Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162650 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harjanto Tanudirdjo
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1993
S35985
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riska Amalia Putri Hutami
"Indonesia telah mengimplementasikan Universal Health Coverage sejak 1 Januari 2014, ini merupakan suatu prestasi sekaligus tantangan. Maka dari itu, strategi rumah sakit dalam meningkatkan mutu dan mengendalikan biaya adalah dengan membuat clinical Pathway, salah satu perangkat yang digunakan untuk memperbaiki proses pelayanan. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif bersifat cross sectional, mengambil data sekunder dari rekam medik dan berkas billing pasien yang dirawat 1 januari ? 31 Desember 2014 di Rumah Sakit Hermina Depok, populasi 1107 pasien dan sampel dipilih berdasarkan variasi terbanyak yaitu pasien dengan riwayat Sectio caesaria sebanyak 265 pasien. Diolah menggunakan software ?Tools Pengembangan Pra Clinical Pathway dan Evaluasi Clinical Pathway? serta pengolahan data univariat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien yang memiliki resiko tinggi persalinan operasi 26.4%, lebih rendah daripada pasien yang tidak memiliki resiko persalinan operasi yaitu sebesar 73,6%. Pasien dengan jenis pembayaran pribadi lebih banyak yaitu 53.6% daripada pasien asuransi 45.3% dan JKN BPJS hanya 1.1%. Kamar perawatan kelas II lebih banyak dipilih oleh pasien yaitu 33%, VIP 29%, kelas III 23%, dan paling sedikit adalah kelas I yaitu 15%. ALOS sebesar 3.16 dan 99.6% hari perawatan sudah sesuai. Tidak semua pasien dilakukan visite berturut-turut selama masa perawatan. Terdapat 11 parameter pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan paket ibu 94.3% lebih banyak dilakukan dibandingkan dengan pemeriksaan paket persiapan operasi 25.7% dan hematologi rutin 8.7%, terdapat 8 parameter lain yang dilakukan terpisah dari paket dan tidak ada dalam clinical pathway. Pemeriksaan CTG 40% ini lebih banyak dilakukan dibandingkan pemeriksaan USG 0.8%.
Penggunaan kelas terapi obat telah sesuai dengan clinical pathway yaitu; ringer laktat, RL/D5, obat-obatan anestetik, analgesik, antibiotik, uterotonika, roborantia, dan lactagogue. Kelas terapi yang tidak terdapat dalam clinical pathway adalah antiemetik. Tindakan operasi Sectio caesaria dan pemasangan infus adalah 100%, pemasangan oksigen 93.2%, sedangkan pemasangan kateter 75%. Kesesuaian utilisasi layanan di hari pertama, seluruh variabel menunjukkan adanya perbedaan dengan rencana perawatan dalam clinical pathway. Hari kedua, masih ada tindakan operasi sebesar 15.5%, konsultasi 5%, pemeriksaan laboratorium 78.5% dan pemeriksaan radiologi 4.2%. Hari ketiga, masih ada tindakan operasi sebesar 1.5%, konsultasi 8%, dan pemeriksaan laboratorium 0.04%. Utilisasi layanan di hari keempat dan kelima, utilisasi sudah sesuai dengan clinical pathway.

Indonesia has implemented a Universal Health Coverage since January 1, 2014, this is an achievement and a challenge. Therefore, the strategy of hospitals in improving quality and controlling costs is to make a clinical pathway, one of the devices that are used to improve the service process. This research uses descriptive quantitative approach is cross sectional, taking secondary data from medical records and billing files hospitalized patients from January 1 - December 31, 2014 at the Hermina Depok Hospital, a population of 1107 patients and samples selected based on variations of the most is patients with a Sectio Caesaria history as 265 patients. Processed using software 'Tools Pre-Clinical Development and Evaluation of Clinical Pathway' as well as data processing univariate too.
Results showed that patients who are at high risk 26.4% is lower than patients who do not have the risk of delivery operations in the amount of 73.6%. Patients with the type of personal payment is 53.6% more than insured patients of 45.3% and JKN BPJS only 1.1%. Treatment rooms class II preferred by patients is 33%, 29% VIP, 23% Class III, and the least is the Class I is 15%. ALOS at 3,16 and 99.6% of treatment days was appropriate. Not all patients got visited row during treatment. There are 11 parameters of laboratory tests, examination of 94.3% mothers pack a lot more done than the preparation packet inspection operation of 25.7% and 8.7% routine hematology, there are 8 other parameters are done separately from the package and not in clinical pathways. CTG examination is 40% more than an ultrasound examination carried 0.8%.
The use of therapeutic classes of drugs are in compliance with clinical pathways, namely; Ringer's lactate, RL/D5, anesthetic drugs, analgesics, antibiotics, uterotonic, roborantia, and lactagogue. Therapeutic classes that are not included in the clinical pathway is an antiemetic. Surgery and the infusion was 100%, 93.2% oxygen installation, while the catheter 75%. Suitability utilization of services in the first day, all the variables showed a difference in treatment planning in clinical pathways. The second day, there is still a surgery operation 15.5%, 5% consultations, 78.5% laboratory tests and radiological examinations 4.2%. The third day, there is still an operation of 1.5%, 8% consultations, and 12.04% laboratory tests. Utilization of services in the fourth and fifth days, the utilization is in accordance with clinical pathways.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Rispah Sulistianingsih
"Latar Belakang: Angka penggunaan metode sesar pada persalinan di Indonesia semakin meningkat bahkan melebihi target yang ditetapkan World Health Organization (WHO). Pemeriksaan kehamilan yang dilakukan oleh dukun diduga berkontribusi terhadap tingginya angka komplikasi kehamila atau persalinan yang merupakan indikasi dilakukannya persalinan sesar.
Tujuan : Mengetahui hubungan tenaga pemeriksa kehamilan dengan penggunaan metode sesar pada persalinan di Indonesia.
Metode : Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Sumber data penelitian yaitu data sekunder SDKI 2017. Variabel yang diteliti yaitu metode persalinan sebagai variabel dependen, variabel independen utama yaitu tenaga pemeriksa kehamilan, dan variabel kovariat meliputi, faktor sosiodemografi, riwayat kehamilan dan riwayat persalinan ibu. Analisis menggunakan regresi logistik dengan software SPSS 21.
Hasil: Dari 14.646 WUS, 3,9% memeriksakan kehamilan pada dukun, 30,7% pada dokter ahli kandungan dan 65,7% oleh bidan/dokterumum/perawat. Hasil analisis multivariat menunjukkan adanya interaksi antara tenaga pemeriksa kehamilan dengan komplikasi persalinan. Jika dibandingkan dengan wanita yang memeriksakan kehamilan pada bidan/dokter umum/perawat dan tidak mengalami komplikasi persalinan maka, Wanita yang memeriksakan kehamilan pada dokter ahli kandungan dan mengalami komplikasi persalinan berpeluang 0,73 kali untuk menggunakan metode sesar. Wanita yang memeriksakan kehamilan pada dokter ahli kandungan dan tidak mengalami komplikasi persalinan berpeluang 2,95 kali untuk menggunakan metode sesar. Wanita yang memeriksakan kehamilan pada dukun dan mengalami komplikasi persalinan berpeluang 1,84 kali untuk menggunakan metode sesar. Wanita yang memeriksakan kehamilan pada dukun dan tidak mengalami komplikasi persalinan berpeluang 0,58 kali untuk menggunakan metode sesar. Wanita yang memeriksakan kehamilan pada bidan/dokter umum/perawat dan mengalami komplikasi persalinan berpeluang 1,48 kali untuk menggunakan metode sesar.
Kesimpulan: Ada hubungan yang signifikan antara wanita yang memeriksakan kehamilan pada dokter ahli kandungan dan dukun dengan penggunaan metode sesar. Hubungan tersebut berbeda berdasakan ada tidaknya komplikasi persalinan. Oleh karena itu, promosi kesehatan terkait pentingnya pemeriksaan kehamilan oleh tenaga kesehatan yang kompten perlu dilakukan. Adanya reward bagi bidan atau puskesmas jika cakupan pemeriksaan kehamilan pada teanga kesehatan mencapai 100% di wilayah kerjanya.

Background: The rate of use of the cesarean delivery method in Indonesia has increased even more than the target set by the World Health Organization (WHO). Pregnancy checks conducted by traditional birth attendants are thought to contribute to the high rates of pregnancy complications or labor, which is an indication of cesarean delivery.
Objective: to determine the relationship between pregnancy examiners and the use of cesarean delivery methods in Indonesia.
Method: This study used a cross sectional design. The source of research data is the secondary IDHS 2017 data. The variables studied were the method of labor as the dependent variable, the main independent variables were the pregnancy examiner staff, and the covariate variables included, sociodemographic factors, history of pregnancy and maternal labor history. Analysis using logistic regression with SPSS 21 software. Results: Of the 14,646 WUS, 3.9% had a check-up on a dukun, 30.7% in an obstetrician and 65.7% by a midwife / doctor / nurse / nurse. The results of the multivariate analysis showed an interaction between pregnancy examiners and labor complications. When compared with women who examined their pregnancies in midwives / general practitioners / nurses and did not experience labor complications then, women who had a pregnancy examination with obstetricians and had labor complications had a chance of 0.73 times to use the cesarean method. The woman who examined the pregnancy at the obstetrician and did not experience labor complications had a chance of 2.95 times to use the cesarean method. Women who had a pregnancy check up on a dukun and had labor complications were 1.84 times more likely to use the cesarean method. Women who examined their pregnancies in a dukun and did not experience labor complications had a 0.58 chance to use the cesarean method. Women who examined their pregnancies in midwives / general practitioners / nurses and experienced labor complications had a chance of 1.48 times to use the cesarean method. Conclusion: There was a significant relationship between women who examined the pregnancy in obstetricians and traditional birth attendants with the use of the cesarean method. The relationship is different based on the presence or absence of labor complications. Therefore, health promotion related to the importance of prenatal check- ups by a qualified health worker needs to be done. There is a reward for midwives or health centers if the coverage of prenatal care in health care reaches 100% in the work area.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T52761
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Rahmayanti
"Persalinan seksio sesaria merupakan salah satu alternatif persalinan yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Masalah fisik dan psikologis lebih sering muncul pada ibu post partum dengan persalinan seksio sesaria. Keluhan fisik dan psikologis post seksio sesaria tersebut dirasakan lebih berat oleh ibu-ibu usia remaja. Dukungan perawat maternitas penting untuk membantu ibu post seksio cesarea usia remaja dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan dapat beradaptasi dengan peran baru sebagai ibu. Teori self care berfokus pada kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhan perawatan dirinya secara mandiri sedangkan teori becoming a mother bertujuan memenuhi kebutuhan dasar ibu post seksio usia remaja dan membantu ibu dalam pencapaian peran menjadi ibu. Penggabungan penerapan teori self care dan becoming a mother cocok digunakan perawat untuk membantu ibu post seksio cesarean usia remaja untuk merawat dirinya mencapai peran sebagai orangtua. Perawat dapat menggunakan kerangka kerja Orem dan Mercer sebagai panduan pengkajian dan intervensi keperawatan untuk memfasilitasi pencapaian peran maternal.

Cesarean sectional delivery is one of the birth alternatives that increase from year to year. Physical and psychological problems are more common in post partum mothers with sesarian sectional delivery. Physical and psychological post sectional complaints of sesaria are felt more severe by teenage mothers. The support of the maternity nurse is important to assist the post cesarean mother of adolescent age in fulfilling her basic needs and be able to adapt to the new role of mother. Self care theory focuses on the ability of individuals to meet self care needs independently while the theory of becoming a mother aims to meet the basic needs of post adolescent post adolescent mothers and assist mothers in achieving the role of motherhood. Merging the application of the theory of self care and becoming a mother suitable nurses used to help post cesarean mothers cesarean age to care for her achieve the role as a parent. Nurses may use the Orem and Mercer framework as a guide for nursing assessment and interventions to facilitate the achievement of maternal roles."
Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Kurniasih
"

Rasa sakit yang tidak ditangani dengan adekuat setelah operasi sesar dikaitkan dengan peningkatan kejadian nyeri kronis dan Post Traumatic Stress Syndrome (PTSS). Saat ini Ibu S berjenis kelamin perempuan, berusia 27 tahun, bekerja sebagai karyawan swasta, dengan status obstetri P1A0. Ibu S melahirkan secara sesar dengan indikasi pengapuran plasenta, persalinan berlangsung lancar dan tidak terdapat permasalahan yang muncul. Masalah yang saat ini paling mengganggu ialah nyeri pada luka sesar. Ibu S memberi nilai 6 dari nyeri yang dirasakan dan berdasarkan numeric pain intensity scale termasuk dalam golongan nyeri sedang. Ibu S mengatakan nyeri tersebut mengganggu aktivitas sehari – harinya sehingga memerlukan penanganan lebih lanjut terhadap nyeri yang dirasakan. Intervensi yang dilakukan ialah penatalaksanaan non – farmakologis yaitu endorphin massage dan terapi murottal Al – Qur’an. Setelah dilakukan intervensi selama empat hari dengan satu kali intervensi dalam sehari yang dibantu oleh suami Ibu S dalam pelaksanaan intervensi, Ibu S memberi nilai 5 dari nyerinya setelah melakukan intervensi.


Pain that is not treated adequately after cesarean section is associated with an increased incidence of chronic pain and Post Traumatic Stress Syndrome (PTSS). At present Mrs. S is female, 27 years old, works as a private employee, with P1A0 obstetric status. Mrs. S gave a cesarean delivery with indications of calcification of the placenta, labor went smoothly and no problems arose. The problem that is currently most disturbing is pain in cesarean wounds. Mrs. S gave a value of 6 of the pain felt and based on the numerical pain intensity scale included in the category of moderate pain. Mrs. S said that the pain interfered with her daily activities so that she needed further treatment of the pain felt. The interventions carried out were non-pharmacological management, namely endorphin massage and Al-Qur'an murottal therapy. After intervening for four days with one intervention a day assisted by Ms. S's husband in the implementation of the intervention, Ms. S gave a value of 5 of the pain after intervening.

"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Githa Putri Puspita Sari
"Sakit kritis merupakan suatu kondisi terjadinya gangguan fungsi multiorgan yang menyebabkan homeostasis tubuh tidak dapat dipertahankan tanpa adanya intervensi medis di unit perawatan intensif. Proses hiperkatabolik akibat stres metabolik pada pasien sakit kritis terutama di fase akut sangat tinggi sehingga menyebabkan degradasi protein. Tingkat degradasi ini dapat dilihat salah satunya dengan pemeriksaan kehilangan nitrogen melalui urin 24 jam. Asupan energi dan protein berperan penting dalam memelihara proses metabolisme yang terjadi. Asupan yang tidak adekuat diiringi kehilangan protein yang tinggi akan menghasilkan nilai imbang nitrogen yang negatif. Tujuan penelitian ini untuk melihat korelasi asupan protein selama fase akut terhadap perubahan imbang nitrogen yang dinilai pada hari ke-3 dan ke-7 perawatan. Metode penelitian ini menggunakan desain potong lintang yang dilakukan di Intensive Care Unit Rumah Sakit Universitas Indonesia (ICU RSUI) dengan pengambilan sampel secara consecutive sampling. Kriteria penerimaan adalah berusia 18-60 tahun, mendapatkan asupan protein pertama dalam 48 jam, dan bersedia mengikuti penelitian. Kriteria penolakan adalah produksi urin <0.5 ml/kgBB/jam, gangguan fungsi ginjal dan hati kronis, IMT <18.5 atau ≥30 kg/m2, skor APACHE II>30, hamil, dan mendapat norepinefrin >0.3 mcg. Kriteria pengeluaran adalah mendapatkan rerata asupan protein hari ke-3 hingga ke-7 <0.5gr/kgBB/hari, dan meninggal sebelum hari ke-7. Pemeriksaan kadar nitrogen urea urin 24 jam dan perhitungan imbang nitrogen dinilai pada hari ke-3 dan ke-7 perawatan. Hasil penelitian menunjukkan rerata asupan protein dan energi pada 21 subyek adalah 0.8 gr/kgBB/hari dan 78% dari EE pada hari ke-3, lalu rerata asupan pada hari ke-7 adalah 1.1 gr/kgBB/hari dan 110% dari EE. Rerata kadar NUU dan imbang nitrogen hari ke-3 adalah 8.1 gr dan -5.3 gr. Rerata kadar NUU dan imbang nitrogen hari ke-7 adalah 7.2 gr dan -1.5 gr. Rerata perubahan imbang nitrogen bernilai positif yaitu 3.8 gr. Terdapat korelasi positif antara asupan energi maupun protein terhadap imbang nitrogen hari ke-3 (r=0.5, p=0.01; r=0.6, p=0.003). Walaupun terdapat perbaikan imbang nitrogen yang signifikan pada subyek penelitian namun tidak didapatkan korelasi bermakna antara asupan protein terhadap perubahan imbang nitrogen (p=0.1). Kesimpulan penelitian ini adalah asupan energi dan protein berkorelasi positif dengan imbang nitrogen pada early acute phase. Asupan protein pada late acute phase tidak berhubungan dengan perubahan imbang nitrogen pada penelitian ini

Critical illness is a condition where multiorgan dysfunction occurs which causes body homeostasis that cannot be maintained without medical intervention in the intensive care unit. The hypercatabolic process due to metabolic stress in critically ill patients, especially in the acute phase, is very high, causing protein degradation. This level of degradation can be evaluated by examining nitrogen loss through 24-hour urine. Energy and protein intake plays an important role in maintaining the metabolic processes. Inadequate intake accompanied by high protein losses will result in negative nitrogen balance values. The aim of this study was to analyze the correlation of protein intake during the acute phase with nitrogen balance changes on days 3 and 7 of treatment. The method of this study was cross-sectional with consecutive sampling, conducted in the Intensive Care Unit of the University of Indonesia Hospital (ICU RSUI). Inclusion criteria were 18-60 years old, getting their first protein intake within 48 hours, and willing to take part in the research. Exclusion criteria were urine output <0.5 ml/kgBW/hour, chronic kidney and liver function disorders, BMI <18.5 or ≥30 kg/m2, APACHE II score>30, pregnancy, and receiving norepinephrine >0.3 mcg. Drop out criteria were patients having an average protein intake on days 3 to 7 <0.5 gr/kgBW/day, or dying before the 7th day. Examination of 24-hour urine urea nitrogen (UUN) levels and calculation of nitrogen balance were assessed on days 3 and 7 of treatment. The results of the study showed that the mean of protein and energy intake in the 21 subjects was 0.8 gr/kgBW/day and 78% of EE on day 3, then the mean intake on day 7 was 1.1 gr/kgBW/day and 110% of EE. The mean ​​of UUN levels and nitrogen balance on day 3 were 8.1 gr and -5.3 gr. The mean of UUN levels and nitrogen balance on day 7 were 7.2 gr and -1.5 gr. Mean of nitrogen balance changes was positive, namely 3.8 gr. There was a positive correlation between energy and protein intake with nitrogen balance on day 3 (r=0.5, p=0.01; r=0.6, p=0.003). Although there was a significant improvement in nitrogen balance in the research subjects, there was no significant correlation between protein intake with nitrogen balance changes (p=0.1). The conclusion of this study is that energy and protein intake were positively correlated with nitrogen balance in the early acute phase. Protein intake in the late acute phase was not associated with nitrogen balance changes in this study."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karlina
"ICU Rumah Sakit Pusat Pertamina merupakan salah satu ICU dengan kapasitas besar yang terdapat di Indonesia. Fasilitas yang dimilikinya cukup lengkap, standar operasional prosedur maupun jumlah serta kompetensi tenaga kerja yang bekerja didalamnya membuat instalasi ini dapat disetarakan dengan ICU tersier yaitu ICU pada level tertinggi yang biasanya terdapat pada rumah sakit rujukan atau pendidikan yang mampu mengatasi berbagai macam kondisi kritis pasien karena lengkapnya fasilitas yang dimiliki.
Akan tetapi ICU RSPP ini masih perlu mendapatkan perhatian lebih demi tujuan pelayanan yang optimal kepada pasien sesuai dengan visi dan misi RSPP kedepan. Melihat sumber daya dan kesempatan yang ada, maka pilihan model open pada sistem tata laksana pasien di ICU yang diterapkan selama ini dinilai sudah kurang sesuai hal ini disebabkan karena masih tingginya angka mortalitas, dokter intensivis maupun anestesi yang masih membagi waktunya dengan pembiusan di ruang operasi, panjangnya rantai pengambilan keputusan terapi dan masih bercampurnya antara pasien yang sungguh-sungguh membutuhkan ICU dengan pasien yang belum sepenuhnya memerlukan tindakan intensive.
Oleh karena itu peneliti mencoba menemukan model manajemen pasien yang dianggap lebih sesuai, efisien dan efektif bagi pasien maupun untuk rumah sakit. Metoda yang dipilih adalah Focus Group Discussion (FGD), indepth interview dan observasi karena topik yang diangkat merupakan topik yang sangat khusus dan belum banyak penelitian tentang ICU di Indonesia, juga karena sedikitnya waktu responden untuk dapat berkumpul serta metoda ini dapat memberikan jawaban yang lebih kaya karena adanya interaksi responden. Peneliti juga melakukan studi banding di 2 (dua) rumah sakit top referral di Jakarta dan Surabaya.
ICU RSPP memiliki sumber daya yang cukup besar yaitu 1 orang tenaga intensivis dan 3 orang tenaga anestesi yang siap mengikuti pelatihan intensivis, tenaga paramedis yang telah mendapat sertifikat intensive care sebanyak 75% dan terdapat 19 macam keahlian spesialis serta kapasitas jumlah tempat tidur sebanyak 22 buah membuat ICU RSPP pantas disetarakan dengan ICU tersier. Bukan hanya itu, standar prosedur tata laksana pasien telah disusun sesuai dengan semi-close model, hanya pelaksanaannya yang belum sesuai.
Dari hasil FGD dan indepth interview didapatkan bahwa sebagian besar peserta FGD menyatakan komposisi tempat tidur ICU saat ini masih kurang dan perlu adanya pemisahan fungsi ICU seperti ICCU dan ICU anak. Sedangkan dari hasil indepth interview menyatakan sebagian besar jumlah tempat tidur ICU sudah cukup dan sebagian kecil menyatakan kurang, dengan terbanyak menyatakan perlu adanya pemisahan.
Tentang jumlah dan kompetensi tenaga kerja sebagian besar peserta FGD menyatakan jumlah tenaga kerja dan kompetensinya dinyatakan cukup, sedangkan sebagian kecil menyatakan kurang. Untuk pertanyaan ini sengaja hanya ditanyakan pada kelompok FGD dikarenakan kelompok FGD adalah personil yang bekerja di unit ICU RSPP. Sedangkan kelompok indepth interview adalah kelompok dokter spesialis yang mengirimkan pasien ke ICU, sehingga penilaian atas kebutuhan jumlah tenaga kerja di kelompok ini kurang relevansinya.
Pertanyaan selanjutnya adalah tentang siapakah yang berwenang menentukan penilaian kritis pasien yang masuk ke ICU, pada kelompok FGD seluruhnya menyatakan dokter intensivis yang berwenang sekaligus mengukuhkan perlunya kehadiran dokter intensivis tersebut di ICU. Sedangkan kelompok indepth interview sebagian besar menyatakan dokter intensivis yang berwenang, dan sebagian kecil menyatakan dokter ruangan-lah yang berwenang.
Untuk menemukan jawaban pada pertanyaan apa yang lebih baik antara open model atau close-model pada kelompok FGD peneliti menggunakan teknik bertanya melalui bagaimana penentuan pasien masuk dan siapa yang bertanggung jawab, seluruh informan FGD menyatakan dokter intensivis dalam semi-close model ICU-lah yang terbaik. Sedangkan kelompok indepth interview sebagian besar menyatakan close model atau paling tidak semi-close adalah yang lebih baik dan sebagian kecil menyatakan open model-lah yang lebih cocok. Pada jawaban responden yang sebagian kecil tersebut ketika digali tentang kompetensi dokter yang merawat pasien kritis, keseluruhannnya menjawab dokter intensivis-lah yang lebih berkompeten akan tetapi pemilihan manajemen di ICU tetap diinginkan open model dengan asumsi dokter yang merawat sejak awal lebih memahami penyakitnya.
Selanjutnya harapan dan saran untuk perbaikan ICU mendatang seluruh dari informan FGD maupun responden pada indepth interview menyatakan perlu adanya perbaikan yang didukung oleh adanya kebijakan dari manajemen rumah sakit.
Sedangkan hasil studi banding yang telah peneliti lakukan di 2 (dua) rumah sakit top referral didapatkan hasil indikator yang lebih rendah dari hasil di Rumah Sakit Pusat Pertamina dikarenakan sebagai rumah sakit rujukan terakhir, kondisi pasien yang dirujuk seringkali berada dalam keadaan terminal atau sangat buruk. Tentu saja kondisi ini membuat angka harapan hidup pasien menjadi lebih kecil.
Bila melihat kondisi kegawatan pasien yang dirawat di ICU kiranya perlu suatu nilai standar yang disepakati bersama oleh persatuan dokter intensive care sebagai tolok ukur hasil kinerja medis yang dapat dievaluasi setiap bulan atau setiap tahun. Nilai standar ini dapat pula dijadikan sebagai target pencapaian keberhasilan suatu upaya pertolongan kritis pasien. Nilai standar dapat diambil dari nilai skor kritis pasien yang digunakan untuk menilai keadaan awal pasien sebelum pasien masuk ICU.
Dari keseluruhan hasil kegiatan penelitian ini di dapatkan kesimpulan bahwa pilihan semi-close model ICU menjadi pilihan yang paling sesuai yaitu dengan menempatkan dokter spesialis intensivis sebagai captain di ICU yang bekerja sama berkolaborasi dengan dokter spesialis yang merawat pasien tersebut sebelumnya."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T41273
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Padang: Padang Pusat Penelitian UNAND , 1990
610.8 KAP
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>