Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 150982 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Johny Wijaya
"Zeolit merupakan zat yang memiliki sifat sejenis dengan LiCl dan silica gel dalam hal kemampuannya menyerap kandungan uap air dari udara yang hendak dikondisikan. Sudah sejak lama zeolit digunakan iintuk proses katalisis reaksireaksi kimia dalam dunia industri, namun sedikit diantara para ilmuwan yang mengembangkan zeolit untuk keperluan pengeringan (dehumidifikasi). Mengingat zeolit mudah didapat dan mempunyai harga yang relatif terjangkau, maka zeolit memungkinkan untuk bisa dijadikan satu alternatif pengganti LiCl dan silica gel, khususnya untuk aplikasi dehumidifikasi dalam dunia industri.
Penelitian ini dititikberatkan pada pencarian pengaruh modifikasi zeolit alam lampung dengan aktivasi melalui dealuminasi HF 3% dan NH4CI serta kalsinasi sebesar 120°C terhadap kiin-a karakteristik-e'c/z//7/7^/72//?? iiwisiure con(enl-nydi pada temperatur ruangan (25°C) dengan laju aliran fluida 1,2 m/s berbagai variasi kelembaban relatif, dibandingkan dengan zeolit alam lampung referensi (Indratama, 2001) dengan kalsinasi hingga 180°C tanpa proses dealuminasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dibandingkan dengan zeolit referensi, zeolit dengan penambahan HF 3% tidak memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap kemampuan zeolit dalam hal penyerapan kandungan uap air udara, hal mi terlihat dari lebih rendahnya kandungan uap air kesetimbangan dari zeolit ini dengan perbedaan yang teijadi hingga 0,0124 g uap air/g zeolit kering pada RH 56,8925 %. Selain itu, kecepatan penyerapan dari zeolit dengan penambahan NH4CI lebih rendah daripada zeolit referensi, untuk tiap kelembaban relatif yang sama dengan selisih hingga 4,75 jam pada RH 47,54 %. Ini berarti bahwa kalsinasi zeolit dengan temperatur yang lebih tinggi (180''C) pada saat preparasinya akan menaikkan kapasitas adsorbsi zeolit yang lebih baik diandin^kan dengan dealuminasi yang disertai kalsinasi dengan temperatur 120''C. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
S37074
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Suryawan
"Zeolit adalah salah satu material yg memiliki property seperti LiCI dan silica gel dlm kemampuannya menyerap kandungan air dari udara. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh zeolit alam lampung yg diaktivasi dengan dealuminasi 3% Hf dan NH CI serta kalsinasi pada 120 %c. Untuk menunjukkan kurva karakteristik equilibrium Moisture content (EMC) temperatur kamar dijaga pada 25°C. Dengan laju aliran udara 1,2 m/s, dengan variasi relative hamidity (RH) aliran udara. Hasil penelitian ini kemudian dibandingkan dengan zeolit alam lampung refernsi yg diaktivasi hanyadengan pencucian dan pemanasan pada temperatur 180 oC tanpa dealuminasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dealuminasi HF tidak memberikan pengaruh yg bermakna dalam kemampuan adsorbsi zeolit ini. Hal ini dapat terlihat pada nilai EMC yang terendah zeolit ini bila dibandingkan dengan zeolit referensi sampai 0,0124 grup air/g zeolit kering pada RH 56,9 %. Selanjutnya laju adsorbsi zeolit dengan dealuminasi ternyata lebih rendah dari pada zeolit referensi untuk setiap RH dengan perbedaan nilai sampai 4,75 jam pada RH 47,5 %. Sehingga dapat disimpilkan secara umum bahwa proses perlakuan panas terhadap zeolit sampai temperatur 180°C akan meningkatkan kapasitas adsorbsinya bila dibandingkan dengan zeolit dengan dealuminasi HF dan kalsinasi pada temperatur 120°C."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
JUTE-XVI-1-Mar2002-9
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Gustian Jaya
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1993
S41110
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Kaban, Agus Paul Setiawan
"Penelitian berbasis pengembangan green corrosion inhibitor mengalami banyak kemajuan terutama menggunakan bahan organik. Namun penggunaan inhibitor yang diperoleh dengan teknik pirolisis dan kondensasi untuk memperoleh uap cair dari sekam padi belum tereksplorasi. Dalam penelitian ini, unjuk kerja inhibitor sekam padi akan diujicoba di beberapa lingkungan yang relevan dengan kebutuhan industry minyak dan gas yaitu di lingkungan asam dalam hal ini HCl 1M dan potensi penggunaan di industri kilang NH4Cl 7,5 % (0,14 M). Validasi hasil eksperimen unjuk kerja inhibitor dengan menggunakan kecerdasan buatan dilakukan sedangkan potensi penggunaan inhibitor secara ekonomi akan disimulasikan. Pengujian menggunakan Potentiodynamic dan Electrochemical Impedance Spectroscopy dilakukan sebagai hasil identifikasi senyawa yang berkontribusi pada proses inhibisi menggunakan FTIR. Sedangkan perubahan permukaan menggunakan SEM, AFM, dan Contact Angle dilakukan. Efisiensi inhibisi sekam padi di lingkungan asam, dan NH4Cl mencapai 99,82%, dan 96,41%. Hasil pengujian gugus fungsi senyawa furan, fenol, silika, benzena, dan heteroatom menjadi senyawa yang dominan berperan dalam proses adsorpsi secara kimia. Sekam padi berperan sebagai inhibitor anodik baik disemua lingkungan dan menjadi barrier untuk memutuskan hubungan antara lingkungan dengan logam. Pemodelan dengan Deep Learning menunjukkan bahwa lapisan film berevolusi di berbagai arah logam dengan bentuk lingkaran dengan ukuran partikel 100-200 μm dimana akurasi prediksi evolusi film untuk kupon tanpa inhibitor adalah 66,67% lebih kecil dari nilai dengan inhibitor yaitu 81,08%. Hasil pemodelan mengkonfirmasi hasil eksperimen dan dapat digunakan untuk memprediksi unjuk kerja inhibitor dengan menggunakan AI. Penelitian ini dapat digunakan sebagai model penggunaan limbah sekam padi sebagai inhibitor dan berkontribusi mengembangkan kecerdasan buatan untuk membantu memvalidasi hasil eksperimen secara cepat dengan keakuratan yang tinggi.

This work models the development of green corrosion inhibitors using organic compounds which have been rapidly rocketed. Despite the massive growth, the uniqueness of the research dwells in the pyrolysis and condensation technique that remains in siloes. The research paves the way to showcase the inhibition performance of rice husk ash as a green corrosion inhibitor and is tested in several environments, such as HCl 1M and refinery process of NH4Cl 7,5 % (0,14 M). The implementation of artificial intelligence validates the experimental outcomes, while economic utilization is evaluated when industrial scaling up is made available. Potentiodynamic and electrochemical impedance spectroscopy are implemented to test the corrosion resistance of the inhibitor. The FTIR and UV-Vis were conducted to unveil the ultimate content of the inhibitor during the inhibition process. Surface modification evaluation was carried out through SEM and AFM and validated by Contact Angle measurement. Inhibition efficiency shows a remarkable result to reach 99.82% and 96.41% when immersed with 80 ppm and 7,5 ppm inhibitor solution. Furan, Phenolic, Silika, Aromatic Benzena and their heteroatoms are among the dominant functional groups involved in chemical adsorption. Rice husk ash inhibitor shows a mix-type inhibitor that is anodic pre-dominant in dismissing the substrate from the environment. The deep learning model shows the evolution of passive film occurs in numerous sites on the surface of the metal with a spherical shape and 100-200 μm particle size. The accuracy of prediction stands at 66.67% for the uninhibited system, which is less than that of the inhibited system, which is at 81.08%. The modelling result paves the way for the showcase of the evolution of passive film using artificial intelligence and the validation of experimental results with high accuracy."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Liovicinie Andarini
"Formalin pada kadaver dapat menimbulkan masalah bagi sekitarnya, salah satunya memperlambat proses dekomposisi saat kadaver dikuburkan, sehingga perlu dilakukan penetralan. Salah satu senyawa yang dapat digunakan adalah ammonium klorida. Oleh karena itu, penelitian ini akan membandingkan kemampuan penetralan berbagai persentase larutan ammonium klorida terhadap formalin 4%. Penelitian ini menggunakan 18 ekor mencit (Mus musculus), dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu mencit yang diawetkan dengan formalin 4%, mencit yang diawetkan dan diberikan penetral ammonium klorida 20%, dan mencit yang diawetkan dan diberikan penetral ammonium klorida 40%. Mencit kemudian dikebumikan selama 5 minggu dan dinilai tingkat dekomposisinya. Proses dekomposisi kelompok formalin 4% lebih cepat dibandingkan kelompok ammonium klorida 20% dan 40%. Tidak adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok ammonium klorida 20% dan 40%. Peneliti menduga karena adanya pembentukan resin urea-formalin, serta pH tanah yang rendah juga menghambat perkembangan bakteri. Setelah itu, tidak dilakukan pengukuran kadar formalin di dalam jaringan sehingga masih ada kemungkinan terdapat formalin yang belum dinetralkan pada kelompok ammonium klorida 20% dan 40%, membuat tidak ada perbedaan antara kedua kelompok tersebut. Proses dekomposisi tungkai mencit yang diawetkan dengan formalin 4% lebih cepat dibandingkan yang dinetralkan dengan ammonium klorida. Tidak ada perbedaan antara proses dekomposisi antara tungkai mencit yang dinetralkan dengan ammonium klorida 20% dan 40%.

Formaldehyde in cadavers can cause many problems to the environment, one of them is by decreasing the decomposition rate when cadavers were buried, hence needed to be neutralized. One of the ways is by using ammonium chloride. This study aims to compare between different neutralizing ammonium chloride concentrations on the decomposition of preserved hindlimb of mice. This study uses 18 mice (Mus musculus) divided into three study groups, which is mice that is preserved with 4% formaldehyde, mice that is preserved and neutralized by 20% ammonium chloride, and mice that is preserved and neutralized by 40% ammonium chloride. Afterwards, the mice will be buried for 5 weeks and evaluated by the decomposition. The decomposition of 4% formaldehyde group is faster than 20% and 40% ammonium chloride group. There is no significant difference between 20% and 40% ammonium chloride group. Researcher suspects that this is due to the formation of urea-formaldehyde resin, and low soil pH that inhibits bacterial growth. Other than that, formaldehyde levels in the tissue of the mice are not measured, so there is still a possibility that the formaldehyde has not been neutralized, causing no difference between the two groups. Decomposition process of hindlimb that is preserved by 4% formaldehyde is faster than hindlimb that is preserved and neutralized by ammonium chloride. There is no significant difference between decomposition process of preserved hindlimb that is neutralized by 20% and 40% ammonium chloride."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Rafani
"Penelitian ini bertujuan mempelajari pembentukan nanopartikel strontium hexaferrite yang disubstitusi secara parsial ion Mn dan Ti. Sintesis material dilakukan melalui proses mechanical alloying menghasilkan partikel material fasa tunggal dengan komposisi SrFe9Mn1.5Ti1.5O19. Pembentukan nanopartikel dilakukan dengan menggunakan destruksi ultrasonik partikel yang telah mendapat perlakuan etching. Dalam hal ini, partikel kristalin yang diperoleh dari tahapan pemaduan mekanik direndam dalam larutan yang mengandung etching agent HF 48% (Hydroflouric Acid). Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh etching terhadap efektivitas pembentukan nanopartikel selama proses destruksi ultrasonik, maka diberikan variasi perlakuan berupa etching agent konsentrasi berbeda yaitu 5%, 10%, 15%. Untuk setiap larutan waktu perendaman sampel ditetapkan selama 10, 20, dan 30 menit sebelum perlakuan destruksi ultrasonik diterapkan. Pengujian material menggunakan XRD (X-Ray Diffraction) untuk mengetahui pembentukan fasa dan distribusi ukuran kristalit, PSA (Particle Size Analyzer) untuk mengukur distribusi ukuran partikel, dan SEM (Scanning Electron Microscopy) untuk melihat morfologi partikel.
Hasil identifikasi XRD memastikan tidak terjadi perubahan fase setelah proses destruksi ultrasonik dan etching. Berdasarkan hasil evaluasi PSA diketahui bahwa ukuran partikel material setelah tahapan sintesis adalah 732 nm. Sedangkan, hasil ukuran rata-rata partikel setelah proses destruksi ultrasonik pada material tanpa perlakuan etching adalah 150 nm. Ukuran rata-rata partikel pasca perendaman dalam larutan HF berkonsentrasi 5 % selama 10, 20, dan 30 menit masing-masing adalah 138 nm, 214 nm, 385 nm. Untuk konsentrasi 10% adalah 142 nm, 235 nm, 302 nm, dan untuk 15% adalah 162 nm, 269 nm, 368 nm. Sedangkan, pada kristalit tidak terjadi perubahan ukuran secara signifikan hanya berada dalam rentang 22-28 nm pada semua partikel pasca perendaman dan destruksi. Dapat disimpulkan bahwa partikel dari material dengan perlakuan etching HF memiliki kecenderungan terjadinya peningkatan ukuran terhadap durasi waktu etching yang semakin lama dibandingkan dengan ukuran partikel pada material tanpa etching. Sedangkan pada kristalit, proses etching tidak terlalu memberikan pengaruh pada perubahan ukuran.

This research is aimed at studying the formation of substituted Mn and Ti strontium hexaferrite nanoparticles. Synthesis material was conducted by a mechanical alloying process which produced single phase material particles of SrFe9Mn1.5Ti1.5O19 composition. The formation of nanoparticles was done by means of ultrasonic destruction of particles which have been chemically treated. In this case, the crystalline particles obtained from mechanical alloying were immersed into a solution containing 48% HF etching agent (Hydrofluoric Acid). To what extent the influence of etching agent on the effectiveness of nanoparticle formation during the process of ultrasonic destruction, then three different solutions containing HF of respectively 5%, 10%, 15% were employed. For each solution the immersion time for particles was set for 10, 20, and 30 minutes before ultrasonic destruction started. As to the material characterization, the following tools were employed: XRD (X-Ray Diffraction) was used to determine the phase formation and distribution of crystallite sizes, PSA (Particle Size Analyzer) to measure the particle size distribution, and SEM (Scanning Electron Microscopy) to look at the morphology of the particles.
XRD results confirmed that there have no changed in materials phase after ultrasonic destruction and etching process. Based on results of PSA evaluation, the mean particle size of the material after the synthesis was 732 nm. The particles were refined to the mean size 150 nm after ultrasonic destruction process with no etching treatment given. However, the mean particle size after immersion in a solution containing HF of 5% for 10, 20, and 30 minutes respectively are 138 nm, 214 nm and 385 nm. While for those of 10% respectively are 142 nm, 235 nm, 302 nm, and for 15%, the mean particle size are respectively 162 nm, 269 nm and 368 nm. As to the crystallite sizes evaluation, results showed no significant changing in crystallite sizes. The mean crystallite sizes were in the range 22-28 nm obtained in all particles after immersion and destruction. It can be concluded that particles of material with longer HF etching treatment tend to increase the size when compared with that of no treatment. The etching process and ultrasonic destruction do not give ant significant effect to the crystallite sizes.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S59428
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahruddin Taufiq
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1993
S40306
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fionna Christie Emmanuela
"Rifampisin memiliki ke1arutan yang rendah dalam medium cairan paru-paru, sehingga efikasi" "obat tidak optimal. Pada penelitian sebe1utnnya, penambahan eksipien peningkat ke1arutan seperti manitol terbukti dapat meningkatkan kelarutan dan disolusi rifampisin dari sediaan serbuk inhalasi. Namun, ukuran partikel serbuk inhalasi rifampisin-manitol tersebut belum memenuhi persyaratan untuk terdeposisi di paru-paru. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan sediaan serbuk inhalasi rifampisin-manitol yang memiliki sifat aerdonamis yang baik dengan adanya penambahan 30% 1-leusin, 1,5% amonium bikarbonat, atau kombinasi keduanya, dengan tetap mempertahankan kelarutan dan pe1epasan obat yang baik da1am medium cairan paru-paru. Formulasi serbuk inhalasi rifampisin-manitol dibuat dengan metode semprot kering, kemudian dikarakterisasi rendemen, kandungan lembab, ukuran partikel geometris dan aerodinamis, serta ke1arutan dan profil disolusinya da1am medium simulasi paru­ paru. Penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan kombinasi 30% l-1eusin dan 1,5% amonium bikarbonat pada serbuk inhalasi rifampisin-manito1 (F4) menghasilkan serbuk inhalasi dengan sifat aerodinamis yang paling baik, dengan kelarutan dan disolusi yang dapat dipertahankan dengan baik. Pengukuran menggunakan Anderson Cascade Impactor (ACI) menunjukkan diameter aerodinamis padarentang 0,57 ± 1,2Jlm hingga 11,59 ± 1,29Jlm dengan rata-rata diameter sebesar 7,76J1m, persentase serbuk teranalisis (Emitted Fraction I EF) sebesar 34,96%, dan % Fine Particle Fraction (FPF) sebesar 41,22°/o. Pengujian kelarutan memberikan hasi1 sebesar 1,51 ± 0,02 mg/mL dan persentase obat terdisolusi sebesar 20,22%" "± 1,78% yang menunjukkan penurunan berturut-turut sebanyak 0,82 dan 0,66 kali lipat" "dibandingkan formulasi rifampisin-manitol. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpu1kan bahwa formu1asi rifampisin-manitol dengan kombinasi 30% 1-leusin dan 1,5% amonium.

Poor solubility of rifampicin in the lung fluid could fail to exert an optimal therapeutic effect." "In the previous study, the addition of mannitol can be used to enhance the solubility and dissolution rate of rifampicin dry powder inhaler. However, the particle size of the previous rifampicin-mannitol dry powder does not meet the criteria to be deposited in the deep lung yet. This study aimed to produce rifampicin-mannitol dry powder inhaler with good aerodynamic properties by adding 30% of 1-leucine, 1,5% of ammonium bicarbonate, or both while maintaining a good solubility and dissolution rate of the drug in simulated lung fluid. All formulations were produced by spray drying, then characterized by their yield, moisture content, geometric and aerodynamic particle size distribution, as well as solubility and dissolution rate in simulated lung fluid. This study indicated that rifampicin-mannitol formulation with 30% addition of 1-leucine and 1,5% of ammonium bicarbonate (F4) showed the best aerodynamic properties, with good solubility and dissolution rate. Measurement using Anderson Cascade Impactor (ACI) showed aerodynamic diameter at the range from 0.57 ±" "1.26J..Lm to 11.59 ± 1.29p.m, with mean diameter of 7.76p.m, 34.96% Emitted Fraction (EF), and % Fine Particle Fraction (FPF) of 41.22%. Compared to rifampicin-mannitol formulation, the solubility and dissolution rate of F4 are decreased by 0,82 and 0,66 times to 1,51 ± 0,02 mg/mL and 20.22% ± 1.78% respectively. As a conclusion, rifampicin-mannitol dry powder inhaler with 30% addition of 1-leucine and 1.5% of ammonium bicarbonate perform the best aerodynamic properties."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
G. Pituati
"Growth and yield of plants are increased when plants are provided with mixtures of nitrate and ammonium compared with either form alone. Therefore, the objective of this experiment was determine the optimum of nitrate and ammonium ratio caused an increased in growth and yield of green pak choy (Brassica chinensis L.) The experiment was designed in Randomized Completely Design with five treatments of nitrate ammonium ratios and arranged in four replication. The treatments of nitrate ammonium ratio were : 100/0; 75/25; 50/50; 25/75 and 0/100. The results showed that nitrogen fertilizer applied in mixture nitrate and ammonium gave different effects in leaf nitrate reductase activity, leaf nitrogen content, growth and yield of green pak choy. There was significant correlation between the leaf nitrate reductase activity and leaf nitrogen content. There was also significant correlation between the leaf nitrate reductase activity with growth and yield of green pak choy. Nitrate ammonium ratio at 75/25 and 50/50 have better affect on the leaf nitrate reductase activity, leaf nitrogen content, growth and yield of green pak choy"
[s.l]: [s.n], 2006
580 AGR 19 (1-4) 2006
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>