Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 49484 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mirradewi Rianty
"Teror tersesat muncul pada saat kebutuhan manusia untuk berorientasi tidak terpenuhi. Teror ini bisa saja menimbulkan stress dan kecemasan dalam diri seseorang. Hal ini dapat dihindari jika manusia memiliki kemampuan wayfinding yang baik. Dalam prosesnya dibutuhkan obyek-obyek yang digunakan sebagai acuan pergerakan. Yi-Fu Tuan, seorang ahli geografi manusia berpendapat bahwa untuk dapat mempelajari suatu lingkungan yang baru, manusia butuh mengidentifikasi significant localities.
Skripsi ini membahas mengenai pemaknaan significant localities dalam wayfinding, menggali kualitas obyek yang digunakan sebagai referensi orientasi dan mendalami cara manusia memaknainya. Pemaknaan significant localities dicoba dipahami dari studi kasus pada sebuah lingkungan.
Hasil yang didapat dari studi kasus menunjukkan bahwa ternyata terdapat aspek penting yang berpengaruh terhadap pemaknaan significant localities yaitu kualitas mengarahkan yang dapat mengurangi kemungkinan tersesat, meningkatkan rasa aman saat berorientasi.

The terror of being lost arises when we couldn't fulfill our needs to be oriented in our surroundings. At some case, this terror can cause stress and anxiety. This can be avoided if we have good abilities in wayfinding. The process required objects used as a reference for the movement. Yi-Fu Tuan, an expert in human geography, said that we require the identification of significant localities to learn our neighborhood.
This thesis discusses the meaning of significant localities in wayfinding, digging up the quality of the object used as a reference in orientation and explore how humans create meanings of it. The meanings are understood deeper through a case studies in an environment.
The results obtained show that in fact there are important aspects that influence the meaning of significant localities. That is the directing quality that can reduce the possibility of getting lost, increasing the security to stay oriented.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S52273
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fayadiva
"ABSTRACT
Wayfinding merupakan suatu kegiatan oleh manusia dalam memilih jalur untuk mencapai tempat tujuannya. Proses wayfinding akan bergantung kepada bagaimana sebuah lingkungan dapat terbaca dengan jelas bagi penggunanya. Skripsi ini membahas mengenai hubungan antara peran citra dan konfigurasi ruang yang terkait dengan fungsi dan strategi yang digunakan dalam wayfinding. Studi kasus dengan beberapa responden di sebuah pusat perbelanjaan dilakukan untuk memahami lebih lanjut mengenai hubungan peran citra dan konfigurasi dalam wayfinding. Dari hasil studi kasus dapat disimpulkan bahwa elemen citra memiliki peran yang berguna sebagai penanda ataupun petunjuk untuk mengidentifikasi lokasi keberadaannya. Konfigurasi berperan untuk memfasilitasi elemen citra tersebut untuk dapat diakses secara visual bagi penggunanya yang dapat dimanfaatkan untuk memerkirakan jarak dan arah.

ABSTRACT
Wayfinding is a process on how people choose a route to reach their destination. The success of wayfinding process depends on how the environment can be readable by its users. This thesis describes about the connection between the role of image and configuration of space related to the function of wayfinding and its strategies. A case study was conducted at a shopping mall to get a better understanding about the role of image and configuration in wayfinding. From the case study it can be concluded that image plays an important role at hinting the users to identify the location. Configuration plays a role to facilitate the elements of image to be visually accessible to its users which can be utilized to estimate the distance and direction. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rezqi Adhika Prasetya
"ABSTRAK
Shelter sebagai hunian bagi manusia terus mengalami perkembangan hingga sekarang. Kemajuan teknologi dan inovasi yang terus bermunculan turut membantu dalam proses perkembangan tersebut. Seiring berjalannya waktu, pengadaan hunian terkendala dengan permasalahan populasi yang terus bertambah dengan lahan yang terbatas. Solusi hadir dengan cara yang berbeda dan disesuaikan dengan lingkungan sekitar atau lebih dikenal dengan lokalitas. Penerapan konsep compact house merupakan salah satu cara yang dilakukan dalam arsitektur hunian Jepang. Studi kasus dilakukan dengan melihat prinsip compact house di Jepang untuk kemudian dikaitkan dengan compact house di Indonesia. Di Indonesia konsep tersebut coba diterapkan dengan mempertimbangkan aspek lokalitas yang dimiliki. Di Jepang, dominasi aspek budaya pada lokalitas mempengaruhi konsep compact house. Sedangkan di Indonesia, lokalitas hadir sebagai respon terhadap iklim dalam mendukung konsep compact house.

ABSTRACT
Shelter as a shelter for humans had been developed until now. Advances in technology and innovation that keeps popping helped in the development process. Over time, the provision of shelter is plagued with problems of growing population with limited land. The solution comes in different ways and adapted to the surrounding environment or better known as the locality. The application of the concept of compact house is one way in which the Japanese residential architecture. The case study done by looking at the principles of the compact house in Japan for later attributed to the compact house in Indonesia. In Indonesia the concept of trying to apply by considering the locality owned. In Japan, the dominance of the cultural aspects of the locality affect the concept of the compact house. While in Indonesia, locality comes as a response to the climate in favor of the concept of compact house."
2016
S62807
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dermawan Indranto
"ABSTRAK
Skripsi ini berisi tentang kajian mengenai apakah arsitektur masih berperan dalam proses wayfinding oleh pengemudi transportasi online dan sejauh apa peran arsitektur dalam proses wayfinding oleh pengemudi transportasi online. Pendekatan studi kasus dilakukan dengan cara mengalami langsung dan mengamati proses wayfinding yang dilakukan oleh pengemudi transportasi online. Dan juga menganalisis perbandingan penggunaan cognitive maps dan GPS navigasi dalam memecahkan masalah wayfinding task oleh pengemudi transportasi online. Dari analisis studi kasus didapatkan bahwa dalam pengoperasiannya, pengemudi transportasi online lebih sering mendapatkan wayfinding task pada familiar environment. Dan dalam familiar environment, cognitive maps lebih banyak digunakan dibandingkan dengan GPS navigasi sebagai solusi pemecah masalah dalam proses wayfinding. Pernyataan ini membuktikan, bahwa arsitektur masih berperan dalam proses wayfinding yang dilakukan oleh pengemudi transportasi online. Sebab arsitektur yang berupa elemen kota seperti paths, edges, districts, nodes, dan landmarks dapat membentuk citra lingkungan yang akan dipakai sebagai komponen penyusun cognitive maps pada mental manusia.

ABSTRACT
This study investigates about the study of whether the architecture still plays a role in the wayfinding process by the driver of online transportion and how far the role of architecture in wayfinding process by the driver of online transportation. The writer rsquo s approach on the case study is carried out by experiencing directly and observing the wayfinding process, done by online transportion rsquo s drivers. And also analyzed the comparison of the use of cognitive maps and GPS navigation in solving the wayfinding task problem by online transportation rsquo s drivers. From the case study analysis, it is found that in the operation, the driver of online transportion more often get wayfinding task in the familiar environment. And in the familiar environment, cognitive maps are more widely used than GPS navigation as a troubleshooter in the wayfinding process. This statement proves that architecture still plays a role in the wayfinding process by online transportation rsquo s drivers. Because the architecture of urban elements such as paths, edges, districts, nodes, and landmarks can form the environmental image that will be used as components of the cognitive maps of human mental."
2017
S67933
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shamila Nurul Izzah Choirunnisa
"Wayfinding merupakan kegiatan yang akrab dengan kehidupan sehari-hari manusia. Manusia melakukan wayfinding dalam rangka mencari jalan untuk bernavigasi ke tempat tujuan. Wayfinding bukanlah suatu hal yang sulit bagi orang-orang yang familiar dengan suatu lingkungan navigasi. Di sisi lain, wayfinding bisa menjadi suatu hal yang menantang bagi orang-orang yang tidak familiar dengan suatu lingkungan navigasi. Ketika bernavigasi di lingkungan yang tidak familiar, orang-orang akan lebih mudah tersasar sehingga umumnya akan cenderung merasa khawatir dan berbagai emosi negatif lainnya. Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh kondisi dan situasi lingkungan navigasi yang mengakomodasi wayfinding. Skripsi ini ditulis untuk menyelidiki hubungan yang terjadi antara emosi manusia dan lingkungan navigasi dalam wayfinding. Hal tersebut diungkap melalui wawancara kepada beberapa mahasiswa yang pernah atau sedang menetap di luar negeri untuk belajar dan setelahnya dilanjutkan dengan penyebaran kuesioner kepada responden secara lebih umum. Berdasarkan hasil studi kasus, secara garis besar diketahui bahwa lingkungan navigasi menyediakan konteks bagi kegiatan wayfinding. Konteks ini terdiri dari faktor-faktor lingkungan yang menstimulasi dan memicu emosi manusia. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa emosi manusia bersifat kontekstual dan situasional terhadap lingkungan navigasi dalam wayfinding

Wayfinding is an activity that is familiar with human daily life. Humans do wayfinding in order to find a way to navigate to their destination. Wayfinding is not a difficult thing for people who are familiar with a navigation environment. On the other hand, wayfinding can be challenging for people who are not familiar with a navigation environment. When navigating in an unfamiliar environment, people might get lost more easily and will generally tend to feel worried and various other negative emotions. This is influenced by condition and situation of the navigation environment that accommodates wayfinding. This thesis was written to investigate the relationship between human emotions and the navigation environment within wayfinding. This was revealed through interviews with several students who had or are currently living abroad to study and after that it was continued by distributing questionnaires to more general respondents. Based on the results of the case studies, it is generally known that the navigation environment provides a context for wayfinding activities. This context consists of environmental factors that stimulate and trigger human emotions. Therefore, it can be concluded that human emotions are contextual and situational towards the navigation environment within wayfinding."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shaby Hanifa Dwinanda
"ABSTRAK
Skripsi ini berisi tentang kajian mengenai bagaimana informasi spasial pada ruang virtual 3D video game yang merupakan unfamiliar environment dapat memfasilitasi wayfinding yang dilakukan pemain di dalamnya. Pendekatan studi kasus dilakukan dengan cara mengalami langsung wayfinding dalam ruang virtual 3D video game, dan menganalisis informasi spasial yang diterima di sepanjang perjalanan berdasarkan teori. Akhirnya ditemukan bahwa informasi spasial dapat memfasilitiasi wayfinding dengan variasi jenis informasi spasial yang diterima sehingga dapat memenuhi goal tertentu. Selain dari variasi informasi, karakteristik dari informasi spasial juga dapat menentukan kesulitan wayfinding yang dilakukan. Dalam video game, kesulitan wayfinding semakin meningkat di sepanjang permainan karena hal itu merupakan bagian dari tantangan dalam game. Peningkatan kesulitan dalam wayfinding dapat diaplikasikan ke dalam desain yang memiliki unsur tantangan, petualangan dan pengalaman untuk pengguna nya.

ABSTRACT
This  study  investigates  about  how  spatial  information  in  video  game?s  3D   virtual space ?which is an unfamiliar environment? can  facilitate  the  player?s   wayfinding.   The   writer?s   approach   on   the   case   study   is   carried   out   by   directly   experiencing   the   wayfinding   in   video   game?s   3D   virtual   space   itself,   and   by   analyzing the spatial information received along the way based on theories. Finally, it is found  that  spatial  information  can  facilitate  player?s  wayfinding  with  variations   of   spatial   information?s   type   received   to   complete   a   certain   goal.   Besides   the   variation of spatial informations, characteristics of spatial informations also determining  the  wayfinding?s  difficulties. In 3D video game, wayfinding is getting more difficult along the gameplay for it  is  a  part  of  the  video  game?s  challenges. The increasing of wayfinding?s difficulties can be applied in a design that provide challenges, adventure, and experiences for the users."
2016
S63526
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gede Dharma Putra
"Dalam masa pandemi, Perumahan Nasional Beji, Depok Utara melakukan pemberlakukan buka-tutup portal sebagai upaya pencegahan penyebaran virus COVID- 19. Perumahan tersebut merupakan penghubung antara 2 kecamatan di Kota Depok dan digunakan pengendara motor sebagai jalan pintas. Dengan diberlakukannya penutupan portal, pengendara motor mencari rute yang dapat dilalui di dalam perumahan tersebut. Kajian ini bertujuan untuk melihat respon dan perilaku pengendara motor dalam melakukan wayfinding ketika menemukan portal-portal yang menutup akses jalan. Studi ini juga melihat elemen-elemen lingkungan di sekitar perumahan yang membantu pengendara motor dalam melakukan wayfinding. Perilaku saat bernavigasi dan elemen- elemen lingkungan tersebut dilihat berdasarkan teori dari: Passini, Golledge, Ellard, Weisman, Lynch, dan Intini. Metode yang dilakukan adalah dengan mengobservasi langsung perilaku pengemudi saat melakukan wayfinding, yaitu dengan mengikuti pergerakan partisipan di lingkungan Perumahan Nasional Beji. Hasil dari kajian ini, dapat melihat perilaku individu dalam merespon masalah ketika melakukan proses wayfinding pada rute yang berubah di masa pandemi. Kajian ini juga memaparkan elemen-elemen lingkungan yang berpengaruh terhadap pengemudi dan elemen lingkungan yang dibutuhkan pengemudi di Perumahan Nasional Beji ini.

In the pandemic era, Perumahan Nasional Beji, Depok Utara were having the authority to manage the open-closed system in its settlement as a movement to avoid the spread of COVID-19. This settlement has a role to connect two sub-districts in Depok City as a shortcut route for motorcycles. As a response to the open-closed portal procedure, the motorcyclist will find the new routes to arrive at their destination. This research is aiming to observe the response and behavior of motorcyclists on the wayfinding process when they encounter the portals that blocking the route access. This paper also viewing the environmental elements, which have a role to guide the participants on wayfinding process in the settlement territory. The wayfinding behaviors and environmental elements were based on theory from: Passini, Golledge, Ellard, Weisman, Lynch, and Intini. The methods are observing straight to the participant’s movements when doing wayfinding in Perumahan Nasional Beji. The result of this research is to marking the individual behavior as a response to the wayfinding problem in the routes that have changed since the pandemic era. This research also mentioning the environmental elements which have influenced to wayfinding process and which environmental elements that required for the motorcyclist in Perumahan Nasional Beji."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triandriani Mustikawati
"Artikel ini membahas tentang wayfinding sebagai bagian dari pergerakan manusia dalam sebuah bangunan yang kompleks. Fokus bahasan adalah mekanisme wayfinding sebagai operasi yang dilakukan untuk memungkinkan seseorang berpindah dari satu tempat ke tempat lain ketika mencari suatu tujuan di dalam bangunan. Melalui observasi di area rawat jalan sebuah rumah sakit, pengalaman wayfinding partisipan direkam dan diterjemahkan ke dalam narasi perjalanan. Narasi perjalanan ini kemudian dibaca dengan menggunakan konsep tour and maps dari de Certeau (1984), yang mengelaborasi pengalaman perjalanan ke dalam operasi gerak dan visual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wayfinding di dalam bangunan dilakukan melalui dua jenis operasi yaitu operasi tours, yang menggambarkan bagaimana orang bergerak, dan operasi maps, yang terkait dengan cara orang melihat untuk mengarahkan gerak. Dalam perjalanan wayfinding, tours mengatur bagaimana tubuh bergerak dari satu tempat ke tempat lain, sedangkan maps mendukung gerak dengan memberikan informasi dari lingkungan sekitar. Membaca wayfinding sebagai path of operations yang terdiri dari tours dan maps membuka kemungkinan untuk mengetahui algoritma pergerakan pengunjung di dalam gedung, sehingga memberikan peluang untuk pengembangan sistem navigasi digital dalam ruangan berdasarkan operasi gerak.

This paper discussed wayfinding as part of human movement in a complex building. It focused on the wayfinding mechanism as an operation performed that enables someone to move from one place to another to find a destination in a building. Through observations in an outpatient area of a hospital, the participant's wayfinding experience was recorded and translated into a journey narrative. This journey narrative is then read using the tours and maps concept from de Certeau (1984), which elaborates the journey experience into movement and visual operations. The results showed that wayfinding inside the building was carried out through two types of operations namely tours operations, which described how people move, and maps operations, which were related to how people see to direct the movement. In a wayfinding journey, the tours regulated how the body moves from one place to another, whereas maps support the movement by providing information from the surrounding environment. Reading wayfinding as a path of operations consisting of tours and maps opens the possibility to know the algorithm of visitor movement in the building, thus providing an opportunity for the development of a digital indoor navigation system based on movement operations."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reswari Mawardwita
"ABSTRAK
Manusia, dalam mengalami ruang arsitektur, akan melibatkan indera yang bekerja pada mereka, antara lain; indera penglihatan, indera peraba, indera pendengaran, indera penciuman, dan indera pengecap. Namun, dominasi indera visual masih banyak terjadi dalam praktik arsitektur sendiri. Hal tersebut kemudian menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana tunanetra, dengan keterbatasan dalam kemampuan visual mereka, mengalami ruang arsitektur, terutama pada proses orientasi dan mobilitas yang dilakukan.
Skripsi ini membahas proses wayfinding yang dilakukan tunanetra di dalam ruang. Wayfinding merupakan cara manusia mengorientasikan diri mereka di dalam sebuah ruang. Pada tunanetra, proses wayfinding yang dilakukan tentu akan banyak melibatkan indera non visual mereka. Pembahasan berdasarkan studi literatur, studi presedan, serta studi kasus yang dilakukan pada tunanetra low vision dan total blind. Hasil yang diperoleh adalah arsitektur memiliki peranan penting dalam proses wayfinding yang dilakukan tunanetra, yang mana meliputi proses pencarian informasi, penemuan landmark, serta pembentukan familiaritas pada ruang.

ABSTRACT
People, in experiencing an architectural space, will involve the senses that are worked on them, those are; visual, tactile, hearing, smell, and taste. However, the dominance of visual sense is still found in many architectural works. Afterwards, it brings out a question of how blind people, with their lack of visual ability, experience architectural space, especially in the process of orientation and mobility.
This thesis discusses about the wayfinding process of blind people. Wayfinding is the way people orient themselves in a space. For the blind, wayfinding would involve non-visual senses of theirs. The discussion is based on study of literature, precedent studies, and case studies that have been done on people with low vision and total blindness. The result showed us that architecture itself has an important role in the process of blind wayfinding, which includes the information retrieval, the discovery of landmark, the process of mapping, as well as the formation of familiarity of the space.
"
2016
S63423
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Narindrasani
"ABSTRAK
Lingkungan yang menyenangkan dapat meningkatkan liveability dari sebuah kota (Rahman, et al, 2014), dan juga meningkatkan imageability suatu space dikarenakan memberikan meaning dari sensasi pleasurable. Dengan mengobservasi kegiatan serta sensory experience di ruang publik, saya bertujuan untuk memahami peluang pengalaman pleasurable digunakan sebagai cara untuk membantu proses wayfinding. Banyak penelitian membahas wayfinding telah dilakukan, kebanyakan berbicara tentang efisiensi yang dinilai dari berbagai aspek seperti pencahayaan (Suzer et al., 2018), suara (Chandrasekera, Yoon, dan D'Souza, 2015), dan bau (Koutsoklenis, dan Papadopoulos, 2011). Selain itu ada juga penelitian yang membahas pleasurable, contohnya rasa pleasurable dalam desain interaktif (Costello & Edmunds, 2007), desain ritel (van Rompay et al., 2011), dan perubahannya di lingkungan perkotaan (Ahmad Nia, Alpar Atun, Rahbarianyazd, 2017), tetapi tidak satupun dari penelitian tersebut yang mencoba menjelaskan bagaimana proses wayfinding bisa dilakukan dengan bantuan pengalaman sensory yang pleasurable. Metode yang digunakan dalam tulisan ini menggunakan teori dari Passini (1992) dan Costello & Edmonds (2007) dan dilakukan dengan observasi aktif, mapping, serta perekaman secara visual. Observasi dilakukan di kawasan Kota Tua Jakarta. Tulisan ini mengungkapkan bahwa pengalaman pleasurable yang membantu proses wayfinding berasal dari pengalaman sensory yang dapat mengakibatkan captivation dan sensation pada subjek yang terlibat.

ABSTRACT
A pleasant environment can improve the liveability of a city (Rahman, et al., 2014), it also improves imageability of a space due to the meaning derived from pleasurable experience. By observing activities and sensory experiences in public spaces, this thesis aim to understand the opportunity for pleasurable experiences to be used as a way to help the wayfinding process. Many studies discussing wayfinding have been done, mostly talk about efficiency observed from various aspects such as lighting (Suzer et al., 2018), sounds (Chandrasekera, Yoon, and DSouza, 2015), and smells (Koutsoklenis, and Papadopoulos, 2011). In addition there are also studies that talks about pleasurable sensations, for example pleasurable in interactive design (Costello & Edmunds, 2007), retail design (van Rompay et al., 2011), and its changes in the urban environment (Ahmad Nia, Alpar Atun, Rahbarianyazd, 2017), but none of them actually trying to explain how wayfinding process could be done by the help of pleasurable experience. The method used in this paper uses theories from Passini (1992) and Costello & Edmonds (2007) and is done by active observation, mapping, and visual recording. Observations were done in Jakarta Old City (Kota Tua). This paper reveals that pleasurable experiences that help the wayfinding process come from sensory experiences that can lead to captivation and sensation to the subject involved."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>