Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 113467 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pardede, N. Denny Boy
"Self-Compacting Concrete adalah beton yang mampu memadat dengan beratnya sendiri, tanpa dibutuhkannya penggunaan peralatan pemadatan beton. Self- Compacting Concrete (SCC) merupakan perkembangan dalam pekerjaan beton, baik terhadap pelaksanaan teknis maupun kwalitas jangka panjang beton yaitu performance dan durabilitinya
Faktor penting pada SCC ini adalah workability yang tinggi, yang dapat dicapai dengan memaufaatkan perkembangan tel-cnologi material bcton yaitu admixture su perplasticizer. Metode perancangan SCC juga memiliki kekhasan tersendiri.
Penerapan SCC pada kegiatan Iokal khususnya kwalitas konstuksi perumahan perlu dikaji. Penelitian ini mengulas workability SCC dalam variasi utama w/c-ratio dan variasi lainnya S/A, TA, metode perancangan campuran Digunakan material lolcal dan admixture lokalnya superplasticizer Structuro 335 dan retarder Conplast R.
Data yang digunakan adalah data kwantitatif dari kegiatan Laboratorium Hasil penelitian diukur dalam workability slump, slump flow, filling height, waktu ikat, kuat tekan dan modulus elastisitas SCC. Dan untuk membanding kwalitas SCC ini dibuat juga plain concrete dengan komposisi yang sama dengan SCC. Jangkauan kekuatan tekan yang diperoleh dad kegiatan Laboratorium untuk SCC adalah 37 MPa - 58 MPa. Dari rangkaian kegiatan ini, menambah wawasan tentang SCC khususnya Workability SCC dan kelayakannya untuk digunakan dalam kegiatan kwalitas konstruksi perumahan.

Self-Compacting Concrete is a concrete which able to consolidate under it?s own weight without the need of concrete compaction equipment.Self-Compacting Concrete (SCC) is an development in concrete working, as technical achievement and as long temt performance and durability development.
One of main factor on SCC is a high workability, which can be achieved by using advanced material technology, which is super plasticizer admixture. Method of mix design I`or SCC also has a unique among other conventional concrete.
Applying SCC to local construction, especially for housing civil construction quality is needed to be research. This paper observe SCC workability by w/c-ratio main variable, and other variable such as S/A, TA, and mix design method. Local material is used, and local admixture is super plasticizer Structuro 335 and retarder Conplast R.
The used data is data quantitative from laboratories phase. Observation measured in workability slump, slump flow, filling height, setting time, compressive strength, and modulus of elasticity of SCC. And to judge quality of SCC, plain concrete with exact raw material composition is made. Compressive Strength reported from laboratorium lying between 37 MPa - 58 MPa for SCC. From whole of this research, we hope our knowledge about SCC is expanded especially about its workability and the reliable of its used to house construction quality.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S35087
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nourma Yunita
"Self Compacting Concrete (SCC) memberikan solusi baru dalam dunia teknologi beton saat ini, karena tidak memerlukan vibrator untuk pemadatannya. Self Compacting Concrete telah digunakan dan dikembangkan di luar negeri, begitu juga di Indonesia sudah ada proyek - proyek pembangunan gedung-gedung bertingkat maupun jembatan yang menggunakan Self Compacting Concrete. Self Compacting Concrete (SCC) adalah beton yang mampu memadat dengan beratnya sendiri, tanpa diperlukan peralatan pemadatan beton. Self Compacting Concrete merupakan perkembangan teknologi dalam pekerjaan beton, baik terhadap pelaksanaan teknis maupun kualitas jangka panjang beton yaitu performance dan durabilitinya. Faktor penting pada SCC ini adalah workability yang tinggi, yang dapat dicapai dengan memanfaatkan perkembangan teknologi material beton yaitu admixture superplasticizer.
Dalam penelitian ini digunakan admixture (Adva superplasticizer) untuk mengetahui tingkat kelecakan pada beton Self Compacting Concrete dengan water ratio yang rendah mampu untuk mempertahankan tingkat kelecakannya. Pengujian workability dilakukan dengan menggunakan alat Slump Cone, Papan Slump Flow, dan L-Shape Box. Untuk pengujian kuat tekan beton dilakukan pada umur 1, 3, 7, 14 dan 28 hari, pengujian kuat geser beton dilakukan pada umur 3,7 dan 28 hari, pengujian kuat lentur beton dilakukan pada umur 28 hari. Pada pengujian kuat tekan diutamakan untuk umur 1 hari untuk kuat tekan awal dan 28 hari untuk kuat tekan akhir dari beton. Data yang digunakan adalah data kuantitatif dari kegiatan laboratorium.
Hasil penelitian diukur dalam Workability Slump, Slump flow, waktu ikat, kuat tekan, kuat geser dan kuat lentur dari Self Compacting Concrete. Dari rangkaian kegiatan ini, dapat menambah wawasan tentang Self Compacting Concrete khususnya Workability SCC dan Kuat Tekan dari Self Compacting Concrete dalam kegiatan kualitas bangunan konstruksi.
Kata Kunci : Adva Superplasticizer, Performance, Durability, Workability Slump Cone, Slump Flow, L-Shape Box, Kuat tekan, Kuat geser dan Kuat lentur.

Self Compacting Concrete (SCC) gives a new solution in a concrete technology lately, since it does not need a vibrator for compacting. Self Compacting Concrete has been used and developed abroad, and also in Indonesia. There are some high rise building and bridge projects using Self Compacting Concrete. Self Compacting Concrete is a concrete which can compact itself by taking advantage of its self weight, without using any compacting tools. Self Compacting Concrete is a technology innovation in concrete work, both in technical practice and long term concrete quality such as performance and durability. The important factor of SCC is high workability, which can be reached by taking granted of the technology innovation of the concrete material, which is admixture superplasticizer.
In this experiment, admixture (Adva superplasticizer) is used to find the workability level in Self Compacting Concrete with a low water ratio to endure its workability. The workability testing is done by using slump cone, slum flow board, and L-shaped box. For the concrete compressive strength testing, it is done when the concrete reaches its age, which are 1, 3, 7, 14, and 28 days. Then, the concrete shear strength testing is taken at the age 3, 7, and 28 days. Besides, the concrete flexural strength testing is performed at the age of 28 days. In the compressive strength testing, it is important to take the initial compressive strength at the age of 1 day, and final compressive strength at the age of 28 days. The data used is a quantitative data from the laboratory work.
The experiment results measured in slump workability, slump flow, setting time, compressive strength, shear strength, and flexural strength of the Self Compacting Concrete. From the series of several activities done, we expect that those can broaden our knowledge about Self Compacting Concrete especially in SCC Workability and compressive strength in the quality of construction industry.
Keywords : Adva Super-plasticizer, Performance, Durability, Workability, Slump Cone, Slump Flow , L-shaped box, Compressive strength, Shear strength, and Flexural strength.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S35748
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Afiandra Robinur Pratomo
"Perkembangan zaman menuntut pembangunan infrastruktur secara massif dan beton sering digunakan sebagai struktur utama pada bangunan. Sebagai bahan alternatif untuk mengurangi penambangan secara besar-besaran maka dapat menggunakan limbah cangkang Anadara granosa. Cangkang nadara granosa dijadikan serbuk hingga menyerupai agregat halus. Pada penelitian ini, dilakukan analisis terhadap beton SCC dengan substitusi parsial agregat halus menggunakan serbuk Anadara granosa sebanyak 5%. Hasil kuat tekan optimum yang diperoleh sebesar 44.99 MPa, yang menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan variasi lainnya. Selanjutnya, dilakukan pengujian pada balok beton bertulang dengan substitusi agregat halus kerang Anadara granosa sebanyak 5%. Hubungan load-displacement pada balok menunjukkan hasil yang baik, dengan beban maksimum pada balok 1 sebesar 7010 kgf dengan displacement 13.70 mm, balok 2 sebesar 7020 kgf dengan displacement 22.10 mm, dan balok 3 sebesar 7100 kgf dengandisplacement 20.32 mm. Ketiga balok tersebut menunjukkan kapasitas yang melebihi perhitungan kapasitas teori dalam pembebanan monotonik. Pada saat beban maksimum, terdapat pola retak dominan pada area lentur dengan beberapa retak geser yang sangat kecil. Fenomena penutupan retak terlihat saat beban diangkat atau dilepas pada area geser. Analisis eksperimental dan numerik menggunakan metode DIC dan CAST3M membuktikan hasil yang cukup akurat, dengan lendutan balok dari analisis DIC dan CAST3M memiliki margin kesalahan sekitar 2%-3% dari hasil eksperimen menggunakan LVDT.

The development of time demands massive infrastructure construction, and concrete is often used as the main structural material in buildings. As an alternative material to reduce large-scale mining, Anadara granosa shell waste can be utilized. The Anadara granosa shells are processed into powder to resemble fine aggregates. In this research, an analysis was conducted on Self-Compacting Concrete (SCC) with partial substitution of fine aggregates using Anadara granosashell powder by 5%. The obtained optimum compressive strength was 44.99 MPa, indicating a higher value compared to other variations. Furthermore, reinforced concrete beams with 5% substitution of fine aggregates with Anadara granosa shell were tested. The load-displacement relationship of the beams showed good results, with a maximum load of 7010 kgf and displacement of 13.70 mm for beam 1, 7020 kgf and displacement of 22.10 mm for beam 2, and 7100 kgf and displacement of 20.32 mm for beam 3. All three beams exhibited capacities exceeding theoretical calculations under monotonic loading. At the maximum load, dominant cracking patterns were observed in the flexural area, with a few small shear cracks. The phenomenon of crack closure was observed when the load was removed or released in the shear area. Experimental and numerical analyses using the DIC and CAST3M methods proved to yield reasonably accurate results, with deflections obtained from DIC and CAST3M analyses showing a margin of error of approximately 2%-3% compared to the LVDT experimental results."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monika Kristyana Putri
"Serangan sulfat pada beton dalam jangka panjang dapat merusak ikatan antar material penyusun beton, sehingga mengurangi durabilitas beton. Salah satu teknologi praktis dalam pencegahan dampak serangan sulfat adalah penggunaan semen Portland tipe V. Selain itu, perkembangan teknologi beton berupa Self-Compacting Concrete (SCC) dapat meminimalisir jumlah void sehingga mengurangi difusi larutan sulfat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari karakteristik SCC dengan semen Portland tipe V, dan mengetahui pengaruh serangan sulfat terhadap beton dengan semen Portland tipe V. Benda uji direndam pada air suling selama 28 hari, kemudian diperlakukan dengan beberapa variasi perendaman, yaitu menggunakan air suling, air laut, larutan magnesium sulfat 5%, dan perlakuan wetting-drying (rendam-angkat) pada larutan magnesium sulfat 5% selama 14 dan 28 hari. Peninjauan pengaruh sulfat terhadap beton dilakukan dengan pengujian kuat tekan, kuat tarik belah, kuat lentur, dan permeabilitas. Kekuatan tekan, tarik belah, dan lentur beton diukur pada umur ke-28, 42, dan 56 hari. Sementara permeabilitas diukur ketika beton berumur 42 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama 28 hari, ketiga variasi perendaman menyebabkan penurunan kekuatan mekanis pada benda uji dibandingkan dengan benda uji yang direndam pada air suling. Akibat variasi perendaman air laut, presentase penurunan yang terjadi pada kekuatan tekan, tarik belah, dan tarik lentur masing-masing sebesar -7,23%, 3,37%, dan 1,68%. Sementara, akibat variasi perendaman larutan magnesium sulfat 5%, presentase penurunan pada kekuatan tekan, tarik belah, dan tarik lentur masing-masing sebesar -26,99%, -24,39%, dan 16,2%. Dan akibat perlakuan rendam-angkat pada larutan magnesium sulfat 5%, presentase penurunan pada kekuatan tekan, tarik belah, dan tarik lentur masing-masing sebesar -37,15%, -17,59%, dan 33,52%. Sementara, akibat perendaman dalam air laut, larutan magnesium sulfat, dan perlakuan rendam angkat pada magnesium sulfat, terjadi peningkatan penetrasi air pada uji permeabilitas, dengan presentase masing-masing sebesar -35,6%, 5,2%, dan 22,94%. Hasil yang didapat pada penelitian ini memerlukan penelitian lebih lanjut diakibatkan oleh kesalahan yang terjadi selama pembuatan benda uji.

Sulfate attack on concrete in a long period of time breaks the bond between the former materials, so that it reduces durability of concrete. One of some practical technologies in mitigating the effect of sulfate attack is the use of type V Portland cement. Besides, the advancement of concrete technology, namely Self-Compacting Concrete (SCC) can reduce the diffusion of sulfate solution through the void because of its smaller amount of void. The objectives of this study are to examine the characteristic of SCC using type V Portland cement, and to study the effect of sulfate attack on type V Portland cement concrete. The concrete is treated with some methods of immersion: using tap water, sea water, 5% magnesium sulfate solution, and wetting-drying cycle on 5% magnesium sulfate solution during 14 and 28 days after being immersed during 28 days on tap water. Effect of sulfate attack on concrete reviewed by observing the compressive, splitting tensile, and flexural strength, also the permeability on each sample. The compressive, splitting tensile, and flexural strength of concrete observed on the 28th, 42nd, and 56th day. While, the permeability observed only on the age of 42 days. The result of this study shows that the immersion of samples in those three variation of immersion during 28 days results in the reduction of mechanical strength relative to the samples immersed in tap water. The rates of reduction on compressive, splitting tensile, and flexural strength due to the immersion in sea water, consecutively, are -7,23%, 3,37%, and 1,68%. While, due to the immersion in 5% magnesium sulfate solution, the rates of reduction on compressive, splitting tensile, and flexural strength, consecutively, are -26,99%, -24,39%, and 16,2%. And The rates of reduction on compressive, splitting tensile, and flexural strength due to wetting-drying cycle on 5% magnesium sulfate solution, consecutively, are -37,15%, -17,59%, and 33,52%. Otherwise, the immersion in sea water, magnesium sulfate solution, and wetting-drying cycle on magnesium sulfate solution results in the increase of water penetration level on the permeability test, by the rate of -35,6%, 5,2%, and 22,94%. The result of this research needs a more advanced research, due to the errors happen in the making of the samples."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S595
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wisnu Ady Prasetiyo
"Ketika beton berada dalam lingkungan air laut, tanah, dan kawasan industri dimana banyak terkandung sulfat, beton akan menjadi rentan terhadap serangan sulfat yang dapat mengurangi durabilitas beton akibat adanya disintegrasi material-material penyusun beton oleh sulfat. Bermacam-macam teknologi dikembangkan untuk mencegah serangan sulfat ini. Salah satunya adalah dengan pengembangan semen portland tipe II. Selain itu, dewasa ini dikembangkan juga beton pemadatan sendiri (self compacting concrete/SCC) yang memiliki flow ability yang tinggi yang dapat mengurangi permeabilitas beton yang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan perusakan beton oleh sulfat. Namun demikian, seberapa besar ketahanan beton SCC yang menggunakan semen portland tipe II perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Penelitian ini dilakukan dengan cara membedakan metode perendaman beton. Setelah direndam dalam air suling selama 28 hari, beton akan direndam dalam empat kondisi, yaitu dalam air suling, dalam air laut, dalam larutan magnesium sulfat 5%, dan dalam larutan magnesium sulfat 5% dengan metode perendaman rendam angkat yang mengikuti perilaku pasang surut air laut selama 14 dan 28 hari. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian kuat tekan, kuat tarik belah, kuat lentur, dan permeabilitas. Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa benda uji yang direndam dalam lingkungan yang mengandung sulfat menyebabkan penurunan kuat tekan sebesar 0,77%, kuat tarik belah sebesar 5,92%, dan kuat tarik lentur sebesar 8,26% untuk beton yang direndam dalam air laut, serta kuat tekan sebesar 16,93%, kuat tarik belah sebesar 11,58%, dan kuat tarik lentur sebesar 19,66% untuk benda uji yang direndam dalam magnesium sulfat. Pengkondisian rendam angkat memperbesar efek dari serangan sulfat sebesar 1,22% untuk kuat tekan, 0,6% untuk kuat tarik belah dan 5,3% untuk kuat tarik lentur. Selain itu, didapatkan pula bahwa tingkat kelolosan air bertambah sebesar 54,33% untuk beton yang direndam dalam air laut, 76,78% untuk beton yang direndam dalam magnesium sulfat, dan 107,46% untuk beton yang direndam dalam larutan magnesium sulfat dengan metode perendaman rendam angkat.

When the concrete is subjected to sea water, soil, and industrial area where high amount of sulfate is contained, concrete will be susceptible to sulfate attack that will reduce its durability due to disintegration of the materials by sulfate. Various technologies are developed to prevent this sulfate attack. One of them is the the development of Portland cement type II. In addition, nowadays self compacting concrete (SCC) was also developed. SCC has high flow ability which can reduce the permeability of concrete, which is one of the factors that affect the rate of deterioration of concrete by sulfate attack. However, how much this SCC that use portland cement type II can resist sulfate attack need a further research. This research performed by differentiating the condition of immersion. After being immersed in tap water for 28 days, concrete will be immersed in four conditions: in tap water, sea water, 5% magnesium sulfate solution with full-mmersion, and 5% magnesium sulfate solution with drying-immersion cycle. The tests done on this research consist of compressive strength test, splitting tensile strength test, flexural strength test, and permeability test. The result of this research indicated that the specimens immersed in an sulfate-containing environment causes the decrease of compressive strength about 0,77%, splitting tensile strength about 5,92%, and flexural strength about 8,26% for concrete immersed in sea water and compressive strength about 16,93%, splitting tensile strength about 11,58%, and flexural strength about 19,66% for concrete immersed in magnesium sulfate. Drying-immersion cycle enlarge the effect of sulfate attack about 1,22% for compressive strength, 0,6% for splitting tensile strength, and 5,3% for flexural strength. In addition, it was also found that the permeability increased by 54,33% for concrete immersed in sea water, 76,78% for concrete immersed in magnesium sulfate, and 107,46% for concrete immersed in magnesium sulfate with drying-immersion cycle. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S637
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Self-Compacting Concrete merupakan jenis beton yang mampu memadat dengan beratnya sendiri, tanpa dibutuhkan penggunaan peralatan pemadatan beton. Self-Compacting Concrete (SCC) merupakan perkembangan dalam pekerjaan beton, baik terhadap pelaksanaan teknis maupun kualitasjangka panjang beton yaitu performance dan durability-nya. Penelitian ini mengulas tentang perilaku slump loss pada self compacting concrete dengan menggunakan superplasticizer Structure 335 dan retarder Conplast R. Untuk mengetahui tingkat kelecakan pada beton SCC maka salah satu uji yang dilakukan adalah dengan uji slump. Dengan kata lain beton SCC dengan w/c yang rendah mampu untuk mempertahankan tingkat kelecakannya. Tujuan untuk mengetahui perilaku slump loss pada suatu campuran beton SCC digunakan untuk kepentingan kegiatan konstruksi terutama yang berhubungan dengan mixing beton. Kegiatan mixing membutuhkan waktu terutama pada batching plant yang jauh dari kegiatan konstruksi. Seiring dengan pertambahan waktu maka kelecakan beton akan semakin kecil, untuk itu perlu diketahui berapa batas waktu mixing masih memiliki tingkat kelecakan yang baik, sehingga pengecoran tidak bermasalah. Dengan mengetahui perilaku slump loss juga akan dapat diketahui perilaku beton segar pada selang waktu tertentu yang perlu diwaspadai. Faktor penting pada SCC ini adalah memiliki kelecakan yang tinggi, yang dapat dicapai dengan memanfaatkan perkembangan teknologi material beton yaitu admixture superplasticizer. Metode perancangan beton SCC juga memiliki kekhasan tersendiri. Data yang digunakan adalah data kuantitatif dari kegiatan Laboratorium. Hasil penelitian diukur dalam slump terhadap waktu, slump flow terhadap waktu dan waktu ikat beton. Dan sebagai pembanding prilaku slump loss beton segar SCC ini dibuat juga plain concrete dengan komposisi yang sama dengan beton SCC. Hasil yang diperoleh dari pengujian ini menunjukkan beton segar SCC dengan rasio w/c yang rendah memiliki tingkat kehilangan kelecakan yang lebih rendah dibanding dengan beton segar SCC yang memiliki rasio w/c tinggi."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S35138
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Jachrizal Sumabrata
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Afifa Cindika
"Sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul di dalam praktek di lapangan pada pembuatan beton, khususnya beton mutu tinggi, hingga berkembang penggunaan beton precast di dunia konstruksi. Beton precast digunakan karena dapat mempermudah pekerjaan sehingga waktu konstruksi dapat lebih cepat. Beton precast merupakan beton yang siap pakai dan dibuat dipabrik dengan ukuran dan jenis yang diinginkan. Semakin berkembangnya zaman, pembuatan beton jadi lebih mudah dimana waktu mengeras beton dapat dipercepat dengan bahan tambah, salah satunya adalah usaha untuk pemadatan beton, dimana untuk memadatkannya tidak membutuhkan lagi alat bantu (vibrator).
Superplasticers adalah bahan tambah yang digunakan untuk membuat beton mampu berkonsolidasi dengan sendirinya atau mampu memadat dengan sendirinya tanpa perlu digetarkan atau tanpa memerlukan alat mekanis, yang dikenal sebagai Self Compacting Concrete (SCC). SCC dapat meningkatkan produktivitas dan mengurangi dampak lingkungan seperti tidak menimbulkan getaran dan tidak menyebabkan suara bising serta dapat juga meningkatkan kualitas beton dengan tidak adanya getaran.
Dalam penyusunan materi untuk skripsi ini, pengujian yang akan dilakukan menggunakan beton dengan mutu tinggi K-400 dan admixture superplasticizer yang digunakan dalam beton dengan perbandingan 1,0-1,4 % superplasticizer dari berat semen, pembuatan beton menggunakan agregat maximal 20 mm. Pengujian dilakukan dengan dua tahapan, dimana pengujian yang pertama yaitu pengujian beton segar, sedangkan pengujian yang kedua yaitu pengujian beton keras. Pengujian beton segar dilakukan dengan slump test dan slump flow yang menggunakan alat kerucut, pengujian L-Box test, dan setting time. Sedangkan untuk pengujian beton setelah mengeras dilakukan dengan uji kuat tekan, kuat lentur, dan kuat geser. Sehingga dari hasil evaluasi nantinya dapat menghasilkan kuat tekan, kuat lentur, dan kuat geser yang maksimum pada beton keras, serta tingkat kemudahan pengerjaan, kemampuan mengalir dan waktu pengikat awal dan akhir pada beton segar.
Tujuan dari pengujian yang dilakukan tersebut untuk meneliti homogenitas beton precast pada penggunaan high strength self compacting concrete. Dan dari hasil pengujian yang disimpulkan, diharapkan dapat memberikan sedikit sumber informasi yang berarti pada dunia teknologi beton.

Many researches have done to overcome the problems arisen in field practice in the making of concrete, especially high strength concrete, until it expands in the use of pre-cast in a construction industry. Pre-cast concrete used because of its easiness to reduce the construction time. Pre-cast concrete is a ready use concrete and it is made in a factory which type and size wanted. Nowadays, the development of the concrete made is easier which is its time to harden can be fastened by using admixture. One of the efforts done is self compacting concrete, which we may not need vibrator to compact it.
Superplasticizer is one of the admixtures used to make the concrete able to consolidate itself or self compacting without being vibrated or needing mechanic tools to vibrate it, known as Self Compacting Concrete (SCC). SCC can make the productivity higher and lessen the environmental impact such as vibration and noise and it can also improve the quality of concrete, since it has no vibration.
In this bachelor thesis, the experiment done by using high strength concrete K-400 and super-plasticizer admixture used in concrete with a comparison 1,0 - 1,4% super-plasticizer to the cement weight. The making of concrete uses the maximum aggregate 20 mm. The experiment done into two steps, the first step is fresh concrete testing and the second step is hardened concrete testing. The fresh concrete testing performed by doing slump test and slump flow using the cone mould, L-Box test, and setting time. And the hardened concrete testing performed by doing compressive strength, flexural strength, and shear strength testing. Then, by the next evaluation may get the maximum compressive strength, flexural strength, and shear strength in the hardened concrete. Besides, we can also analyze the workability, initial setting time, and final setting time of the fresh
concrete.
The experiment purposes to analyze the homogeneity of the precast concrete in the use of the self compacting concrete. And from the experiment concluded, we expect that it can give significant information in a concrete technology.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S35738
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Jazid
"Sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul didalam praktek dilapangan pada pebuatan beton, khususnya beton mutu tinggi ( dengan kekuatan tekan diatas 40 Mpa), salah satu diantaranya adalah usaha untuk mengatasi masalah slump loss.
Pada pembualan beton mutu tinggi biasanya untuk alasan ekonomis digunakan bahan-bahan tambahan mineral lain yang bersifat sebagai Suplementary Cementing Material (SCM), dimana pemakaian bahan ini bermaksud untuk dapat meningkatkan performa dari beton, baik pada fase platis maupun fase keras.
Pada pembuatan beton mutu tinggi, umumnya digunakan rasio air-semen (w/c) yang relalif rendah sehingga tingkat kelecakan beton akan rendah pula, maka untuk mengatasinya diperlukan bahan tambahan kimia yang termasuk dalam jenis WRA, untuk meningkatkan kelecakannya.
Dari suatu penelitian dilaporkan bahwa pemakaian WRA terutama jenis superplastricizer akan menyebabkan slump loss yang lebih besar pada campuran beton. Sehingga perlu diadakan suatu penelitian mengenai pengaruh penambahan bahan ini pada sifat-sifat beton (fresh dan Hardened concrete) tersebut.
Suatu hasil penelitian melaporkan bahwa kekuatan tekan beton sangat dipengaruhi oleh pernilihan rasio air-semen (w/c) untuk beton mutu rendah dan sedang, sedangkan untuk beton mutu tinggi ada faktor lain yang mempengaruhi pemilihan rasio w/c untuk menghasilkan mutu yang dinginkan, yaitu: rasio agregat-semen (A/C), tingkat kelecakan yang diinginkan, type dan ukuran agregat. Sedangkan Faktor utama yang mempengaruhi workabilitas atau kelecakan beton adalah kandungan air dalam campuran. parameter lain yang mempengaruhi workabilitas adalah :
a. ukuran agregat maksimum yang digunakan.
b. gradasi agregat yang digunakan (single grading maupun combined grading).
c. textur dan bentuk dari agregat(kekasaran permukaan dan bentuk granular atau crushed granite stone, serta
d. proporsi campuran yang digunakan.
Pada penelitian ini digunakan bahan SCM pozzofume dengan prosentase tertentu serta bahan kimia WRA Sikament NN dan Platiment VZ dengan prosentase tertentu pula untuk mendapatkan target slump sebesar 20 ± 2. Diharapkan pengamatan terhadap perilaku slump dan kekuatan tekannya akibat interaksi bahan-bahan tersebut, diperoleh suatu campuran beton yang memiliki kecepatan slump loss yang terjadi relatif kecil dan kekuatan tekan yang tlnggi. Maka digunakan rasio air semen 0,32 dan prosentase kombinasi agregat S/A =40 % dan 50%, serta A/C = 3,5."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S34551
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erinda Pandu Purnamasari
" ABSTRAK
Perkembangan teknologi beton terus mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya penggunaan material beton dalam dunia konstruksi di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan suatu inovasi dalam teknologi beton untuk mengatasi permasalahan ketersediaan bahan-bahan penyusun beton. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Cangkang kelapa sawit merupakan salah satu limbah dalam industri kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan kembali menjadi bahan penyusun beton. Penelitian ini membahas mengenai karakteristik beton ringan dengan agregat kasar berupa cangkang kelapa sawit dengan penggunaan bahan tambah 5 silica fume dan variasi superplasticizer sebesar 1 , 1,1 , 1,2 , dan 1,3 . Pengujian yang dilakukan merupakan pengujian kuat tekan beton dari umur 7, 21, 28, 56, dan 90 hari dan pengujian kuat lentur beton pada umur 28 hari. Penelitian ini menunjukkan bahwa kuat tekan beton ringan cangkang kelapa sawit dapat mencapai 20,2 MPa pada hari ke-28 dan kuat lentur mencapai 2,5 MPa pada hari ke-28. Beton ringan cangkang kelapa sawit dengan kuat tekan dan kuat lentur tertinggi terdapat pada variasi campuran 5 silica fume dan 1 superplasticizer. Secara umum, beton ringan cangkang kelapa sawit dengan bahan tambah ini dapat diaplikasikan sebagai beton structural yang ramah lingkungan di Indonesia.
ABSTRACT The development of concrete technology continues to increase as increased the material of concrete in Indonesia 39 s construction world. Therefore, Indonesia needs an innovation in concrete technology to solve the problem of the availability of concrete materials. Indonesia was known as the largest producer of crude palm oil CPO in the world. Oil palm shell OPS is one of the solid wastes produced in crude palm oil industry that can be used as concrete materials. This experimental was investigating the compressive strength and flexural strength of oil palm shell OPS lightweight concrete using 5 silica fume and variation of superplasticizer 1 , 1.1 , 1,2 , and 1,3 . The compressive strength was tested in 7 days, 21 days, 28 days, 56 days, and 90 days and the flexural strength was tested in 28 days of the age of OPS lightweight concrete. It was found that the OPS lightweight concrete has compressive strength up to 20.2 Mpa and flexural strength up to 2.5 MPa in 28 days. The highest compressive strength and flexural strength of OPS lightweight concrete was found in variation of 5 silica fume and 1 superplasticizer. In general, OPS lightweight concrete using silica fume and superplasticizer is applicable as green structural concrete in Indonesia."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S66165
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>