Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9211 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1992
S36034
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutapea, Romida Anastasia Fabiola
Depok: Universitas Indonesia, 2002
S24431
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
IG. Ngurah Askhara Danadiputra
"ABSTRAK
Dengan adanya krisis ekonomi yang terjadi hingga saat ini, yang di mulai dengan
jatuhnya nilai tukar mata uang Rupiah pada pertengahan tahun 1997, menyebabkan
hancumya sebagian besar dunia usaha di Indonesia. Tidak terkecuali dampaknya terhadap
Pertamina sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap pengadaan bahan bakar
minyak dalam negeri, hal ini dikarenakan Indonesia masih mengimpor minyak mentah
dari luar negeri khususnya minyak yang berasal dari negara-negara Arab, yang
mempunyai kandungan gas buangan lebih rendah dan minyak yang dihasilkan oleh
Pertamina (Indonesia). Bahkan diprediksikan dalarn 10 tahun mendatang Indonesia akan
menjadi net importir untuk bahan bakar minyak dunia, hal ini disebabkan semakin
tipisnya cadangan sumur minyak yang ada di daerah-daerah.
Hal tersebut di atas mendesak Pertamina mencari alternatif energi lain untuk
menggantikan minyak bumi tersebut, baik untuk kebutuhan energi masyarakat maupun
sebagai penghasil devisa untuk negara. Cadangan gas bumi yang cukup besar di bumi
Indonesia mendorong Pertamina menekan investor asing untuk pendanaan eksplorasi gas
tersebut. Selain itu Pertamina juga harus bekerja sama dengan para kontraktor asing yang
memiliki teknologi eksplorasi yang canggih dan efisien, hal ini penting mengingat gas
yang diambil untuk bisa di jual ke luar negeri hanya efisien secara ekonomis
didistribusikan dengan pipa sepanjang maksimum 4000 kilometer, selebihnya harus
dicairkan melalui proses hidranisasi sehingga dapat diangkut dengan kapal tanker.
Eksplorasi gas ini sebenarnya sudah benlangsung dari awal 1980-an, hanya saja kapasitas
dan biaya yang dibutuhkan serta teknologi yang digunakan tidak sebesar sekarang.
Dalam hal mencari pembiayaan eksplorasi tersebut Pertamina terbentur kepada
beberapa hal terutama menyangkut ketentuan Undang-undang S tahun 1971 yang
mengatur Pertamina sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap pengadaan dan
distribusi BBM di Indonesia. Salah satu diantaranya adalah retensi 5% yang diberikan
oleh Pemerintah untuk setiap hasil penjualan produk dari suatu proyek, hal ¡ni memaksa
Pertamina untuk mencari pembiayaan yang tidak melibatkan asset Pertamina sebagai
jaminan pembiayaan yang Iazimnya berlaku.
Dalam perkembangarinya, pembiayaan yang dipilih adalah pendanaan proyek
yang tidak melibatkan collateral tambahan untuk menjamin pembiayaan proyek.
Pendanaan ini sangat bergantung kepada kekuatan cash flow yang digunakan sebagai
pengembalian pinjaman dan bunga proyek. Penentuan skema pembiayaan juga
mempunvai peranan penting khususnya bagaimana mengatur arus kas yang digunakan
sebagai sumber pelunasan. Skema Trustee Borrowing Scheme sangat membantu
Pertamina sebagai kordinator/manajemen dalam pembiayaan eksplorasi gas Bontang
(Bontang LNG Reability Enhancement-BLRE).
Dari analisa yang dilakukan pada karya akhir ini disimpulkan bahwa proyek
BLRE yang memakan biaya USD 303 juta ini dan melibatkan para lender komersial
dunia, memberikan nilai tambah finansial yang rendah kepada Pertamina sebagai
penanggung jawab proyek BLRE ini. Dengan pendapatan hanya dari retensi Pemenintah
sebesar 5% dari total hasil penjualan gas tersebut maka Pertamina secara keseluruhan
tidak mendapatkan manfaat yang berarti. Hal ini ditambah dengan kenyataan bahwa
proyek ini tidak sepenuhnya full recourse, dalam artian hasil proyek (cash inflow)
membiayai semua kewajiban yang timbul akibat dari produksì proyek. Pertamina sebagai
sponsor harus bertanggung jawab bila terjadi penurunan harga yang dapat menyebabkan
terganggunya cash inflow proyek, di mana terlihat dari reserve account yang harus tetap
dijaga dengan nominal tertentu.
Dari beberapa kenyataan di atas dapat kita lihat bagaimana sebenarnya resiko
(biaya) yang ditanggung oleh Pertamina lebih besar bila dibandingkan dengan
pendapatan (retensi 5%) yang diterima. Sehingga perlu terobosan baru dalam skema
pembiayaan proyek BLRE ini.
Salah satu yang penting adalah bagairnana Pertamina merubah visi bisnis seperti
yang diterapkan saat ini, yang hanya menjadi kordinator dan manajemen proyek, menjadì
pemain yang lebih strategis sehingga mendapat nilai tambah secara nyata. Memposisikan
perusahaan menjadi intermediary antara produsen (PSC) dan pembeli luar negeri dapat
memberikan margin tambahan kepada Pertamina. Hal ini dapat dijelaskan sebagai
berikut, PSC sebagai produsen gas yang mempunyai komposisi bìaya at cost (semua
pendapatan dinyatakan dalam biaya produksì) menjual bahan baku gas tersebut kepada
Pertamina, yang kemudian oleh Pertamina diolah menjadi bahan setengah jadi (LNC3 atau
Petrochemical gas) dan baru dijual kepada pembeli luar negeri, sehingga dalam skema
besar tersebut resiko yang diterima oleh Pertamina seimbang dengan pendapatan yang
diperoleh.
Kelayakan proyek didukung dengan perhitungan serta analisa yang mencakup
kepada economic analysis, financial analysis dan analisa kualitatif yang memberikan
fakta perhitungan bahwa pendanaan proyek BLRE ini layak untuk dibiayai. Hal penting
lainnya adalah price sensitivitas yang dilakukan cukup ekstnim yaitu 40% dibawah harga
pasar, namun dengan perhitungan dengan formula harga yang telah disepakati, cash
inflow tetap dapat menjamin pembayaran kewajiban proyek. Selain itu juga dibahas
interest rate parity, yaitu menjelaskan alasan penggunaan sukubunga USD yang secara
kasar lebih besar dari pembiayaan mata uang kuat lainnya seperti Jepang Yen dan
Pounsterling.
Pada akhirnya tulisan ¡i i diharapkan membuka hal-hal yang dapat meningkatkan
nilai perusahaan Pertamina, terutama dalam hal pemutusan pembiayaan proyek-proyek
besar baik yang dilakukan oleh Pertamina maupun industri migas nasional pada
umumnya, Hal ini juga penting diketahui oleh institusi pembiayaan baik komersial seperti
bank umum, maupun institusi finansial iainnya, agar dapat lebih terbuka melihat
pembiayaan yang dilakukan Pertamina, dimana pengembalian proyek tidak melulu dan
adanya colateral tambahan dari perusahaan itu saja, namun mengetahui bahwa
pembiayaan dengan menggunakan project finance lebih menguntungkan dan cocok untuk
pembiayaan proyek pada saat krisis ini, khususnya dalam pembiayaan proyek energi.
"
2001
T1557
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eddy Subroto
"Pembelian minyak mentah merupakan salah satu kegiatan penting bagi PERTAMINA, selain untuk memenuhi kebutuhan minyak mentah bagi kilang dalam rangka pemenuhan bahan bakar minyak dalam negeri yang jumlahnya semakin lama semakin besar, juga terkadung pengertian semakin besarnya pengeluaran biaya sehingga perlu adanya suatu penghematan didalam pengadaan/impor minyak mentah.
Pada mulanya dalam pengadaan/impor minyak mentah dilakukan melalui affiliasi, yaitu Permindo Oil, Pella Oil, Pacific Petroleum & Trading Co., Ltd dan telah dilakukan dalam kurun waktu yang lama, sehingga PERTAMINA sangat tergantung kepada affiliasi tersebut dan tidak pernah berhubungan langsung dengan para pemasok diluar negeri.
Tetapi terhitung mulai bulan Juni 1998, Pemerintah mewajibkan PERTAMINA untuk memutuskan hubungan dengan afliasi diatas, maka Direksi PERTAMINA memerintahkan Dinas Pemasaran minyak - Divisi Pemasaran Luar Negeri dimana penulis juga ikut terlibat didalamnya untuk melakukan pembelian langsung dengan para pemasok di luar negeri. Hal itu merupakan beban berat karena belum berpengalaman dalam hal tersebut dan ditambah lagi beban moril karena Pemerintah kurang percaya bahwa hal tersebut dapat dilakukan oleh PERTAMINA. Tetapi semua itu merupakan tantangan bagi kami, dengan tekad kuat kami lakukan dan ternyata hal tersebut kami dapat lakukan dengan baik dengan hasil adanya penghematan sebesar US$ 18.42 per barrel.
Hasil tersebut belum memuaskan, untuk itu perlu adanya analisa dan pengamatan lebih lanjut untuk mencari peluang/terobosan/pemikiran baru untuk meningkatkan penghematan baik melalui komponen harga pembelian minyak mentah,, yaitu : tingkat premium dan biaya angkut, pola pengadaan/impor minyak mentah, yang dilakukan oleh PERTAM1NA dari tahun 1990 sampai dengan tahun 1998 serta mengadakan negosiasinegosiasi dengan para pemasok diluar negeri dari bulan Januari 1999 sampai dengan bulan Maret 1999 sehingga dapat dihemat lagi USS 0.70-0.80/bbl dan US$ 0.05/bbl."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Haris Budi Agung
"Skripsi ini membahas bagaimana ketentuan konstitusional mengenai pengelolaan minyak dan gas bumi di Indonesia. Pasal 33 UUD mengamanatkan bahwa sumber vital negara harus dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dimana dalam kerangka hukum pengelolaan minyak dan gas bumi ditafisrkan oleh Mahkamah Konstitusi sebagai pengelolaan yang dilakukan oleh negara melalui BUMN perminyakan (Pertamina). Dalam skripsi ini juga akan menjabarkan ketentuan konstitusional tersebut dengan mengkaji Production Sharing Contract sebagai instrumen pengelolaan ditingkat hulu mulai dari sejarah kontraknya, anatomi kontrak hingga ruang lingkup kontrak ini dalam pengelolaan hulu migas.
Selain itu skripsi ini juga membahas peran pertamina sebagai BUMN perminyakan di indonesia dimana akan dijabarkan bentuk perusahaan ini dalam mengelola sektor hulu migas di Indonesia berdasarkan Undang-undang BUMN, PP No. 31 tahun 2003, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2005, beserta regulasi lainnya. Lalu akan diberikan suatu studi kasus singkat terhadap peran Pertamina dalam kontrak bagi hasil produksi yakni kontrak pengelolaan perpanjangan blok mahakam. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif, dimana data penelitian ini sebagian besar dari studi kepustakaan.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa (1) Pengelolaan sumber minyak dan gas bumi harus dikelola oleh BUMN demi kemandirian energi bangsa, dikarenakan Pasal 33 UUD 1945 memberikan rujukan pihak-pihak yang diutamakan dalam mengelola sumber daya alam yang vital dan strategis, (2) Kontrak bagi hasil produksi hanyalah sebuah instrumen dalam mengelola hulu migas di Indonesia dan tidak serta merta tunduk kepada kesepakatan kedua belah pihak yang berkontrak melainkan harus mengacu kepada ketentuan konstitusional dan undang-undang terkait, (3) Pertamina sebagai BUMN Permiminyakan seharusnya memiliki privilege dalam mengelola sumber minyak dan gas bumi di Indonesia dengan menjadi pihak yang memegang monopoli ilmiah dan kuasa atas PSC yang lebih dari sekedar kontraktor.

The focus of this thesis is analyzing how constitutional provision regulated on managing oil and gas in Indonesia. Article 33 Constitutional Act 1945 mandates that vital source must be managed for people's prosperity as much as possible which is in oil and gas' legal framework interpreted by Constitutional Court as management that organized by the state through petroleum state-owned enterprises (Pertamina). This thesis also describe those constitutional provision by examining Production Sharing Contract (PSC) as legal instrument in managing oil and gas in upstream level start from the contract's history, contract's anatomy to the scope of this contract in managing oil and gas.
Furthermore, this thesis also analyzing the role of Pertamina as petroleum state- owned enterprises in Indonesia where will be analyzed start from this enterprise's form in managing upstream sector of oil and gas in Indonesia based on Act of State-Owned Enterprises, PP No. 31 years of 2003, Act No. 22 years of 2001, PP No. 34 years of 2005 along with other regulation. Afterwards, there is brief case study on the role of Pertamina in Production Sharing Contract that is contract of management extension on Blok Mahakam. This research's using juridical- normative methods where most of research data obtained from literature study.
The result of this research state that (1) The management of oil and gas source must be managed by State-Owned Enterprises for the nation's energy autonomy because Article 33 Constitutional Act 1945 gives referral parties prefered in managing vital and strategic natural resources, (2) Production Sharing Contract (PSC) is only an instrument in managing upstream level of oil and gas in Indonesia and it doesn't directly comply to the agreement of both parties whose involved in contract but it must refer to the constitutional provision and other related acts, (3) Pertamina as petroleum State-Owned Enterprises should have privileged in managing oil and gas source in Indonesia by being party which hold monopoly power of the scientific and authority of PSC more than being contractor.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S55536
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Santoso
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Mohammad Indra Warga Dalem
"Tidak ada abstrak"
Depok: Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nandang Suherlan
Jakarta: Pertamina Persero, 2006
650.759 8 NAN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Satria Permana
"Pertamina menjadi satu-satunya perusahaan BUMN yang mengelola pertambangan minyak sejak tahun 1968. Pertamina diharapkan menjadi penyangga dan agen dari program pemerintah Orde Baru dalam pelaksanaan Pelita. Pada tahun 1973 hingga pertengahan 1974, fungsi Pertamina sebagai BUMN yang menunjang program Pelita berjalan dengan baik. Embargo minyak yang dilakukan OPEC, berdampak pada terjadinya oil boom di Indonesia. Kenaikan devisa negara melalui sector minyak pun meningkat hingga 70%. Namun di penghujung tahun 1974 hingga tahun 1975, Pertamina justru mengalami masa krisis. Hal ini disebabkan karena Pertamina tidak dapat melunasi hutang jangka pendek dan jangka panjangnya yang telah jatuh tempo. Selain itu terjadinya mismanagement di dalam tubuh Pertamina menyebabkan BUMN ini menjadi terjerembab dalam timbunan hutang. Sehingga negara pun harus menanggung beban hutang yang tinggi akibat krisis dalam tubuh Pertamina dan menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi terhambat.

Since 1968 Pertamina became the only one the State-Owned Company which manages the mining of oil in Indonesia. Pertamina expected to support Government?s programs and agencies of the New Order in the implementation of Pelita. From 1973 until mid 1974, the functions that support the state-owned Pertamina as Pelita program has a good progress. OPEC?s oil embargo made a effect to the Indonesia?s oil industry, and made a oil boom period about 1973 until 1975. The increase in foreign exchange through the oil sector has increased by 70%. But at the end of 1974 until 1975, Pertamina entered to the time of crisis. It caused by Pertamina cannot pay off short-term and long past due. Besides of that, the mismanagement within the Pertamina is causing a fall in a heap of debt. Thus state must took the burden of high debt crisis in the body and cause the Pertamina Indonesia's economic growth to be obstructed."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S42719
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>