Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 76673 dokumen yang sesuai dengan query
cover
An Nashir
"Nilai konduktifitas panas yang selama ini diperkirakan hanya terbatas pada jenis material, adanya paduan, temperatur kerja, sedangkan untuk proses pembuatan perlakuan yang dikerjakan terhadapnya belum diperhatikan.
Dalam rugas akhir ini penulis melakukan penelitian pengaruh perbedaan struktur mikro paduan alumuniun (Al- 2,6 Zn) yang berkomposisi sama terapi dengan perlakuan panas yang berbeda terhadap nilai konduktifitas panas. Pada penelitian perlakuan panas yang dipakai adalah pemanasan sampai suhu 400 ℃ yang kemudian didinginkan pada media yang berbeda yaitu minyak, udara dan air. Dengan kondisi yang berbeda itu kemudian dilakukan pengujian konduktifitas panas.
Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa dengan struktur mikro yang berbeda akan didapat konduktifitas panas yang berbeda pula, ini ditujukan dengan sampel
nomor O2 dengan nilai konduktifitas panas yang tertinggi sedangkan untuk sampel
nomar O1 mempunyai nilai konduktifiras panas terendah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya fasa Alfa yang lebih merata dan rapat, dimana paduan yang mengendap cenderung Iebih kecil dibanding pada sampel nomor O1. Sedangkan untuk sampel yang didinginkan dengan air dan udara mempunyai nilai konduktifitas panas diantara kedua sampel diatas yaitu nomor O2 dan nomor O1. HaI ini juga dapat dibuktikan dengan distribusi fasa alfa yang berada diantara nomor O2 dan nomor O1. Pengaruh temperatur terhadap konduktifitas panas Al, dengan meningkatnya temperatur sampai 80 °C cenderung akan meningkat sedangkan dari 80 °C sampai 200 °C cenderung menurun. Perhitungan nilai konduktifitas panas berdasarkan rumus Kemptf. Taylor dan Smith mengalami perbedaan dengan hasil percobaan yang dilakukan."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S41195
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kinerja beton aspal sangat tergantung terhadap kualitas agregat, kekauan aspal dan kekakuan campuran beraspal. Tulisan ini khusus membahas tentang pengaruh tenperatur dan waktu pembebanan terhadap nilai mekanistik beton aspal lapis permukaan (ACEC)...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Mahdiyah Nabilah
"Latar belakang: Hidroksiapatit merupakan salah satu bahan alloplast yang banyak digunakan di bidang kedokteran gigi. Komposisi hidroksiapatit sama dengan komposisi anorganik tulang dan gigi manusia sehingga bersifat biokompatibel dan bioaktif. Selain itu, hidroksiapatit juga bersifat osteokonduktif. Salah satu metode pembuatan hidroksiapatit yaitu metode disolusi-presipitasi dalam kondisi hidrotermal. Pembuatan blok hidroksiapatit dengan metode disolusi-presipitasi pada suhu 100°C selama 48 jam masih menghasilkan fasa lain selain hidroksiapatit, yaitu dicalcium phosphate anhydrous (DCPA). Fasa DCPA dan/atau fasa DCPD (dicalcium phosphate dehydrate) dapat terbentuk dalam pH asam. Sedangkan, hidroksiapatit dapat terbentuk pada pH basa. Oleh karena itu, pH dapat dijadikan indikator secara tidak langsung mengenai hasil fasa yang terbentuk. Gipsum dipilih sebagai prekursor karena mengandung ion kalsium (Ca2+). Sedangkan, larutan Na3PO4 digunakan karena mengandung ion fosfat (PO43-), bersifat tidak toksik, dan memiliki pH basa.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan suhu terhadap perubahan pH larutan Na3PO4 dalam pembuatan blok hidroksiapatit dari blok gipsum.
Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan blok gipsum dan larutan Na3PO4 sebagai prekursor untuk membuat blok hidroksiapatit. Spesimen yang digunakan berupa 30 mL larutan 1 mol/L Na3PO4 sebanyak dua beaker glass larutan. Sebelum dilakukan perendaman, pH larutan diukur terlebih dahulu untuk mengetahui pH awal larutan 1 mol/L Na3PO4. Lima belas blok gipsum direndam dalam 30 mL larutan 1 mol/L Na3PO4 dengan suhu yang berbeda yaitu 100°C, 140°C, dan 180°C pada kondisi hidrotermal selama 48 jam. Setelah perendaman, blok dan larutan 1 mol/L Na3PO4 dipisahkan. Kemudian, pH larutan 1 mol/L Na3PO4 diukur kembali menggunakan pH meter Eutech Instruments pH 700 untuk mendapatkan pH larutan 1 mol/L Na3PO4 setelah digunakan untuk perendaman selama 48 jam.
Hasil: Nilai pH larutan 1 mol/L Na3PO4 sebelum digunakan untuk perendaman yaitu 13,04. Sedangkan, nilai pH larutan 1 mol/L Na3PO4 setelah digunakan untuk perendaman pada suhu 100°C, 140°C, dan 180°C berturut-turut yaitu 12,72; 12,67; dan 12,30.
Kesimpulan: Peningkatan suhu yang digunakan menyebabkan penurunan pH larutan 1 mol/L Na3PO4. Namun, pH akhir larutan masih cukup basa untuk hidroksiapatit terbentuk. Namun, penelitian lebih lanjut masih perlu dilakukan mengenai pengukuran pH larutan Na3PO4 dengan sampel yang lebih banyak.

Background: Hydroxyapatite is one of the alloplastic materials that is widely used in dentistry. The composition of hydroxyapatite is similar with the inorganic composition of human bone so that it is biocompatible and bioactive. Besides, hydroxyapatite is also osteoconductive. One of the fabrication methods of hydroxyapatite is the dissolution-precipitation method under hydrothermal conditions. The fabrication of hydroxyapatite block with the dissolution-precipitation method at 100°C for 48 hours still produced other phase except hydroxyapatite, specifically dicalcium phosphate anhydrous (DCPA). DCPA and/or dicalcium phosphate dehydrate (DCPD) phase can be obtained if the pH is acidic. Meanwhile, hydroxyapatite can be fabricated on the alkaline pH condition. Therefore, the pH value can be the indirect indicator to predict the phase product. Gypsum was chosen as a precursor because it has calcium ions (Ca2+). Na3PO4 solution was used because it contained phosphate ions (PO43+), non-toxic, and has an alkaline pH value.
Objective: This study aimed to determine the effect of temperature differences on changes of the pH value of Na3PO4 solution in the fabrication of hydroxyapatite block from gypsum block.
Methods: This study used gypsum block and Na3PO4 solution as precursors to fabricate hydroxyapatite block. The specimens of this study were two beaker glasses of 30 mL of 1 mol/L Na3PO4 solution. Before the immersion, the pH value of the solution was measured first to determine the initial pH value of 1 mol/L Na3PO4 solution. Fifteen specimens of gypsum blocks were immersed in 30 mL of 1 mol/L Na3PO4 solution with different temperatures specifically 100°C, 140°C, and 180°C under the hydrothermal condition for 48 hours. After the immersion, the blocks and the 1 mol/L Na3PO4 solution were separated. Then, the pH value of 1 mol/L Na3PO4 solution was measured using Eutech Instruments pH 700 pH meter to obtain the pH of 1 mol/L Na3PO4 solution after being used for immersion for 48 hours.
Results: The pH value of 1 mol/L Na3PO4 solution before being used for the immersion was 13,04. Meanwhile, the pH value of 1 mol/L Na3PO4 solution after being used for the immersion at 100°C, 140°C, and 180°C respectively were 12.72, 12.67, and 12.30.
Conclusions: The increase in the temperature caused the derivation of the pH value of 1 mol/L Na3PO4 solution. Nevertheless, the final pH value was still alkaline enough for hydroxyapatite to be formed. However, further research still needs to be done to measure the pH value of the Na3PO4 solution with more samples.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Kohar
"Pada proses bubut, terjadi pergeseran antara benda uji dengan pahat. Akibat daripergeseran tersebut, maka pada permukaan benda uji akan mengalami panas yang cukuptinggi. Dengan demikian sifat kekerasan akan berubah. Dalam penelitian ini, benda ujiadalah baja karbon menengah yang dibubut dengan variabel kedalaman potong 0,5 mm,1,0 mm, 1,5 mm dan kedalaman potong 2 mm. Sedangkan putaran mesin dibuat konstan100 rpm. Kemudian benda uji tersebut dilanjutkan dengan proses perlakuan normalizingpada suhu 850oC yang ditahan selama 15 menit, dan dilanjutkan dengan pendinginan diudara terbuka. Hasil penelitian diperoleh bahwa, nilai kekerasan permukaan benda uji tanpaproses bubut lebih rendah dibandingkan dengan benda uji yang mengalami proses bubut.Dengan mempertebal proses penyayatan maka nilai kekerasan cenderung meningkat.Peningkatan nilai kekerasan dapat ditandai dengan perubahan warna pada geram dari warnaputih menjadi abu-abu. Ini menunjukkan bahwa energi yang diserap benda uji sangat besar.Dengan proses normalizing pada benda uji, maka kekerasannya akan mendekati kekerasanbenda uji asal yang belum diproses bubut."
Palembang: Fakultas teknik Universitas tridinanti palembang, 2014
600 JDTEK 2:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andre Indrayana
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1995
S41061
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Burhanuddin B.M.
"Telah dilakukan "Studi Diagram Fasa Pada Perlakuan Panas Isotherm KOMPOSISI Senyawa-Senyawa (Zr,Mg,Ca)Xoy" untuk membuat bahan dasar Keramik Zirkonia, dengan cara membuat berbagai variasi komposisi - paduan antara oksida logam Zr dengan oksida logam Mg dan Ca, kemudian dipelajari kondisi struktur mikronya setelah dibakar seperti fasa butir, fasa kristal dan tingkat oksidasinya; untuk mendapatkan persenyawaan (Zr,Mg,Ca)x0y dengan sifat-sifat fisika dan mekanika yang optimal bagi keramuk Zirkonia.
Keramik Zirkonia adalah suatu jenis keramik baru yang mempunyai sifat fisika dan mekanik yang tangguh, bahan ini merupakan produk revolusi bagi industri otomotip, terutama untuk pemakaian pada bagian pembakaran yang membutuhkan ketahanan panas yang tinggi seperti klep, sliding bearing, camshaft, piston top, valve; selain itu juga untuk turbin gas terutama untuk penggunaan pada roda turbin, rotor, axle dan bearing. Demikian pula pada pabrik-pabrik bahan untuk bidang konstruksi, suku cadang dan peralatan.
Dipilih jenis Oksida Kalsium dan Magnesium sebagai penstabil karena Kalsit, CaCO3, Axagonit, CaCO3 dan Magnecit, MgCO3 sebagai sumber CaO dan MgO banyak tersedia di Indonesia. Dan untuk memacu reaksi sintering hanya diperlukan temperatur pembakaran awal pada 850-1100°C (pre-aged) dan temperatur pemanasan selanjutnya (aged) pada 1250°C atau 1580°C selama waktu tertentu, dan kemudian didinginkan pada suhu kamar. "Fracture Energy yang terjadi ditransformasikan menjadi sifat fisis dan kekuatan mekanik yang tinggi.

A study of isotherm phase diagram, by heat treatment to chemical composition compound (Zr, Mg, Ca)xOy , as a basic material of Zirconia?s ceramic with the method of variation of proportional composition -- mix between metal oxide Zr, Mg and Ca ---; and then observed the condition of its micro structure after burning, i.e. grain particle phase, crystal phase and oxidation level to obtained the physical property and optimum mechanical strength of Zirconia?s ceramic of long-rounded type (Zr,Mg,Ca)py.
Zirconia?s ceramic is a new type of ceramic, which has intrinsic physical property and robust mechanical strength. This material is a revolutionary product and has been used automotive industry, i.e. especially used in the ignation part which required high heat resistance such as klep, sliding bearing, camshaft, piston top, valve; as well as for the gas turbine as special material for the wheels turbine, rotor, axle and bearing. And also as industrial materials in the field of construction, machinery and spare parts equipments.
Oxide Calcium and Magnesium have been used as stabilizer materials for Calcite, CaCO3, Aragonite, CaCO3 and Magnesite, MgCO3 since the sources of CaO and MgO are available abundantly in Indonesia. And for the spurred sintering reaction required only a burning temperature of 850-1100°C (pre-aged), and further heating at 1250°C or 1580°C (aged) for certain time, and then cooled at room temperature. The created energy in chemical reaction hag transforms the (Zr,Mg,Ca)xOy to a new intrinsic physical property and possessed a more robust mechanical strength.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Waluyo
"Pada penelitian ini dilakukan pembuatan dan karakterisasi paduan Sn-Zn dengan menggunakan XRF, XRD dan DSC. Karaktersisasi untuk mengetahui struktur, Kristalisasi dan Sifat Termal Paduan Sn?Zn. Penelitian dengan mengunakan alat uji DSC bekerja pada suhu 31° C hingga 400 °C dan laju 10°C/menit. Paduan Sn? Zn pada penelitian ini berasal dari unsur-unsur murninya yang dilebur secara bersamaan pada suhu sekitar 600°C selama 10 sampai 15 menit. Persen berat (wt % ) Zn dibanding Sn yang digunakan adalah 6 %. 40% dan 41%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan wt % Zn, mempengaruhi Struktur , sifat termal Paduan Sn-Zn dan juga cenderung menghambat kristalisasi Sn.

In this research, manufacture and characterization of Sn-Zn alloys using XRF, XRD, DSC and SEM. Characterization for to know microstructure, heat capacity Cp as a function of temperature (T) of Sn-Zn solder material. Research tools DSC test worked at temperature 31°C to 400°C and the rate of 5°C / min. Sn-Zn solder material in this study originated from the pure elements are melted together at a temperature of about 700°C for 10 to 15 minutes. Zn than the weight percent of Sn used was 6%, 30%, 40% and 41%.. The results showed that the addition of weight percent Zn, influence to microstructure of sample Sn-Zn and Sn tends to inhibit the growth of crystals."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
T29883
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sergio
"ABSTRACT
One of the attempts performed to improve advanced materials is the application of superconducting wires as base materials for medical application. Magnesium Diboride MgB2 is one of the most promising superconducting wires that can be used to replace superconducting wires Nb. MgB2 superconductor has relatively high critical temperature, however, the main problem in manufacturing MgB2 superconducting wires is the formation of crack at the surface. This crack formation should be avoided, because crack will weaken the superconductivity of a material. There are several ways to avoid the formation of crack, which include the usage of Fe tube. The critical temperature of pure MgB2 is higher than Nb group superconductor, and this critical temperature of MgB2 still can be enhanced by several methods such like doping. Recently, it was found that doping of SiC can make the critical temperature of MgB2 superconductor enhanced. In this research, Powder in Tube PIT were used. These powders were then poured into the Fe tubes with heat treatment under an argon environment. These samples were then characterized by using X Ray Diffraction XRD , Scanning Electron Microscopy SEM and resistivity testing under TC. The results show that nano SiC can be a very high potential doping agent for MgB2 superconducting wires, however, further sample preparation should be considered in manufacturing MgB2 wires. This is true since the unexpected phases such like MgO and Mg2Si exist in the phase. Applying heat treatment to MgB2 can causes instability in MgB2, and thus having all sample prepared under vacuum is recommended. There is also a chance for the boron inside the MgB2 can also doped inside the SiC, especially for nano SiC which have high surface area. Hence, liquid phase sintering would likely to be recommended, due to dissolving of boron into molten magnesium.

ABSTRACT
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangan material maju adalah penggunaan kawat superkonduktor sebagai material dasar untuk banyak aplikasi di dunia kedokteran. Magnesium diborida MgB2 adalah salah satu kawat superkonduktor yang memiliki potensi besar untuk dipakai sebagai pengganti kawat superkonduktor tipe Nb. Superkonduktor MgB2 memiliki temperatur kritis yang relative tinggi high temperature superconductor, HTS . Masalah yang timbul dalam proses pembuatan kawat superkonduktor MgB2 adalah terbentuknya retak pada permukaan. Pembentukan retak permukaan ini harus dicegah karena akanmenggangu nilai superkonduktifitasnya. Beberapa upaya telah dilakukan untuk mencegah terbentuknya retak permukaan, antara lain penggunaan Fe tube. Meskipun temperatur kritis dari MgB2 sudah lebih tinggi dari superkonduktor tipe Nb, namun ternyata temperatur kritis dari MgB2 masih dapat ditingkatkan, diantara lain menggunakan dopan. Dalam penelitian ini, dopan nano-SiC digunakan untuk meningkatkan temperatur kritis dari MgB2. Dalam penelitian ini, metoda in-situ Powder in Tube PIT digunakan untuk membuat kawat superkonduktor. Proses ini dilanjutkan dengan proses perlakuan panas pada lingkungan gas Argon. Setelah kawat superkonduktor dibuat, akan dilakukan analisis karakterisasinya dengan memakai XRD, SEM dan pengukuran resistivity untuk mengetahui sifat superkonduktivitas kawat tersebut. Untuk hasilnya, ditemukan beberapa senyawa yang tidak diinginkan seperti MgO, Mg2Si dan Si whiskers. Ini disebabkan karena berbagai faktor seperti kurangnya panas ataupun keadaan lingkungan tidak vakum."
2017
S67657
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sigit Jatiputro
"Penjejak panas merupakan suatu alat untuk mendeteksi dan menunjukkan suatu sumber panas di sekitarnya. Penjejak panas ini dapat pula menunjukkan suatu sumber panas yang bergerak. Pergerakkan sumber panas tersebut menyebabkan perubahan arah dari penjejak papas, sehingga diperlukan pengendali umpan balikk agar diperoleh basil yang diinginkan. Dalam tugas akhir ini digunakan pengendali berbasis logika fuzzy yaitu pengendali umpan batik yang mendasarkan pengendalinya pada teori logika fuzzy. Tujuan penerapan logika fuzzy tersebut adalah untuk memperbaiki respon sistem kendali dalam mencapai kestabilannya. Perangkat keras yang digunakan dalam tugas akhir ini terdiri dari tiga bagian yaitu bagian antarmuka PC, penggerak motor dan pendeteksi sensor.
Antarmuka PC berfungsi untuk mengatur pengalamatan dan jalur data antara perangkat lunak dan perangkat keras. Pendeteksi sensor memberikan masukan pada perangkat lunak fuzzy, melalui antarmuka PC, kemudian penggendali fuzzy memberikan keluaran pada pernggerak motor. Dalam analisa respon keluaran sistem dipakai parameter setling time, persen overshoot, steady state error dan kestabilan sistem. Selain itu dianalisa juga perubahan parameter dalam sistem logika fuzzy serta perubahan waktu sampling pada slat ini. Hasil analisa menunjukkan bahwa pemakaian pengendali logika fuzzy dapat memperbaiki tanggapan respon sistem kendali penjejak panas. Aplikasi penjejak panas ini dapat digunakan sebagai hulu rudal pengejar pangs, pendeteksi letak sumber kebakaran dan lain sebagainya."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S38857
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahidun Adam
"Alat berat membutuhkan kualitas dan kehandalan yang tinggi untuk menunjang produktivitas dan kepuasan pelanggan. Konstruksi utama rangka pada alat berat terbuat dari material baja pelat dan coran yang disambungkan melalui proses pengelasan Gas Metal Arc Welding (GMAW). Kondisi saat ini, produsen belum melihat tegangan sisa dari proses manufaktur sebagai pertimbangan khusus terhadap kualitas produk. Pada penelitian ini, pelat baja SM490 berukuran 200x100 mm disambungkan dengan pengelasan robot GMAW secara butt joint single V 45. Kawat las AWS A5.18-05 ER70S-G berdiameter 1,4 mm digunakan dengan polaritas DCEP bersama gas pelindung CO. Masukan panas, tebal spesimen, dan perlakuan pengelasan divariasikan untuk mengetahui efeknya terhadap tegangan sisa dan sifat mekanik yang dihasilkan. Tegangan sisa diukur tanpa merusak menggunakan mesin portabel berbasis X-Ray Diffraction (XRD). Nilai kekerasan diuji dengan mesin uji keras Microvickers, kekuatan tarik diuji dengan mesin Universal Testing Machine (UTM), serta struktur mikro diamati dengan mikroskop optik strereo dan Electron Probe Micro Analyzer (EPMA). Hasil pengujian menunjukkan kenaikan masukan panas sebesar 350 J menit meningkatkan tegangan sebesar 50-90 MPa pada arah x. Peningkatan ketebalan hingga 30 mm, tidak memberikan perbedaan tegangan sisa yang signifikan. Namun, tebal 40 mm, tegangan sisa justru turun 250 MPa. Ketebalan spesimen hingga 40 mm memberikan penurunan tegangan sisa arah y hingga 400 MPa. Proses gerinda memberikan tegangan sisa tarik hingga 800 MPa lebih tinggi dari tegangan sisa spesimen 2 (tanpa perlakuan). Penambahan preheat dan postheat 150oC tidak memberikan efek terhadap tegangan sisa. Proses gerinda menurunkan tegangan sisa hingga 480 MPa. Hanya jet chisel yang konsisten memberikan tegangan sisa kompresi hingga 480 MPa pada arah x dan y. Kenaikan masukan panas hingga 350 J menit menyebabkan nilai kekerasan HAZ dan logam las turun hingga 50 HB. Ketebalan spesimen hingga 30 mm, cenderung meningkatkan kekerasan hingga 30 HB. Perlakuan preheat dan postheat mengurangi nilai kekerasan hingga 10 HB. Kebalikan dari itu, perlakuan jet chisel mampu meningkatkan kekerasan hingga 12 HB, terutama pada kampuh las. Berbagai variasi masukan panas, ketebalan, dan perlakuan pengelasan tidak memberikan perbedaan yang signifikan kekuatan tarik. Peningkatan ketebalan hingga 40 mm cenderung menurunkan kekuatan hingga 70 MPa. Perlakuan jet chisel memberikan tegangan sisa dan sifat mekanik paling optimal di antara preheat, postheat, dan gerinda.

Heavy equipment requires high quality and reliability to support productivity and customer satisfaction. The main frame construction on the machine is made of steel plate and castings which are connected through the Gas Metal Arc Welding (GMAW) process. Current conditions, manufacturers have not seen the residual stress from the manufacturing process as a special consideration to product quality. In this study, a 200x100 mm SM490 steel plate was connected by GMAW robots welding with a single V 45 butt joint. AWS A5.18-05 ER70S-G welding wire 1.4 mm in diameter is used with DCEP polarity and CO2 protective gas. Heat input, specimen thickness, and welding treatment are varied to determine their effect on residual stresses and mechanical properties. Residual stress is measured using a non destructive portable machine based on X-Ray Diffraction (XRD). Hardness values were tested with Microvickers Hardness Tester, tensile strengths with Universal Testing Machine (UTM), and microstructure was observed with optical strereomicroscope and Electron Probe Micro Analyzer (EPMA). The test results show an increase in heat input of 350 J / min increases the stress by 50-90 MPa in the x direction. Increased thickness up to 30 mm, does not provide a significant residual stress difference. However, 40 mm thick, the residual stress would drop 250 MPa. Specimen thicknesses of up to 40 mm provide a reduction in the residual stress in the y direction up to 400 MPa. The grinding process provides tensile residual stresses of up to 800 MPa higher than specimen 2 residual stress (without treatment). The addition of preheat and postheat 150oC had no effect on residual stress. The grinding process reduces the residual stress to 480 MPa. Only jets chisel that consistently provide compression residual stresses of up to 480 MPa in the x and y directions. Increase in heat input up to 350 J/min causes the HAZ hardness value and weld metal to decrease to 50 HB. Specimen thickness up to 30 mm, tends to increase hardness up to 30 HB. The preheat and postheat treatments reduce the value of hardness to 10 HB. In contrast, jet chisel treatment can increase the hardness to 12 HB, especially in weld joints. Various variations in heat input, thickness, and welding treatment do not provide a significant difference in tensile strength. Increasing thickness up to 40 mm tends to reduce strength up to 70 MPa. Jet chisel treatment provides the most optimal residual stress and mechanical properties between preheat, postheat and grinding."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T55180
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>