Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 142767 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Pewarna alami sudah lama dikenal orang tetapi pembahasan ilmiah secara ilmiah
belum banyak diperoleh. Di bawah ini akan diuraikan pembahasan pewarna alami Bixa
orellana dari sudut pandang fisika dan kimia yang terjadi pada kain.
Bixa orellana terdiri dari senyawa utama bbcin dan norbirin. Dalam penelitian ini
tidak dilakukan pemisahan walaupun masing-masing senyawa tersebut menghasilkan
warna yang berbeda. Pada kondisi operasi 32 °C dan tekanan 1 atm kain sutera Thailand
dengan ukuran 4 x 40 cm dipanaskan dalam larutan pewama bixin (Bixa orellana) dengan
variasi berat 1 g, 3 g, 5 g, 10 g, 15 g dan 20 g, variasi waktu pencelupan 30 dan 60 menit,
Serta variasi penggunaan alum (AI2(SO4)3) sebanyak 0.28 g sebagai bahan pengikat
wama.
Pembahan sifat Esika ditandai oleh perubahan kekuatan tarik dan warna kain.
Perubahan sifat kimia ditandai oleh perubahan tahan luntur wama terhadap pencucian dan
dari ikatan ion (pewarnaan tanpa mordant) menjadi ikatan kovalen (pewarnaan dengan
mordant). Hasil penelitian menunjukkan bahwa basil nilai optimum yang diperoleh
adalah pada pewarnaan menggunakan mordant dengan kandungan berat pewarna dalam
larutan 15 g dengan waktu pencelupan 60 menit. Sutera putih (standar) memiliki kekuatan
tarik sebesar 54.699 kg/75 cm2 mengalami perubahan sifat fisika, yaitu kekuatan tarik
menjadi 39.65 kg, warna dalam paramater L*(Iightness) sebesar 79-77 (skala 0-100),
a*(merah) sebesar 20.13, b*(kuning) sebesar 68.31 (skala -100-100) serta ketahanan
luntur warna 4 (balk). Secara umum, dengan pertimbangan kelayakan jual dan pakai,
hasil uji sifat fisika (kuat tarik, ketuaan warna) dan sifat kimia (ketahanan luntur warna)
kain sutera hasil pewarnaan dengan Bira orellana masih memenuhi nilai jual dan pakai."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S49440
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Tingginya tingkat pencemaran yang berasal dari limbah buangan industri tekstil telah mendorong pabrik tekstil terutama pabrik batik untuk menggunakan zat wama alami. Penggunaan pewama alami menguntungkan bagi produsen wama alami I-:arena biayanya murah sedangkan untuk konsumen ada rasa kebanggaan tersendiri memakai kain ( pakaian ) yang diberi wama alami.
Hasil pewamaan alami perlu memiliki kualitas dalam hal wama, tidak lunmr, dan sifat iisik yang memenuhi syarat sebagai bahan pakaian atau bahan keperluan rumah tangga.
Pada kondisi operasi suhu 82 "C dan tekanan 1 atm, kain katun dengan ukuran 4x40 cm dipanaskan dalam larutan pewama kunyit ( Curcuma Ionga )
dengan variasi kandungan berat kunyit ( 10, 20, 30, 40, 50 g dalam 600 mL air ), variasi walml perendaman ( 30 menjt dan 60 menit ] Serta variasi dengan clan tanpa penggunaan alumunium sulfat ( alum atau A12(SO4)3 ) sebanyak 0.28 g sebagaj bahan pengawet wama ( mordan ). Setelah diberi wama dengan variasi diatas, lcain diuji sifat
Hasilnya yaitu kuat tarik dan kemampuan kain menahan tarikan tersebut ( elongasi ) dan kemuclian dianalisis perubahan sifat fisika dan kimia dari kain tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penarnbahan kandungan berat kunyit dalam larutan pewarna serta semakin lamanya percndaman menurunkan kuat tank kain katun dan juga menaikkan elongasi ( perpanjangan ) kain_ Hasil Iainnya adalah kuat tarik kain katun berwama tanpa mordan lebih tinggi daripada kain yang menggunakan mordan Dengan demjkian elongasi kain wama tanpa mordan menjadi lebih pendek dibandingkan elongasi kain wama dengan mordan. Pewarnaan optimum diperoleh pada variasi kandmagan kunyit 30 g dengan waktu perendaman 30 dan 60 menit."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S49418
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kemas Rama Kifli
"ABSTRAK
Penggunan zat warna pada industri tekstil di satu sisi menimbulkan limbah yang dapat menggangu ekosistem. Zat warna tekstil ada beberapa macam. Pada penelitian ini menggunakan zat warna chloranil. Chloranil merupakan suatu senyawa organohalogen yang cukup bersifat racun. Percobaan ini bertujuan untuk mengurangi limbah zat warna chloranil dengan metode fotokatalitik menggunakan katalis suspensi TiO2. Proses fotokatalisis yang melibatkan partikel ? partikel semikonduktor TiO2 dibawah iluminasi sinar UV-Vis akan menghasilkan radikal hidroksil yang dapat mendegradasi zat warna chloranil. Hasil yang didapat menunjukkan konsentrasi TiO2 optimum untuk mendegradasi zat warna chloranil adalah 60 ppm dan waktu optimum yang didapat 6 jam. Penurunan zat warna chloranil (20 ppm) pada konsentrasi TiO2 optimum dan waktu optimum adalah sebesar 95,2% sedangkan CODnya sebesar 33,3%. Penggunaan jumlah TiO2 optimum (60 ppm) dengan lama waktu radiasi yang optimum (6 jam), pada berbagai konsentrasi masih cukup efektif pada konsentrasi chloranil 40 ppm (absorbansi berkurang sebesar 63,5 % COD berkurang sebesar 15,1%)"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pewamaan serat dengan menggunakan pewama aiami cukup sederhana. Berbagai infonnasi tentang pewama alami dan cara penggunaannya sudah banyak tersedia dan cukup mudah untuk ditemukan. Oleh karena ltu masyarakat dapat dengan mudah mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, meski
penggunaan pewama a!ami sudah cukup dikenal oleh masyarakat, inforrnasi secara ilmiah tentang pengaruh penggunaan pewama alami sebagai pewarna kain terhadap sifat fisika dan kimia kain atau serat masih sedikit sekali. Pada kondisi operasi temperatur 80 O'C dan tekanan I atm. kain sutera dengan ukuran 4 x 40 em dipanaskan dalam larutan pewama kulit akar pohon mengkudu (Morinda Citrifolia) dengan variasi kandungan berat (1; 3; 5; 10; 15; 20) g daiam 300 mL air, variasi waktu perendaman (30 menit dan 60 rnenit) serta variasi dengan dan tanpa penggunaan kalsium karbonat (kapur atau CaCO:;) sebanyak 0.26 g scbagai bahan jembatan kimia dan pengarah warna. SeteJah diberi wama, kaln diltii kekuatan tarik, ketuaan wama, dan ketahanan luntur wama terhadap pencucian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil optimum diperoleh pada pewamaan menggunakan mordan dengan variasi berat 10 g/300 rnl air pada waktu perendaman 30 menit yang memilik.i penunman kekuat.an tarik yaitu &.96% (dalam batas toleransi SNI 08-434\l-1996 yaitu lrurang dari 10%), wama dengan keecrahan (L*) sebesar 73,92; arab merah (a*) sebcsar 27,33; arab lcuning (b*) sebesar 32.25; dan ketahanan luntur
"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S49519
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pewamaan serat tekstil dengan menggunakan pewama alami cukup sederhana. Berbagai infonnasi tentang pewarna alami dan cara penggunaaonya te1ah tersedia dan cukup mudah untuk ditomukan. Oleh karena itu masyarakat dapat dengan mudah mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-harL Akan tetapi, meski penggunaan pewarna alaml sudah cukup dikenai oleh masyarakat, informasi secara ilmlah tentang pengaruh penggunaan pewama alami sebagai pewama kain terhadap sifat fisika dan kimia kain atau serat masih sedikit sekali.
Pada temperatur 87 °C dan tekanan J atm, kain sutern dengan ukuran 4 x 40 em dipanaskan dalam larulan pewarna kayu secang (Caisalpinea Sappan) dengan kandungan berat 20 g dalam 500 mL air. Dan variasi waktu perendaman (30 menit dan 60 menit) serta variasi penambahan mordant (0.25g, 0.5g, lg, 1.5g, 2g, 3g, 4g).Tawas (Alz(SO,),) sebagai bahan jembatan ldmia dan pengarab warna. Setelah diberi warna., kain diuji ikatan yang teljadi menggunakan spektroskopi FTlR. Pada uji FTlR diketahui ikatan yang teljadi pada pewarnaan tanpa mordant adalah ikatan kovalen antara gugus OH pada brazilin dengan gugus amino pada seratsedangkan pada pewamaan dengan mordant terbentuk ikatan kompleks antara pcwama dan serat.
"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S49468
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dody Widodo
"Pembangunan industri Indonesia dititik beratkan pada industri yang berorientasi ekspor dan banyak menyerap tenaga kerja, mengolah hasil pertanian dan industri penghasil mesin-mesin industri. Industri yang berorientasi ekspor adalah industri yang berdaya saing kuat, yaitu industri yang mampu memanfaatkan dan dapat mengembangkan keunggulan komparatif. Selain itu pengembangan industri harus diarahkan pada pengembangan industri yang mampu memanfaatkan peluang yang tersedia, utamanya peluang pasar potensial, balk pasaran ekspor maupun dalam negeri. Dalam pengembangan industri yang berdaya saing kuat salah satunya adalah pengembangan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang selama ini menjadi andalan ekspor nasional serta penghasil devisa utama.
Industri TPT Indonesia merupakan andalan ekspor bagi industri nasional semenjak tahun 1987 dan mencapai puncaknya pada tahun 1992 dengan nilai ekspor US$ 6,1 milyard. Ekspor industri TPT Nasional juga sangat bergantung pads lingkungan bisnis TPT dunia. Industri TPT dunia selama ini memiliki karakteristik sendiri dalam lingkungan bisnisnya, dimana tata niaganya diatur dalam MFA (Multi Fibre Arrangement).
Produk TPT Indonesia yang meliputi produk serat, benang dan tekstil Iembaran, pakain jadi serfs tekstil lainnya beberapa tahun terakhir ini sedang mengalami penurunan dalam pertumbuhan ekspornya dan proporsinya. Penurunan tersebut dapat disebabkan oleh pennintaan yang menurun dan pertumbuhannya melamban karena krisis ekonomi yang melanda sebagian dunia, tumbuhnya negara-negara pesaing baru yang turut serta mengembangkan industri TPT atau perkembangan teknologi yang pesat sehingga membawa dampak pada proses produksi industri ini dan merubah bentuk persaingan di pasar international karena persaingan international tersebut untuk sebagian besar tidak lagi hanya didasarkan atas persaingan dalam harga, akan tetapi juga atas inovasi dan teknologi.
Selain itu industri TPT Indonesia menghadapi tantangan yang berat dalam persaingannya di pasar dunia antara lain dengan terwujudnya WTO yang menyebabkan perubahan mendasar pada lingkungan bisnis TPT pada tahun 2005. Pada tahun tersebut seluruh produk TPT dunia tidak lagi diatur oleh tata niaga MFA tetapi akan dengan bebas diperdagangkan baik ekspor maupun impornya, sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada pada perjanjian didalam WTO. Sehingga hanya kekuatan daya saing internal dimasing-masing negara produsen saja yang akan menentukan keunggulan daya saing komoditinya.
Dalam periode 1991-1998 industri TPT nasional mengalami tingkat daya saing yang cenderung terus menurun. Penurunan ini terlihat setelah dianalisa menggunakan alat analisis RCA, ISP dan CMSA. Dari hasil analisa ini dapat dilihat bahwa industri TPT yang selama ini anya mengandalkan endowment factor tidak dapat bersaing di pasar dunia. Kecenderungan ini dapat juga dilihat sebagai akibat tidak efektifnya kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah. Untuk mengantisipasi hal tersebut di atas, pemerintah harus mampu membuat kebijakan yang menyangkut industri TPT nasional dengan tidak hanya mempertimbangkan kelebihan dari endowment factor saja tapi juga harus mempertimbangkan competitive factor sehingga kebijakan yang dihasilkan akan mampu mengangkat industri TPT Indonesia untuk bersaing di pasar dunia.
Selain itu kebijakan yang dihasilkan harus bersifat menyeluruh dan tidak bersifat sementara/hanya peredam. Kebijakan-kebijakan tersebut juga diharapkan mampu mendorong pengembangan industri TPT nasional dari hulu hingga hilirnya menjadi sebuah industri yang modem yang efektif dan effisien dengan tidak melupakan peningkatan sumber daya manusia, teknologi , R&D dan juga mampu mendorong pengusaha industri ini membuka pasar baru selain pasar tradisonal bagi produk industri TPT selama ini.
Dengan kebijakan yang komprehensif seperti telah diungkapkan di atas, industri TPT Indonesia diharapkan akan mampu meningkatkan daya saingnya di pasar dunia utamanya pada tahun 2005 disaat MFA terintegrasi dengan WTO."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T9815
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Ashov Birry
"Meskipun mungkin belum banyak diketahui, setidaknya 29 pabrik tekstil di Indonesia telah secara sukarela mengungkapkan informasi data pelepasan bahan kimia berbahaya dari fasilitasnya kepada publik. Pengungkapan informasi dilakukan melalui media internet dengan alamat http://wwwen.ipe.org.cn/. Dalam periode 2013 hingga 2019, secara bersama-sama, tercatat 75 kali pengungkapan informasi dilakukan. Pengungkapan informasi dilakukan dengan pendekatan sistem PRTR yang dilakukan secara individu atau detail per pabrik; detail mengungkap 11 grup bahan kimia berbahaya serta parameter konvensional sebagaimana diatur standar baku mutu pembuangan limbah cair Indonesia khususnya untuk industri tekstil; kemana, misal badan air apa, limbah cair tersebut dibuang; dan detail dari fasilitas perusahaan yang melepaskan polutan tersebut. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dan metode analisis komparatif kualitatif yang berorientasi pada kasus.
Penelitian ini menemukan tujuh lajur dengan konfigurasi faktor-faktor yang menghasilkan pengungkapan informasi. Terdapat tiga faktor yang bersifat ‘tidak cukup’ namun ‘diperlukan’ dalam semua lajur menuju pengungkapan informasi. Faktor tersebut yaitu: tingkat kepadatan di mana pabrik beroperasi, keberadaan IPAL dalam fasilitas pabrik, dan keterlibatan pembeli dalam proses pengungkapan informasi. Penelitian ini juga mengurai proses pengungkapan informasi yang dilakukan, serta persepsi dari para pemangku kepentingan terkait manfaat, biaya atau risiko, dan skema adaptasi atau adopsi ideal atas inisiatif tersebut oleh pemerintah Indonesia.

Although perhaps not yet well known, at least 29 textile factories in Indonesia have voluntarily disclosed information on the release of hazardous chemicals from their facilities to the public. Disclosure of information is done through an internet platform at http://wwwen.ipe.org.cn/. In the period of 2013 to 2019, together, 75 information disclosures were made. Disclosure of information is done with the PRTR system approach that is done individually or detailed per factory; reveals 11 groups of hazardous chemicals as well as conventional parameters as regulated by the Indonesian waste water discharge standards, especially for the textile industry; where, for example what body of water, the waste water is discharged; and details of the company's facilities that release the pollutants. The study used a qualitative approach and qualitative comparative analysis methods which is case- oriented.
This study found seven paths with a configuration of factors that resulted in information disclosure. There are three factors that are 'insufficient' but 'necessary' in all paths leading to information disclosure. These factors are: the level of density at which the factory operates, the presence of WWTP in factory facilities, and the involvement of buyers in the information disclosure process. The study also describes the information disclosure process undertaken, as well as the perceptions of stakeholders regarding the benefits, costs or risks, and the ideal adaptation or adoption scheme for the initiative by the Indonesian government.
"
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2020
T54769
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferdi Widiputera
"Industri polyester adalah industri yang padat karya dan padat modal. Untuk masuk ke industri ini dibutuhkan modal yang tidak sedikit dan industri ini juga banyak menyerap tenaga kerja. Sampai dengan tahun 2004 jumlah pekerja di industri polyester mencapai rata-rata 12,000 orang.
Industri polyester di Indonesia juga didominasi oleh PMA yang diantaranya adalah perusahaan multinasional (multinational company), Banyaknya permintaan polyester didalam negeri tidak diikuti dengan jumlah produksi polyester di dalam negeri sehingga terjadi ketidakseimbangan. Sumber permintaan polyester tersebut lebih banyak berasal dari dalam negeri yang hampir 80 % produsen polyester tersebut merupakan perusahaan PMA dan sisanya 20% merupakan perusahaan PMDN. Dengan adanya ketidakseimbangan yang terjadi antara permintaan polyester di dalam negeri dan jumlah produksi polyester didalam negeri maka untuk menutupi kekurangannya, dilakukan impor polyester dari negara lain.
Tulisan ini ingin mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan polyester, seperti harga polyester, harga bahan baku MEG, harga barang substitusi dalam hal ini harga kapas, penambahan variabel makro, seperti : tingkat PDB Indonesia, dummy kebijakan bea masuk pemerintah.
Kebijakan-kebijakan pemerintah yang ada saat ini lebih mengarah kepada sistim dan prosedur ekspor dan impor produkproduk tertentu sedangkan kebijakan yang lebih spesifik ditujukan terhadap industri polyester sampai saat ini belum ada, kebijakan yang ada hanya ditujukan secara umum kepada industri tekstil dan produk tekstil (TPT) sehingga diharapkan dengan tulisan ini akan ada semacam masukan bagi pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang sangat dibutuhkan oleh industri TPT umumnya serta industri polyester pada khususnya. Data-data penunjang yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data-data time series dalam bentuk kuartal dimana periode waktu yang diambil adalah periode tahun 1983 sampai dengan 2003.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode analisis regresi berganda, yaitu dengan menggunakan uji statistik dan uji ekonometrika dimana variabel endogennya adalah permintaan polyester. Hasil dari model kemudian diestimasi dan digunakan untuk menguji relevansi empiris dari teori yang digunakan. Latar belakang penggunaan metode regresi berganda ini adalah karena regresi berganda biasa digunakan untuk sistem peramalan hubungan antar variabel eksogen terhadap vanabel endogen pada data runtun waktu."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T18280
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kuala Lumpur: Perbadanan Kemajuan Kraftangan Malaysia, 1993
R 338.476.77 MAL b (1)
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Muhayati
"Tesis yang ditulis dengan deskriptif analitis ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana dampak yang terjadi akibat adanya penghapusan sistem kuota ekspor pada industri Tekstil dan Produk Tekstil di Indonesia sebagai bagian dari kebijakan yang telah ditetapkan dalan ketentuan hasil perundingan WTO. Penulisan secara metode kualitatif kali ini akan membahas perkembangan industri TPT Indonesia sebagai dampak dari penghapusan sistem kuota. Dimana tingkat pertumbuhan ekspor tekstil Indonesia cenderung mengalami penurunan sejak pertengahan periode penghapusan sistem kuota diberlakukan.
Hasil perundingan yang telah disepakati oleh semua negara-negara anggota tersebut, pada awalnya memang merupakan permintaan dari kelompok negara-negara berkembang untuk mempercepat proses penghapusan sistem kuota akan tetapi mendekati berakhirnya periode tahapan sistem kuota tersebut kelompok negara-negara berkembang mulai merasa tidak mampu untuk bersaing di dalam perdagangan bebas dunia. Peran WTO dalam hat ini sangat membantu kelompok negara-negara berkembang tersebut yang di kombinasikan dengan kebijakan yang di tetapkan oleh pemerintah setempat.
Dengan keluarnya kebijakan-kebijakan yang ditentukan oleh pemerintah Indonesia diharapkan dapat memberikan arah bagi perkembangan perdagangan industri Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13894
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>