Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 60177 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eka Fajar Prihatini
"Tesis yang berjudul Representasi Pemikiran Montesquieu melalui Harem dalam Lettres Persanes merupakan penelitian terhadap roman Lettres Persanes 'Surat-surat Persia' karya Montesquieu (1721). Penelitian ini beranjak dari permasalahan bagaimana harem merepresentasikan pemikiran Montesquieu dalam roman Lettres Persanes. Roman ini pernah dianalisis oleh peneliti terdahulu dengan melihat roman dalam kaitannya dengan kondisi sosial penciptaan karya. Melalui penelitian tersebut dan kritik terhadap novel diketahui bahwa roman itu dibuat untuk mengkritik pemerintahan Louis XIV dan Philippe d'Orleans. Akan tetapi, penelitian mengenai harem dan penghuninya sebagai alat pembanding yang digunakan oleh pengarang di dalam menyampaikan kritiknya masih jarang ditemukan. Oleh karena itu, penelitian ini hanya berfokus pada harem dalam merepresentasikan pemikiran pengarang. Data yang digunakan hanya berjumlah 38 surat dari seluruh surat yang berjumlah 161. Ke-38 surat itu berhubungan dengan harem di dalam roman. Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif yang didukung dengan teori strukturalisme untuk membedah teks pada tingkat awal. Melalui analisis strukturalis didapatkan pengaluran sebanyak 208 sekuen dan hanya 19 sekuen yang berfungsi sebagai pembentuk alur. Selain itu, terdapat pula tokoh utama, laki-laki pemilik harem yang bernama Usbek, lima orang istrinya, selir, kasim hitam dan kasim putih, serta budak perempuan dan laki-laki.
Pengarang menggabungkan Barat dan Timur dalam latar waktu dan tempat. Kemudian, penelitian dilanjutkan dengan menghubungkan hasil analisis strukturalis itu dengan latar pemikiran pengarang yang dipengaruhi oleh aliran klasisisme dengan elemen dasar berupa penghargaan terhadap kemanusiaan, keteraturan, ketegasan, keselarasan, kesatuan, dan keterbukaan serta konsep berpikir kritis abad Pencerahan. Representasi yang dibungkus melalui harem membuat pembahasan mengenai perempuan dan relasi kuasa di dalam harem melalui tiga sumbu kekuasaan, yaitu kelas, gender, dan ras harus dilakukan pada tataran selanjutnya. Kesimpulan atas penelitian ini adalah bahwa melalui harem, pengarang menghadirkan pemikirannya sebagai seorang humanis dengan konsep berpikir kritis cartesian dan juga pemikirannya tentang kekuasaan serta hukum dan keteraturan, sedangkan bentuk penulisan surat-menyurat dan cerita tentang Timur digunakan bagi pengarang untuk bersembunyi dan menyembunyikan kritiknya mengenai Prancis serta menarik perhatian pembaca.

This thesis, Representation of Montesquieu's Ideas and Thoughts through the Harem in Lettres Persanes, presents an analytical account of Montesquieu's novel Lettres Persanes, 'Persian Letters' (1721). This novel has been previously analyzed by a researcher who related it to the social conditions of its production. That research and other critical appraisals of the novel argue that the novel was written to criticize governance under Louis XIV and Philippe d'Orleans. To date, it is rare to find an analysis of life in the harem which sees it as the comparative tool used by the author in his critique. This analysis, by contrast, starts by problematizing the harem depicted in the Persian Letters and research focuses only on the harem to represent the ideas and thoughts of the author. The data used for the analysis was obtained from 38 out of the 161 letters which make up the novel. The 38 letters concern life in the harem. Their analysis is carried out by means of the qualitative method and supported by structuralism to look at the text in the first level. Through this structuralist analytical approach, it appears that there are 208 sekuen of narration and only 19 of them are qualified as the plot. Besides, there are also the main character, Usbek, the owner of the harem, his five wifes, his concubines whose numbers were left unspecified by the author, black and white eunnuch, male and female slaves.
The author used Western and Eastern societies as the novel's settings. The next step is analyzing the thoughts of the author which is influenced by classicism and by the cartesian critical perpective. Representation of thought through the harem requires an analysis of the power relations among the harem residents by using three main axes of power relations; class, gender, and race. The analysis concludes that the author as a philosopher represents his ideas about humanity, power, law and order by using cartesian critical and rationalistic perspective. The epistolary form and the history of the East are used to disguise the critique about French sosio-political life and also to attract a certain body of readers.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
T23538
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Fajar Prihatini
"Tesis yang berjudul Representasi Pemikiran Montesquieu melalui Harem dalam Lettres Persanes merupakan penelitian terhadap roman Lettres Persanes 'Surat-surat Persia' karya Montesquieu (1721). Penelitian ini beranjak dari permasalahan bagaimana harem merepresentasikan pemikiran Montesquieu dalam roman Lettres Persanes. Roman ini pernah dianalisis oleh peneliti terdahulu dengan melihat roman dalam kaitannya dengan kondisi sosial penciptaan karya. Melalui penelitian tersebut dan kritik terhadap novel diketahui bahwa roman itu dibuat untuk mengkritik pemerintahan Louis XIV dan Philippe d'Orleans. Akan tetapi, penelitian mengenai harem dan penghuninya sebagai alat pembanding yang digunakan oleh pengarang di dalam menyampaikan kritiknya masih jarang ditemukan. Oleh karena itu, penelitian ini hanya berfokus pada harem dalam merepresentasikan pemikiran pengarang. Data yang digunakan hanya berjumlah 38 surat dari seluruh surat yang berjumlah 161. Ke-38 surat itu berhubungan dengan harem di dalam roman. Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif yang didukung dengan teori strukturalisme untuk membedah teks pada tingkat awal. Melalui analisis strukturalis didapatkan pengaluran sebanyak 208 sekuen dan hanya 19 sekuen yang berfungsi sebagai pembentuk alur. Selain itu, terdapat pula tokoh utama, laki-laki pemilik harem yang bernama Usbek, lima orang istrinya, selir, kasim hitam dan kasim putih, serta budak perempuan dan laki-laki.
Pengarang menggabungkan Barat dan Timur dalam latar waktu dan tempat. Kemudian, penelitian dilanjutkan dengan menghubungkan hasil analisis strukturalis itu dengan latar pemikiran pengarang yang dipengaruhi oleh aliran klasisisme dengan elemen dasar berupa penghargaan terhadap kemanusiaan, keteraturan, ketegasan, keselarasan, kesatuan, dan keterbukaan serta konsep berpikir kritis abad Pencerahan. Representasi yang dibungkus melalui harem membuat pembahasan mengenai perempuan dan relasi kuasa di dalam harem melalui tiga sumbu kekuasaan, yaitu kelas, gender, dan ras harus dilakukan pada tataran selanjutnya. Kesimpulan atas penelitian ini adalah bahwa melalui harem, pengarang menghadirkan pemikirannya sebagai seorang humanis dengan konsep berpikir kritis cartesian dan juga pemikirannya tentang kekuasaan serta hukum dan keteraturan, sedangkan bentuk penulisan surat-menyurat dan cerita tentang Timur digunakan bagi pengarang untuk bersembunyi dan menyembunyikan kritiknya mengenai Prancis serta menarik perhatian pembaca.

This thesis, Representation of Montesquieu's Ideas and Thoughts through the Harem in Lettres Persanes, presents an analytical account of Montesquieu's novel Lettres Persanes, 'Persian Letters' (1721). This novel has been previously analyzed by a researcher who related it to the social conditions of its production. That research and other critical appraisals of the novel argue that the novel was written to criticize governance under Louis XIV and Philippe d'Orleans. To date, it is rare to find an analysis of life in the harem which sees it as the comparative tool used by the author in his critique. This analysis, by contrast, starts by problematizing the harem depicted in the Persian Letters and research focuses only on the harem to represent the ideas and thoughts of the author. The data used for the analysis was obtained from 38 out of the 161 letters which make up the novel. The 38 letters concern life in the harem. Their analysis is carried out by means of the qualitative method and supported by structuralism to look at the text in the first level. Through this structuralist analytical approach, it appears that there are 208 sekuen of narration and only 19 of them are qualified as the plot. Besides, there are also the main character, Usbek, the owner of the harem, his five wifes, his concubines whose numbers were left unspecified by the author, black and white eunnuch, male and female slaves.
The author used Western and Eastern societies as the novel's settings. The next step is analyzing the thoughts of the author which is influenced by classicism and by the cartesian critical perpective. Representation of thought through the harem requires an analysis of the power relations among the harem residents by using three main axes of power relations; class, gender, and race. The analysis concludes that the author as a philosopher represents his ideas about humanity, power, law and order by using cartesian critical and rationalistic perspective. The epistolary form and the history of the East are used to disguise the critique about French sosio-political life and also to attract a certain body of readers.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
T37297
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hutapea, Kooshendrati
"Di Indonesia nama Montesquieu lebih dikenal di kalangan hukum karena karyanya yang termasyhur yang berjudul L'Esprit des Lois (Hakikat Hukum) (1748) biasanya dikaji secara mendalam di fakultas-fakultas hukum di negeri kita. Karya ini menjelaskan dan menjabarkan Trias Politica, yaitu pentingnya kekuasaan pemerintahan suatu negara dibagi dalam tiga kekuasaan yang terpisah: l.eksekutif, 2. yudikatif, dan 3. legislatif.
Di negeri kita tidak banyak orang yang mengenal Montesquieu sebagai pengarang biasa, sebagai penulis Lettres persanes misalnya. Pembaca Indonesia hanya mengenal Mdntesquieu sebagai seorang filsuf dengan gagasannya mengenai Trias Politica disamping filsuf-filsuf besar Perancis lainnya di abad ke-18 seperti Diderot, Voltaire, dan Rousseau, masing-masing dengan pemikirannya yang cemerlang.
Pelajaran sastra asing lebih ditekankan pada pengenalan sastra Inggris dengan membaca dan mempelajari baik karya-karya asli maupun karya-karya terjemahan Shakespeare dan pengarangpengarang Inggris atau Amerika lainnya. Karya-karya pengarang Perancis kurang dikenal.
Mengingat hal-hal tersebut di atas, peneliti merasa tertarik untuk mengkaji salah satu karya sastra Montesquieu yang terkenal. Karya ini berupa sebuah roman epistoler dan berjudul Lettres persanes (Surat-surat Persia)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Montesquieu, Charles de Secondat,1689-1755
Jakarta: Dian Rakyat, 1992
920 MON s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Darmaji
"Secara umum hermeneutik dimengerti sebagai teori penafsiran makna. Berdasarkan persoalan yang menjadi perhatian dalam hermeneutik, Josef Bleicher membagi hermeneutik menjadi tiga yaitu Teori Hermeneutik, Filsafat Hermeneutik, dan Hermeneutik Kritis. Hermeneutik Gadamer dimasukkan dalam kelompok Filsafat Hermeneutik. Filsafat Hermeneutik bertujuan untuk menerangkan dan membuat deskripsi fenomenologis atas Dasein dalam kaitan dengan temporalitas dan historisitasnya. Dengan demikian, pemikiran hermeneutik Gadamer dapat diringkaskan dengan istilah hermeneutik linguistik-ontologis daripada hermeneutik linguistik-epistemologis.
Dalam Truth and Method, Gadamer tidak bertujuan memberikan perangkat praktis untuk memahami dan menafsirkan teks, tetapi ingin menganalisis secara filosofis hakekat proses pemahaman dan penafsiran. Bagi Gadamer, hermeneutik lebih bersifat ontologis ketimbang epistemologis. Ia mengawali dengan analisis hermeneutis pengalaman estetis. Analisis tersebut mendasari analisis hakekat pemahaman hermeneutik. Baginya, pemahaman selalu terikat dengan aspek historisitasnya dan tidak melakukan usaha pemahaman dari kesadaran kosong. Aspek kesejarahan dan unsur-unsur subjektik penafsir menjadi prasyarat usaha pemahaman. Alih-alih mengejar objektivisme absolut-universal ditekankan sifat perspektif-kontekstual dalam usaha pemahaman seraya mengakui adanya otonomi pada subjek dan objek dalam proses tersebut, yang diistilahkan dengan cakrawala pemahaman. Pemahaman terjadi dalam peleburan cakrawala melalui percakapan dengan struktur pertanyaan-jawaban dan bahasa sebagai medium yang bersifat spekulatif dan terbuka. Meskipun bahasa menjadi kunci pemahaman pemikiran hermeneutiknya, namun Gadamer mengingatkan keterbatasan bahasa yang tidak mampu menghadirkan ada dari realitas yang ingin ditunjukkan.
Bahasa yang mempunyai ciri spekulatif dan keterbukaan tersebut menggarisbawahi bahwa Bahasa selalu ada dalam proses mejadi (becoming). Bahasa mempunyai dinamika otonom untuk menyingkapkan realitas dari ada (the being of reality). Bahasa bukan hasil aktivitas metodis subjek, melainkan pekerjaan dari realitas itu sendiri. Pekerjaan dari realitas itu sendiri merupakan gerakan spekulatif yang sesungguhnya, yang menggerakkan pembicara. Pergeseran arah yang ditegaskan Gadamer, yaitu dari realitas itu sendiri, dari proses membahasanya makna, menunjukkan suatu struktur ontologis-universal. Atas dasar hal ini pemahaman dapat mengarahkan diri."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Constant, Benjamin
Lausanne: Bibliothèque romande, 1974
848.609 CON c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Constant, Benjamin
Lausanne: Bibliothèque romande, 1974
848.609 CON c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Shabrina Fathya
"Film To Live《活着》merupakan film drama karya Zhang Yimou yang dirilis pada tahun 1994. Film ini mengisahkan tentang sebuah keluarga di sebuah kota kecil di Tiongkok Utara yang menyesuaikan diri dengan peran baru mereka di masyarakat Komunis dan melewati berbagai asam garam kehidupan di bawah gejolak rezim Partai Komunis Tiongkok. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa aspek Pemikiran Mao Zedong yang terepresentasi dalam film. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan intrinsik dan ekstrinsik yang berfokus pada aspek Pemikiran Mao Zedong yang muncul dalam alur cerita film. Hasil penelitian menunjukkan bahwa film To Live merupakan bentuk kritik terhadap dampak Pemikiran Mao Zedong yang pada masa itu dianggap sebagai ‘pedoman revolusioner untuk mendirikan Tiongkok Baru’, namun pada prakteknya masyarakat Tiongkok harus melewati berbagai macam kesulitan dan menemui nasib yang tragis hanya demi idealisme semata.

To Live《活着》is a drama film by Zhang Yimou released in 1994. This film tells the story of a family in a small town in North China adjusting to their new role in Communist society and going through various ups and downs of life under the turmoil the Chinese Communist Party regime. This study aims to analyze the aspects of Mao Zedong's thoughts that are represented in the film. This study uses a qualitative research method with an intrinsic and extrinsic approach that focuses on aspects of Mao Zedong's thoughts that appear in the storyline of the film. The results of the study show that the film To Live is a form of criticism of the impact of Mao Zedong's Thought which at that time was considered a 'revolutionary guide to establishing a New China', but in practice the Chinese people had to go through various difficulties and meet a tragic fate just for the sake of idealism."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dedieu, Joseph, 1878-1960
Paris: Hatier-Boivin, 1966
FRA 928.44 DED m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Erika Iswari
"Berbagai media cetak atau pun elektronik yang memotret gaya hidup manusia modem mencerminkan relasi manusia modern yang cenderung eksploitatif, pragmatic, fungsional, dan berorientasi pada keuntungan pribadi. Implikasi yang muncul adalah kencederungan yang menjadi konformis dan logika pasar bermain dalam pola pikir dan tingkah laku manusia. Kecenderungan yang konformis inilah yang mewujud dalam diri manusia modern sebagaimana tergambar dalam berbagai media gaya hidup manusia modern. Setiap manusia mempunyai 'standar_standar' Baku penilaian dan relasinya dengan sesama manusia. Dirinya sendiri pun dituntut untuk memenuhi 'standar_standar' yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Menurut Fromm, hal ini tidak lepas dari pengaruh kapitalisme yang berawal dari keinginan manusia untuk lepas dari pengaruh dogma agama pada Abad Pertengahan. Keinginan ini muncul karena pada dasarnya manusia mempunyai kebebasan yang tak dapat dibendung lagi untuk melebarkan batas _ batas kemanusi annya. Ironisnya, pada saat manusia bebas maka ia justru menjadi ke k esepian. Hal ini dikarenakan manusia mengalami proses individuasi yang melepaskan manusia dari keadaan alamiahnya, yaitu rahim ibunya dan lingkungan pertama ia hidup. Kesepian dan keterpisahan yang manusia alami untuk menjadi individu yang utuh dan berintegrasi dapat diatasi dengan cara produktif yaitu dengan cinta dan karya produktif, atau dengan cara tidak produktif yaitu menyerahkan hidup dan kebebasannya pada 'sistem' yang merenggut keindividualitasan manusia. Fromm sendiri menyarankan cinta sebagai solusi permasalahan eksistensi manusia. Karena dalam cinta mewujud kebebasan untuk menjadi diri sendiri, untuk mencintai sesama, dan alam. Sehingga, manusia tidak terjebak dalam kecenderungan eksploitatif; pragmatis, dan konformis, yang mengarah pada mengkomoditikan pribadi atau alam. Cinta bagi Fromm adalah 'melebur' dan membuat sesuatu yang hidup tumbuh dalam pribadi manusia. Hal ini terwujud dalam aktivitas memberi (giving). Sebab memberi adalah ekspresi tertinggi manusia untuk mengeluarkan segala potensi kemanusiaannya demi penemuan 'rahasia' manusia melalui sikap care, respect, responsibility, dan knowledge. Keempat elemen tersebut akan mewujud dalam ekspresi tertinggi manusia yaitu memberi, termasuk memberi kebebasan. Kebebasan paling eksistensial yang dimaksud Fromm yaitu 'kebebasan untuk...' yang berlandaskan cinta. Tokoh Maria dalam novel Eleven Minutes karya Paulo Coelho adalah sarana penulis untuk meretleksikan pemikiran cinta Erich Fromm. Perjalanan hidup Maria dalam menghayati cintanya yang berliku_liku dan berujung pada pengakuan diri Maria bahwa yang terutama dalam hidup ini adalah bagaimana mencintai dengan sepenuh hati yang berarti memberikan kebebasan pada diri dan sesama, tanpa tendensi menjadi posesif. Hal inilah yang ingin penulis jadikan cermin dalam kehidupan relasi manusia modern yang ironis..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S16113
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>