Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15123 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Edhie Wurjantoro
"ABSTRAK
Sampai saat ini penulisan sejarah Indonesia belum dapat dilakukan secara tuntas. Hal itu disebabkan ada beberapa periode yang sumber sejarahnya sangat kurang. Jadi dengan sendirinya gambaran yang menyeluruh dan jelas tidak dapat diperoleh.
Salah satu periode sejarah kuna Indonesia yang sampai sekarang belum dapat dituliskan dengan jelas adalah bagian permulaan kerajaan Mataram kuna. Kerajaan itu berkembang sejak ke-8 sampai akhir abad ke-10 dengan pusatnya di daerah Mdang di wilayah Poh Pitu.
Menurut sebagian ahli kerajaan itu diperintah oleh dinasti Saijaya dan Sailendra. Hamun pendapat itu dibantah oleh sebagian ahli lainnya, yang mengatakan bahwa hanya ada satu dinasti yang memerintah di kerajaan Mataram yaitu dinasti Sailendra. Tidak ada kata sepakat hingga saat itu mengenai hal itu.
Sehubungan dengan itu penelitian ini berusaha maninjau kembali masalah dinasti Sanjaya dan Sailendra yang memerintah di Jawa Tengah pada abad ke-8 sampai ke-10, dengan jalan meninjau dan mentafsirkan kembali sumber yang ada. Penelitian ini menggunakan sumber prasasti yang telah
diterbitkan oleh J.L.A. Brande dalam bukunya '0ud~Javaansche Oorkonden' dan buku J.G. de Casparis 'Prasasti Indonesia I/II' prasasti yang belum diterbitkan.
Sebagai langkah awal dilakukan kajian kapustakaan yang berkaitan dengan masalah penelitian. Terhadap prasasti yang belum diterbitkan dilakukan pengalih aksaraan dan terjemahan agar bisa bisa diperoleh gambaran tentang isinya. Sedangkan prasasti-prasasti yang telah diterbitkan diusahakan membaca kembali prasasti dan terjemahannya. Setelah melakukan kritik dan analisa terhadap sumber-sumber itu, lalu dilakukan interpretasi dan menuliskannya dalam bentuk cerita sejarah yang mudah dimengerti.
Temuan baru yaitu prasasti Wanua Tengah 3, yang diharapkan dapat memberikan kejelasan mengenai hal itu, ternyata menambah rumit persoalan. Hal itu di sebabkan karena tokoh yang disebut dalam prasasti Wanna Tengah 3 berbeda dengan tokoh yang disebutkan di dalam prasasti Mantyasih, padahal kedua prasasti itu dikeluarkan oleh raja yang sama. Dari hasil telah kembali sumber-sumber sejarah yang ada ternyata cenderung membenarkan pendapat adanya dua dinasti yaitu dinasti Sanjaya dan Sailendra, bahkan mungkin lebih.
"
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Casparis, J.G. (Johannes Gijsbertus) de
Bandung : Masa Baru, 1956
959.8 CAS s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Alexander Arifa
"Pada isi prasasti sima dari masa Jawa Kuna terdapat sapatha atau baris kutukan, yakni sebuah wacana yang berisikan seruan sumpah kepada dewa-dewa atau roh-roh agar memberikan perlindungan terhadap tanah sima yang ditetapkan oleh raja, beserta mantra kutukan bagi orang-orang yang berniat jahat terhadap tanah tersebut. Penelitian ini meneliti mengenai beberapa hewan yang disebutkan dalam sapatha prasasti sima sebagai ancaman bagi siapa yang melanggar, khususnya pada prasasti-prasasti sima yang berasal dari Kerajaan Mataram Kuno pada awal abad X Masehi. Penyebutan hewan dalam sapatha merupakan fenomena yang tidak biasa, jarang ditemui, namun ada di beberapa prasasti. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi ragam hewan yang disebutkan dalam bagian sapatha prasasti sima awal abad X Masehi, mengetahui alasan dipilihnya hewan-hewan tersebut, dan mengetahui kemungkinan adanya keterkaitan antara kuasa raja dengan penghukuman melalui fauna dalam sapatha prasasti sima. Metode yang digunakan dalam penelitian: tahap pengumpulan data yang merupakan tahap pengumpulan semua sumber data yang dibutuhkan, tahap pemrosesan data yang merupakan tahap pemrosesan dan penganalisisan semua data, dan tahap interpretasi data yang merupakan tahap pengaitan semua data yang sudah diproses dengan konsep pengetahuan yang diusulkan, yakni teori kekuasaan. Penelitian ini menunjukkan bahwa hewan dalam sapatha merupakan hewan buas serta dianggap suci. Tujuannya sebagai pemberat bahwa sapatha adalah alat kontrol sosial beserta cerminan kuasa raja yang dilakukan raja dengan menggunakan pendekatan ketakutan berbasiskan pengendalian pikiran atas lingkungan sekitar ditambah dengan pengetahuan beberapa binatang yang telah dikenal dalam konsep religi Hinduisme serta kebudayaan lokal yang dipakai agar tidak ada pihak yang berbuat diluar perintah raja.

On sima inscriptions from Ancient Javanese era, there is sapatha or cursing passage which is a small paragraph that consists of oaths to gods and deities to protect the land of sima that had been established by the king, along with spells or curse that was addressed to wrongdoers. This research discusses about some animals that were mentioned in sapatha of the sima inscriptions, especially incriptions that dated from Ancient Mataram Kingdom on early 10th Century AD. This was quite rare and uncommon phenomenon but were available in some inscriptions. Aims of this research are to identify the variety of animals that is mentioned on Sapatha of Sima Inscriptions from Ancient Mataram Kingdom on early 10th Century AD, to discover the reasons behind the chosen animals, and to know the possibility if there was a connection between the power of king and the chosen animals. Research method that is used: first, data-gathering step which collects all the data needed, data-processing step which analyzes all data that has been collected, data-interpreting step which all the data that has been analyzed be interpreted under the power-relation concept. The result of this research shows that animals are categorized as wild and sacred animals. The aim mentioning these animals is to emphasize that sapatha is a tool for controlling society and showing king’s power by using fear-based on mind-control over the environment approach added with the knowledge of the animals on Hinduisme and local belief concept so that no one will disobey the king"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
New York : McGraw-Hill, 1974
R 912.1 ATL
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Cahyanita
"ABSTRACT
Seseorang yang meninggal menyebabkan munculnya berbagai permasalahan mengenai kelanjutan hak dan kewajibannya, penyelesaiannya akan diatur dalam hukum waris. Pewarisan sudah berlangsung sejak zaman dahulu seperti pada masa Jawa Kuna. Pewarisan masa Jawa Kuna dapat diketahui berdasarkan prasasti dan kitab-kitab dari masa tersebut seperti kitab agama dan Manawadharmasastra. Beberapa peneliti sudah melakukan penelitian mengenai pewarisan masa Jawa Kuna, tetapi belum pernah dibahas secara mendalam. Penelitian ini membahas mengenai penerapan pewarisan pada masa Jawa Kuna. Pewarisan dalam prasasti dikaitkan dengan kitab agama dan Manawadharmasastra yang menghasilkan penjelasan mengenai penerapan pewarisan masa Jawa Kuna. Pewarisan pada masa tersebut memiliki tiga unsur yaitu pewaris, harta warisan, dan ahli waris. Pewaris dan ahli waris masa Jawa Kuna berdasarkan prasasti tidak membedakan jenis kelamin. Harta warisan yang diteruskan dibagi menjadi dua yaitu harta berwujud yang berupa tanah, kebun, dan sawah, serta harta tidak berwujud berupa takhta, hak-hak istimewa, hutang piutang, dan pajak. Pewarisan pada masa Jawa Kuna menerapkan pewarisan parental seperti masyarakat adat Jawa sekarang ini.

ABSTRACT
People who dies causes the emergence of various problems regarding the continuity of his rights and obligations, the settlement will be regulated in law of inheritance. Inheritance has been going on since long time ago as in ancient Javanese. The inheritance of the Old Javanese can be known by the inscriptions and books of the period such as agama and Manawadharmasastra. Some researchers have done research on ancient Javanese inheritance, but have not been discussed in depth. This research discusses the application of inheritance in the Old Javanese period. Inheritance in the inscription is associated with the agama and Manawadharmasastra books which resulted in an explanation of the application of the ancient Javanese inheritance. Inheritance at that time had three elements: inheritors, inheritance, and heirs. The inheritors and the heirs of Javanese Kuna based on the inscription do not distinguish the sexes. The proceeds of the inheritance are divided into two: tangible property in the form of land, gardens, and fields, and intangibles in the form of thrones, privileges, accounts payable, and taxes. The inheritance of the Old Javanese implements parental inheritance such as the Javanese indigenous people today."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Irsyad Saputra
"Prasasti Tamban dari Banjar merupakan sebuah prasasti kayu ulin yang beraksara Jawi dan berbahasa Banjar. Tahapan penelitan yang digunakan adalah tahap heuristik, tahap kritik teks, tahap interprestasi, dan tahap historiografi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui isi serta analisis isi dari prasasti Tamban, serta melihat kedudukan prasasti ini dalam sejarah Kerajaan Banjar. Hasil penelitian menunjukan bahwa prasasti Tamban ini berisi aturan regional yang berbentuk larangan yang ditulis oleh tetuha kampung atas dasar perintah Sultan Adam. Larangan-larangan tersebut diantaranya adalah memainkan meriam bambu, taruhan, serta mencuri bambu-bambu yang sudah ditebang. Kedudukan prasasti ini dalam sejarah Kerajaan Banjar adalah sebagai peraturan yang bersifat regional yang berlaku di daerah tertentu dan hanya dituliskan oleh tetuha kampung berdasarkan Undang-Undang Sultan Adam.
Tamban inscription from Banjar is an ironwood inscription with Jawi script and Banjar language. The research stages used are the heuristic stage, the stage of textual criticism, the stage of interpretation, and the stage of historiography. The purpose of this study was to determine the contents and analysis of the contents of the Tamban inscription, and see the position of this inscription in the history of the Banjar Kingdom. The results showed that the Tamban inscription contained regional rules in the form of a ban written by the village head on the orders of Sultan Adam. These prohibitions include playing bamboo cannon, betting, and stealing bamboo that has been cut down. The position of this inscription in the history of the Banjar Kingdom is as a regional regulation that applies in certain regions and is only written by the village head based on the Law of Sultan Adam."
2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Lisda Meyanti
"Makalah ini membahas prasasti-prasasti timah yang ditemukan di Sungai Batanghari. Prasasti yang akan diteliti sebanyak empat lempeng yang disimpan di eks-BPCB Sumatera Barat (BPK Wilayah III) dan eks-BPCB Jambi (BPK Wilayah V). Fenomena penemuan lebih dari seratus lempeng prasasti timah di sungai-sungai di Sumatra menjadi awal penentuan permasalahan penelitian, yaitu bagaimana keterkaitan prasasti timah dengan Sungai Batanghari. Permasalahan ini dikaji dengan memperhatikan perilaku religi berupa pemberian persembahan (offering) kepada Sungai Batanghari. Penelitian ini dilakukan melalui beberapa langkah penelitian, yaitu pengumpulan data, pengolahan data, dan interpretasi data. Penelitian ini menghasilkan pengetahuan sejarah lokal tentang penggunaan prasasti sebagai alat untuk membentengi diri dari gangguan makhluk jahat dan menjaga keselarasan alam. Prasasti timah dan Sungai Batanghari memiliki hubungan yang erat, yaitu prasasti sebagai benda persembahan dan sungai sebagai tempat “penyimpanan” benda-benda yang dipersembahkan tersebut. Hasil penelitian ini akan menjadi referensi sejarah Sumatra, sumber motivasi bagi masyarakat sekitar DAS Batanghari, dan acuan bagi para pemangku kepentingan sehingga objek-objek yang diduga cagar budaya dari Sungai Batanghari dapat lestari.

This paper discusses tin plate inscriptions found on the Batanghari River. There are 4 inscriptions that will be examined which are kept at the ex-BPCB West Sumatra (BPK Region III) and the ex-BPCB Jambi (BPK Region V). The phenomenon of finding more than a hundred tin plate inscriptions in rivers in Sumatra became the beginning of a research problem: how the tin inscriptions are related to the Batanghari River. This problem is studied by paying attention to religious behaviour in the form of offering to the Batanghari River. This research was conducted through several research steps: data collection, data processing, and data analysis. This research produces local historical knowledge about the use of inscriptions as a tool to fortify oneself from evil creatures and maintain harmony in nature. Tin plate inscriptions and the Batanghari River have a close relationship: the inscription as an offering and the river as a "storage" of the ceremonial objects. The results of this research will become a reference for the history of Sumatra, a source of motivation for the people around the Batanghari watershed, and a reference for stakeholders so that objects suspected of being cultural heritage from the Batanghari River can be preserved."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Kayato Hardani
"Penempatan prasasti merupakan suatu cara, proses dan perbuatan secara sadar maupun nirsadar dari sang penulis prasasti yang dapat berupa aktifitas meletakkan teks prasasti dalam suatu ruang (posisi dan lokasi) tertentu yang dilatarbelakangi oleh logika, ide, gagasan dan konsep tertentu. Peran penulis prasasti di dalam menulis/memahatkan prasasti di dalam batur candi perwara dan stupa perwara menjadikan informasi yang ia sampaikan menjadi suatu bekuan peristiwa di masa lampau. Ia mempunyai kewajiban menyampaikan ide gagasan kepada pembaca atau masyarakat pendukung budaya candi melalui media yang memuat tanda (aksara dan bahasa) yang bisa dipahami bersama-sama oleh suatu komunitas atau masyarakat pada abad ke-9 Masehi. Sang penulis prasasti yang diasumsikan adalah para bhiksu memiliki ciri personal sebagai cerminan kebahasaan masyarakat pada masanya, segala proses penulisan prasasti yang dibuat oleh bhiksu tersebut tidak mungkin menggambarkan realita masa itu secara keseluruhan, oleh karena itu pemahaman terhadap prasasti tidak hanya dibatas pada kata saja melainkan kata dalam konteks. Konteks tersebut adalah penempatan prasasti tersebut di dalam satu konteks keruangan yakni relasi-relasi yang terbentuk pada satu halaman kompleks percandian Buddha. Relasi-relasi tersebut dapat diungkapkan kembali maknanya menjadi narasi sejarah yang logis dengan menggunakan pendekatan strukturalisme yang terbingkai dalam perspektif agama Buddha Mahayana abad ke-9 Masehi. Pendekatan strukturalisme Levi-Strauss adalah untuk menemukan struktur dan memberi makna dengan tafsir di luar stuktur atas suatu fenomena budaya. Prasasti pendek yang ditempatkan di candi perwara dan stupa perwara dapat dipahami sebagai fenomena budaya yang mengandung logika, ide dan gagasan dari sang penulis prasasti ketika memulai memahatkan tulisan di batu andesit komponen candi sebagai media penyampaian informasi. Melalui pendekatan strukturalisme Levi-Strauss terlihat bahwa penempatan di dalam posisi yang sejajar dan seimbang memberi asumsi bahwa kesemua prasasti berada di dalam relasi sintagmatik untuk makna yang sama meskipun tidak dalam bentuk sinonim. Kedekatan jarak penempatan prasasti dapat dimaknai sebagai kedekatan di dalam struktur birokrasi maupun kekerabatan. Simpul penting formula dharmma di dalam satu baris candi perwara terlihat dengan pola yang berulang yakni kehadiran Çri Mahàràja yang senantiasa diapit oleh pejabat kerajaan dan pejabat daerah watak.

Inscription placement is a way, process and action consciously and unconsciously from the author of the inscription which can be in the form of activities putting the inscription text in a certain space (position and location) against the background of a certain logic, ideas, ideas, and concepts. The role of the writer of the inscription in writing / carving inscriptions in the batur (base) of perwara temples and ancillary stupas makes the information he presents becomes a record of events in the past. He should convey ideas to readers or the people who support the culture of the temple through media that contain signs (characters and languages) that can be understood together by a community or society in the 9th century AD. The writer of the inscription which is assumed is that monks have personal characteristics as a reflection of the language of society at the time, all the process of writing inscriptions made by the monk is not possible to describe the reality of the period as a whole, therefore understanding inscriptions is not limited to words but words in context. The context is the placement of these inscriptions in a spatial context, namely the relationships formed on a complex page of Buddhist temples. These relations can be re-revealed to be a logical historical narrative by using a structuralism approach framed in the perspective of 9th century Mahayana Buddhism. Levi-Strauss's structuralism approach is to find structure and give meaning to interpretations outside the structure of a cultural phenomenon. Short inscriptions placed in perwara temples and ancillary stupas can be understood as cultural phenomena that contain logic, ideas and ideas from the writers of inscriptions when they began sculpting writing on andesite stone components of the temple as a medium for delivering information. Through Levi- Strauss's structuralism approach, it is seen that placement in equal and balanced positions assumes that all inscriptions are in syntagmatic relations for the same meaning even though they are not synonymous. The proximity of the placement of the inscription can be interpreted as closeness in the bureaucratic structure and kinship. The important knot of the dharmma formula in a row of perwara temples is seen with a repetitive pattern, namely the presence of Çri Maharaja, which is always flanked by royal officials and regional officials."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
T53613
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Purnamasari
"Sambandha merupakan salah satu unsur dari prasasti sīma, yaitu prasasti yang memperingati sebuah tanah dijadikan sīma. Sambandha merupakan alasan atau sebab dari sebuah peristiwa yang pada akhirnya diabadikan dalam sebuah prasasti. Hal yang unik adalah rupanya sambandha tidak hanya ditemukan pada prasasti sīma, namun juga pada prasasti jayapatra dan prasasti pajak. Sambandha dari ketiga jenis prasasti tersebut memiliki perbedaan dalam hal fungsi, ragam, dan cara penganugerahannya. Akan tetapi ketiganya sama-sama berfungsi mengantarkan alasan dibalik peristiwa yang diabadikan dalam prasasti. Dinamika masa pemerintahan Balitung berkembang dalam setiap periode. Berdasarkan sambandha dari prasasti-prasastinya, masa pemerintahan Balitung sangat penuh dinamika dan gejolak terutama pada akhir-akhir pemerintahannya.

Sambandha is one element of the inscription sima, the inscription commemorating a land made sima. Sambandha is the reason or the cause of an event which in turn perpetuated in an inscription. The unique thing is apparently sambandha not only found in the inscriptions sima, but also the inscriptions jayapatra and inscriptions oftaxes. Sambandha of the three types of inscriptions may have differences in terms of function, range, and how it is given. However, they have in common is to deliver the reasons behind the events warned in inscriptions. The dynamics of Balitung reign developing in every period. Based sambandha from his inscriptions, Balitung reign is full of dynamics and turbulence, especially in the late reign."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S43006
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>