Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 70304 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Haryoseno Bimantoro
"Manifesto mural dibuat oleh kaum Fasis sebagai pernyataan atas kesenian yang mereka bangun, yaitu seni fasis. Mural dipilih karena memiliki akar kuat dalam tradisi Romawi. Selain itu, mural dibuat di dalam ruang publik yang memungkinkan masyarakat untuk menerima pesan Fasisme lebih mudah. Dalam cara pandang estetika Marxis yang menggunakan seni sebagai alat perjuangan kelas, mural dalam Fasisme ini digunakan sebagai alat perjuangan kelompok Fasis. Mural dibuat sebagai alat perjuangan dan propaganda ideologi. Moralitas terhadap seni dijadikan sebagai bagian yang penting dalam membuat mural.

Abstract
Manifesto of mural created by Fascist as a statement of the art of Fascist. Mural was choosen because it had a strong root in a Roman tradition. Beside, mural uses public sphere as its gallery, so that it makes possible for people to receive the message of Fascism easily. On the view of Marxist aesthetic which makes art as a mean of class struggle, mural is used by Fascism as a mean of Fascist struggle. Mural is created as a mean of struggle and propaganda of ideology. Morality on art is an important thing to create a mural."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S535
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Imaniar Sofia Asharhani
"Setiap kota akan memberikan citra yang berbeda ketika kita menelusuri bagian-bagiannya. Skripsi ini memaparkan pembentukan citra yang dapat diwujudkan dari tampilan visual kota pada façade. Peran serta warga kota dalam membentuk citra kota merupakan hasil dari perwujudan pemenuhan kebutuhan mereka dalam berkota. Seni visual, khususnya Mural dan Graffiti menjadi bahasan pada skripsi ini dalam pembentukan townscape dan juga sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan warga. Pemilihan lokasi penyajian seni visual juga terkait dengan beberapa faktor tertentu. Hasil analisis dari studi pustaka dan studi kasus menunjukkan bahwa peranan seni visual yang yang muncul akan menghadirkan dampak yang beragam. Demikian pula dalam hal kemunculannya yang memiliki pola berbeda. Kota Yogyakarta menjadi lahan observasi untuk mendukung penulisan ini.

Every city will impress their image differently when we through its parts. This paper tries to reveal how the image of a city emerges from the city visual display appeared on façade. Citizen needs is the motive of them to participating on city image making (townscape). Visual Art especially Mural and Graffiti is the main topic in this paper to making townscape beside to accomplish citizen needs. The locations are choosing with concerned on certain factor. The analysis results from theory and case study shows that visual art which appeared on city façade represent different impact on townscape. The character of location is divers from each other. Yogyakarta City becomes the case study in this paper."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43380
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anggie Renaisance Zulkarnain Putri
"Seni mural merupakan salah satu karya seni melukis atau menggambar pada permukaan permanen. Banyak wilayah di Indonesia yang menerapkan seni mural ini untuk memperindah suatu ruang dan membangun identitas kota, salah satunya adalah seni mural yang terdapat di Kelurahan Cikini, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh seni mural terhadap identitas tempat yang terbentuk di Kelurahan Cikini. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dan analisis deskriptif dengan pendekatan keruangan. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara secara daring dan observasi lapangan. Hasil penelitian ini adalah karakteristik tempat seni mural yang ditinjau berdasarkan site terbagi menjadi tembok bangunan umum dan tembok pagar pembatas. Tembok bangunan umum terbagi menjadi tiga, yaitu fasilitas transportasi, fasilitas keamanan, dan fasilitas pendidikan. Berdasarkan situation, karakteristik tempat seni mural ditinjau berdasarkan kondisi keramaian masing-masing tempat seni mural. Seni mural yang dihasilkan di Kelurahan Cikini berpengaruh terhadap identitas tempat yang terbentuk di masing-masing tempat seni mural. Seni mural menambahkan identitas tempat yang baru, yaitu berupa tempat yang menggambarkan mahasiswa/seniman IKJ dan The Last Supper versi budaya lokal, taman yang cantik, tembok yang terlukis berbagai kesenian yang ada di Jakarta, serta tempat yang menggambarkan ajakan untuk mengubah kondisi Kali Pasir yang sering terjadi tawuran dan kondisi warga Kwitang yang sering mengonsumsi narkoba.

Mural art is one of the art works of painting or drawing on a permanent surface. Many regions in Indonesia apply this mural art to beautify a space and build a city identity, one of which is mural art in Cikini Village, Menteng District, Central Jakarta. This study aims to determine the effect of mural art on the identity of the place formed in Cikini Village. The research method used is a qualitative method and descriptive analysis with a spatial approach. Data collection methods used are bold interviews and field observations. The result of this research is the place of mural art which is reviewed based on the site which is divided into public building walls and parapet walls. The walls of public buildings are divided into three, namely transportation facilities, security facilities, and educational facilities. Based on the situation, the characteristics of the mural art venues are reviewed based on the crowd conditions of each mural art venue. The mural art produced in Cikini Village has an effect on the identity of the place that is formed in each mural art place. The mural art adds a new identity to the place, in the form of a place that depicts students/artists of IKJ and the local cultural version of The Last Supper, a beautiful garden, a wall painted with various arts in Jakarta, as well as a place that depicts an invitation to change the condition of Kali Pasir brawls often occur and the condition of Kwitang residents who often consume drugs."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggie Renaisance Zulkarnain Putri
"Seni mural merupakan salah satu karya seni melukis atau menggambar pada permukaan permanen. Banyak wilayah di Indonesia yang menerapkan seni mural ini untuk memperindah suatu ruang dan membangun identitas kota, salah satunya adalah seni mural yang terdapat di Kelurahan Cikini, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh seni mural terhadap identitas tempat yang terbentuk di Kelurahan Cikini. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dan analisis deskriptif dengan pendekatan keruangan. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara secara daring dan observasi lapangan. Hasil penelitian ini adalah karakteristik tempat seni mural yang ditinjau berdasarkan site terbagi menjadi tembok bangunan umum dan tembok pagar pembatas. Tembok bangunan umum terbagi menjadi tiga, yaitu fasilitas transportasi, fasilitas keamanan, dan fasilitas pendidikan. Berdasarkan situation, karakteristik tempat seni mural ditinjau berdasarkan kondisi keramaian masing-masing tempat seni mural. Seni mural yang dihasilkan di Kelurahan Cikini berpengaruh terhadap identitas tempat yang terbentuk di masing-masing tempat seni mural. Seni mural menambahkan identitas tempat yang baru, yaitu berupa tempat yang menggambarkan mahasiswa/seniman IKJ dan The Last Supper versi budaya lokal, taman yang cantik, tembok yang terlukis berbagai kesenian yang ada di Jakarta, serta tempat yang menggambarkan ajakan untuk mengubah kondisi Kali Pasir yang sering terjadi tawuran dan kondisi warga Kwitang yang sering mengonsumsi narkoba.

Mural art is one of the art works of painting or drawing on a permanent surface. Many regions in Indonesia apply this mural art to beautify a space and build a city identity, one of which is mural art in Cikini Village, Menteng District, Central Jakarta. This study aims to determine the effect of mural art on the identity of the place formed in Cikini Village. The research method used is a qualitative method and descriptive analysis with a spatial approach. Data collection methods used are bold interviews and field observations. The result of this research is the place of mural art which is reviewed based on the site which is divided into public building walls and parapet walls. The walls of public buildings are divided into three, namely transportation facilities, security facilities, and educational facilities. Based on the situation, the characteristics of the mural art venues are reviewed based on the crowd conditions of each mural art venue. The mural art produced in Cikini Village has an effect on the identity of the place that is formed in each mural art place. The mural art adds a new identity to the place, in the form of a place that depicts students/artists of IKJ and the local cultural version of The Last Supper, a beautiful garden, a wall painted with various arts in Jakarta, as well as a place that depicts an invitation to change the condition of Kali Pasir brawls often occur and the condition of Kwitang residents who often consume drugs. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
P. Ayu Indah Wardhani
"Di dunia pascamodern, simulasi Trabant (mural dan instalasi Trabant) tidak hanya menjadi representasi realitas, tapi juga mampu mensimulasikan realitas dan bahkan menghadirkan realitas baru yang tidak berhubungan dengan realitas apa pun di dunia nyata (hiperrealitas Trabant). Untuk mengetahui pencitraan simulakra dan hiperrealitas mural dan instalasi Trabant tersebut digunakan teori simulakrum pascamodernisme yang digagas oleh Jean Baudrillard dan dengan pendekatan semiologi struktural dari Ferdinand de Saussure. Hasil penelitian menunjukkan mural dan instalasi Trabant merupakan simulasi visual yang memang menampilkan representasi struktural dari objek realitas mobil Trabant P601 de Luxe. Akan tetapi, pada proses simulakrum pascamodern berikutnya, simulasi Trabant ini bertransformasi menjadi tanda hiperriil Trabant yang tidak berhubungan dengan realitas yang sebelumnya menjadi acuan utama. Mural dan instalasi Trabant memberikan suatu pengalaman figuratif secara langsung kepada konsumennya, di mana pengalaman tersebut menjadi bentuk realitas yang sama riil dengan realitas di dunia nyata.

Abstract
Nowadays simulation could be used not only to represent the world, but also to simulate its reality: a hyperreal. Using five pictures of Trabant car _taken from www.flickr.com; two pictures, which prototype are, were used as examples of the real Trabant car and the three pictures, which Trabant_s murals and installation are, were used as the research objects; this mini thesis tried to seek its representation and the simulacrum effect on simulations Trabant in Germany_s postmodernism. Therefore, it used Jean Baudrillard_s theory of Postmodernism and Simulation and also Semiology concept from Ferdinand de Saussure. The result indicates that Trabant_s murals and installation are simulacra in the postmodern era. They not only represent the reality of Trabant car, but also show us the hyperreality. Through the visual simulations, these simulacra of Trabant represent the reality by its figurative experience and also the nostalgia of East Germany."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S14710
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Thania Melati Putri
"Gagasan seni zaman modern erat kaitannya dengan kondisi sosial kala itu yang memperuntukkan seni untuk golongan tertentu, sehingga membawa status seni pada dikotomi seni tinggi dan rendah. Adanya hierarki dalam seni ini kemudian membagi antara mana seni dan bukan seni, antara seni dan kehidupan, serta memisahkan antara seni dan terapi secara implisit. Gagasan modern mengenai seni acapkali selalu dikaitkan dengan nilai-nilai artistik serta kualitas keindahan dalam karya seni-nya. Di lain hal, muncul fenomena terapi seni yang lahir dan berakar pada ranah psikologi. Prosesnya menggunakan medium seni sebagai alat terapeutik tanpa mempertimbangkan nilai keindahan dalam proses berkarya-nya. Hal ini bertentangan dengan definisi seni yang lahir sejak zaman modern dan tidak benar-benar runtuh sampai saat ini. Dalam artikel ilmiah ini, melalui metode analisis kritis, penulis akan menganalisis fenomena terapi seni berdasarkan proses berkarya pasien dengan teori ekspresi emosi oleh Collingwood dan komunikasi emosi oleh Tolstoy, sehingga suatu karya dalam proses terapi seni dapat diakui sebagai karya seni, yang kemudian pun diakui pula menjadi karya seni yang layak. Dengan bertumpu pada ekspresi dan komunikasi emosi ini maka kemudian nilai keindahan dalam karya seni terapi bukanlah terdapat pada kualitas artistik karya seni tersebut, melainkan pada proses ekspresi dan komunikasi emosi serta makna internal yang terkandung pada karya seni-nya.

The idea of modern-day art is closely related to the social conditions of the time which destined art for certain groups, thus bringing the status of art to the dichotomy of high and low art. The existence of a hierarchy in art then divides between art and not art, between art and life, and separates art and therapy implicitly. Modern ideas about art are often associated with artistic values and the quality of beauty in their art. On the other hand, there is a phenomenon of art therapy that was born and has its roots in the realm of psychology. The process uses the medium of art as a therapeutic tool without considering the value of beauty in the process of his work. This is contrary to the definition of art that was born since modern times and did not really collapse until now. In this scientific article, through the method of critical analysis, the author will analyze the phenomenon of art therapy based on the patient's work process with the theory of emotional expression by Collingwood and emotional communication by Tolstoy, so that a work in the art therapy process can be recognized as a work of art, which is then also recognized into a proper art. By relying on emotional expression and communication, then the value of beauty in therapeutic artwork is not found in the artistic quality of the artwork, but in the process of expression and communication of emotions and internal meanings contained in the artwork."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Thania Melati Putri
"Gagasan seni zaman modern erat kaitannya dengan kondisi sosial kala itu yang memperuntukkan seni untuk golongan tertentu, sehingga membawa status seni pada dikotomi seni tinggi dan rendah. Adanya hierarki dalam seni ini kemudian membagi antara mana seni dan bukan seni, antara seni dan kehidupan, serta memisahkan antara seni dan terapi secara implisit. Gagasan modern mengenai seni acapkali selalu dikaitkan dengan nilai-nilai artistik serta kualitas keindahan dalam karya seni-nya. Di lain hal, muncul fenomena terapi seni yang lahir dan berakar pada ranah psikologi. Prosesnya menggunakan medium seni sebagai alat terapeutik tanpa mempertimbangkan nilai keindahan dalam proses berkarya-nya. Hal ini bertentangan dengan definisi seni yang lahir sejak zaman modern dan tidak benar-benar runtuh sampai saat ini. Dalam artikel ilmiah ini, melalui metode analisis kritis, penulis akan menganalisis fenomena terapi seni berdasarkan proses berkarya pasien dengan teori ekspresi emosi oleh Collingwood dan komunikasi emosi oleh Tolstoy, sehingga suatu karya dalam proses terapi seni dapat diakui sebagai karya seni, yang kemudianpun diakui pula menjadi karya seni yang layak. Dengan bertumpu pada ekspresi dan komunikasi emosi ini maka kemudian nilai keindahan dalam karya seni terapi bukanlah terdapat pada kualitas artistik karya seni tersebut, melainkan pada proses ekspresi dan komunikasi emosi serta makna internal yang terkandung pada karya seni-nya.

The idea of modern-day art is closely related to the social conditions of the time which destined art for certain groups, thus bringing the status of art to the dichotomy of high and low art. The existence of a hierarchy in art then divides between art and not art, between art and life, and separates art and therapy implicitly. Modern ideas about art are often associated with artistic values and the quality of beauty in their art. On the other hand, there is a phenomenon of art therapy that was born and has its roots in the realm of psychology. The process uses the medium of art as a therapeutic tool without considering the value of beauty in the process of his work. This is contrary to the definition of art that was born since modern times and did not really collapse until now. In this scientific article, through the method of critical analysis, the author will analyze the phenomenon of art therapy based on the patient's work process with the theory of emotional expression by Collingwood and emotional communication by Tolstoy, so that a work in the art therapy process can be recognized as a work of art, which is then also recognized into a proper art. By relying on emotional expression and communication, then the value of beauty in therapeutic artwork is not found in the artistic quality of the artwork, but in the process of expression and communication of emotions and internal meanings contained in the artwork."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Handaru Pratama
"Perkembangan seni di ruang kota mengalami transformasi seiring berkembangnya kota di dunia. Beberapa jenis seni yang muncul di ruang kota sebagai manifestasi dari dialektika sosio-spasial adalah seni jalanan dan graffiti. Meskipun dikonstruksikan sebagai aktivitas laki-laki, namun di Indonesia terdapat sebuah komunitas bernama Ladies on Wall, yang mewadahi perempuan yang aktif pada dua bidang seni tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana seniman perempuan menggunakan mural dan graffiti sebagai strategi dalam mengakses dan mengklaim ruang kota. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan metode etnografi, penelitian ini menunjukan bahwa seniman perempuan memiliki tantangan yang lebih besar daripada laki-laki yang menggeluti hal yang sama. Penulis melihat hal ini disebabkan oleh keterbatasan perempuan dalam mengakses ruang publik yang dalam penelitian ini dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu psikologi, budaya dan kebijakan. Selain itu, penelitian ini menunjukan bahwa tantangan juga datang dari dalam subkultur graffiti itu sendiri yang berupa tekanan dari graffiti writer laki-laki dan fenomena poser pada kelompok graffiti perempuan. Meskipun demikian, perempuan-perempuan tersebut dapat bernegoisasi dengan keadaan ruang kota yang tidak aman dan ramah terhadap mereka melalui beberapa strategi. Melalui mural dan graffti, seniman perempuan tersebut dapat mengakses ruang kota secara penuh dan mengklaim kembali ruang kota dengan menciptakan ruang sosial dan diferensial baru bagi mereka.

The development of art in urban spaces have experienced a massive transformation as the city itself grows. Some of the arts that are found in cities as a manifestation from socio-spatial dialectics are street art and graffiti. Even though it is constructed as a commotion for male, in Indonesia, there is a community called Ladies on Wall, that enables female to be present in that two types of arts. This study aims to analyze how female artists uses mural and graffiti as a strategy to access and claim urban spaces. Using the qualitative and ethnography method, this study will show how female artists faces various challenges that are far bigger than what male faces in the same area of interest. Writer sees this as a cause of females limitation in accessing public places in which there are three main factors; psychology, culture and policy. Other than that, this study shows that challenges also come from graffiti subculture itself, which is the pressure from male graffiti writers and poser phenomenon from female graffiti groups. Even so, the female artists are able to negotiate with the current situation of the urban space-not safe but still accessible with strategies. Through mural and graffiti, female artists are able to fully access urban places and claim their space by creating new social places for themselves.
"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T55182
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah Rumaisyah
"ABSTRACT
Ruang transisi tidak hanya berfungsi sebagai ruang untuk bersikulasi. Akan tetapi, menurut teori Boettger 2014, ruang transisi juga dapat berperan sebagai ruang pameran. Oleh karena itu, penulisan skripsi ini ingin melihat peran elemen ruang transisi sebagai sarana pameran. Pendekatan masalah pada skripsi ini menggunakan studi literatur mengenai ruang transisi dan ruang pameran dan mengaitkanya dengan studi kasus di Kampung Bekelir, Tangerang yang merupakan kampung wisata mural. Pada bagian akhir, skripsi ini menemukan bahwa elemen ruang transisi berperan dalam memfasilitasi berbagai aspek yang seharusnya terdapat pada ruang pameran.

ABSTRAK
The transitional space is not only serves as a space for circulation. However, according to Boettger 39 s theory 2014, the transitional space can also serves as an exhibition space. Therefore, this thesis would like to see the role of transitional space elements as a medium of exhibition. This thesis uses literature study about transitional space and exhibition space and relate it with case study in Kampung Bekelir, Tangerang which is mural tourism kampung. In the final section, this thesis finds that the elements of transitional space play a role in facilitating various aspects that should be in the exhibition space. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marselio Ganesa Gumilar
"Humor pada dasarnya dipahami sebagai hal-hal lucu yang dapat membangkitkan rasa gembira dan memicu gelak tawa bagi setiap individu tanpa menyakiti perasaan individu lainnya, tetapi di sisi lain terdapat jenis humor yang justru bersifat offensive dan cenderung dapat menyakiti perasaan, humor seperti itu biasa dikenal dengan istilah Dark joke atau humor gelap. Mayoritas orang tidak menyukai jenis humor tersebut, karena cenderung bersifat kasar, tabu, dan melanggar norma-norma yang ada dalam kehidupan. Sigmund Freud yang merupakan seorang pendiri aliran Psikoanalisis melihat bahwa adanya keterkaitan antara humor dengan mimpi yang sama-sama dapat terbentuk dari keinginan terlarang yang terletak pada alam tidak sadar, yang sewaktu-waktu dapat muncul ke alam sadar. Melalui penelitian ini, penulis akan menggunakan metode kajian literatur dalam memperoleh sumber data yang terkait dengan tema penelitian, yakni dapat berupa buku, artikel, jurnal, karya ilmiah, dan sumber literatur lainnya. Lalu setelah itu penulis akan melakukan analisis kritis melalui pendekatan Estetika Psikoanalisis Sigmund Freud yang akan dikaitkan dengan Teori Humor Pelepasan dan Inkongruitas dalam upaya untuk menjelaskan keterkaitan antara humor dengan trauma yang terdapat pada alam tidak sadar. Hasil penelitian ini menemukan bahwa pengalaman traumatik yang pernah dialami oleh seseorang akan mempengaruhi selera humor mereka menjadi lebih gelap. Hal itu dikarenakan humor sebagai sebuah seni mampu berperan sebagai mekanisme koping dan katharsis terhadap emosi-emosi negatif yang ditimbulkan dari pengalaman traumatis yang pernah dialami.

Humor is basically understood as funny things that can arouse feelings of joy and trigger laughter without hurting each other, on the other hand there are types of humor that are actually offensive and tend to hurt each other, this humor is usually known as Dark joke or dark humor. Many people don't like this type of humor, because it tends to be rude, taboo and violates existing norms in life. Sigmund Freud, who was the founder of Psychoanalysis, saw that there was a connection between humor and dreams, which were both formed from forbidden desires in the unconscious, which at any time could emerge into the conscious. Through this research, the author will use the literature review method to obtain data sources related to the research theme, which can be books, journals, articles, scientific papers and other literature sources. After that the author will make a critical analysis through Sigmund Freud Psychoanalytic Aesthetic Theory which will be linked to the Humor Theory Relief and Incongruity with the intention to explain the relations between humor and trauma that exists in the unconscious. The results of this research found that the traumatic experiences in a person will influence their sense of humor to become darker. This is because humor as an art is able to act as a coping mechanism and catharsis for negative emotions which appear from traumatic experiences."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>