Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2209 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Goudsblom, Johan
New York: Random House, 1967
309.149 2 GOU d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jong, Louis de, 1914-
Leiden: KITLV Press, 2002
959.8 J 314 c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sujadi
"Di tengah langkanya organisasi-organisasi Muslim baik yang bersifat nasional maupun internasional di Belanda, Persatuan Pemuda Muslim se-Eropa (PPME) merupakan pengecualian. PPME muncul dengan identitas unik, yakni mencoba berkiprah sebagai organisasi payung bagi semua etnis muslim yang ada di Belanda, walaupun mayoritas anggotanya adalah Muslim Indonesia. PPME menegaskan dirinya sebagai organisasi yang tidak terlibat dalam urusan politik, baik gagasan maupun praktis. Identitas unik itu menempatkan PPME pada posisi yang tidak powerfull karena tidak ada dukungan dari satu negara Muslim. Pemerintah Belanda pun ragu memberikan subsidi karena eksistensinya tidak jelas. Selain itu, ia tidak akan punya satu wajah jelas yang harus ditampilkan sebagai identitas dari para pengurus dan anggotanya. Untuk itu, pengujian kembali (Re-examination) terhadap kebijakan-kebijakannya merupakan satu langkah yang penting untuk ditempuh, agar dapat di-review dan diperbaharui bila perlu. Melalui pengujian kembali tersebut, PPME diharapkan dapat meningkatkan dan memperjelas kiprah-kiprahnya dalam membangun kesadaran dan menjaga solidaritas para pengurus dan anggotanya sebagai Muslim minoritas."
Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2006
297 JAMI 44:1 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Renanda Rizka Putra
"ABSTRAK
Di tengah absennya tim nasional Belanda dalam ajang Piala Dunia 2018 di Rusia, muncul
sebuah film romance-commedy yang mengangkat kejayaan Belanda di Piala Dunia 2010
di Afrika Selatan. Film berjudul Gek Van Oranje (2018) karya Pim Hoeve ini berbentuk
mosaik cerita tentang kisah beberapa tokoh yang tidak saling berkaitan, selama mengikuti
perhelatan pertandingan Piala Dunia 2010. Keunikan dari film ini adalah antusiasme para
tokoh dalam mendukung tim negaranya dalam setiap pertandingan Piala Dunia 2010 yang
berkaitan erat dengan kecintaan terhadap negara atau nasionalisme. Penelitian ini
mencoba mengkaji lebih lanjut bagaimana hubungan sepakbola dan nasionalisme
dihadirkan melalui simbol-simbol dalam film tersebut. Untuk menjawab pertanyaan
tersebut digunakan teori tanda dalam semiotik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sepakbola berdampak positif terhadap rasa nasionalisme masyarakat Belanda. Hal ini
karena sepakbola menjadi wadah untuk mengekspresikan dan mewujudkan nasionalisme
melalui penggunaan simbol-simbol negara dan tradisi-tradisi tertentu selama mengikuti
pertandingan sepakbola. Selain itu, sepakbola juga menjadi momen untuk menyuarakan
kesetaraan kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda.

ABSTRACT
Amidst the absence of the Netherlands in the World Cup 2018 in Russia, a romancecomedy
film is released, which brought up the glory of the Netherlands in the World Cup
2010 in South Africa. The film titled Gek Van Oranje (2018) which is directed by Pim
Hoeve consists of a mosaic stories of several characters who are not related during the
football matches in World Cup 2010. The uniqueness of this film is the enthusiasm of
each character in supporting their country's team in every match during World Cup 2010,
which is allegedly related to the love of patriotism or nationalism. This research attempts
to further examine how the relation between football and nationalism is presented through
the symbols in the film. To answer the question, the theory of signs in semiotics which
studies the meaning in signs is used. The results show that football has positive impacts
on the sense of nationalism in Dutch society. This is because football has the role as the
medium for expression and showing nationalism through the use of the symbols of the
state and the preservation of certain traditions during the football matches. In addition, football match will also be the moment to voice the equality of different groups in the society."
2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Renier, Fernand G.
London: Routledge, 1986
439.318 REN c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Booij, G.E.
Lisse: Peter de Ridder Press, 1977
BLD 439.315 BOO d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Risqi Gusdita Rahmadi
"ABSTRAK
Revolusi telah berkontribusi dalam pembentukan masyarakat di dunia. Fenomena tersebut mengubah nilai-nilai fundamental dan memberikan suatu pandangan baru di dalam masyarakat. Dengan berubahnya nilai fundamental, masyarakat pun berubah, dan hal hal yang sebelumnya diterima sebelum revolusi, menjadi kurang menarik ataupun tidak lagi diterima di dalam masyarakat. Pandangan baru ini membentuk sebuah selera dan kebutuhan baru, seperti halnya sebuah tren. Hal ini tampak pada perubahan di dalam dunia seni dan arsitektur. Arsitektur dan Revolusi: Perkembangan Arsitektur di Hindia Belanda dan Perubahan dalam Masyarakat Kolonial tidak membahas revolusi kemerdekaan Indonesia, melainkan membahas bagaimana konteks dan isu sosial, politik, dan ekonomi yang terjadi di Hindia Belanda membentuk sebuah revolusi dalam masyarakat kolonial pada periode akhir kolonial Belanda. Dimulai dengan analisis mengenai revolusi yang terjadi di Eropa, kemudian dilanjutkan dengan menganalisis korelasi antara revolusi tersebut dan perubahan di dalam gaya arsitektur di Eropa dan Rusia setelah revolusi. Akan tetapi, keadaan masyarakat kolonial di Hindia Belanda memiliki konteks yang berbeda dengan masyarakat Eropa. Oleh karena itu, saya menganalisis konteks tersebut dan bagaimana sebuah revolusi terbentuk. Pembahasan kemudian saya akhiri dengan menganalisis perubahan Arsitektur di Hindia Belanda untuk menekankan adanya sebuah upaya dalam merepresentasikan ide baru yang terbentuk pasca revolusi melalui sebuah bentuk yang konkrit, yaitu arsitektur.

ABSTRACT
Revolution changes the fundamental values in the society. As the fundamental values change, the society also changes, and things that were used to be agreeable before the revolution may become less appealing, or no longer accepted. This new value formed a new taste and necessity in the society. As a result, the process of designing will be influenced by this newfound value. This writing does not discuss the revolution of Indonesian Independence. It discusses how the social, economy and political context and issues in the Dutch East Indies formed a revolution within the colonial society during the late colonial era. It starts with the analysis of revolutions throughout Europe & Russia, then continues to analyze changes in the Architectural Styles in Europe after the revolutions. However, the European and Russian society were essentially different than the Dutch East Indies society, which was, a colonial society. Therefore, I analyze the context of the Dutch East Indies society and how the revolution was formed. The discussion subsequently analyzes the changes in the Indies Architecture to further emphasize an effort to represent the new ideas that formed after the revolution into a concrete form, which is architecture.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Kharisma Fehmita Mubin
"Eratnya hubungan sejarah antara Indonesia dan Belanda merupakan salah satu factor penentu keragaman budaya di Indonesia. Salah satunya adalah keragaman gaya berpakaian masyarakat pulau Jawa pada abad 18--19 dilihat melalui tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan jenis kelamin. Terjadi percampuran budaya berpakaian antara masyarakat Belanda dan masyarakat pulau Jawa pada abad ke- 18—19. Masyarakat pulau Jawa mulai mengenal dan mengenakan jas, kemeja lengan panjang, alas kaki berupa sepatu tertutup, gaun dan pakaian tidur. Mereka juga mulai mengenal renda, pita, topi, sepatu, kaus kaki, tutupan kepala dan motif pada pakaian. Percampuran kebudayaanyang terjadi dan berlangsung pada kehidupan sehari-hari ini merupakan hasil dari proses keberterimaan budaya berpakaian masyarakat Belanda oleh masyarakat pulau Jawa abad ke-18--19, meskipun pada dasarnya masing-masing kebudayaan sangatlah bertolak belakang.

The tying historical relation between Indonesia and the Dutch plays one of the key factor to Indonesia diversity in culture. One of Indonesia culture being impacted is the attire, specifically in Java island during the 18 to 19 century. The attire change is reflected through education level, occupation, and gender. With the Dutch arrival, the traditional attire style of Javanese society are mixed with the Dutch attire culture. Javanese people began to discovered suits, long sleeves shirt, conventional shoes, dress and night clothes. Not only clothes, Javanese began to know other attire accessories such as lace, ribbon, hats, socks, and motif on clothes. The blending between the two culture occurred along the daily lives. Even in reality the two culture contracted against each other, the Javanese society acceptance to the Dutch attire culture had made new fusion which lead to culture diversity.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Munif Yusuf
"Bangsa Belanda adalah bangsa yang terbuka dan toleran. Hal itu terbukti dari banyak pengungsi yang datang ke Belanda. Secara historis para pengungsi itu berasal dari Belgia, Prancis, dan Portugal. Belakangan ini pengungsi yang datang berasal dari negara-negara konflik seperti Afganistan, Eritrea, dan Suriah. Surat kabar daring memberitakan kehadiran mereka, termasuk Trouw dan De Volkskrant. Dalam menuliskan berita, surat kabar kadang menggunakan metafora. Penelitian ini menelisik metafora yang digunakan kedua surat kabar itu dari sudut pandang metafora konseptual. Dengan demikian pertanyaan penelitian disertasi ini adalah komponen makna jenis apa saja dari ranah sumber metafora yang dialihkan ke ranah sasaran dan bagaimana cara pandang masyarakat Belanda terhadap pengungsi dilihat dari pengalihan makna dari ranah sumber ke ranah sasaran. Penelitian ini menggunakan pendapat Elisabetta Ježek (2016) untuk mengamati komponen makna jenis apa yang dialihkan. Temuan pada pertanyaan pertama adalah bahwa ada komponen makna bersifat core digunakan berdasarkan kenyataan dan pengetahuan umum dan komponen makna bersifat non core berdasarkan pengalaman. Temuan pertanyaan kedua menunjukkan bahwa dalam surat kabar De Volkskrant terdapat 16 metafora bermakna positif dan 15 negatif, sedangkan dalam Trouw terdapat 33 positif dan 64 negatif. Dengan demikian, menurut berita yang disampaikan dalam kedua surat kabar itu keberadaan pengungsi bersifat negatif. Mereka dianggap sebagai pencuri lapangan kerja dan dianggap sebagai hewan. Dengan demikian, ditemukan pandangannegatif terhadap penungsi dari kedua surat kabar itu. Walaupun demikian, kita tidak dapat sepenuhnya setuju dengan pendapat bahwa pengungsi dianggap negatif oleh masyarakat Belanda secara umum. Anggapan negatif ini hanya berdasarkan dua surat kabar yang diteliti, masih diperlukan data yang lebih besar untuk sampai kepada pendapat di atas.

Dutch people are open and tolerant. This is evident from the many refugees who came to the Netherlands. Refugees historically came from Belgium, France and Portugal. Recently, refugees who have come from conflict countries such as Afghanistan, Eritrea, and Syria. Online newspapers have written over their presence, including Trouw and De Volkskrant. Newspapers use conceptual metaphors in writing news. Thus, the research questions of this dissertation are what kinds of meaning components from the source domain of metaphor are transferred to the target domain and how the Dutch community views refugees as seen from the transfer of meaning from the source domain to the target domain. This study used the opinion of Elisabetta Ježek (2016) to observe what kind of meaning component is transferred. The finding in the first question is that the core meaning component is used based on reality and general knowledge and the non-core meaning component is based on experience. The findings of the second question show that in De Volkskrant newspaper there are 16 positive and 15 negative metaphors, while in Trouw there are 33 positive and 64 negative. Thus, according to the news conveyed by the Dutch, represented by the newspapers, they thought that refugees were negative. They are seen as job thieves and are seen as animals."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>