Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 93238 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mohamad Harry Prabowo
"Performansi HSDPA (High Speed Downlink Packet Acces) dalam hal besarnya throughput yang diterima oleh terminal pelanggan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kemampuan terminal pelanggan, kondisi propagasi radio dan parameter turbo code. Tujuan dalam skripsi ini adalah untuk menganalisa performansi HSDPA pada model propagasi indoor office building, menganalisa pengaruh parameter turbo code terhadap performansi HSDPA, dan mengembangkan program HSDPA yang diperoleh dari West Virginia University.
Hasil simulasi mengindikasikan bahwa throughput HSDPA berbanding lurus dengan jumlah bit informasi dalam blok transport dan jumlah kode HSDSCH yang dialokasikan, serta berbanding terbalik dengan nilai inter-TTI interval. Selain itu, semakin banyak jumlah iterasi turbo code maka performansi throughput HSDPA semakin baik, hal ini disebabkan karena semakin banyak jumlah iterasi turbo code maka nilai BER semakin kecil dan pengiriman transmisi HARQ dapat lebih sedikit, sehingga waktu pengiriman menjadi lebih cepat. Akan tetapi semakin banyak jumlah iterasi turbo code dapat menyebabkan waktu tunda semakin lama.

There are many factors that affect the performances of HSDPA, such as user equipment capabilities, radio propagation condition, and turbo code parameters. The purpose of this paper is to analyze HSDPA performance at office building propagation, and to develop HSDPA program from West Virginia University. This paper has studied turbo code effect to HSDPA performance at office building propagation.
Simulation was based on 3GPP fixed reference channel (FRC) and ITU indoor model propagation. The results indicated that HSDPA throughput performance is proportional to the number of information bits in a transport block, and the number of codes for the HS-DSCH. Besides that, HSDPA performance improved as the number of decoder iteration increased. However turbo codes possesed an inherent tradeoff between performance and latency.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S40376
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mukhammad Khalimudin
"LTE yang merupakan teknologi mobile terbaru menggunakan FEC Turbo code pada Transport Channelnya. Turbo code yang digunakan pada LTE menggunakan component code [1 15/13] pada kedua enkoder RSC (recursive systematic convolutional). Karena kedua enkoder memiliki kode komponen yang sama, maka LTE turbo code termasuk symmetric turbo code. Sedangkan interleaver yang digunakan adalah jenis QPP (Quadratic Polynomial Permutation). Feedback polynomial 13(oktal) merupakan polinomial primitif yang mempunyai performansi bagus pada daerah errorfloor (SNR tinggi) tapi kurang bagus pada daerah waterfall (SNR rendah). Sementara itu, asymmetric turbo code yang menggunakan kode komponen yang tidak sama pada kedua enkodernya diharapkan dapat mengatasi masalah ini.
Skripsi ini mengajukan metode dalam menentukan komponen-komponen asymmetric turbo code untuk teknologi LTE. Metode yang digunakan dalam skripsi ini merupakan modifikasi dari metode riset oleh Cojocariu dkk(2010) pada [3][4]. Adapun interleaver yang digunakan adalah D'QPP. Simulasi dilakukan dengan MATLAB R2013 untuk mendapatkan performansi BER dan FER pada panjang blok data/frame 128, 256 dan 752. Terlihat dari hasil simulasi asymmetric turbo code dengan interleaver D'QPP lebih bagus dibandingkan LTE turbo code pada panjang frame 256 dan 752 dengan selisih coding gain 0.1 dB pada BER 10-6. Sementara untuk panjang frame 128 LTE turbo code lebih bagus dengan selisih coding gain 0.3 dB.

LTE which is the new mobile tecnology uses a turbo code as channel coding in
the Physical Layer Downlink Shared Channel (PHDSC). Turbo code used in the
LTE uses compoent codes [1 15/13] on both RSC (recursive systematic convolutional) encoders. Because two encoders have the same component code, the LTE turbo code is called a symmetric turbo code. Furthermore, used interleavers are QPP (Quadratic Polynomial Permutation). Feedback polynomial 13 belong to primitive polynomial having good performance in errorfloor region (high SNR) but not good in waterfall region (low SNR). Meanwhile, asymmetric turbo codes using different component codes on both encoders may be able to overcome such problem.
This thesis proposed new method in the selection of component codes of asymmetric turbo code to be used in LTE technology. The method used in this thesis is modification of research method by Cojocariu et al(2010) in [3][4]. Interleaver used in research is D'QPP interleaver. Simulation in MATLAB R2013 was used for getting BER and FER performance on block length 128,256 and 752. The results show that asymmetric turbo codes with D'QPP interleaver outperform LTE turbo code on block length 256 and 752 with coding gain difference 0.1 dB at BER 10-6. However, on block length 128, LTE code is better than the best asymmetric with coding gain difference 0.3 dB at same BER.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S58095
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajri Darwis
"Pada transmisi data, untuk mencegah hilangnya informasi karena kesalahan yang tidak terdeteksi, seperti interferensi dan noise, digunakan sistem error correction codes untuk mengatasi kesulitan tersebut dan juga untuk meningkatkan performansi pada jaringan VSAT. Jenis ? jenis error correction codes yang sering digunakan pada jaringan VSAT antara lain seperti reed-solomon, viterbi dan turbo.
Dengan penggunaan error correction codes diharapkan performansi BER dapat ditingkatkan. Performansi BER yang bagus sangat diharapkan untuk mengurangi waktu tidak berhasilnya komunikasi antara dua stasiun bumi, atau dikenal dengan istilah down time. Down time yang sering terjadi pada jaringan VSAT mengakibatkan terjadinya potongan dari harga sewa sehingga mengurangi pendapatan.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut dilakukan pengamatan dan pengukuran yang difokuskan pada teknik pengkodean turbo dan concatenated viterbi/reedsolomon pada jaringan VSAT dengan sistem SCPC dan modulasi yang digunakan 8-PSK dan 16-QAM. Dengan menganalisis performasi BER yang digunakan untuk hubungan antar BTS dan BSC diharapkan down time yang terjadi bisa dikurangi.
Dari data performansi BER, untuk modulasi 8-PSK performansi pengkodean turbo lebih baik 0,4 dB dari pengkodean concatenated viterbi/reed-solomon. Sedangkan untuk modulasi 16-QAM performansi pengkodean turbo lebih baik 0.4 dB dari pengkodeaan concatenated viterbi/ reed-solomon. Dari data tersebut, pengkodean turbo lebih baik untuk diimplementasikan pada jaringan VSAT untuk hubungan antar BTS dan BSC.

To prevent loss of information at data transmission caused by error that is not detected like interference and noise, error correction codes system is applied to overcome this problem as well as to increase the performance for VSAT network. The types of errors correction codes which is often applied for VSAT network is reed-solomon, viterbi and turbo.
With the usage of error correction codes, it is expected that the BER performance can be improved. The improved BER performance is expected to decrease the down time. Down time which often happened at VSAT network decrease of revenue from the rental price of VSAT network.
To overcome this problem, observation is focused by applying turbo and concatenated viterbi/reed-solomon encoding technique for VSAT network with SCPC system and with modulation 8-PSK and 16-QAM. The BER performance will be analyzed and an decreasement of down time is expected.
Analyze of BER performance data shows for modulation 8-PSK, performance of turbo encoding is better 0.4 dB than concatenated viterbi/reed-solomon encoding. For modulation 16-QAM, the performance of turbo encoding is better 0.4 dB than concatenated viterbi/reed-solomon encoding. From analyze result, turbo encoding is better to be implemented for connectivity between BTS and BSC VSAT network.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
R.03.08.120 Dar a
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fajri Darwis
"Pada transmisi data, untuk mencegah hilangnya informasi karena kesalahan yang tidak terdeteksi, seperti interferensi dan noise, digunakan sistem error correction codes untuk mengatasi kesulitan tersebut dan juga untuk meningkatkan performansi pada jaringan VSAT. Jenis ? jenis error correction codes yang sering digunakan pada jaringan VSAT antara lain seperti reed-solomon, viterbi dan turbo.
Dengan penggunaan error correction codes diharapkan performansi BER dapat ditingkatkan. Performansi BER yang bagus sangat diharapkan untuk mengurangi waktu tidak berhasilnya komunikasi antara dua stasiun bumi, atau dikenal dengan istilah down time. Down time yang sering terjadi pada jaringan VSAT mengakibatkan terjadinya potongan dari harga sewa sehingga mengurangi pendapatan.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut dilakukan pengamatan dan pengukuran yang difokuskan pada teknik pengkodean turbo dan concatenated viterbi/reedsolomon pada jaringan VSAT dengan sistem SCPC dan modulasi yang digunakan 8-PSK dan 16-QAM. Dengan menganalisis performasi BER yang digunakan untuk hubungan antar BTS dan BSC diharapkan down time yang terjadi bisa dikurangi.
Dari data performansi BER, untuk modulasi 8-PSK performansi pengkodean turbo lebih baik 0,4 dB dari pengkodean concatenated viterbi/reed-solomon. Sedangkan untuk modulasi 16-QAM performansi pengkodean turbo lebih baik 0.4 dB dari pengkodeaan concatenated viterbi/ reed-solomon. Dari data tersebut, pengkodean turbo lebih baik untuk diimplementasikan pada jaringan VSAT untuk hubungan antar BTS dan BSC.

To prevent loss of information at data transmission caused by error that is not detected like interference and noise, error correction codes system is applied to overcome this problem as well as to increase the performance for VSAT network. The types of errors correction codes which is often applied for VSAT network is reed-solomon, viterbi and turbo.
With the usage of error correction codes, it is expected that the BER performance can be improved. The improved BER performance is expected to decrease the down time. Down time which often happened at VSAT network decrease of revenue from the rental price of VSAT network.
To overcome this problem, observation is focused by applying turbo and concatenated viterbi/reed-solomon encoding technique for VSAT network with SCPC system and with modulation 8-PSK and 16-QAM. The BER performance will be analyzed and an decreasement of down time is expected.
Analyze of BER performance data shows for modulation 8-PSK, performance of turbo encoding is better 0.4 dB than concatenated viterbi/reed-solomon encoding. For modulation 16-QAM, the performance of turbo encoding is better 0.4 dB than concatenated viterbi/reed-solomon encoding. From analyze result, turbo encoding is better to be implemented for connectivity between BTS and BSC VSAT network.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S40575
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"In this paper, the problem of distributed source coding of two correlated image data from the same source using symmetric and asymmetric turbo codes have been addressed...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Meiko Sukma Yoga
"Untuk mengoptimalkan kinerja jaringan komunikasi bergerak maka perlu dilakukan peningkatkan kecepatan data dan kualitas layanan dari sistem komunikasi seluler. Oleh karena itu dikembangkan suatu teknologi yang merupakan pengembangan dari generasi 3G yang disebut HSDPA (High Speed Downlink Packet Access), yang mampu melayani akses data kecepatan tinggi hingga 14 Mbps dan mengurangi waktu tunda serta menambah besarnya kapasitas, yang diperoleh karena penambahan beberapa kanal baru pada layer fisik, implementasi Adaptive Modulation and Coding, Fast Scheduling dan Hybrid Automatic Repeat Request (HARQ).
Pengaruh interferensi dari pengguna lainnya, baik yang berada dalam satu sel maupun sel yang berbeda dapat menurunkan kecepatan data dan kapasitas total dari layanan. Hal ini terjadi karena pengguna menempati kanal yang lebih yang lebih sempit dari sebelumnya dalam bandwidth yang sama sehingga alokasi kanal yang tersedia terbagi dengan pengguna lain yang aktif. Oleh karena itu untuk mendapatkan kecepatan data dan kapasitas maksimum yang lebih besar dibutuhkan bandwidth yang lebih besar pula.
Implementasi dari teknologi ini diharapkan akan mereduksi biaya investasi yang selanjutnya akan menurunkan biaya layanan. Kecepatan data 14 Mbps untuk layanan HSDPA kategori 10 yang ditawarkan secara teori belum dapat dibuktikan karena keterbatasan kemampuan handset yang tersedia dan masih dalam tahap pengembangan, begitu juga dengan jaringan HSDPA belum sepenuhnya diadaptasi dan diimplementasikan di seluruh wilayah Indonesia. Oleh karena itu diperlukan kerjasama yang baik antara operator dan vendor telekomunikasi dalam perencanaan jaringan, khususnya dalam perencanaan base station dan area cakupan yang diinginkan, sehingga teknologi tersebut dapat dikembangkan menjadi lebih baik dan optimal.

To optimized mobile communication network an extention of data speed and quality of service of celluler communication system is need to be done. To achieved that goal, a development from the 3G generation which is called HSDPA (High Speed Downlink Packet Access), that could provide to 14 Mbps high speed data access, reduce the deduction time, and enlarging the data capacity. This is a result from the extra channel in the physical layer, the implementation of Adaptive Modulation and Coding, the implementation of Fast scheduling and also the Hybrid Automatic Repeat Request (HARQ).
Interference effect from other user within a cell or from the other cell, could slow down the data rate and the full capacity of the service. Its as a result of users using a more narrow channel than before, in the same bandwidth, which causing the canal to allocate itself to a more active user. Thus to achieved maximum speed and capacity, a wider bandwidth is needed.
The expectancy from this technology implementation is to deduct the cost of the investment, which as a result will decline the cost itself. The 14 Mbps data speed for the category 10 HSDPA theory, still can't be proven as a result of handset incapability, and also because the HSDPA network that hasn't been implemented all over Indonesia. That's why, cooperation between operator and telecommunication vendor is needed in network planning, specifically in the base station planning and the coverage area wanted, to make the technology development to be better and optimized.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S40392
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Slamet Pranoto
"Penelitian ini berfokus pada peningkatan kualitas jaringan High Speed Downlink Packet Access (HSDPA) dalam industri telekomunikasi. Tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan kualitas jaringan HSDPA dan kepuasan pelanggan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penerapan siklus DMAIC pada Six Sigma dan Importance Performance Analysis (IPA) sebagai kontrolnya. Dari hasil analisis didapat Call Setup Success Rate (CSSR) merupakan parameter Critical to Quality pada HSDPA dengan kualitas terendah. Hasil penelitian memberikan perubahan rata-rata CSSR dari 98,44% menjadi 99,43% dan level sigmanya dari 3,6<σ<3,7 menjadi σ > 4,0. Dan dari hasil pengukuran IPA menunjukan nilai performansi 3,62 melebihi nilai kepentingan 3,56 yang artinya pelanggan puas, sehingga perbaikan tadi sekaligus memberikan hasil baik pada perusahaan.

This study focus on quality improvement of High Speed Downlink Packet Access (HSDPA) network in telecommunication industry. The purpose of this study is to improve quality of HSDPA network and customer satisfaction. The research method used in this reaseach is through implementation of Six Sigma DMAIC cycle and Importance Performance Analysis (IPA) as control. From analysis is found that Call Setup Success Rate (CSSR) as Critical to Quality parameter on HSDPA with lowest quality. The result give the average change in CSSR from 98,44% to 99,43% and sigma level from 3,6<σ<3,7 to σ > 4,0. And the result of IPA measurement show performance score is 3,62 greater than importance score 3,56 that mean the customer is satisfied, so that the improvement was at the same time provide good results on that company."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T35075
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trivia Anggita
"Implementasi aplikasi teknologi 5G yang saat ini mulai digunakan masih memerlukan pengkajian untuk dapat memastikan performa yang dihasilkan. Mengingat banyaknya pengguna aplikasi pada area perkantoran, karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui performa dari aplikasi teknologi 5G di luar ke dalam ruangan (outdoor to indoor) pada area perkantoran dengan menggunakan frekuensi 26 GHz, dengan bandwidth 100 MHz, dan konfigurasi antenna 2 x 2 MIMO ULA (Uniform Linear Array). Penelitian dilakukan melalui simulasi dengan menggunakan tiga skenario terhadap rugi-rugi penetrasi yang terjadi karena penggunaan material gedung dan variasi jarak transmitter dan receiver. Tiga skenario yang diatur dalam penelitian ini diantaranya adalah tanpa adanya rugi-rugi penetrasi, dengan rugi-rugi penetrasi menggunakan material kaca standar dan dengan rugi-rugi penetrasi menggunakan material kaca infrared reflecting (IRR). Jarak yang divariasikan antara lain 50 m, 100 m, 300 m, 500 m, dan 1 km. Dari hasil perhitungan dan simulasi, jarak terjauh yang dapat digunakan untuk aplikasi teknologi 5G adalah 738.02 meter pada skenario dengan rugi-rugi penetrasi menggunakan material kaca standar dengan modulasi QPSK pada kondisi line of sight (LOS). Sementara itu, jarak minimum yang dapat digunakan adalah 57.16 meter pada skenario dengan rugi-rugi penetrasi menggunakan material kaca IRR dengan modulasi QPSK pada kondisi non line of sight (NLOS). Hasil dari penelitian yang dilakukan ini diharapkan mampu menjadi acuan bagi perencana jaringan ketika akan membuat jaringan pada area outdoor to indoor di gedung perkantoran dengan menggunakan material kaca.

Implementation of the 5G technology application currently use still requires assessment to ensure the network performance. Considering the number of application users in the office area, this study was conducted to find out the performance of outdoor to indoor 5G technology applications in office areas using 26 GHz frequency, with a bandwidth of 100 MHz, and 2 x 2 antenna configuration MIMO ULA (Uniform Linear Array). The study was conducted through a simulation using three scenarios of penetration losses that occur due to the use of building materials and variations in the distance of transmitter and receiver. Three scenarios arranged in this study include no penetration losses, with penetration losses using standard glass material and with penetration losses using infrared reflecting (IRR) glass material. The varied distances include 50 m, 100 m, 300 m, 500 m, and 1 km. From the results of calculations and simulations, the farthest distance that can be used for 5G technology applications is 738.02 meters in scenarios with penetration losses using standard glass material with QPSK modulation when line of sight (LOS) conditions. Meanwhile, the minimum distance that can be used is 57.16 meters in scenarios with penetration losses using glass IRR material with QPSK modulation at non line of sight (NLOS) conditions. The results of this research are expected to become a reference for network planners when they are going to make networks in outdoor to indoor areas in office buildings using glass material."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muntaqo Alfin Amanah
"Abstrak
Wireless Sensor Network adalah solusi dalam mengatasi masalah jaringan berbasis kabel terutama dalam aplikasi absensi mahasiswa dengan Tag RFID. Namun, pada studi ini, wireless sensor network diimplementasikan pada kondisi indoor yang memiliki pathloss lebih tinggi dibandingkan pada kondisi outdoor. Penelitian ini menganalisis sebaran daya terima RSSI pada simulasi model indoor path loss COST231 Multiwall dengan menggunakan Radiowave Propagation Simulator (RPS) untuk memodelkan kondisi indoor gedung sesuai dengan kondisi sebenarnya, baik dari ukuran maupun bahan gedung. Simulasi menggunakan 3 Node Router dan 8 End node dari Wifi RFID Reader dengan protocol komunikasi WLAN 1EEE 802.11.n pada frekuensi 2,4 GHz. Hasil simulasi menunjukkan bahwa nilai rata-rata dan standar deviasi RSSI pada kondisi terimplementasi dari router node dan end node adalah -46,94 dBm dan 10,79 secara berturut-turut."
Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan SDPPPI Kementrian Komunikasi dan Informatika, 2018
302 BPT 16:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ichsan Manzali
"Meningkatnya kebutuhan data tidak lepas dari meningkatnya penambahan kapasitas jaringan, ketika kapasitas jaringan sudah tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan pelanggan maka akan terjadi congesty akibat dari kelebihan kapasitas dari node B, tolok ukur congesty ini dapat dilihat dari power utilisasi, dan pemakaian channel element pada node B. Salah satu metode yang diperlukan untuk mengatasi masalah kelebihan kapasitas dari node B ini ialah dengan mengimplementasikan second carrier HSDPA.
Pada tugas akhir ini akan dilakukan pengukuran pada node B Cijantung PT INDOSAT untuk mengetahui kondisi node B pada saat sebelum dan sesudah implementasi dan dalam keadaan jaringan dengan beban tinggi yaitu malam hari dan pada beban rendah yaitu pagi hari. Second carrier dikonfigurasikan dengan merubah parameter yang terdapat pada OSS. Dari hasil pengukuran menunjukkan bahwa dengan metode second carrier dapat mengurangi waktu transfer dan meningkatkan throughput user serta mengurangi utilisasi daya dan pemakaian CE.

Increased data requirements cannot be separated from increased network capacity addition, when the network capacity is no longer able to meet customer needs will occur congest result of excess capacity from node B, the benchmark congest can be seen from the power utilization, and the use of channel element at node B . One of the methods required to overcome the problem of excess capacity from node B is to implement the second carrier HSDPA.
Authors performed measurements on Cijantung PT Indosat node B to determine the condition of the node B at the time before and after implementation and the state of the network with high loads of evenings and at low load of the morning. Second carrier is configured by changing the parameters contained in the OSS From the measurement results show that the second method the carrier can reduce the transfer time and increase user throughput and reduce power utilization and use of CE."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S1719
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>