi, T. telescoplum, Terebralia palustris) yang berasosiasi dan berada di sekitar tumbuhan tersebut. Data primer didapat dari analisis kandungan merkuri Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) tanpa nyala, sedangkan data yang dihasilkan dari analisis laboratorium akan dianalisis secara statistik menggunakan Uji Kruskal-Wallis dan Man-Whitney Test.
Pada ekosistem mangrove di Desa Ratatotok Timur, konsentrasi merkuri berturut-turut yang paling tinggi hingga yang paling rendah adalah biota, daun, sedimen, akar, air. Adapun kisaran konsentrasinya adalah sebagai berikut: biota (0,149-1,913 mg/kg), daun (0,086-0,121 mg/kg), sedimen (0,014-1,699 mg/kg) dan akar (0,008-0,018 mg/kg). Sedangkan dalam hubungannya dengan sungai dan laut (Sungai Totok dan Teluk Totok), ekosistem mangrove di Desa Ratatotok Timur tidak berperan dalam menyerap merkuri (khususnya pada air dan sedimen di ketiga lokasi). Konsentrasi merkuri pada sedimen berturut-turut dari yang tertinggi hingga terendah adalah di laut/Teluk Totok (1,147-19,549 mg/kg); di Sungai Totok (0,119-9,249 mg/kg); dan di ekosistem mangrove ((0,014-1,699 mg/kg). Sedangkan air, yang tertinggi ekosistem mangrove (1 μg/L), Sungai Totok (kurang dari 1-1 μg/L) dan Laut/Teluk Totok kurang dari 1 μg/L.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa biota merupakan komponen pada ekosistem mangrove yang menyerap atau mengabsorpsi merkuri paling banyak, diikuti oleh daun, sedimen, akar dan air. Merkuri yang terdapat pada ekosistem mangrove masuk melalui pasang surut air laut serta melalui deposisi dari atmosfer. Maka, ekosistem mangrove di Desa Ratatotok Timur tidak berperan dalam menyerap atau mengabsorpsi merkuri, karena masukan merkuri yang berasal dari sungai tidak secara langsung masuk ke dalam ekosistem mangrove melainkan terus ke laut.
Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, maka dapat diberikan beberapa saran untuk dijadikan pertimbangan yaitu: perlunya penelitian lanjutan untuk melihat dampak merkuri dalam jaringan, baik pada tumbuhan mangrove maupun pada biota lain. Selain itu, bagi masyarakat yang berada di lokasi penelitian agar mendapatkan informasi yang cukup mengenai merkuri dan bahayanya dalam kehidupan sehari-hari.

Coastal regions are among the natural resources most vulnerable to the effect of human activities. Development activities in a coastal region will directly or indirectly affect the environment in a harmful way. The mangrove ecosystem of the coastal area and gold mining utilizing mercury - a means of livelihood for the population - are the environmental components focused in this research.
Gold mining in North Sulawesi has developed rapidly in the past few years. Ne of the areas that became the centre for the mining activities is located in Ratatotok Sub regency, where PT. Newmont Minahasa Raya and illegal traditional miners conduct large and small-scale mining operations. Mining by the local population is still performed through traditional means. Mercury is used at the extraction process and the unneeded waste directly disposed into the Totok River, which flows to the Totok Bay. The coastal ecosystem, in particular the mangrove ecosystem and small-scale gold mining are two essential factors for the Ratatotok population. Consequently, consideration must be given o the proper balance between these two factors to prevent damage to the local population, one of which is by conducting a research to determine the ability of the mangrove ecosystem to absorb heavy metals, in particular mercury. The location chosen for this research is the mangrove ecosystem at the East Ratatotok village, Ratatotok Subregency, South Minahasa Regency, North Sulawesi.
The main problem addressed in this research I the functional extent the mangrove in absorbing mercury heavy metals flowing to the sea. This research aims to: 1) Analyze the concentration of mercury in the water, sediments, plants (roots and leaves) and biota found in the mangrove ecosystem; 2) To determine the function of the mercury in the function of the mangrove ecosystem in absorbing mercury, mainly relating to the river and sea (in particular in the water and sediment at the three locations). Parts of the plants taken as sample from the mangrove ecosystem are the roots and leaves of Rhizophora mucronata and Avicennia marina, while biota associated and found around the surrounding plants are bivalvia: Polymesoda coaxans and gastropoda: Telescopium mauritsi, T. telescopium, Terebralia pallustris. Primary data are obtained from the mercury concentration analysis using nameless Atomic Absorption Spectrophotometer (SSA), while laboratory analysis values will be statistically analyzed using the Kruskal-Wallis and Man-Whitney Test.
At the East Ratatotok mangrove ecosystem, the highest to the lowest levels of concentration of mercury are respectively biota, leave, sediment, roots, water. The range of concentration is as follows: biota (0,149-1,913 mg/kg), leaves (0,086-0,121 mg/kg), sediment (0,014.1,699 mg/kg) and roots (0,008-0,018 mg/kg). While in connection with mercury concentrations of the river and sea (Totok River and Totok Bay), the mangrove ecosystem in East Ratatotok village in East Ratatotok village has no function in absorbing mercury (specifically in water and sediment at the three locations). Mercury concentrations found in sediment by order of high to low levels: Totok Bay (1,147-19,549 mg/kg), Totok River (0,119-9,249 mg/kg) and mangrove ecosystem ((0,014-1,699 mg/kg). While mercury concentrations in water are: mangrove ecosystem (1 μg/L), Totok River (less than 1-1 μg/L) and Teluk Totok (less than 1 μg/L).
Based on the research result, biota is the component in the mangrove ecosystem with the highest mercury absorption ability, followed by leaves, sediment, roots and water. The mercury found in the mangrove ecosystem entered trough the tidal waters of the sea, and through deposits from the atmosphere. Hence the mangrove ecosystem in East Ratatotok village does not function in the absorption of mercury problem of the area, as the source of mercury from the river does not directly enter the mangrove ecosystem, but flows directly to the sea.
Based on the research findings, several suggestions can be forwarded for consideration, which are: a further research is required to study the effects of mercury in tissues, in the mangrove plants as well as in other biota. In addition, adequate information should be made available to the population living in the research area, so that they obtain knowledge on mercury and its hazards to daily life.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15184
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Melyna Virlya
"Jumlah penduduk meningkat setiap tahun di Provinsi DKI Jakarta mengakibatkan jumlah pasien dan limbah medis meningkat. Limbah medis padat rumah sakit dikategorikan LB3 dalam Permenlhk No.P.56/2015. Permasalahan, masih ditemukan limbah medis dibuang ke lingkungan dapat menimbulkan dampak di lingkungan dan makhluk hidup. Tujuan penelitian adalah menganalisis jumlah dan jenis LB3 medis padat RSPI Sulianti Saroso, RSUD Pasar Rebo, RS Medistra dan RS Husada, kinerja pelaksanaan pengelolaan limbah dan interaksi pemangku kepentingan dalam pengelolaan limbah Provinsi DKI Jakarta. Metode analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui pengelolaan LB3 medis padat dan data sekunder perhitungan jumlah limbah, wawancara mendalam dan analisis ANT untuk mengetahui interaksi pemangku kepentingan dalam pengelolaan limbah di Provinsi DKI Jakarta. Hasil penelitian, setelah dilakukan pendataan pengelolaan Limbah B3 medis padat pada 4 RS, untuk RSPI Sulianti Saroso dan RS Husada masih diperlukan perbaikan kinerja dalam aspek non teknis pengelolaan yaitu pendataan dan pencatatan, pelaksanaan perizinan dan pelaksanaan ketentuan dalam izin. Kesimpulan, atas status kinerja 4 RS di Jakarta tersebut diperlukan upaya sosialisasi pemenuhan peraturan dan penyiapan peraturan yang spesifik bagi RS dalam aspek non teknis pengelolaan limbah oleh Pemda Provinsi DKI Jakarta.

The population increases every year in DKI Jakarta Province resulting in an increase in the number of patients and medical waste. Hospital solid medical waste is categorized as Hazardous adn Toxic Waste in the Minister of Environment and Forestry Regulation No.P.56/2015. Problems, still found medical waste disposed of into the environment can cause impacts on the environment and living things. The purpose of the study was to analyze the amount and type of Solid Hazardous Medical Waste (SHMW) of Sulianti Saroso Infectious Disease Hospital (RSPI), Pasar Rebo Regional General Hospital (RSUD), Medistra Hospital and Husada Hospital, the performance of waste management implementation and stakeholder interaction in waste management of DKI Jakarta Province. Descriptive analysis method was used to determine the management of SHMW and secondary data of waste amount calculation, in-depth interviews, and ANT analysis to determine stakeholder interactions in waste management in DKI Jakarta Province. Research results, after collecting data on solid medical hazardous waste management in 4 hospitals, for RSPI Sulianti Saroso and Husada Hospital, performance improvement is still needed in non-technical aspects of management, namely data collection and recording, licensing implementation and implementation of permit provisions. Conclusion, the performance status of the 4 hospitals in Jakarta requires efforts to socialize the fulfillment of regulations and the preparation of specific regulations for hospitals in non-technical aspects of waste management by the DKI Jakarta Provincial Government."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Helmi Setia Ritma Pamungkas
"ABSTRAK
Pengolahan emas dengan cara amalgamasi menghasilkan limbah merkuri. Pengelolaan limbah merkuri yang tidak baik dapat mencemari lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur konsentrasi merkuri pada limbah padat dan cair (tailing) dalam bak penampung limbah; dan menganalisis pengelolaan limbah/tailing yang mengandung merkuri pada pertambangan emas rakyat. Metode yang digunakan adalah survey dan spasial. Sampel yang diambil adalah penambang emas rakyat sebagai responden, sampel limbah cair dan padat, dan sampel lingkungan (air, tanah, talas, dan bayam). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan limbah merkuri di Desa Cisungsang sebesar 78,31% responden, tidak sesuai dengan peraturan pemerintah. Berdasarkan hasil uji limbah pada bak penampung, terdapat konsentrasi merkuri limbah cair 0,083-0,265 ppm; dan konsentrasi merkuri limbah padat 0,304- 0,407 ppm. Potensi sebaran merkuri di Cisungsang mencapai 42,2 Ha, dengan mempertimbangkan sebaran gelundung; kemiringan lereng mencapai 35°; curah hujan yang tinggi yakni 4000 mm/tahun; dan kondisi bak penampung limbah yang terbuka, namun tidak mempertimbangkan aspek geohidrologi. Hasil uji pada sampel lingkungan menunjukkan konsentrasi merkuri rata-rata pada air sebesar 0,00036 ppm, tanah 0,00378 ppm, bayam 2,31 ppm, dan talas 25x10-8 ppm.

ABSTRACT
The amalgamation process in gold processing will produce mercury waste. Poor waste management of mercury can pollute the environment. The objectives of research is to measure concentration of mercury in liquid and solid waste in the pond; and to analyze the management of waste/tailing containing mercury on artisanal gold mining. The methods used are survey and spatial analysis. Samples taken are the gold miners as responden, samples of liquid and solid waste, and samples from the environment (water, soil, spinach, and taro). The research results showed that management of mercury waste in Cisungsang are 78% from responden, didn?t suitable with the government regulation. Based on the results of the waste in ponds, concentration of mercury in liquids waste are 0.083-0.265 ppm and the concentration of mercury in solids waste are 0.304-0.407 ppm. The potential distribution of mercury in Cisungsang reached 42,2 Ha, with consider of distribution ball mil; the slopes reached 35°; the precipitation reached 4000 mm/year; and the open condition of the waste pond, but it isn?t considered of geohydrology aspect. Test result on environmental samples showed the average concentration of mercury in water are 0,00036 ppm, soils are 0,00378 ppm, spinach is 2,31 ppm, and taro is 25x10-8 ppm."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ihsan Ramadhan
"Sampah organik merupakan salah satu masalah utama dalam pengelolaan persampahan dengan komposisi dan timbulan sampah terbesar pada aliran sampah kota. Pengomposan dapat menjadi metode yang tepat untuk mengurangi timbulan sampah, khususnya sampah organik, dan memberikan manfaat berupa produk kompos.  Akan tetapi, sampah kota terdiri dari berbagai macam komposisi termasuk sampah B3, yang dapat mengandung logam berat, sehingga analisis risiko kesehatan terhadap pemanfaatan kompos dari sampah kota menjadi hal yang penting. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis risiko kanker dan non-kanker terhadap pemanfaatan kompos sampah organik yang berasal dari sampah kota di Kampung Inovasi Cimone, Kecamatan Karawaci dan Kampung Markisa, Kecamatan Karawaci. Pada penelitian ini digunakan metode risk assessment berupa analisis Monte Carlo pada sampel sampah organik yang terkontamintasi logam berat As, Cd, Hg, dan Pb. Kampung Inovasi Cimone dan Kampung Markisa masing-masing memiliki timbulan sampah sebesar 0,57 kg/orang/hari dan 0,62 kg/orang/hari. Pada Kampung Inovasi Cimone terdeteksi logam berat Pb 1,79 mg/kg sampah organik dan pada Kampung Markisa terdeteksi logam berat Pb 2,61 mg/kg sampah organik dan logam berat Hg 5,85 mg/kg sampah organik. Paparan logam berat Pb pada Kampung Inovasi Cimone menghasilkan risiko kanker menengah sebesar 89,84%; risiko kanker rendah sebesar 10,16%; dan risiko non-kanker rendah sebesar 99,82%. Paparan logam berat Pb pada Kampung Markisa menghasilkan risiko kanker menengah sebesar 93,57%; risiko kanker rendah sebesar 6,43%; dan risiko non-kanker rendah sebesar 99,53% & paparan logam berat Hg menghasilkan risiko non-kanker tinggi sebesar 99,38%. Dari kedua kampung, hanya pada Kampung Inovasi Cimone pengomposan dapat diterapkan dengan menggunakan 16,88% komposisi sampah organik dan menghasilkan potensi reduksi timbulan sampah hingga 1,54%.

Organic waste is one of the main problems in waste management with the largest composition and generation of waste in the municipal waste stream. Composting can be a proper method to reduce waste generation, especially organic waste, and provide benefits in the form of compost products. However, municipal waste consists of various compositions including hazardous waste, which can contain heavy metals, so an analysis of health risks in the use of compost from municipal waste is important. This study aims to analyze the risk of cancer and non-cancer on the use of organic waste compost sourcing from municipal waste in Inovasi Cimone Village, Karawaci District and Markisa Village, Karawaci District. This research uses a risk assessment method in the form of Monte Carlo analysis on organic waste samples that are contaminated with heavy metals As, Cd, Hg, and Pb. Inovasi Cimone Village and Markisa Village each have 0,57 kg/person/day and 0,62 kg/person/day of waste generation. In Inovasi Cimone Village, Pb 1.79 mg / kg organic waste was detected and in Markisa village Pb 2.61 mg / kg organic waste was detected and Hg 5.85 mg / kg organic waste was detected. Heavy metal exposure of Pb in the Inovasi Cimone Village resulted in a medium cancer risk of 89.84%; low cancer risk of 10.16%; and a low risk of non-cancer risk of 99.82%. Heavy metal exposure of Pb in Markisa Village resulted in a medium cancer risk of 93.57%; low cancer risk of 6.43%; and a low risk of non-cancer of 99.53% & heavy metal exposure of Hg resulted in a high risk of non-cancer of 99.38%. From both villages, only in Inovasi Cimone Village composting can be applied using 16.88% organic waste composition and resulting in a potential reduction in waste generation up to 1.54%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>