Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 201889 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Esti Listiyani Wijaya
"Didalam menggunakan dan memanfaatkan tanah, pemegang hak atas tanah wajib untuk menyesuaikan penggunaan dan pemanfaatannya dengan rencana tata ruang wilayah. Agar tanah dapat dipergunakan secara optimal maka dibuatlah rencana mengenai penggunaan tanah atau biasa disebut sebagai Rencana Tata Guna Tanah. Rencana Tata Ruang wilayah yang telah ditetapkan, sekali dalam waktu lima tahun dapat ditinjau ulang, dan jika peninjauan tersebut menghasilkan rekomendasi bahwa tata ruang yang ada perlu direvisi, maka disini terjadi perubahan tata ruang, misalnya tanah yang tadinya dapat dipergunakan sebagai perumahan harus berubah menjadi sodetan sungai seperti dalam kasus PT Masa Kreasi.
Dalam kasus ini, perubahan rencana kota secara Normatif atas tanah Milik PT Kreasi tersebut diatur dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 592 tahun 1979 tentang Penguasaan Peruntukan dan Pembebasan Tanah Untuk Pembangunan Cengkareng Drain, Sodetan-Sodetan Kali Sekretaris Bagian Atas dan Bagian Bawah, Wilayah Jakarta Barat. Perubahan rencana kota tersebut tentu saja berdampak bagi PT Masa kreasi maupun bagi tanah yang bersangkutan. Dalam hal ini dampak yang terjadi yaitu dengan berubahnya hubungan hukum PT Masa Kreasi dengan tanah yang dimilikinya tesebut.

In the use and utilization of land space, land rights holder is obligated to conform with the use and utilization of regional spatial layout plan.So that land can be utilized optimally then be made to the plan regarding land use, or commonly known as the Land Use Plan. Regional Spatial Layout Plan has been set, once in every five years can be reviewed, and if the review results in recommendation that the existing spatial layout should be revised, then the spatial layout changes here, for example, land formerly used as housing can be turned into a spatula rivers as in the case of PT Masa Kreasi.
In this case, changes in the normative urban plan for the land owned by PT Masa Kreasi is governed by the Decree of the Governor Jakarta Capital Special Region No. 592 of 1979 regarding Allotment of Tenure and Land Acquisition Development Cengkareng to Drain, Spatula -Spatula of River Sekertaris Top and Bottom SectionsWest Jakarta Area. Changes in the city plan, of course, affect PT Masa Kreasi as well as for the concerned landIn this case the impact occurred was by changing the legal relationship of PT Masa Kreasi with this land in interest.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27451
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sigit Yudantoro
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2004
T39628
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nursiwan Taqim
"ABSTRAK
Inpres Nomor 13 Tahun 1976 tentang Pengembangan Wilayah Jabotabek, menjadikan Kota Tangerang selain melayani kebutuhan penduduknya juga melayani kebutuhan pendudukJakarta. Pesatnya arus migrasi, meningkatnya pembangunan kawasan industri, perumahan, perdagangan telah mendorong Kota Tangerang sebagai ibu kota Kabupaten Tangerang -- dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1981 -- menjadi Kota Administratif, dan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1993 menjadi Kotamadya Tangerang. Setahun setelah menjadi Kotamadya Tangerang atau tahun 1994, pertumbuhan penduduknya telah mencapai 8,27 persen yang didominasi oleh migrasi dan pertumbuhan ekonominya mencapai 9,3 persen. Tingginya migrasi yang berasal dari orang-orang yang bekerja dan mencari pekerjaan serta penghuni perumahan sebagai limpahan dari Jakarta karena terbatas dan mahalnya lahan di Jakarta.
Pesatnya pembangunan industri dan perumahan menyebabkan tingginya perubahan fungsi lahan yang dulunya sebagian besar lahan pertanian, berubah menjadi lahan yang terbangun untuk perumahan dan industri. Aktivitas industri dan kegiatan domestik kalau tidak terkendali akan menimbulkan pencemaran terhadap fingkungan. Oleh sebab itu diperlukan upaya untuk melihat keterkaitan antara pembangunan dan lingkungan hidup dalam hal ini keterkaitan antara pertambahan penduduk, aktivitas penduduk, dan perubahan lahan sebagai masukan bagi perencanaan dalam rangka mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Penelitian dilakukan di Kotamadya Tangerang yang bertujuan untuk mempelajari secara kuantitatif pengaruh pertambahan penduduk, kepadatan penduduk, dan jumlah rumah tangga terhadap perubahan fungsi lahan menjadi lahan terbangun untuk perumahan dan industri.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Analisis data dilakukan secara diskriptif yang memberikan gambaran keterkaitan pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk, jumlah rumah tangga dengan laju perubahan fungsi lahan. Korelasi antara jumlah penduduk, kepadatan penduduk, jumlah rumah tangga, dengan luas lahan perumahan serta luas lahan perumahan ditambah Iuas lahan industri untuk tahun 1992, tahun 1995 dan signifikansi di antara variabel-varibel yang berkorelasi. Variabel bebas dalam penelitian adalah jumlah penduduk, kepadatan penduduk, dan jumlah rumah tangga di Kotamadya Tangerang tahun 1992 dan tahun 1995. Variabel terikatnya adalah luas lahan perumahan dan luas lahan perumahan ditambah Iuas lahan industri untuk tahun 1992 dan tahun 1995.
Hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa:
1. Pertumbuhan penduduk di Kotamadya Tangerang selama kurun waktu 1992-1995 meningkat dari 1.083.071 jiwa menjadi 1.464.738 jiwa atau naik rata-rata 11,36 persen per tahun yang didominasi oleh migrasi. Keriaikan tertinggi pada Kecamatan Cileduk 14,91 persen per tahun, Kecamatan Cipondoh 12,82 persen per tahun, Kecamatan Jatiuwung 11.86 persen per tahun, dan Kecamatan Tangerang 10,62 persen per tahun; sedangkan Kecamatan Batuceper dan Kecamatan Benda relatif rendah, yaitu masing-masing 7,20 persen per tahun dan 5,32 persen per tahun. Perbedaan kenaikan pertumbuhan penduduk pada masing-masing kecamatan ini disebabkan karena pengaruh peruntukan wilayah dan pengembangan kegiatan yang berlangsung pada masing-masing kecamatan.
2. Antara tahun 1992-1995 rata-rata pertambahan penduduk Kecamatan Cipondoh lebih tinggi (12,82) persen per tahun dibandingkan dengan Kecamatan Jatiuwung (11,86) persen per tahun. Tetapi pertambahan rumah tangganya lebih tinggi Kecamatan Jatiuwung (12,41) persen per tahun dibandingkan dengan Kecamatan Cipondoh (10,89 persen) per tahun. Indikator ini menunjukkan bahwa tingginya migrasi di Kecamatan Cipondoh yang berasal dari para pekerja industri yang masih belum berkeluarga dan indekost pada rumah penduduk setempat, karena letak Kecamatan Cipondoh_yang strategis dan ekonomis.
3. Proporsi tenaga kerja dari jumlah penduduk keseluruhan pada tahun 1990 dan tahun 1993 hampir sama, yaitu 63,48 persen dan 63,60 persen. Pada kelompok umur 15-19 dan 20-24 tahun lebih banyak tenaga kerja perempuan dibandingkan dengan laki-laki, karena pada kelompok umur 15-19 tahun tenaga kerja perempuan 56,44 pada tahun 1990 dan 56,58 persen pada tahun 1993. Begitu juga untuk kelompok umur 20-24 tahun tenaga kerja perempuan pada tahun 1990 sebanyak 51,22 persen dan tahun 1993 sebanyak 51,17 persen. Banyaknya tenaga kerja perempuan ini karena tidak terlepas dari jenis industri yang dikembangkan, seperti garmen dan sepatu yang banyak menarik minat tenaga kerja wanita.
4. Pertumbuhan ekonomi yang digambarkan oleh laju kenaikan PDRB, dilihat dari cara penghitungan atas dasar harga konstan dan harga berlaku, maka pada tahun 1992-1993 terjadi peningkatan yang cukup tajam dari seluruh sektor ekonomi, kecuali pertanian. Sektor listrik, gas, dan air meningkat paling tajam pertumbuhannya yang mencapai 4,96 persen. Indikator ini menunjukkan banyaknya permintaan karena pertumbuhan sektor lainnya, seperti sektor industri, konstruksi, sewa rumah, perbankan, perdagangan, dan restoran.
5. Kalau pengembangan perumahan dikaitkan peruntukan masing-masing kecamatan menurut Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kotamadya Tangerang, maka telah dikembangkan perumahan pada beberapa kecamatan yang tidak diperuntukkan untuk pengembangan perumahan, seperti Kecamatan Benda dan Kecamatan Tangerang. Untuk lahan terbangun untuk industri yang tidak sesuai dengan RTRW Kotamadya Tangerang adalah pada Kecamatan Cipondoh, Kecamatan Tangerang, dan Kecamatan Benda.
6. Dari hasil perhitungan di antara variabel yang berkorelasi menunjukkan bahwa pengaruh pertambahan penduduk terhadap perluasan lahan pada tahun 1992 positif dan kuat sekali yang ditunjukkan angka 0,91. Tahun 1995 hanya 0,48 berarti penga.ruh ini tidak sekuat pada tahun 1992, karena lebih kepada pengisian perumahan yang telah terbangun dari memperluas kawasan untuk pembangunan perumahan baru; atau dengan kata lain pertambahan penduduk yang cukpp tinggi sampai tahun 1992 telahmendorong para developer untuk investasi pada pembangunan perumahan.
7. Penghitungan terhadap hubungan kepadatan penduduk dengan luas lahan untuk perumahan, lebih kuat pada tahun 1992 (0,59) dari tahun 1995 yang hanya (0,16). Hal ini terjadi karena pada tahun 1995 kurangnya pembangunan perumahan baru, juga kepadatan pada Kecamatan Tangerang diikuti perluasan pembangunan perumahan lebih ke atas, karena banyaknya terbangun rumah dan toko.
8. Hubungan antara jumlah rumah tangga dengan luas lahan terbangun untuk perumahan menurut penghitungan, pada tahun 1992 adalah (0,94) dan pada tahun 1995 (0,48). Pengaruh ini sangat kuat yang disebabkan karena urutannya per kecamatan sama antara pertambahan jumlah rumah tangga dan luas lahan terbangun untuk perumahan pada tahun 1995, yaitu tertinggi pada Kecamatan Cileduk, Kecamatan Jatiuwung, dan Kecamatan Cipondoh.
9. Hubungan antara pertambahan penduduk dengan perluasan lahan terbangun untuk perumahan dan industri pada tahun 1992 adalah 0,75 dan pada tahun 1995 adalah 0,54. Hubungan antara kepadatan penduduk dengan perluasan lahan terbangun untuk perumahan dan industri pada tahun 1992 adalah 0,45 dan pada tahun 1995 adalah 0,23.
10. Hubungan antara pertambahan rumah tangga dengan luas lahan terbangun untuk perumahan dan industri pada tahun 1992 adalah 0,79 dan pada tahun 1995 adalah 0,62. indikator ini menunjukkan bahwa pada tahun 1992 pertambahan penduduk dan kepadatan penduduk memperluas lahan terbangun untuk perumahan, pada tahun 1995 pertambahan penduduk masih memperluas lahan perumahan dan industri, begitu juga kepadatan penduduk pada tahun yang sama. Kepadatan penduduk pada tahun 1995 pengaruhnya tidak sekuat pada tahun 1992 untuk perumahan dan industri karena kepadatan penduduk tertinggi pada Kecamatan Cileduk, sedangkan pada Kecamatan Cileduk tidak terbangun industri. Kuatnya pengaruh pertambahan rumah tangga terhadap perluasan lahan terbangun untuk perumahan dan industri karena dimungkinkan dengan tingginya pertambahan rumah tangga pada Kecamatan Jatiuwung. Kecamatan Jatiuwung Iahannya terluas terbangun untuk industri dan terbangun untuk perumahan terluas kedua setelah Kecamatan Cipondoh.
11. Menurut Indeks Kendali dari variabel-variabel yang berkorelasi tersebut, signifikansi akan terjadi pada pertambahan penduduk tahun 1992 dengan luas lahan perumahan tahun 1992, pertambahan penduduk tahun 1992 dengan luas lahan perumahan ditambah luas lahan industri tahun 1992, dan pertambahan penduduk 1995 dengan luas lahan perumahan ditambah luas lahan industri.
12. Kalau pertambahan penduduk Kotamadya Tangerang masih tetap sebesar 11,36 persen pertahun dan kenaikan jumlah rumah tangga sebesar 6,38 persen per tahun, maka pada tahun 2000 jumlah penduduk Kotamadya Tangerang sebesar 2.555.649 jiwa dan jumlah rumah tangga sebesar 469.021. Pada tahun 2005 jumlah penduduk Kotamadya Tangerang akan mencapai 4.514.457 jiwa dan jumlah rumah tangga sebesar 782.609.
13. Mengacu kepada Petunjuk Praktis Pembuatan Rumah Sehat dari Departemen Pekerjaan Umum, yaitu setiap jiwa memerlukan luas lantai minimal 9 m2, maka pada tahun 2000 penduduk Kotamadya Tangerang memerlukan minimal 230.008,41 hektar lantai perumahan dan pada tahun 2005 memerlukan 406.301,13 hektar lantai rumah. Ini berarti pada tahun 2000 iahan di Kotamadya Tangerang hanya dapat menampung kebutuhan 67,94 persen dari jumlah kebutuhan penduduknya dan pada tahun 2005 hanya dapat menampung 38,46 persen dari jumlah kebutuhan penduduknya. Oleh sebab itu diperlukan kebijaksanaan secara terpadu untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk, terutama yang berasal dari migrasi. Kebijaksanaan pembangunan industri agar lebih selektif terbatas kepada industri tinggi atau asembling yang sedikit tenaga kerja karena hanya memerlukan tenaga kerja yang mempunyai keahlian tertentu. Kebijaksanaan pembangunan perumahan untuk tidak memperluas secara horizontal tetapi juga vertikal atau pembangunan rumah susun.

ABSTRAK
Population Dynamics Analysis On Land Functional Conversion In Tangerang Municipality, West JavaPresidential Decree (Inpres) Number 13, 1976 on Developing Jabotabek region, to point out the City of Tangerang not only to serve the necessity of its people but also to serve the necessity of the Jakarta's people. Growing migration, enhancing the development of industrial estate, residential are, and trading, have led to the city of Tangerang to be a capital of the Tangerang Regency. After that, the Governmental Regulation (PP) Number 50, 1981 stated Tangerang as Administrative City, and Undang-Undang Nomor 20, 1993 declared .the Tangerang as a Kotamadya (municipality) Tangerang. One year after that, the growth of population was 8,27 percent, dominated by migration and economic growth achieved 9,3 percent. The high rate of migration is caused by working people and job seekers and new resident from Jakarta. The new resident is moving in to Tangerang due to the expensiveness and limited of Jakarta's land.
Increasing industrial development and residential area lead to the land conversion from agriculture activities. The uncontrolled of those activities would cause the environmental pollution. Therefore, to avoid the environmental pollution, the interwined between development and environmental in term of interelated among population growth, population activities, and land conversion are needed as an input for planning in achieving sustainable development and environmentally sound development.
Research was carried out in Tangerang Municipality that intends to develop the quantitative study of the impact of population growth, population density, and household number on the land conversion for residential area and industry.
Survey methods is carried out in this study. Data analysis is done as a descriptive that shows the interrelated of population growth, population density, number of household, with the rate of land conversion. This study also looks at the correlation among the number of population, population density, number of household with the area of residential and the industrial estate area associated with the area of residential in 1992 and 1995. The significancy test is also carried out among the correlation variables. The independent variables are population number, population density, and household number at the Tangerang municipality in the year 1992 and 1995. The dependent variables are residential area and residential area associated with industrial estate area in the year 1992 and 1995.
The conclusions of this research are :
1. The growth of population from 1992 to 1995 increased from 1,083,071 to 1,464,738 or raised by 11.36 percent per year, dominated by migration. The highest rate of population was 14.91 percent per year at Kecamatan Ciledug, 12.82 percent at Kecamatan Cipondoh, 11.86 percent at Kecamatan Jatiwungu, and 10.62 percent at Kecamatan Tangerang; while Kecamatan Batuceper and Benda was relatively lower, respectively 7.20 percent and 5.32 percent per year. The discrepancy of population growth among those kecarnatan is caused by the impact of land use and the kind of development activities.
2. Between 1992-1995 average population growth at Kecamatan Cipondoh was (12.82%) higher than Kecamatan Jatiwung (11.8%) per year. While the growth of household, Kecamatan Jatiwung (12.41°/o) was higher than Kecamatan Cipondoh (10.89%) per year. This indicator points out that the migration is quite high at Kecamatan Cipondoh due to the position of Cipondoh is quite strategic and close to the industrial area.
3. The proportion of labor force in 1990 and 1993 is almost similar that is 63.48 percent and 63.60 percent. Female labor is predominantly compare to male labour for the age group between 15-19 and 20-24. The age group between 15-19, the female labor was 56.44 percent in 1990 and 56.44 percent in 1993. For the age group between 20-24, female labor achieved 51.22 percent in 1990 and 51.17 percent in 1993. This phenomena appears because the kind of industries in Tangerang more need female labor rather than male labor.
4. Based on the constant price and the current price, the economic growth is significantly increasing from 1992-1993, particularly for electricity, gas and water sector that achieved 4,96 percent, except agricultural sector. This phenomena shows that increasing demand due to growing other sectors such as industry, construction, home rental, banking, trade, and restaurant.
5. There are several evidence that residential development at Kecamatan Benda and Kecamatan Tangerang does not fulfill the regional development plan of the municipality of Tangerang. In addition, the industrial development at Kecamatan Cipondoh, Tangerang and Benda are also not suitable with Tangerang's regional development plan.
6. The correlation between population growth and land conversion growth is quite significant (0.91) in 1992. Yet, in 1995 the correlation variable was only 0.48. It pointed out that population growth since 1992 did not cause the extending land conversion anymore, but they only moved in to the provided dwellings.
7. The correlation between population density and increasing land conversion for housing was stronger (0.59) in 1992 compare to 0.16 in 1995. It occurred due to the development of housing that has more than one storey.
8. The similar phenomena occurred on the correlation between the household number and land conversion for housing. The coefficient correlation was 0.94 in 1992 and 0.48 in 1995. This impact is very significant due to the rank per kecamatan is similar to additional the number of household and land conversion are for housing in 1995, that is Kecamatan Cileduk, Kecamatan Jatiwung, and Kecamatan Cipondoh.
9. The correlation between population growth and-increasing land conversion for housing and industry in 1992 was 0.75 and in 1995 was 0.54. The correlation between population density and enhancing and conversion for housing and industry in 1992 was 0.45 and in 1995 was 0.23.
10. The correlation between household growth and increasing land conversion for housing and industry in 1992 was 0.79 and in 1995 was 0.62. This indicator reflects that in 1992 population growth and population density increase land conversion for housing, in 1995 population growth and population density were still to extend land conversion for housing and industry as well as population density in the same year. The impact of population density was not significant in 1995 compare to in 1992 to housing and industry, because at Kecamatan Ciledug was not developed as unindustrial area. The significancy of the impact of additional household number on extending land conversion for housing is caused by the high rate of additional household at Kecamatan Jatiwung. The biggest industrial development and the second biggest industrial development are situated at Kecamatan_Jatiwung.
11. According to 10 Kendall index, the significant will happen between population growth variable and housing area in 1992, population growth and the total housing and industrial area in 1992, and also population growth and the total housing and industrial area in 1995.
12. If the population growth of Tangerang municipality is still 11.36 percent per year, household growth is 6.38 percent per year, so in the year 2000, the population will achieve 2,555,649 and the number of household will be 469,021. In the year 2005, the population will achieve 4,514,457 and the household will be 782,609.
13. Based on Petunjuk Praktis Pembuatan Rumah Sehat (the Simple Guidance for Building Health Housing) from Public Work Department, every people needs space minimum 9 m2, so in the year 2000, the people of Tangerang would need minimum 230,008.41 ha housing space and then in 2005 would need 406,301.13 ha. Its mean that in 2000 the provided land in the municipality of Tangerang could only to fulfill 67.94 percent demand and in 2005 could only fulfill 38.36 percent demand. Therefore, the comprehensive policies should be made and developed in order to be able to control and manage the population growth, particularly migration. The industrial development policies should be more selective in choosing and determining the kind of industries that emphasis more on high tech industry or clean industry and only need the skillful labors. in addition, housing development policies should not developed horizontally but should developed cheaper apartment etc.
Number of References : 41 (1981-1996)
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Azhar Abdurachman
"Seiring dengan berjalannya waktu dan berkembangnya teknologi industri, Kabupaten Karawang yang dulunya adalah sebagai daerah pertanian yang merupakan penghasil beras terbesar di pulau jawa, sebagian besar lahannya digunakan untuk bercocok tanam padi perlahan-lahan berubah menjadi daerah terbangun. Peneletian ini bertujuan untuk mengetahui diimana dan penyebab Perubahan Penggunaan lahan Pertanian menjadi daerah terbangun pada tahun 1984 dan 2008 serta pengaruh terhadap swasembada beras di Kabupaten Karawang dengan menggunakan Metode analisis deskriptif, super imposed peta, dan uji data statistik Multiple Regressi sehingga terlihat bahwa Perubahan Penggunaan lahan pertanian menjadi daerah terbangun yang tinggi pada Kabupaten Karawang secara umum terjadi pada Kecamatan yang mengalami pertambahan kepadatan penduduk yang tinggi, penurunan rata-rata pendapatan petani dan prosentase lahan terbangun yang direncanakan oleh RTRW yang tinggi. Perubahan lahan pertanian menjadi daerah terbangun memberikan dampak pada Kabupaten Karawang dalam memenuhi Swasembada beras kedua di Kabupaten Karawang. Secara Umum Kabupaten Karawang masih dapat melakukan Swasembada beras, namun terjadi penurunan surplus beras di setiap Kecamatan di Kabupaten Karawang."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S27849
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Susilawati Jose
"Melaksanakan pembangunan berarti membuat perubahan-perubahan dalam suatu Iingkungan. Hal ini dapat memutuskan mata rantai berbagal siklus yang hidup dalam ekosistem, sehingga mangganggu keselarasan hubungan manusia dengan Iingkungan.
Pelaksanaan pembangunan selalu bersifat dilematis. Di satu pihak dapat memberi manfaat dan resiko di lain pihak. Salah satu di antaranya adalah bermunculannya masalah-masalah pertanahan, khususnya berkaitan dengan perubahan penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan mencerminkan perubahan pemanfaatan sumberdaya alam.
Pemeliharaan kelestarian alam menjadi lehih mendesak apabila pertambahan penduduk meningkat. Akan tetapi sebaliknya, pertambahan penduduk yang meningkat ini justru menimbulkan "lapar-tanah", sehingga menggundulkan bukit, merusak hutan, den menguras sumberdaya alam (Salim, 1995).
Ada beberapa kasus, hamparan tanah pertanian yang subur dapat tergusur demi kepentingan pembangunan. Akibatnya lahan-lahan hijau semakin menciut jumlahnya. Dengan makin berkurangnya lahan hijau, mau tidak mau akan mempengaruhi kondisi iklim di wilayah itu. Gaya adaptasi manusia pada perubahan iklim relatif terbatas.
Di kota Jakarta setiap tahunnya terjadi peningkatan kebutuhan lahan untuk pembangunan, baik untuk perumahan, fasilitas umum, prasarana maupun kebutuhan Iainnya dengan angka rata-rata gross sebesar 600 Ha (Pemda OKI Jaya, 1984).
Cuaca dan iklim adalah salah satu ekosistem alam. Oleh karena itu, kehidupan manusia sangat dipengaruhi oleh cuaca dan iklim. Meskipun kini teknologi telah demikian maju, namun manusia masih belum dapat melepaskan diri dari pengaruh serta peranan cuaca dan iklim.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bahwa dewasa ini semakin banyak lahan yang berubah penggunaannya akibat tuntutan pembangunan tanpa mempertimbangkan kondisi lingkungan. Hal ini tentunya berdampak pada lingkungan, khususnya berkaitan dengan iklim.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah pengaruh perubahan penggunaan lahan (berdasarkan masing-masing jenis tutupan lahannya, yakni: tutupan vegetasi, tutupan bangunan/beton dan tutupan tanah kosong) pada unsur-unsur iklim mikro (suhu udara dan kelembaban udara). Selain itu, adakah kaitan antara kenaikan jumlah penduduk dengan perubahan penggunaan lahan, dan seberapa besar intensitas perubahan penggunaan lahan tersebut.
Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi para pengambil keputusan dan masyarakat Iuas dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan, terutama berkaitan dengan perubahan penggunaan lahan, serta dalam upaya untuk memperbaiki kondisi iklim mikro di suatu wilayah.
Dasmann (1972) menyatakan bahwa salah satu faktor yang menimbulkan masalah lingkungan hidup adalah tidak adanya kontrol penggunaan tanah (ruang), selain faktor penduduk dan teknologi.
Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber, yaitu: Suku Dinas Tata Kota, Suku Dinas Pertanahan, Biro Pusat Statistik (BPS) di wilayah Jakarta Timur; Kantor Kecamatan ' Duren Sawit, Kramat Jati, dan Makasar, Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Jakarta, serta Stasiun BMG Halim Perdana Kusuma. Data yang digunakan adalah data luas penggunaan lahan, data jumlah penduduk, dan data unsur-unsur iklim.
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Jakarta Timur dengan mengambil sampel 3 kecamatan, yaitu: Duren Sawit, Kramat Jati, dan Makasar. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif. Pada pengolahan data dilakukan uji statistik dengan program SPSS versi 4.0.
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan, maka dapat dijelaskan bahwa :
(i) perubahan penggunaan lahan berkaitan dengan pertambahan jumlah penduduk yang terus-menerus meningkat dari tahun ke tahun;
(ii) perubahan penggunaan Iahan menyebabkan jumlah Iuas lahan tutupan bangunan/beton meningkat, sedangkan jumlah luas lahan tutupan vegetasi dan tutupan tanah kosong berkurang;
(iii) besar intensitas perubahan penggunaan lahan (berdasarkan jenis tutupan dan Iokasinya) bervariasi dari yang terkecil 0,63 % sampai yang tertinggi 33,22 %;
(iv) berdasarkan hasil uji statistik, terbukti bahwa ada korelasi antara tutupan vegetasi, tutupan bangunan/beton dan tutupan tanah kosong dengan suhu udara dan kelembaban udara.
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa secara indikatif terdapat pengaruh perubahan penggunaan lahan pada unsur-unsur iklim mikro (suhu udara dan kelembaban udara). Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, terjadi pula perubahan penggunaan lahan. Semakin besar jumlah lahan yang berubah, maka akan semakin besar intensitas perubahannya.
Daftar Kepustakaan 36 (1951 - 1997)

Development is making changes in an environment. This can break the many live cycles in ecosystem, so it can disturb the beauty of human relationship in the environment.
The development is always dilemmatic. In one side it gives benefit but risk in another side. One of them is agrarian problem, especially that connected with land use changes. Land use changes shows changes in using nature resources.
The maintenance of the nature eternity will be come more urgent if people's growth increase. However, in the other side, the increasing of people growth make °hunger land", that makes hills become bold, damaged the forests, and quire nature resources (Salim, 1995).
There are some cases, spread good land of agriculture can be drag away for development importance. The affection from it, is the green land become decrease. The decreasing of green land influence the climate condition of that area. Human adapted capability from climate changes is relativity limited.
In Jakarta, annually happen increasing of land use for developing, such as for house estate, general facility, accommodation and also other needed with approximate gross score about 600 Ha (Pemda DKI Jaya, 1984).
The weather and climate is one of the nature ecosystem. Therefore, human lives is very influence by them. Although technology has already developed, people still can't get away from the influence and the function of weather and climate.
Problem in this observation is there are many more land that changed its useful because of development importance without concerning the environment condition. This situation impact to the environment, especially climate.
The purpose of this observation is to know whether there's an influence from changing the using of land (according to each type of closing land, that are : vegetation closing, cementlbuilding closing, and empty land closing) in micro climate elements (temperature and humidity). In spite of those, is there any connection between the increasing of people's growth with the land use changes, and how much intensity of changing the using of land.
This observation is hoped can give an extra information for the decision maker and general people in planning and doing developing, especially that connected with changing the using of land, from repairing micro climate condition in one area.
Dasmann (1972) says that one of the factors which caused the live environment, there's no control in using ground (space), besides of factor of people and technology.
The date that is used in this observation get from many sources, there are : from City Order department, Agrarian department, Statistic Central Boreau (BPS) East Jakarta, Duren Sawit, Kramat Jati, and Makasar Kecamatan office, Meteorology and Geophysics Department (BMG) Jakarta, and Halim Perdana Kusuma Station of BMG. The date that is used were wide date of the using of land, date of people amount and climate elements date.
This observation was observed in East Jakarta with taking three samples of Kecamatan : Duren Sawit, Kramat Jail, and Makasar. This observation was using descriptive analysis method. In preparing date was used statistic evaluation with SPSS program 4.0 version.
According to the analysis and discussion that was done, we can get the explanation :
(i) there's an increasing in people's growth continuing from year to year, this there's connection with changing the using of land.
(ii) There's a change using land, wide amount of building/cement closing land increase, nevertheless wide land amount' vegetation closing and empty land closing decrease.
(iii) The intensity of changing using land variated from 0,63 ''/o to 33,22 %.
(iv) From the statistic evaluation, it's true that there is a correlation from vegetation closing, building/cement closing and empty land closing with temperature and humidity.
The conclusion of this observation is there is indicative influence to the land use changes to micro climate elements. The increasing of people growth influence the land use changes: The extend of the land use changes has a relationship with the intensity of its changes.
Number of References : 36 (1951 - 1997)
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T 14622
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johannes Anwar
"Pemilihan lokasi diantara beberapa pilihan lokasi industri merupakan hal paling mendasar dan awal yang dilakukan oleh pengusaha atau produsen setelah menentukan jenis industri. Sebelum kemudian mengambil keputusan-keputusan lain maka pengusaha/produsen akan terlebih dahulu mempertimbangkan lokasi yang akan memberikan keuntungan yang paling maksimal atau memberikan biaya yang paling minimal. Sementara itu pemerintah sebagai regulator dari kebijakan spasial memiliki kepentingan tersendiri yang belum tentu sesuai/sinkron dengan kepentingan pengusaha.
Restriksi dalam bentuk rencana tata guna lahan merupakan salah satu kebijakan penting dari pemerintah dalam upaya mereduksi atau bahkan menghilang berbagai ekstemalitas yang ditimbulkan oleh industri terhadap perkembangan wilayah. Salah satu upaya yang kemudian dapat dilakukan adalah mengembangkan kebijakan yang memberikan hasil yang paling optimal bagi perkembangan/pertumbuhan wilayah atau dengan kata lain ada sinkronisasi antara pengembangan sektor industri dengan pertumbuhan ekonomi wilayah.
Berdasarkan kenyataan diatas maka kemudian dikembangkan suatu model dinamik dari pemilihan lokasi industri yang selain mengadopsi kepentingan pengusaha juga tetap memperhatikan berbagai restriksi yang ditetapkan oleh pemerintah (dalam penetapan tata guna lahan digunakan RTRW ataupun RUTR). Dipilihnya model dinamik dalam penelitian ini karena perilaku dari produsen dalam pemilihan lokasi industri tidaklah bersifat statis tetapi selalu mempertimbangkan berbagai perubahan yang terjadi baik dari sisi biaya maupun pendapatan dari setiap lokasi yang akan dipilih.
Berdasarkan hasil pengembangan model maka diperoleh hasil bahwa faktor utama yang mempengaruhi pemilihan lokasi industri adalah keuntungan yang diperoleh, dimana besamya sangat ditentukan oleh komposisi variabel biaya dari masing-masing jenis industri yang ada pada setiap lokasi. Disamping itu pengembangan alternatif kebijakan tata guna lahan untuk sektor industri tidak dapat dilakukan secara parsial yaitu per wilayah, namun harus secara integral karena sangat berkait erat dengan upaya menekan/mereduksi high cost economy.
Indikator yang digunakan dalam pengembangan kebijakan adalah nilai ekonomi yang diwakili oleh total agregat output dan kinerja jaringan jalan. Kebijakan terbaik yang dapat dilakukan di Jabodetabek berkaitan dengan pemilihan lokasi industri adalah dengan melokalisir industri pada wilayah-wilayah yang belum tinggi tingkat kegiatannya (belum tinggi volume lalu lintasnya)."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T20450
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Dini Suhani
"Kota Serang terletak di tengah provinsi Banten, yang merupakan pintu gerbang pergerakan manusia, barang, dan jasa antar regional yang sangat strategis sehingga akan dibangun pusat perbelanjaan dan bisnis. Rencana pembangunan Mall of Serang ini akan mempengaruhi perubahan tata guna lahan yang ada di daerah sekitarnya. Tentunya ini juga akan berdampak pada perubahan transportasi di wilayah Kota Serang khususnya daerah sekitar pembangunan Mall of Serang.
Dengan memperhatikan segala aspek rencana pembangunan Mall of Serang perlu dilakukan analisis kinerja lalu lintas. Analisis menggunakan perencanaan empat model transportasi yaitu bangkitan perjalanan yang menghasilkan model hubungan antara parameter tata guna lahan dengan jumlah perjalanan yang menuju ke suatu zona atau meninggalkan suatu zona. Analisis model bangkitan perjalanan menggunakan metode ITE dengan berdasarkan tipe tata guna lahan dimana luas lahan mall pembanding, yang nantinya sebagai acuan untuk memprediksikan pengunjung Mall of Serang. Model distribusi perjalanan untuk mendapatkan data arus lalu lintas dari zona asal ke zona tujuan dalam suatu lingkup studi. Yang menjadi objek adalah 3 jenis kendaraan yaitu kendaraan ringan (LV), kendaraan berat (HV), dan Sepeda motor (MC).
Dari hasil pengamatan yang dilakukan sekitar Mall of Serang didapat jumlah pengunjung Mall of Serang dengan mengestimasi luas lahan dari suatu daerah studi yaitu dengan mengetahui luas bangunan mall pembanding adalah sebesar 241 smp, yang terdiri dari angkutan umum, sepeda motor dan mobil pribadi. Memprediksikan kondisi yang akan datang mengasumsikan nilai tingkat pertumbuhan setiap zona. Dengan nilai tingkat pertumbuhan sebesar 1.022. Dengan metode seragam, semua matriks asal-tujuan dikalikan dengan factor 1.022 untuk mendapat matriks asal-tujuan pada masa mendatang.

Serang town located in the middle of province Banten, Serang is a gate of people movement, thing, and service inter regional that very strategic so it will build center of shopping and bussines. Plan of contruction Mall of Serang will influence use areas system in surroundings region. Certainly it's also impact to transportation in Serang town especially in araound contraction Mall of Serang.
With look all of aspect the plan of contruction Mall os Serang need traffic perfomance analysis. The analysis using four models of transport planning is trip generation resulting model of the correlation between land use parameters with number of trips towards to a zone or leaving to a zone. Analysis model trip generation using methode ITE by type land use where the mall area as a reference, and it use to give a prediction of visitor Mall of Serang. Model trip distribution to get the data of traffic flow from origin zone to destination zone within a scope study. The object are the three types of the vehicle specifically light vehicle, heavy vehicle, and motorcycle.
From the result of observations around the Mall of Serang can be obtained the visitors Mall of Serang with in estimating land of the studi area by knowing the comprasion another mall area is 241 smp, consist of public tranport, motorcycle, and private car. To predict the condition of the future we can assuming the value of the zones growth rate.With get the value of growth is 1.022. With the same methode, all of matrix origin-destination multiplied by factor 1.022 to get the matrix origin-destination of the future.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42964
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Rosantika
"Perubahan penggunaan tanah khususnya tanah pertanian menjadi non pertanian di Kabupaten Bekasi dari tahun 2003-2011 telah mencapai 7.575 Ha. Selain berada dalam pemanfaatan ruang pertanian, penggunaan tanah pertanian juga berada pada pemanfaatan ruang industri, pariwisata, permukiman dan kawasan lindung. Penelitian ini bertujuan untuk menilai efektivitas tanah pertanian yang berada di luar pemanfaatan ruang pertanian dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Penilaian efektivitas tanah pertanian dilakukan dengan metode pengkelasan dan skoring. Variabel yang dipilih sesuai dengan tujuan penelitian ini meliputi kesesuaian tanah pertanian, parameter fisik, biologis, sosial kependudukan dan alokasi pemanfaatan ruang pertanian dalam RTRW.
Hasil penilaian efektivitas tanah pertanian yang dipertahankan adalah seluas 19.311 Ha yang terbagi dalam tiga kelas yaitu (1) efektivitas tinggi (S1) dengan luas sebesar 65% dari total luas tanah pertanian efektif dengan kecamatan terluas adalah Babelan, (2) efektivitas sedang (S2) dengan luas sebesar 20% dari total luas tanah pertanian efektif dengan kecamatan terluas adalah Cikarang Timur dan (3) efektivitas rendah (S3) dengan luas sebesar 15% dari total luas tanah pertanian efektif dengan kecamatan yang terluas adalah Tambun Utara. Dalam keterkaitannya dengan penyusunan tata ruang daerah Kabupaten Bekasi maka efektivitas tinggi tanah pertanian untuk dipertahankan (S1) pada pemanfaatan ruang industri berada di Kecamatan Tarumajaya, sedang pada pemanfaatan ruang pariwisata adalah Kecamatan Muaragembong, pada pemanfaatan ruang permukiman juga berada di Kecamatan Muaragembong dan pada pemanfaatan ruang kawasan lindung adalah di Kecamatan Cikarang Pusat.

The transition in land use, especially the transition from agricultural to nonagricultural land in Bekasi Regency from 2003 to 2011 had reached 7,575 hectares. Agricultural land use exists not only in agricultural area utilization, but also in the utilization of industrial, tourism, residential and protected areas. This research aims to assess the effectiveness of agricultural lands located outside the agricultural area utilization in the Regional Spatial Plan (Rencana Tata Ruang Wilayah-RTRW). The assessment of the effectiveness of agricultural lands is carried out by classification and scoring methods. Variables selected according to the purpose of this study include the suitability of agricultural land, physical, biological, social, demographic parameters and the allocation of agricultural area utilization in the Regional Spatial Plan.
The assessment results of the effectiveness of agricultural lands maintained is an area of 19,311 hectares which is divided into three classes: (1) high effectiveness (S1) which is 65% of the total area of effective agricultural lands with Babelan as the largest district; (2) medium effectiveness (S2), 20% of the total area of effective agricultural lands with Cikarang Timur as the largest district; and (3) low effectiveness (S3), 15% of total area of effective agricultural lands with Tambun Utara as the largest district. In association with Bekasi Regency`s spatial planning, the high effectiveness of agricultural land maintained (S1) in industrial area utilization is located in Tarumajaya District; in tourism area utilization it is located in Muaragembong District; in residential area utilization it is also located in Muaragembong District; and in protected area utilization it is located in Cikarang Pusat District.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
T30055
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Zaherunaja
"Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan termasuk di dalamnya pulau-pulau kecil merupakan alternatif yang tepat bagi pembangunan nasional selanjutnya, dan dapat menjadi salah satu tumpuan harapan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dimasa mendatang. Agar tidak mengulangi berbagai kekeliruan/kesalahan yang telah/pernah terjadi dalam pemanfaatan ruang di pulau-pulau besar yang kurang mengindahkan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, maka dalam pemanfaatan sumberdaya alam di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil harus dilakukan secara terpadu dan bijaksana.
Pulau-pulau kecil yang secara fisik memiliki sumberdaya alam daratan (terestrial) sangat terbatas, tetapi sebaliknya memiliki sumberdaya kelautan yang melimpah, merupakan aset yang strategis untuk dikembangkan dengan basis kegiatan ekonomi pada pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa lingkungan (environmental services) kelautan. Dalam perkembangan selanjutnya akibat dari pertambahan jumlah penduduk, perluasan permukiman dan kegiatan industri, pariwisata dan transportasi laut, maka pulau-pulau kecil merupakan potensi yang perlu dikembangkan secara hati-hati. Pendekatan secara terpadu antara potensi darat, pantai dan laut serta aktivitas yang sesuai mutlak diperlukan untuk menghindarkan kerusakan lingkungan akibat mendapat tekanan berat karena eksploitasi sumberdaya alam yang tidak memperhatikan aspek pelestarian lingkungan. Atas dasar itu, maka pendekatan secara ekonami-ekologi dalam pembangunan pulau-pulau kecil yang berkelanjutan mutlak diperlukan.
Oleh karena itu, sangat penting kiranya adanya suatu perencanaan ruang wilayah pesisir dan pulau kecil yang baik dan benar, yaitu suatu perencanaan ruang yang program-programnya dapat diimplementasikan, dapat diterima oleh pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Masalah pokok dalam perencanaan tata ruang terletak pada metode penyusunan rencana tata ruang yang kemudian dapat berlanjut pada pemanfaatan dan pengendalian tata ruang itu sendiri.
Penyimpangan pemanfaatan ruang dari rencana tata ruang disebabkan oleh ketidaksesuaian dengan harapan pengguna lahan (stakeholders). Pemanfaatan ruang oleh berbagai pengguna lahan (stakeholders) yang berbeda kepentingan, dapat menyebabkan terjadinya konflik pemanfaatan ruang.
Salah satu pulau kecil yang mempunyai potensi kelautan yang cukup besar adalah Pulau Legundi yang terletak di Kabupaten Lampung Selatan, Propinsi Lampung. Secara geografis pulau tersebut terletak di Teluk Lampung yang mempunyai potensi perikanan dan pertanian yang cukup besar. Oleh karena itu pada akhir tahun 2001, Direktorat Tata Ruang Laut Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil, Direktorat Jenderal Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan telah melakukan studi tentang Pengelolaan Kawasan Lingkungan Pesisir untuk Pelestarian Lingkungan Gugus Pulau Legundi. Sebagai kelanjutan dari studi tersebut dan agar dalam pengembangan Pulau Legundi yang berkelanjutan pada masa yang akan datang dapat tercapai, untuk itu perlu suatu analisis kebijakan yang dapat memberikan masukan (input) sebagai dasar/bahan pertimbangan bagi para pengambil keputusan dalam pemanfaatan ruang dan penetapan kawasan yang optimal dan proposional bagi berbagai pengguna lahan (stakeholders) yang berkepentingan dengan tidak mengesampingkan pentingnya pelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup.
Penelitian ini bertujuan untuk : a. Mengetahui persepsi para pelaku kepentingan berkaitan dengan penentuan prioritas penggunaan ruang/kegiatan; b. Mengevaluasi kesesuaian lahan dalam pemanfaatan ruang wilayah Pulau Legundi dan kemungkinan dampaknya terhadap lingkungan hidup; c. Menentukan prioritas penggunaan lahan dalam pemanfaatan ruang wilayah Pulau Legundi; dan d. Memberikan rekomendasi sebagai dasar pertimbangan pengambilan keputusan dalam penentuan kebijakan.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif berupa studi kebijakan dengan pendekatan studi kasus dengan menggunakan pendekatan metode kuantitatif dan metode kualitatif. Untuk mengetahui persepsi/tingkat kepentingan dari para pelaku kepentingan (stakeholders) dalam penentuan prioritas kegiatan didekati dengan metode Proses Analisis Hirarkhi (PHA). Analisis spasial untuk mengevaluasi kesesuaian lahan didekati dengan menggunakan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan aplikasi Arc-info dan Arc-View. Sedangkan untuk mengidentifikasi dampak lingkungan hidup yang telah dan akan terjadi didekati dengan melakukan kajian lingkungan. Selanjutnya dengan memanfaatkan hasil ketiga analisis tersebut dilakukan analisis kebijakan untuk menetapkan rekomendasi zonasi pemanfaatan ruang Pulau Legundi.
Pelaku yang mempunyai peranan penting dalam penentuan prioritas kegiatan yang akan dikembangkan di Pulau Legundi secara hirakhi adalah Pemerintah Daerah, masyarakat, Swasta dan LSM. Prioritas kegiatan yang dipilih para pelaku dalam Pengembangan Pulau Legundi secara hirarkhi perkebunan, perikanan, konservasi, permukiman, industri dan wisata.
Hasil analisis spasial menunjukkan bahwa kesesuaian lahan bagi penggunaan/pemanfaatan ruang yang memenuhi kriteria sangat sesuai hanya untuk kegiatan konservasi dan perkebunan. Ruang yang sangat sesuai untuk konservasi seluas 492,599 Ha, dan sangat sesuai untuk lahan perkebunan seluas 846,756 Ha. Sedangkan kesesuaian lahan untuk kegiatan lainnya yaitu permukiman, industri dan tambak hanya sampai kriteria sesuai.
Hasil overlay antara peta kesesuaian lahan kriteria sangat sesuai dengan peta kesesuaian lahan kriteria sesuai menunjukkan bahwa hanya kegiatan perkebunan dan konservasi saja yang sangat sesuai dalam memanfaatkan ruang Pulau Legundi. Pemanfaatan ruang Pulau Legundi untuk kegiatan pertanian/perkebunan, perikanan, permukiman dan industri diperkirakan telah dan akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan berupa pencemaran air laut, gangguan terhadap biota perairan, pengaruh terhadap kegiatan perikanan, kerusakan fisik habitat meliputi kerusakan ekosistem mangrove dan kerusakan ekosistem terumbu karang, konflik sosial serta gangguan terhadap kesehatan masyarakat.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa zonasi pemanfaatan ruang Pulau Legundi yang optimal mengalokasikan ruang daratan untuk kawasan konservasi seluas 761,207 Ha (42,32 %) dan kawasan budidaya seluas 1037,693 Ha yang terdiri dari zona perkebunan/pertanian seluas 968,704 Ha (53,85 %) serta zona permukiman dan Industri seluas 68,916 Ha (3,83 %). Sedangkan pemanfaatan ruang perairan Pulau Legundi dialokasikan untuk zona budidaya mutiara seluas 207 Ha yang terletak di Selat Siuncal, zona konservasi laut pada ekosistem terumbu karang di perairan sebelah utara seluas 1.616 Ha, zona perikanan tangkap di sekitar ekosistem terumbu karang, zona perikanan budidaya di sekitar pantai utara Pulau Legundi maksimal sejauh 100 m dari garis pantai.

Policy Analysis of Small Island Space Utilization (Case Study in Legundi Island Region, South Lampung Regency, Lampung Province)The utilization of coastal area and ocean resources including Small Island is the right alternative for the following national development and it can be one of the centers of hopes to fulfill the society necessity in the future. In order not to repeat some mistakes ever occurred in space utilization of large islands by less paying attention to the conservation function and balance of living environment, utilization of natural resources in the coastal area and small islands should be done wisely and integrated.
The small islands, which physically have very restricted natural land resources (terrestrial), but on the other hand very abundant marine resources are strategic assets to be developed with basic economic activity on the utilization of natural resources and the marine environmental services. Due to increasing number of population, extension of settlement and industrial activities, tourism and sea transportation, small islands need to be developed carefully. An integrated approach of land, ocean and beach potential as well as appropriate activities are absolutely needed to avoid environmental damage caused by heavy pressure due to natural resources exploitation which do not pay attention to the environmental conservation aspects. Based on these, the economic - ecological approach in sustainable development of small islands is absolutely needed.
Therefore, it is very important to have a good spatial planning of coastal area and small islands that is a space planning with programs that can be implemented and accepted by stakeholders and able to improve the society's welfare. The main problem in space planning is the utilization and the restraint of the space itself. The divergence of the land use from space planning is caused by unsuitability with the stakeholders hopes. The spatial utilization by some stakeholders which have different interests can cause land use conflict.
One of the small islands that have a quite large ocean potential is Legundi Island located in South Lampung Regency, Lampung Province. The island is geographically located in Lampung Bay which has a vast fisheries and farming potential. Therefore, at the end of 2001 the Directorate of Coastal Spatial Planning, and Small Islands of the Directorate General of Coastal Areas and Small Islands of The Department of Marine Affairs and Fisheries have conducted a study on the management of the coastal areas for the environmental conservation of Legundi Islands group. As a follow-up study and in order to develop Legundi Island sustainable in the future, it therefore needs a policy analysis to provide input for the decision makers to determine space for optimal and proportional area for some stakeholders with taking into account the importance of the conservation and balance functions of living environment.
These research objectives are the following:
1. To know the perception of the stakeholders subjects of interest (government, entrepreneur, society and non government organization) related to the determining priorities of exploitation the area/activities.
2. To evaluate the suitability of the area in Legundi island land use and the possibility of the impacts on living environment.
3. To determine the priority of the spatial arrangement in Legundi island space utilization.
4. To provide recommendation to the government for a consideration in taking decision of the policy formulation.
The research uses a descriptive study in the form of policy analysis with an approach of using quantitative and qualitative method. These methods of analysis comprises the following steps (1) To know the perception or level of the importance from stakeholders in determining the priority activities approached by hierarchy analysis procces method is applied; (2) To know land suitability by using software of geographical information system (GIS) with Arc-info and Arc-view is applied; (3) To assess the impact on living environment is approached by environmental analysis. Next, by using the above mentioned three analysis results, policy analysis is conducted to determine the zoning recommendation of Legundi island space utilization.
The agents who have important role in determining priority activities to be developed in Legundi Island are hierarchically the local government, society, interpreneur and the non government organization. The priority activities selected by the agents in developing Legundi Island hierarchically are plantation, fisheries, conservation, settlement, industrial and tourism.
The result of spatial analysis shows that the suitability of land in land use which fulfill the criteria of "very suitable? is only for conservation and plantation activities. The most suitable space for conservation is 492.599 Ha, for plantation 846.756 Ha. While the suitable space for other activities are settlement, industry and fishpond.
The overlay result between ?very suitable and suitable" map category shows that only plantation and conservation are very suitable to be exploited at the Legundi Island.
The Legundi Island land use for farming/plantation, fisheries, settlement and industry is estimated to have an important impact to the environment, such as, sea water pollution, disturbance of the aquatic animal, the influence to the fisheries activities, the physical damage of habitat covering mangrove ecosystem, coral reef damage, social conflict and the disturbance of the society's health.
This research concludes that the space utilization Zone of Legundi Island optimally allocates 761.207 Ha (42.32%) for land space conservation, and 1.037.693 Ha for cultivation area. For cultivation area are designated 968.704 Ha (53.85%) for plantation /farming zone and 68.916 Ha (3.83%) for settlement and industrial zone. While the aquatic space utilization of Legundi island the amount of 207 Ha is allocated for pearl cultivation which is located in Siuncal Strait, 1.616 Ha for the marine conservation zone on the coral reef ecosystem in the northern waters. The fisheries catch zone in coral reef ecosystem, cultivated fisheries zone is in northern beach of Legundi island is designated 100 m maximum from the shoreline.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T11040
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>