Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 186707 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Rini Riastuti
"Baja tahan karat austenitik Sandvik 2RE69 atau tipe UNS 531050 merupakan baja tahan karat dengan kadar kandungan krom sebesar 25%, nikel 22%, dan molibdenum 2%. Karena baja tahan karat ini memiliki kandungan kromium dan nikel yang tinggi untuk memberi ketahanan terhadap oksidasi pada tekanan dan temperatur tinggi, maka baja ini dikembangkan dengan tujuan agar memiliki ketahanan terhadap berbagai jenis korosi yang terjadi di daerah Industri Urea. Pengalaman di lapangan mengkonfirmasikan bahwa baja tersebut dapat tahan dalam larutan urea/karbamat (Ammonium Carbamate) pada temperatur dan tekanan tinggi selain itu baja ini juga memiliki ketahanan korosi yang sangat baik dalam asam nitrat (HNO3) yang merupakan oksidator kuat.
Berdasarkan karakteristik ketahanan terhadap korosi di daerah tekanan dan temperatur tinggi dan ketahanan korosi yang sangat baik di lingkungan yang oksidatif maka dilikukan penelitian terhadap daya tahan korosi batas butir dengan cara: baja tahan karat tersebut ditemper pada temperatur 675°C dengan waktu tahan yang bervariasi yakni 120 menit, 180 menit, 300 menit, 420 menit, 540 menit, dan 600 menit dengan kecepatan pendinginan yang sangat lambat yaitu 2,5°C/menit dan diuji ketahanan korosinya dengan mencelupkan dalam asam nitrat (HNO3) 65% mendidih selama 240 jam yang dibagi menjadi 5 periode. Selain itu juga akan diteliti kemungkinan terbentuknya fasa sigma dengan menggunakan X-Ray Diffraction (XRD). Penelitian ini akan dibandingkan dengan baja tahan karat AISI 316L yang banyak digunakan sebagai pipa pada heat exchanger pada industri kimia pada umumnya.
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa kehilangan berat yang didapat oleh baja tahan karat Sandvik 2RE69 (UNS 531050) per satuan luas lebih kecil dibandingkan dengan AISI 316L (mencapai 1/4 sampai 1/5 kali nya) pada kondisi yang sama. Namun clan kedua baja tersebut memperlihalkan kecenderungan yang sama yakni dengan bertambahnya waktu tahan dalam dapur kehilangan berat per satuan luas makin meningkat. Untuk fasa sigma, pada Sandvik 2RE69 terbentuk dimulai pada waktu tahan 540 menit dan AISI 316L pada waktu tahan 600 menit."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Naibaho, Cornel
"Baja tahan karat Austenitik tipe 304 merupakan jenis yang terluas pemakaiannya, yaitu sekitar 65 -70 % dari total kebutuhan baja tahan karat. Baja ini mempunyai sifat yang sangat reaktif pada temperatur di atas 500 _C, sehingga menimbulkan korosi batas butir ( intergranular corrosion ) pada temperature sensitization ( 500 ? 800 _C ) sesuai dengan beberapa kondisi, antara lain a). proses pengelasan b). perlakuan panas dan c). kondisi lapangan. Hasil pengelasan baja tahan karat austenitik dipengaruhi banyak faktor, antara lain jenis logam pengisi, persiapan material sebelum di las, perlakuan sebelum dan sesudah di las, gas pelindung yang digunakan dan lain-lain. Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh media pendingin terhadap struktur mikro dan sifat mekanis pengelasan austenitik tipe 304 dengan FCAW dan dengan media pendingin udara, air dan perlakuan preheating serta gas pelindung CO2 dan gas pelindung campuran (CO2 + Argon ). Hasil penelitian enam sampel yang diuji dengan parameter media pendingin yang berbeda dan gas pelindung yang juga berbeda, diperoleh kekuatan tarik dan kekerasan yang bervariasi, mulai dari kekuatan tarik 605 MPa sampai dengan 648 MPa dan kekerasan vickers di HAZ dari 220 HV sampai dengan 268 HV. Hasil pengelasan optimum terdapat pada Sampel B ( media pendingin air dan gas pelindung CO2 ). Pembentukan krom karbida di HAZ, paling banyak terdapat pada Sampel D ( krom 29, 42 wt% ) dan paling sedikit pada Sampel A ( krom 12,25 wt% )
Austenitic stainless steel type 304 is the most widely used type, which is about 65 -70% of the total demand for stainless steel. This steel has very reactive properties at temperatures above 500 _C, causing intergranular corrosion at temperature sensitization ( 500 ? 800 _C ) in accordance with several conditions, including a). welding process b). heat treatment and c). field conditions. The results of welding of austenitic stainless steel are influenced by many factors, including the type of filler metal, preparation of the material before welding, treatment before and after welding, the shielding gas used and others. This study aims to study the effect of the cooling medium on the microstructure and mechanical properties of type 304 austenitic welding with FCAW and with air cooling, water and preheating treatment as well as CO2 shielding gas and mixed shielding gas (CO2 + Argon). The results of the six samples tested with different cooling media parameters and different shielding gases, obtained varying tensile strengths and hardness, ranging from tensile strength of 605 MPa to 648 MPa and Vickers hardness in HAZ from 220 HV to 268 HV. The optimum welding results were found in Sample B (water cooling media and CO2 protective gas). The formation of chromium carbide in HAZ was most abundant in Sample D (chrome 29.42 wt% ) and the least in Sample A (chromium 12.25 wt% )."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hasbi Fahada
"Salah satu metode untuk menentukan konstanta-konstanta elastisitas efektif material IN-519 (cast austenitic stainless steel) adalah dengan menggunakan teknik potongan kubus (cube cutting method) dan transmisi gelombang ultrasonik. Akan tetapi dimensi kubus dengan ukuran 10x10x10 mm menjadi salah satu kendala dalam teknis pengukuran, karena sebagian besar probe ultrasonik memiliki ukuran penampang yang lebih besar dari sampel. Oleh karena itu, tingkat efektifitas nilai hasil pengukuranya perlu diketahui dengan menentukan nilai deviasi pengukuran konstanta elastisitas dan atenuasi gelombang ultrasonik dengan frekuensi 1, 2,25, 4, dan 5 MHz pada kubus dengan sampel pembanding (pelat). Nilai deviasi paling besar terjadi pada pengukuran konstanta C33 dan atenuasi dengan frekuensi 1 MHz. Kemudian hasil penelitian menunjukan bahwa semakin besar frekuensi pengukuran, maka nilai konstanta elastisitas semakin kecil, dan nilai atenuasi semakin besar. Pengujian pada sampel hasil solution anneal memiliki nilai konstanta-kontanta elastisitas yang lebih besar dan atenuasi yang lebih kecil dibandingkan dengan sampel non-anneal. Dan konstanta¬konstanta elastisitas baik pada sampel annealed maupun sampel non-anneal diprediksikan memiliki nilai penyimpangan pengukuran kurang lebih sebesar 31 % terhadap hasil pengujian tarik.

One of the methods for effective elastic constants determining in IN-519 material (cast austenitic stainless steel) is using cube cutting method and ultrasonic wave transmission. However, dimension of cubes with a minimum size of 10x10x10 mm become one of the obstacles in the technical measurement, because most of the ultrasonic probe has a larger cross-sectional size of the sample. Therefore, the level of effectiveness measurement results need to be identified by determining the deviation of the measurement of elasticity constants and the attenuation of ultrasonic waves with a frequency of 1, 2.25, 4, and 5 MHz on the cube with the comparison sample (plate). Greatest deviations occur at measurement of C33 and attenuation with frequency of 1 MHz. The results showed that the greater frequency of measurements the value of the constant elasticity is smaller, and the greater the attenuation value. Tests on annealed samples has a greater elasticity constant value and the attenuation is smaller than the non-anneal samples. And elastic constant in both annealed samples and non-anneal measurement are predicted has a deviation value of approximately 31% of the tensile test results. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S789
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
I Nyoman Jujur
"The type of stainless steel that is most commonly used in bone implants is austenitic 316L stainless steel, which has an excellent corrosion resistance and high strength. The Center for Materials Technology, BPPT, in cooperation with a local industry, is currently undertaking research into integrating, refining and alloying processes for the production of medical grade 316L stainless steel, using raw material originating from the ferronickel of Pomalaa. Natural resources of ferronickel, one of the main raw materials for stainless steel, are locally available in Indonesia. Other alloy metals such as steel scrap, ferro chrome and ferro molybdenum are bought in the market. The charging calculation is done by computer-aided simulation, before the melting processes are carried out. The melting facility used is an induction furnace of 250 kg capacity, following the procedures commonly used in the industry. Chemical composition analysis is done by a spectrophotometer. Tensile and hardness tests are conducted, and a microstructure observation is also carried out using an optical microscope and a scanning electron microscope. The selection of raw material inputs and refining and annealing processes affect the quality of the alloy. In our study, we found various forms of oxide inclusions in the stainless steel microstructure: triangular, hexagonal and spherical. The tensile strength of the specimen of 316L stainless steel casting materials was influenced by the presence of oxide phases."
Depok: Faculty of Engineering, Universitas Indonesia, 2015
UI-IJTECH 6:7 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Erwin Ermawan
"SUS 316L dan 317L Austenite Stainless Steel merupakan material yang umum digunakan secara komersial baik untuk peralatan statik seperti perpipaan, tangki, maupun untuk peralatan rotating khususnya di pabrik Crude Terepthalic Acid (CTA) (1). Material ini sering mengalami kerusakan diakibatkan karena terjadinya pitting korosi. Pengujian korosi menggunakan larutan yang mendekati dengan mother liquor CTA plant. Dari pengujian larutan 70% CH3COOH 30% H2O 100 ppm/ 600 ppm/ 1200 ppm NaBr pada beberapa kondisi temperature 30°C, 60°C dan 90°C menggunakan 2 metode uji yaitu immersed solution dan polarisasi anodik cyclic.
Pengujian mendapatkan hasil bahwa terjadi penurunan ketahanan pitting potensial (Epit) ketika temperatur dan konsentrasi ion Br- dinaikkan dan terjadi peningkatan corrosion rate, density korosi pitting serta luasan diameter pitting ketika temperatur dan konsentrasi ion Br- dinaikkan, corrosion rate pada temperatur 30°C dan 60°C tidak memiliki perbedaan yang signifikan baik pada material SUS 316L dan SUS 317L tetapi pada temperatur pada temperatur 90°C terjadi peningkatan corrosion rate yang sangat signifikan sekali. Hal ini disebabkan karena telah terjadinya kerusakan lapisan pasif film yang cukup besar sehingga mengakibatkan laju pitting korosi menjadi tinggi, serta temperatur dan konsentrasi Bromide yang sama, ketahanan pitting material SUS 317L sedikit lebih baik dibandingkan SUS 316L."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
T21145
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurmala
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S41919
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulung Kanjaya Yunus
"Baja tahan karat austenitik merupakan jenis yang terluas pemakaiannya diantara keempat kelas baja tahan karat, yaitu sekitar 65-70% dari total kebutuhan baja tahan karat. Begitu luasnya pemakaian baja jenis ini karena sifat ketahanan korosi yang baik, mampu fabrikasi dan mampu las yang relatif baik. Kekuatan, ketangguhan dan keuletannya pada temperatur rendah maupun tinggi juga baik. Salah satu jenis baja austenitik yang sering digunakan adalah baja AISI 316L pada aplikasi pembuatan tabung pemanas air (SWH). Pada proses manufatur SWH, sebelum dilakukan proses pengelasan biasanya material baja AISI 31 6L telah mengalami proses deformasi dingin sampai tingkat tertentu yang cukup besar, sehingga hal ini dapat berpengaruh terhadap perubahan sifat mekanis, struktur mikro serta ketahanan korosi setelah dilakukan proses penyambungan dengan pengelasan TIG pada material baja tahan karat tersebut.
Pada penelitian ini digunakan jenis material AISI 316L dimana dilakukan proses pengelasan dengan metoda las TIG atau GTAW serta sebelum proses pengelasannya material tersebut telah dilakukan proses deformasi dingin dari 0%, 5% sampai 10%. Selain itu digunakan dua jenis filter metal yang berbeda yaitu ER 316L dan ER 316LSi dan juga dilakukan perlakuan material dasar sebelum dilas yaitu solution annealing dan juga perlakuan purging dan non purging selama pengelasan berlangsung serta perlakuan setelah dilas yaitu proses pasivasi pada daerah sambungannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan meningkatnya persen deformasi dari 0% sampai 10% memperlihatkan ketahanan korosi material menurun tetapi kekuatan mekanis material lasan meningkat. Sedangkan pengaruh perlakuan solution annealing, purging dan pasivasi memperlihatkan meningkatnya sifat ketahanan korosi material yang telah di las. Pemakaian filler metal jenis ER 316LSI dapat menjadi alternatif pengganti filler metal jenis ER 3I6L yang selama ini dipakai, karena dengan menggunakan jenis ER 316LSI terjadi peningkatan sifat ketahanan korosi material yang dilas.

The application of austenitic Stainless Steel, which is widely used among the types of stainless steels, is about 65 to 70 percent of the total production in the world. This is because of the properties of austenitic stainless steel having high corrosion resistance, good formability and good weldability. Their strength, toughness and ductility are very good either at low temperature or at high temperature application. One of the austenitic stainless steels being widely used is the type of AISI 316L, which is often applied for Solar Water heater (SWH) tube manufacture. During the production of Solar Water heater Tube, the base material has been subjected to several levels of cold working process. Hence those processes will influence to the mechanical properties, microstructure as well as the corrosion resistance of the stainless steel after joining by TIG welding process.
The research are carried on austenitic stainless steel plates which have been cold worked with the level of 0, 5 and 10 percent deformation are welded by TIG or GTAW process. In addition, the two types of filler wire used are ER 316L and ER 316LSi. Moreover, the plates have been treated by solution annealing process before welding and also treat by purging and non-purging during welding process. Other treatment process is passivation after welding done.
The results show that increasing percent deformation from 0% to 10 % increases the mechanical properties of welded plates but it decreases their corrosion resistance. The effect of solution annealing, purging and passivation treatment shows the increasing of corrosion resistance of welded plates. The use of ER 316LSi filler wire have better corrosion resistance of welded plates compared to the use of 316L filler wire. Therefore, the filler wire of ER 316 LSI can be used as the substitution of the ER 316L filter metal, which is always used for welding 316L plate.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
T16183
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
RR Reni Indraswari
"Baja tahan karat jenis austenitik tipe 316L banyak digunakan di berbagai industri. Untuk menyambungkan antar pipa dilakukan pengelasan, akan tetapi dalam penggunaannya sering terjadi korosi pada sambungan lasnya. Pada penelitian ini dilakukan pengelasan pada logam SS 316L dengan ukuran 150 mm x 300 mm, tebal 1,5 mm dan 3 mm. Metoda pengelasan yang dilakukan adalah SMAW and GTAW dengan variasi jenis filler (ER316L dan TGX-R316LT1-5) dan penggunaan gas back purging/shielding argon. Gas pelindung yang digunakan untuk metoda GTAW adalah argon murni.
Setelah proses pengelasan, akan dilakukan beberapa pengujian seperti pengujian kekerasan, metallografi untuk melihat struktur mikro serta pengujian ketahanan pitting. Pengujian dilakukan dengan membedakan spesimen yang dipreparasi dan yang tidak dipreparasi sebelum dilakukan pengujian dengan mencelupkan ke dalam larutan ferric cholride.
Hasil dari penelitian ini yaitu data pengujian kekerasan yang menunjukkan bahwa daerah Weld Metal memiliki kekerasan yang paling tinggi dari daerah lainnya dan dari pengamatan struktur mikro ditemukan adanya presipitasi karbida. Pada pengelasan baja tahan karat jenis ini juga ditemukan adanya oksida-oksida permukaan karena temperatur tinggi dan fenomena sensitisasi yang tidak lepas mempengaruhi ketahanan korosi, khususnya korosi pitting.

Austenitic Stainless Steel type 316L is mostly used in various industries. Usually, joining between the pipes by welding. Although on the use often happened corrosion failure on the weld joint.
This research use SS316L materials with size 150 mm x 300 mm, thickness 1,5 mm dan 3 mm. Methods welding are SMAW and GTAW with variation in filler metals (ER316L and TGX-R316LT1-5) and using gas back purging/shielding. Than, will be researched by hardness test and metallography test to know microstructure and pitting resistance test. Tests carried out by distinguishing specimens that are not prepared and prepared prior to testing by dipping into a solution of ferric chloride.
The result of this analysis, hardness test which show that Weld Metal zone is the hardest from the other. From the microsturcture analize show carbide precipitation. In welding stainless steel types are also found the existence of surface oxides due to high temperature and sensitization phenomena that can?t be separated affecting corrosion resistance, particularly pitting corrosion."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
T27966
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>