Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20176 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hanna Djumhana
1971
S2127
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atika Azura
"Artikel ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana banlieue sebagai lingkungan tempat tinggal dapat mempengaruhi kontruksi identitas dan menjadi penyebab terkonstrukisnya identitas Dounia sebagai tokoh utama dalam Film Divines (2016) karya Houda Benyamina. Film ini menceritakan kehidupan remaja perempuan keturunan Afrika sebagai imigran di Prancis yang bertempat tinggal di sebuah banlieue. Dounia yang merupakan seorang remaja perempuan keturunan imgiran memiliki ambisi untuk meninggalkan banlieue dan memiliki kehidupan di luar banlieue yang ia impikan. Banlieue yang menjadi latar tempat di film Divines ini memperlihatkan penggambaran sebuah tempat tinggal yang jauh dari pusat kota dengan kondisi kehidupan yang kurang memadai. Banlieue adalah salah satu bentuk segregrasi sosial yang diciptakan oleh pemerintah Prancis yang menyimpan berbagai permasalahan sosial di dalamnya bagi masyarakat yang menetap. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Untuk meneliti aspek naratif dan sinematografis dalam film digunakan teori kajian film dari Boggs & Petrie. Kemudian, digunakan konsep tentang identitas oleh Stuart Hall dalam tulisan ini untuk mengungkap permasalahan identitas tokoh. Hasil analisis memperlihatkan terkonstruksinya identitas Dounia dengan perubahan-perubahan antara lain, tidak mengikuti sistem pendidikan, meninggalkan nilai-nilai budaya dan ketuhanan yang melekat pada dirinya, serta melakukan tindakan kriminal. Adapun penyebab dari terkonstruksinya identitas Dounia adalah disebabkan oleh berbagai faktor seperti kemiskinan, ketidakadilan, dan banyaknya tindakan kriminal yang terjadi di banlieue. Banlieue dalam film ini hadir sebagai tempat yang sulit untuk dihuni sehingga menjadi penyebab tokoh utama berkeinginan untuk melarikan diri dan terjadinya konstruksi identitas. Dounia berfantasi akan kebebasan dan kemewahan yang dapat ia temukan di luar banlieue. Identitas Dounia terkonstruksikan dari upayanya untuk mewujudkan impian utamanya yaitu untuk memulai kehidupan baru di luar banlieue.

This article is intended to reveal how living quarters can influence identity construction and become the identity of Dounia as the main character in Film Divines (2016) by Houda Benyamina. The film tells the life of teenage girls of African descent as immigrants in France who live in banlieue. Dounia who represents teenage girls has the right to get banlieue andhave a life outside the banlieue she dreamed of. The Banlieue which is the setting for the Divines movie returns the depiction of a residence far from the city center with inadequate life situations. Banlieue is one of the forms of social segregation created by the French government that stores various kinds of social services that are available to sedentary communities. The methodology used in this research is qualitative research. To study the narrative and cinematographic aspects of the film, film scoring theory is used from Boggs & Petrie. Then, the concept of identity was used by Stuart Hall in this paper to uncover the question of character identity. The results of the analysis choose the construction of a Dounia identity with changes, among others, not following the education system, taking inherent cultural and divine values to oneself, and committing criminal acts. As a cause of the construction of world identity caused by various factors such as poverty, injustice, and many crimes that occurred in banlieue. But in this film it is present as a difficult place to inhabit so that the main character wishes to break away and change identity construction. Dounia fantasizes about freedom and luxury that can be found outside the banlieue. Dounias identity is constructed from her efforts to realize dreams that are intended to start a new life outside of the banlieue."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Vivian Amelia Widitya
"Artikel ini membahas mengenai perubahan posisi sosial ekonomi baru yang mempengaruhi terbentuknya habitus baru pada tokoh-tokoh dalam film Pourris Gâtés melalui aspek naratif, sinematografis film, dan teori Praktik Sosial milik Pierre Bourdieu. Film ini dirilis pada tahun 2021 dan disutradarai oleh Nicolas Cuche. Pourris Gâtés adalah film komedi Prancis yang menceritakan tentang kisah perjuangan seorang ayah borjuis dalam mendidik dan mengubah karakter ketiga anaknya, yaitu Philippe, Stella, dan Alexandre yang manja, sulit diatur, dan boros. Analisis pada artikel ini menggunakan teori Praktik Sosial milik Pierre Bourdieu yang terdiri dari habitus, kapital, dan arena untuk melihat dan menemukan perubahan watak dan habitus yang terjadi pada ketiga tokoh. Hasil analisis melalui aspek naratif dan sinematografis film dengan menggunakan teori kajian film Boggs & Petrie menunjukkan bahwa perubahan karakter anak-anak Francis diperkuat dengan adanya kontras-kontras kehidupan yang ada di Monako dan Marseille. Hal tersebut juga diperkuat dengan hasil analisis menggunakan teori milik Pierre Bourdieu yang menunjukkan bahwa perubahan posisi sosial ekonomi baru ketiga anak Francis dalam tiga arena yang berbeda mampu membentuk habitus baru anakanaknya menjadi lebih mandiri, sederhana, dan pekerja keras, sehingga membentuk mereka ke dalam tiga kelas sosial yang berbeda-beda.

This article discusses the changes in the new socio-economic position that affect the formation of a new habitus on the characters in the film Pourris Gâtés through narrative, cinematographic aspects of the film, and Pierre Bourdieu's Social Practice theory. The movie was released in 2021 and directed by Nicolas Cuche. Pourris Gâtés is a French comedy film that tells the story of a bourgeois father's struggle to educate and change the character of his three children, namely Philippe, Stella, and Alexandre who are spoiled, unruly, and wasteful. The analysis in this article uses Pierre Bourdieu's Social Practice theory consisting of habitus, capital, and arena to see and find changes in character and habitus that occur in the three characters. The results of the analysis through the narrative and cinematographic aspects of the film using Boggs & Petrie's film study theory show that the changes in the characters of Francis' children are strengthened by the contrasts of life in Monaco and Marseille. This is also reinforced by the results of the analysis using Pierre Bourdieu's theory which shows that the change in the new socio-economic position of the three Francis children in three different arenas is able to shape the new habitus of his children to become more independent, simple, and hardworking, thus forming them into three different social classes."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Juwita Anindya
"Hampir semua orang tahu Barbie, sebuah boneka yang menunjukkan nilai-nilai budaya dan konsep kecantikan wanita. Bagaimanapun, Barbie hanya merepresetasikan satu budaya yang spesifik, yakni budaya kebaratan. Berbeda dengan budaya kebaratan, budaya ketimuran juga membutuhkan sebuah boneka yang dapat merepresentasikan budayanya. Kemudian muncullah Fulla sebagai representasi kecantikan budaya ketimuran. Fulla menunjukkan nilai-nilai budaya ketimuran serta konsep kecantikan baru yang berbeda dengan Barbie. Kemunculan Fulla memang dapat mempertegas perbedaan yang ada antara budaya kebaratan dan ketimuran, namun ia dapat memberi pilihan lain untuk membentuk pola pikir masyarakat mengenai adanya kecantikan budaya ketimuran. Dengan menggunakan teori Orientalisme Said penulis berharap dapat terbantu untuk mendukung argumen-argumen mengenai budaya ketimuran yang dapat menjadi kompetitor yang sama kuat dengan budaya kebaratan di masa sekarang ini.

Most people know Barbie, a doll that conveys some values about culture and about the concept of women?s beauty. However, Barbie only represents one specific culture, which is Western culture. Different with Western culture, Eastern culture needs a doll who can represent their values. Then, Fulla appears as the representative of Eastern beauty. Fulla conveys some values about Eastern culture and about the new concept of women?s beauty which are different from Barbie. Fulla?s appearance here is thought can emphasize the cultural differences among the society, but it can give another choice to shape people?s new thought about the beauty of Eastern culture. Using Said?s orientalism will help the writer to support the arguments about Eastern culture that can be an equal competitor to Western culture nowadays.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Maya Sekartaji
"ABSTRAK
Tesis ini menganalisis karya sastra drama yang berjudul OvertonesA karya Alice
Gerstenberg (1916) dengan menggunakan teori Feminis Psikoanalisa. Melalui
drama Overtones, Alice Gerstenberg menyoroti isu beban domestik perempuan
pada awal abad 20 yang berat sehingga berdampak bagi kondisi psikis mereka;
perempuan dikondisikan untuk tidak memiliki hak atas diri dan suaranya sendiri
sehingga mereka rentan terhadap keretakan diri. Hal tersebut diungkap melalui
dua tokoh perempuan Harriet dan Margaret sebagai cultured woman; sebuah hasil
konstruksi diri patriarki yang harus tampil dengan sikap tidak murni sedangkan
suara dan keinginan mereka yang murni, yang disebut sebagai primitive self, tidak
diizinkan untuk tampil ke permukaan. Melalui Feminis Psikoanalisa milik Nancy
Chodorow terungkap bahwa masalah psikis perempuan yang berpotensi
meretakkan diri perempuan telah dimulai sejak perempuan sejak masih kanak–
kanak, bukan karena penis–envy melainkan dikarenakan adanya dominasi
patriarki yang konstruktif terhadap diri perempuan. Hal ini menyebabkan
perempuan tidak dapat mencapai identitas diri mereka sendiri dan malah
menghasilkan diri perempuan yang manipulatif serta obsesif .

ABSTRACT
This thesis analyzes a one – act drama entitled Overtones by Alice Gerstenberg
(1916) using Feminist Psychoanalysis theory. Overtones by Alice Gerstenberg
highlight the issue of women's domestic burden in the early 20th century that
made women were vulnerable to the mental health issue. In this matter, women
were conditioned not to have the right for their own voice even for their own
selves. This situation lead them to the splitting self and it was revealed by two
female characters Harriet and Margaret as cultured woman – a self constracted
by patriarchy – should appear without pure desire. Unlike the pure desire, which
is referred to primitive self, was not allowed to come out to the surface. Nancy
Chodorow sees this problem through her theory, Feminist Psychoanalysis. She
discovered that women psychic is vulnerable to such problem as it started since
the younghood, not the penis – envy; women had experienced a sever constructive
self under the patriarchy domination. This problem stands as a major point
toward the failure on women self identity achievement."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
T35869
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Irvan Darwansyah. author
"ABSTRAK
Manusia pada dasarnya adalah mahluk sosial dan mempunyai kebutuhan
untuk bermasyarakat dan bergaul dengan sesama manusia Oleh karena itu,
manusia cenderung hidup dalam kelompok. Dalam dinamika hubungan antar
kelompok, penilaian seseorang terhadap sesama anggota kelompoknya (Ingroup
Member) dapat berbeda dengan penilaian terhadap anggota atau kelompok lain
(Outgorup Member/Outgroup). Sikap yang cenderung memihak ini kemudian
akan menutup kesempatan bagi individu untuk melihat masalah yang ia hadapi
secara objektif.
Salah satu teori yang mengkaji perilaku antar kelompok adalah teori Social
Identity. Teori ini diperkenalkan oleh Henri Tajfel dan John Tumer. Menurut
teori Social Identity, pada dasarnya manusia membutuhkan identitas diri yang
positif, dan identitas diri ini diperoleh melalui keanggotaan dalam sualu
kelompok. Keanggotaan dalam kelompok ini dapat diperoleh dengan
mengidentifikasikan diri pada kelompok atau kelompok lain yang memiliki
karakteristik, trait, atau aspek positif tertentu, sehingga dengan cara ini individu
dapat meningkatkan dan memelihara konsep dirinya Keanggotaan pemberi kritik
ternyata merupakan faktor yang cukup penting dalam menentukan reaksi pada
anggota kelompok (Ariyanto, A., 2002).
Homsey et al. (2001) dalam penelitiannya mengenai keanggotaan
seseorang dalam memberikan komentar negatif menemukan bahwa komentar
negatif lebih menimbulkan reaksi negatif apabila dinyatakan oleh outgroup
member dibandingkan ingroup member. Komentar negatif dari ingroup cenderung
lebih diterima. Fenomena penerimaan komentar negatif dari ingroup
dibandingkan dengan outgroup ini disebut intergroup sensitivity effect.
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan replikasi dari penelitian yang
dilakukan Homsey et al. (2001) dan Ariyanto, A. (2002) dimana kedua penelitian
tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa ada hubungan yang signifikan antara keanggotaan pemberi komentar dan status komentatoTHengan reaksi kelompok
terhadap komentar tersebut. Akan tetapi dalam penelitian ini, ada variabel yang
ditambahkan yaitu kredibilitas komentator. Hal ini dilakukan atas dasar pemikiran
bahwa kredibilitas merupakan unsur penting dalam menentukan penerimaan
informasi.
Metode yang akan dipakai adalah field studies dengan teknik Occidental
sampling di mana peneliti mengambil sampel dari sejumlah anggota senat tahun
kepungurusan 2004/2005. Metode pengolahan hasil penelitian yang dipakai
adalah metode statistik Regresi.
Hasil dari penelitian ini adalah tidak didapatkannya hubungan yang
signifikan antara tingkat identifikasi, variasi kredibilitas dan status keanggotaan
komentator dengan reaksi kelompok terhadap komentar negatif kecuali pada
salah satu dimensi reaksi kelompok yaitu dimensi keinginan untuk berubah yang
dipengaruhi oleh tingkat identifikasi yang tinggi, variasi kredibilitas, dan variasi
keanggotaan pemberi komentar."
2004
S3450
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariel Nathaniel
"Setiap kelompok etnik mempertahankan identitas mereka melalui ekspresi budaya yang kontinu untuk menciptakan boundaries etnik, arsitektur kemudian menjadi salah satu aspek dimana boundaries tersebut tercipta. Didasari teori yang melandasi identitas etnik serta boundaries pada arsitektur urban, dilakukan pengamatan terhadap Jalan Pancoran, yang merupakan salah satu kawasan Pecinan yang paling aktif. Menggunakan pendekatan experiential, pengamatan menunjukan hadirnya boundaries yang terwujud dalam atmosfer ruang terbangun, sehingga dapat diidentifikasi indikasi akan keberadaan identitas etnik Tionghoa pada arsitektur kawasan Jalan Pancoran.

Every ethnic group preserve and maintain their identity by continual expression of their culture, in which ethnic boundaries are created. Architecture then becomes one aspect in which these boundaries manifest. Based on the theory that underlines the concept of ethnic identity and boundaries within urban architecture, an observation towards Jalan Pancoran area was done, as it is one of the most active areas in Jakarta’s Pecinan. Using experiential approach, the result of the observation shows presences of boundaries that manifests within the atmosphere of built architecture, which identifies the presence of indications over Chinese ethnic identity within the architecture around Jalan Pancoran area."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Undi Gunawan
"Identias arsitektur dianggap sebagai suatu entitas penting yang melekat pada obyek arsitektur. Salah satu anggapan yang beredar adalah pemikiran bahwa lokalitas merupakan sebuah syarat bagi kehadiran sebuah identitas yang valid. Identitas jelas tidak melekat pada benda, melainkan pada benak gagasan pengguna dan pengamatnya. Identitas kemudian menjadi sebuah informasi yang hidup dalam kebudayaan. Semangat menggali lokalitas seolah memperoleh kembali tenaganya dengan semaraknya istilah hibrid dalam kebudayaan.
Tulisan ini bertujuan untuk mengemukakan argumentasi bahwa identitas tidak pernah lahir sebagai suatu esensi murni, bahkan sesuatu yang asli sebenarnya tidak ada. Bahwa proses identitas selalu merupakan proses sub-ordinasi, sesuatu proses yang berhadapan dengan tujuan awal hibriditas; sebuah proses yang berpandangan nominalistik. Argumen dalam tulisan ini disusun melalui pembacaan terhadap pemikiran Homi Bhabha dan Jacques Lacan."
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], 2007
720 JIA 4:2 (2007)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Damai Hati
"Tesis ini memuat penelitian tentang proses representasi sosial dalam mengkonstruksi identitas tempat tinggal, Identitas tempat tinggal selama ini dikenal sebagai hasil dari kognisi manusia terhadap tempat tinggal yang dilihatnya (Prohansky, 1983). Hal ini bisa dilihat dari aktivitas, fasilitas, status sosial penghuni, dan suasana tempat tinggal. Dalam psikologi sosial, identitas tempat tinggal sebenarnya bukan merupakan bentuk yang sudah jadi dan dicerminkan dalam tempat tinggal, melainkan identitas tempat tinggal dikonstruksi sedemikian rupa sehingga tempat tinggal tersebut mampunyai identitas yang dapat diterima oleh masyarakat. Dalam mengkonstruksi identitas tempat tinggal ini terdapat proses representasi sosial sehingga terlihat bahwa identitas tempat tinggal merupakan hasil dari proses sosial yang direpresentasikan oleh agen sosial, yaitu kelompok produsen.
Dalam tesis ini, representasi sosial yang digunakan adalah tipe hegemonic, di mana kelompok produsen (pengembang, arsitek, media, dan marketer) aktif mengkonstruksi identitas tempat tinggal sedangkan kelompok konsumen (calon penghuni) hanya penerima representasi dari kelompok produsen.
Penelitian menunjukkan bahwa identitas tempat tinggal memang dikonstruksi dan awal pembangunan tempat tinggal. Konstruksi identitas tempat tinggal merupakan bagian dari tahap perencanaan dari kelompok produsen. Di dalam prosesnya, terdapat penambahan unsur-unsur bernilai guna menarik kelompok konsumen. Penerimaan identitas tempat tinggal disesuaikan kelompok konsumen sehingga identitas tempat tinggal mampu memberikan identitas kelompok konsumen."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18603
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>