Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 199386 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abdul Rasyid Fatonah
"Kinerja konsultan pada sebuah kontrak proyek pengadaan jasa konsultansi merupakan sebuah faktor penting dalam mencapai tujuan proyek. Adalah sangat penting bahwa perusahaan - perusahaan yang qualified saja yang terpilih untuk mengikuti tender..Di Indonesia panitia lelang jasa konstruksi maupun jasa konsultansi mempunyai batasan - batasan yang harus dipenuhi di dalam menjalankan tugasnya. Selain UU No.18 tahun 2000 (UUJK), Kep.Pres No 80 Tahun 2003 tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang / jasa pemerintah juga peraturan - peraturan yang dikeluarkan oleh masing - masing pemerintah daerah. Sesuai dengan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No: 257/KPTS/M/2004 tanggal 29 April 2004 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi, mengenai Pedoman Evaluasi Penawaran Seleksi Nasional Pekerjaan Jasa Perencanaan dan Pengawasan Konstruksi (Konsultansi) menggunakan Metoda Evaluasi Kualitas Teknis dan Biaya yang terdiri dari evaluasi administrasi dan teknis.
Dalam penelitian ini penulis ingin mengidentifikasi faktor - faktor apa yang paling dominan dalam penentuan pemenang lelang pada jasa konsultansi pada proyek pemerintah di DKI Jakarta. Oleh sebab itu penulis dalam menganalisa faktor - faktor penentuan pemenang lelang jasa konsultansi melihat pada faktor - faktor yang terdapat pada aspek administrasi dan teknis dengan metode literatur dan kuisioner, yang kemudian dianalisa dan validasi dengan bantuan program SPSS 13.0. Dari hasil analisa dengan SPSS 13.0 terhadap variabel - variabel yang diambil didapatkan 2 variabel yang dominan yaitu pendekatan dan cara penanganan pekerjaan oleh konsultan dalam melaksanakan proyek dan kemampuan konsultan dalam memahami Kerangka Acuan Kerja proyek."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S35798
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mustafa Khamal Rokan
"Persekongkolan dalam pelaksanaan tender menjadi fenomena yang paling banyak terjadi dalam dunia persaingan usaha di Indonesia. Akibatnya, terjadi inefesiensi, kualitas barang dan jasa yang tidak baik. Hal ini disebabkan oleh state and business centered dalam kegiatan ekonomi. Pusat perekonomian hanya dimiliki oleh sebagian pelaku usaha. Pelaksanaan tender dan lelang dimonopoli oleh pelaku usaha tertentu yang berada dalam lingkaran kekuasaan. Persekongkolan tender di Indonesia lebih didominasi dalam bentuk kerjasama antara penguasa dan pelaku usaha, selain antar pelaku usaha itu sendiri.
Pertumbuhan ekonomi hanya didominasi oleh sebagian pelaku usaha menandakan tidak terwujudnya keadilan yang merata. Dalam catatan, dari 40 juta pengusaha, hanya 200an merupakan pengusaha besar (baca: konglemerat) namun mendominasi GNP sekitar 60% persen, sedangkan penguasa kecil yang mencapai 99% lebih pengusaha hanya 40% dari porsi Gross National Product (GNP). Hal ini juga akan mengakibatkan terjadinya kesenjangan (gap) ekonomi secara meluas di kalangan pengusaha dan masyarakat sehingga keadilan yang merata sulit terwujud. Dengan menggunakan hak inisiatif DPR dibentuklah UU. No. 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Larangan melakukan persekongkolan tender terdapat pada Pasal 22. Pasal 22 UU. No. 5 Tahun 1999 secara tegas melarang pelaku usaha bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau memenangkan tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Implementasi konsep dan paradigma dalam kebijakan dan hukum persekongkolan tender secara khusus dan persaingan usaha secara umum dilaksanakan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). KPPU dalam menjalankan amanat UU. No. 5 Tahun 1999 telah memutuskan dan menetapkan perkara yang dilaporkan maupun dari inisiatif.
Dalam lima tahun perjalanannya, KPPU telah memutus 9 (sembilan) putusan mengenai persekongkolan tender dari 17 perkara yang ditangani. 3 (tiga) diantaranya dinyatakan tidak terbukti terjadi persekongkolan tender dan 6 (enam) terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan persekongkolan tender. Dari 6 (enam) putusan KPPU mempunyai bermacam karakter persekongkolan tender terjadi, ada yang bersifat persekongkolan horizontal antar sesama pelaku usaha dan lebih banyak persekongkolan vertikal antara panitia dengan pelaku usaha.
Bentuk persekongkolan terjadi juga bervariasi, melakukan persekongkolan di sebuah tempat, persaingan yang semu (sham competition), persyaratan prakualifikasi yang menuju pada satu pelaku usaha serta memberikan fasilitas khusus bagi pelaku usaha tertentu. Dan diantara yang tidak terbukti secara sah dan meyakinkan majelis hakim, Secara umum indikasi awal dalam perkara yang diputuskan oleh KPPU merupakan bentuk pelanggaran atas Keppres No. 80/2000 tentang pengadaan barang dan jasa dan ketentuan pengadaan barang dan jasa masing-masing perusahaan. Untuk itulah sinkronisasi UU. No. 5 tahun 1999 dan Keppres pengadaan barang dan jasa menjadi sangat penting dalam penegakan hukum persaingan usaha di Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18478
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
A. Antares Cahyo A.
"Tesis ini membahas mengenai peraturan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan bagaimana terjadinya persekongkolan tender. Regulasi yang mengatur mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah seringkali mengalami perubahan sehingga menimbulkan perdebatan dan ketidakpastian hukum. Selain diatur dalam Keppres No. 80 Tahun 2003 dan Perpres No. 54 Tahun 2010 yang terakhir dirubah dengan Perpres No. 70 Tahun 2012, persekongkolan tender juga diatur dalam UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Untuk lebih memahami bagaimana terjadinya persekongkolan tender, dalam tesis ini juga dijelaskan mengenai studi kasus tentang persekongkolan tender. Studi kasus yang diambil adalah Tender Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis NIK Secara Nasional (KTP Elektronik)). Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat Yuridis Normatif yaitu penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Berdasarkan penelitian ini maka dapat disimpulkan bagaimana persekongkolan tender dapat terjadi dan peran KPPU dalam mengawasi persekongkolan tender serta putusan yang dikeluarkannya. Tesis ini juga membahas mengenai penerapan pasal 22 UU No.5 Tahun 1999 dalam putusan perkara KPPU Nomor 03/KPPUL/ 2012 mengenai Tender Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis NIK Secara Nasional (KTP Elektronik) Tahun 2011 s/d 2012 dengan sumber dana APBN DIPA Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Tahun Anggaran 2011 dan Tahun Anggaran 2012.

This thesis discusses the rules procurement of goods/services and how bid rigging can occur. Regulations governing the procurement of government goods/services often experience changes that give rise to debate and legal uncertainty. Regulated by Keppres No. 80/2003 and Perpres No. 54/2010 (last amended by Perpres No. 70/2012), bid rigging is also regulated in UU No. 5/1999 on the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. To better understand how the bid rigging occur, in this thesis also described the case study of bid rigging. As an example case study is Bid Rigging in Procurement of Goods/ Services In terms of UU No. 5/1999 (Case Study: NIK-Based Identity Card Application Tender (Electronic KTP)). This research is a normative juridical nature that research refers to the legal norms contained in the legislation. Based on this study it can be concluded how bid rigging can occur and the Commission's role in overseeing the bid rigging as well as the issuance of the verdict. This thesis also discusses the application of Article 22 of UU No. 5/1999 in the court judgment regarding the Commission verdict No. 03/KPPU-L/2012 about Bid Rigging in Procurement of Goods/Services In terms of UU No. 5/1999 (Case Study: NIK-Based Identity Card Application Tender (Electronic KTP))."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T35054
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irmy Soegiman
"ABSTRAK
1. Pokok Permasalahan. Bahwa pertambahan jumlah kandaraan bermotor yang tidak seimbang dengan jumlah atau panjang jalan yang ada banyak menimbulkan problema-problema, khususnya dalam bidang perlela - lintasan di darat, Hal ini tantu saja mandorong kapada Pemerintah baik pemerintah Pusat maupun pemerintah Daerah untuk segera memecahkan atau mengatasi problema-problema tersebut. Salah satu prablema dalam bidang parlalu-lintasan yang mandesak segara diatasi-adalah kemacetan lalu-lintas. Banyak cara yang dapat ditempuh untuk mangatasi problama - kemacetan lalu-lintas tarsebut, yaitu antara lain mamasang - rambu-rambu lalu-lintas pada tempat-tempat di anggap perlu, operasi-operasi penertiban lalu-lintas sampai kapada palebaran maupun panambahan panjang jalan yang talah ada. Termasuk kategori penambahan jalan, adalah pembangunan jalan yang cawang interchange yang hendak dibahas. Metode Research. Karena terbatasnya waktu serta kesibukan sebagai ibu rumah tangga, maka untuk menyusun skripsi ini penulis hanya menggunakan dua metoda, yaitu a. Metoda Perpustakaan. ( Library raaaarch ) b. Metode lapangan/ Wawancara ( Fiald research ). 3. Hal-hal yang dapat ditemukan. Bahwa masalah parjanjian pemborongan di dalam kitab - Undang-undang Hukum Perdata di atur dalam Buku ka III dengan judul Tenteng Perikstan, sedangkan masalah Parjanjian Pemborongan Pekerjaan di atur di dalam Bab VII A Bagian keenam yang barjudul Tentang Pemborongan Pekarjaan yang oleh karena itu pamborongan pekerjaan termasuk Hukum Parjanjian b. Bahwa pangaturan mangenai Parjanjian Pamborongan Pekarjaan sampai sakarang masih tersebar dalam beberapa parundang-undangan, yang antara lain, yang mangenai hak-hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian pemborongan pekerjaan, di atur dan tunduk pada ketentuan-ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum - Perdata, sedang yang menganai pelaksanaan pekerjaan pemborongan di atur dalam peraturan standar sebagaimana tercantum dalam AV tahun 1941, D. Bahwa dalam praktek pemborangan dikenal peserta perjanjian pemborongan bangunan seperti : Pemberi tugas ( bouuheer ), pemborong atau kontraktor dan perencana, yang tantunya hal samacam ini tidak akan diketemukan dalam perjanjian-perjanjian lain sebagai parjanjian bertimbal balik pada umumnya, d. Bahwa dalam praktek pemborongan bangunan, jika ai pemborong malakukan uanprastasijmaka kepada pemborong yang barsangkutan d_s pat diparlakukan katantuan pasal 12A6 HUH Par. yaitu diuajibken untuk membayar danda,biaya,rugi dan bunga. a. Bahua dalam praktek aahari-hari pangartian pemborongan pekarja an bukan saja tarbatas pada pangartian pamborongan pakarjaan antara saorang annamar dangan pihak" pamberi pakarjaan dalam pembuatan gedung atau rumah,akBn tetapi juga dalam halnya saorang-pdnjahit yang mambuBt pakaien dan atau sEorang tukang reparasi i yang mampErbaiki sabuah mobil. 4. Sarana. Mangingat bahwa Parjanjian pembangunan Pembuatan Jalan Layang- Cawang Interchanga ini dilaksanakan oleh kontraktor Takenaka - Nippo Utama Joint Oparation, sayangnya dan saharusnya kontrak parjanjiannya dibuat dalam BAHASA INDONESIA hal ini sangat penting untuk manghindari salah tapsir manganai sasuatu istilah khususnya bila tarjadi persalisihan antara kadua belah pihak b. Mawajibkan kapada kontraktor Takanaka Nippo Utama Joint oparsition untuk mandidik tanaga-tanaga Indonasia,agar pada saatnya nanti bukan saja siap malaksanakan sendiri pambangunan jalan - layang yang lBin,tetapi hal inipun harua dimanfaatkan banar-benar sabagai alih takhnologi dari tanaga asing kapada tanaga Indonesia. 0. Mengusahakan semaksimal mungkin agar satiap kerjasama dangan pihak asing kita mamparolah manfaat dan kagunaan baik dalam bi - dang skil non skil,yang tantunya pada masa-masa yang akan datang i . ' n kita tidak bisa sacara terus-menerus manggantung kapada tanaga / tanaga akhli asing dalam membangun jalan layang dan sebagainya. Damikanlah antara lain saran-aaran yang dapat penulis sampaikan dalam hubungannya dangan parjanjian pemborongan pembuatan jalan layang cawang intarchange, semoga barmanfaat bagi kita Semua."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djunaedi
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S19461
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Hartawan
"ABSTRAK
Di era globalisasi ini, profesionalisme tidak hanya diwajibkan pada dunia usaha saja namun juga pada jasa konsultansi yang berkaitan dengan pemerintahan. Hal ini dimaksudkan untuk mencapai suatu hasil kerja yang baik dan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditargetkan oleh penyedia jasa. Penilaian yang dilakukan dalam proses lelang melalui dokumen penawaran yang meliputi berbagai hal, yakni pengalaman perusahaan, metodologi kerja, kualifikasi tenaga ahli dan rencana anggaran biaya. Pada beberapa kasus terjadi dalam suatu pekerjaan adalah laporan hasil akhir yang tidak sesuai dengan KAK (Kerangka Acuan Kerja)yang ditawarkan oleh jasa konsultan.
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untk mengidentifikasi pengaruh kualitas dokumen penawaran terhada kinerja mutu pada pengadaan jasa konsultansi yang dilakukan di Dinas Pekerjaan Umum (Dinas PU)Jakarta. Sedangkan pertanyaan utama yang dapat kita ajukan sebagai research question adalah: pertama, factor ?apa? saja dari dokumen penawaran pada pengadaan jasa konsultansi yang berpengaruh terhadap kinerja mutu perencanaan teknis jalan Dinas PU DKI Jakarta, kedua, berapa besar pengaruh factor tersebut terhadap kinerja mutu perencanaan teknis jalan Dinas PU DKI Jakarta??. Metode yang digunakan pada penelitian untuk menjawab research question adalah dengan pendekatan survai.
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah kinerja mutu perencanaan teknis jalan dipengaruhi oleh kebutuhan orang bulan, perhitungan teknis yang tepat dan sesuai, gambar kerja yang tidak sesuai, pengenalan kondisi setempat, ringkasan biaya yang diusulkan. Model yang diperoleh pada penelitian yaitu model hubungan antara variabel bebas, Kualitas Dokumen Penawaran dengan variabel terikat, Kinerja Mutu Perencanaan Teknis Jalan Dinas PU DKI Jakarta.

ABSTRAK
In this globalization era, professionalism do not only obliged at just corporate world but also at service of consultancy related to governance. This matter is meant to reach an good job result and as according to specification which have been targeted by consultant service. Conducted assessment in course of auction through bidding document covering matters, namely experience of company, job methodologies, qualification of man work and budget plan. At some cases happened in a[n work are end result report which disagree with TOR (Terms Of Reference)Yang on the market by consultant service. Target conducted by this research him is untk identify influence quality of document bidding of performance to quality of at levying for consultancy service conducted in Departement Public Work Jakarta. While especial question is we able to raise as question research is: first, factor ' what' is just the than Bidding document levying for consultancy service having an effect on to performance quality of technical planning of road On Departement Public Work DKI Jakarta?, second, how big ' influence of the factor to performance quality of technical planning of road On Departement Public Work DKI Jakarta'?. Method used at research to answer question research is with approach of survai.
Result obtained at this research is performance quality of technical planning of road influenced by requirement of people month of, correct technical calculation and according to, inappropriate activity picture, recognition of local condition, proposed expense summary. Model obtained at research that is model relation between free variable, Quality Document Bidding with variable tied, Performance Quality Of Technical Planning of Road On Departement Public Work DKI Jakarta."
2008
T24768
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Iwan Erar Joesoef
"Disertasi ini mengkaji bagaimana Pemerintah menerapkan konsep model kontrak build operate and transfer (BOT) dalam kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) yang dituangkan dalam perjanjian pengusahaan jalan tol (PPJT) dibidang infrastruktur jalan tol di Indonesia setelah dikeluarkannya Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan (UU No. 38/ 2004) yang menggantikan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980 Tentang Jalan (UU No. 13/ 1980). Data yang diperoleh menunjukkan bahwa total ruas jalan yang terbangun berdasarkan UU No. 38/2004 (2004-2010) sepanjang 131,35 Km yang jauh lebih kecil dibandingkan total ruas jalan yang terbangun berdasarkan UU No. 13/1980 (1978-2004) yaitu sepanjang 610,62 Km. Partisipasi investor swasta juga sangat kecil yaitu hanya 25 % (dua puluh lima persen) sedangkan sisanya 75 % (tujuh puluh lima persen) adalah Jasa Marga sebagai badan usaha milik negara (BUMN).
Pemerintah telah melakukan regulasi-regulasi yang mendukung, namun kendala-kendala masih ditemukan seperti: kenaikan harga tanah, status tanah yang dimiliki Pemerintah namun dibiayai investor swasta, pengadaan tanah, kelembagaan dan prosedur badan layanan umum untuk pendanaan tanah, kemampuan investor swasta dalam pendanaan pengadaan tanah, dan adanya ruas jalan tol yang layak secara ekonomi namun belum layak secara finansial. Permasalahan yang mendasar adalah bahwa Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa infrastruktur sebagai salah satu cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Hal ini terlihat dari pola investasinya dimana tanah dibiayai oleh investor swasta, namun dimiliki secara hukum oleh Pemerintah. Secara teoritis pola tersebut mengarahkan infrastruktur jalan tol sebagai public goods, padahal konsep model kontrak BOT secara teoritis merupakan private goods.
Disertasi ini mencoba memberikan solusi dengan membuat struktur hukum dimana infrastruktur jalan tol model kontrak BOT tetap sebagai private goods namun tidak melepaskan statusnya sebagai public goods, yaitu dengan memberikan hak penggunaan tanah kepada investor dalam bentuk hak pakai (HP) di atas hak pengelolaan (HPL) dari Kementerian Pekerjaan Umum RI. Dengan diberikannya HP di atas HPL selama masa konsesi private goods dan dapat dialihkan, disewa atau dijadikan jaminan utang dengan hak tanggungan, namun berdimensi publik, karena Pemerintah (Negara) masih menguasai infrastruktur jalan tol tersebut melalui HPL.

This dissertation examines how the government of Indonesia implements the concept of build operate and transfer (BOT) contract model upon partnership between government and private sector or public private partnership (PPP) of which entered into the toll road concession agreement after the government promulgated Law No. 38 year 2004 concering the Road (Law No. 38/ 2004) as new law which replaced the previous law. Data collected shows that total as built section roads refer to new law only 131,35 Km long compared with previous law which built as 610,62 Km long. Private sector was very small in participation as well with approximately 25 % (twenty five persen) only from which the remain with approximately 75 % (seventy five persen) operated by Jasa Marga as goverment enterprise.
Government had issued the regulations to support its development, but obstacles still exist such as: increasing of land price, land status which owned by government legally but financed by private investor, land acqusition, and there are many toll road sections are economic worthyness but not financial worthyness. However, the basic problem of wich, the article 33 (2) of Indonesian Constitution (UUD 1945) stipulated that infrastructure as one of part of product (goods and services) that is very important for State and dominate the social lives are under authority of State. These could been seen from the pattern of investments where the land acquisition financed by private investor but then owned by the government legally. Theoritically, such patterns bring the toll road infrastructure as public goods whilst the concept of BOT contract model theoritically as private goods.
This dissertation make an attempt to give a solution by making the legal structure where the toll road infrastructure contract model remain as private goods but do not realese the status as public goods, of which by giving to private investor the right of land use (Hak Pakai) upon the management right of land (Hak Pengelolaan) of Kementerian Pekerjaan Umum RI. By giving such the right of land during the concession period to private investor then the toll road infrastructure status could be as private goods, of which could be transferred, rent or could be put as collateral in debt financing (Hak Tanggungan), but with the public dimension, where the Government (State) still have the right of authority through Hak Pengelolaan.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
D1800
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Saputro
"Krisis multi dimensi yang terjadi di Indonesia tidak terlepas dari adanya persaingan usaha tidak sehat dengan segala bentuknya. Terjadinya pemusatan ekonomi pada segelintir pihak dan praktek-praktek monopoli membuat pasar menjadi terdistorsi dan membahayakan pertumbuhan perekonomian yang didasari pada persaingan usaha yang sehat. Banyaknya kasus-kasus persekongkolan tender yang terjadi di Indonesia mengindikasikan bahwa selama ini kesempatan berusaha tidak mendapatkan perlindungan yang memadai, dan hanya dapat dinikmati oleh pihakpihak yang kuat dan dekat dengan kekuasaan. Lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat diharapkan mampu untuk mengurangi bahkan menghilangkan praktek-praktek persekongkolan tender di Indonesia. Dalam hukum persaingan usaha dikenal dua macam metode pendekatan yang digunakan dalam menganalisis kasus-kasus persaingan usaha, yaitu per se illégal dan rule of reason.
Terdapat perbedaan mendasar antara kedua metode pendekatan tersebut. Pendekatan rule of reason membutuhkan analisis ekonomi untuk mengetahui akibat dari perbuatan tersebut, sedangkan per se ¿Ilegal tidak lagi mensyaratkan adanya analisis ekonomi. Dalam Pasal 22 UU No.5 Tahun 1999 yang mengatur mengenai persekongkolan tender terlihat menggunakan analisis secara rule of reason, dimana hal tersebut bertolak belakang dengan beberapa putusan KP PU yang menggunakan pendekatan per se illégal.
Penyelesaian kasus-kasus yang terjadi di negara-negara lain adalah menggunakan pendekatan per se illégal dalam kasus-kasus persekongkolan tender (bid rigging) bahkan dipertegas dengan mengkategorikan sebagai perbuatan pidana.
Hal ini menunjukkan bahwa P'asal 22 UU No.5 Tahun 1999 perlu diadakan perubahan mengingat persekongkolan tender sama sekali tidak berkaitan dengan struktur pasar (structure), dan tidak terdapat unsur pro-persaingan sama sekali. Persekongkolan tender lebih mengutamakan perilaku (behavior) berupa perjanjian untuk bersekongkol iconspiracy) yang pada umumnya dilakukan secara diam-diam. Hal tersebut juga perlu dilakukan agar terdapat kesesuaian dengan penanganan kasus-kasus persekongkolan tender di negara-negara yang telah berpengalaman, sehingga tercipta suatu konvergensi antara aturan hukum di Indonesia dengan negara lain, sepanjang hal tersebut bermanfaat dan baik untuk diaplikasikan.(is)"
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T36599
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>