Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170754 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Akmal Hasan
"Taman Nasional Gunung Gede Pangrango merupakan salah satu bentuk upaya terhadap konservasi yang mempunyai fungsi dan peran penting sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan dan pelestarian keanekaragaman hayati beserta ekosistemnya, yang telah ditetapkan oleh Menteri Pertanian pada tanggal 6 Maret 1980.
Dalam undang-undang nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya didefinisikan sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dikelola dengan sisters zoning yang telah dideklarasikan pada The IV th World Congres on National Park and Protected Area di Caracas, Venezuela 1992.
Penelitian dengan judul "Sebaran Wilayah Berpotensi Rawan Perambahan Di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Dan Sekitarnya" bertujuan ingin mengkaji perubahan spatial terhadap kondisi wilayah yang telah ditentukan menurut hukum yang secara formal (legal) maupun yang terjadi saat ini berkembang.
Adanya penetapan suatu daerah Taman Nasional sering menimbulkan konflik antara masyarakat sekitar dengan pihak pengelola, untuk mengurangi gangguan tersebut perlu adanya pengaturan yang memadai untuk kehidupan masyarakat serta pengetahuan tentang pentingnya kawasan hutan/ Taman Nasional sebagai penyangga kehidupan masyarakat sekitar.
Sasaran yang ingin dicapai secara umum memberikan kerangka pendekatan yang dapat mengakomodasikan kepentingan sosial masyarakat disekitar bufferzone Taman nasional Gunung Gede Pangrango.
Secara singkat perrmasalahan yang muncul dalam study ini adalah "bagaimana sebaran wilayah rawan rambah Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, baik menurut kebijakan Pemerintah maupun keberadaan (existing) penggesarannya?" selanjutnya, pertanyaan lainnya adalah "dimana wilayah yang berpotensl rawan rambah ?".
Hasil penelitian menunjukkan bahwa diperoleh perubahan spatial penggunaan lahan yang secara fisik rawan rambah terdapat diwilayah bagian utara TNGGP pada Kabupaten Bogor khususnya di kecamatan Caringin, Megamendung dan Ciawi. Sedangkan Kabupaten Sukabumi adanya penambahan areal kawasan hutan khususnya di Kecamatan Cisaat.
Kata Kunci : Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Kebijaksanaan Pemerintah, Konservasi, Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem, Masyarakat, Rawan Perambahan, Penggunaan Lahan.

a Distribution Which is Potential to be Encroached in Gunung Gede Pangrango National Park and Its Surrounding.Gunung Gede-Pangrango National Park has been determined as a National Park by the Ministry of Agriculture in 1980. As a conservation area, the National Park has its function as a protection of livelihood buffer system and sustainability biodiversity including its ecosystem.
According to law no. 5/1990 concerning Conservation of Natural Resources and Biodiversity with its ecosystem, it has been defined that as a nature reserve area which has natural and original ecosystem, the area should be managed by zoning system such as being declared by the IV th World Congress on National Park and Protected area in Caracas, Venezuela 1992.
The Research on :"Area Distribution which is potential to be encroached in Gunung Gede Pangrango National Park and its surrounding:, has objective to analyze the spatial change of area condition which has been defined based on legal and formal law or based on situational condition.
By declaring the area as a National Park, it has caused conflict between community surrounding the area and the management site. To minimize the conflict, it is needed a standard regulation for a community livelihood and a knowledge on how important is the forest area/National park as a buffer for livelihood of the community.
The general objective is to give a framework of approach which could accommodate social communities' needs in the buffer zone of Gunung Gede-Pangrango National Park.
In Brief, the problem rise on this study is about "How is the distribution pattern of the area potential to be encroached in Gunung Gede-Pangrango, either based on the Government policy or by the existing movement?" and the next question is : "Where is the area potentially being encroached?"
Result of the study showed that there has a spatial change in using area that physically potential being encroached. The areas are located within the North Part of Gunung Gede-Pangrango National Park that is in Bogor District especially in Caringin Regency, Megamendung and Ciawi. The other location is in Sukahumi district, which is located in Cisaat Regency.
Keywords: Gunung Gede-Pangrango National Park, Government Policy, Conservation, Biodiversity Natural Resources and Ecosystem, Community, Encroachment, Land Use."
2001
T2819
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akmal Hasan
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2001
T39601
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2000
S33767
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Gunung Gede Pangrango merupakan taman nasional terbaik di Pulau Jawa....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ernita Sari
"Vegetasi mempunyai beberapa syarat tumbuh yang harus dipenuhi untuk dapat
hidup dengan optimal Faktor-faktor yang memungkinkan keberadaan suatu
vegetasi di suatu wilayah adalah faktor edafis, fisiografis, klimatis dan biotis
(Polunin, 1990).
Perubahan vegetasi sejalan dengan pertambahan ketinggian dari permukaan
laut (elevasi), namun masih banyak faktor-faktor iklim yang penting dalam
lingkungan pegunungan, terrnasuk jumlah dan penyebaran curah hujan, cahaya
dan singkapanlexposure lereng (Loveless, 1989).
Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango sebagal wilayah penelitian
tergolong sebagal Hutan Hujan Tropis Pegunungan (Loveless, 1989), yang
memungkinkan terdapatnya variasi vegetasi hutan dalam zona sub montana,
montana maupun sub alpin (Novinita, 1992).
Permasalahan yang ingin diutarakan adalah bagaimana penyebaran vegetasi di
Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango, sehubungan dengan kondisi
ketinggian, curah hujan serta penyinaran matahari pada musim hujan dan
kernarau. Satuan analisis yang akan dipergunakan adalah lereng.
Yang dimaksud dengan vegetasi adalah tumbuhan yang belum mendapat
pengaruh, campur tangan, serta rekayasa manusia. Vegetasi yang akan diamati
diklasiflkasikan mengacu pada Dansereau (1957) dalam Cohn (1969), dan
Yamada 0977 yang kemudian diolah, yaitu : Vegetasi Al, lapisan pertama,
tinggi Iebihlsama dengan 25 m, batang kayu keras, Vegetasi AZ lapisan
kedua, tinggi kurang dari 25 m, pohon, batang kayu keras, tidak termasuk
conifer, Vegetasi B, lapisan kedua, tinggi kurang dari 25 m, batang kayu keras,
daun jarum/conifer, Vegetasi C, lapisan bawah, tinggi kurang dari 6 m, batang
keras atau lunak, (semak herba, perdu, pakis, palma, bambu), Vegetasi D,
lapisan bawah, tinggi kurang dari 6 m, menumpang pada tumbuhan lain (paku,
epifit, liana), Vegetasi E, lapisan bawah, tinggi kurang dari I m, (rumputrumputan,
alang-alang), Vegetasi F, lapisan bawah, tinggi kurang dari 0,1 m,
(lumut, jamur). Vaniabel yang akan dilihat adalah ketinggian dan faktor klimatis, yaitu curah
hujan serta penyinanan matahani pada musim hujan dan musim kemarau.
Penyinaran matahani yang akan dilihat adalah rata-rata lama penyinaran
matahari dalam 1 bulan. 100% berarti rata-rata tiap hari 8 jam.
Untuk menjawab permasalahan pada penehitian mi dilakukan penampalan peta,
dengan mengacu pada data-data yang diperoleh dari Badan Meteorologi dan
Geofisika, Departemen Perhubungan, Direktorat Jenderal PHPA Taman
Ui Nasional Gunung Gede-Pangrango, beberapa eneI itian -te dahu lu, serta
diperkuat meIaui survey lapangan dengan metode sampel yang mewakUi setiap
lereng. Hasil analisa akan disajikan secara diskriptif dengan bantuan peta, tabel
serta diagram.
Hasil yang diperoleh dari penelitian mi dapat diringkas menjadi:
- Setiap vegetasi mempunyai region tersendini untuk ditempat, dan
didominasi. Khusus vegetasi Al clan A2 mempunyai kesamaan, tenluas pada
region ketinggian, curah hujan clan lama penyinaran matahari pada kedua
musim yang sama, di setiap lereng.
- Setiap vegetasi tidak selalu menempati dan mendominasi region setiap
variabel yang sama pada lereng yang berbeda.
- Keanekaragaman vegetasi adalah sebagal benikut:
- Keanekaragaman vegetasi maksimal
lereng utara,
pada region montana (meliputi ketinggian 2.000 - 2.400 rn), yaitu vegetasi
Al, A2, C, D, E, F, dengan curah hujan sedang pada kedua musim, serta
lama penyinaran matahani sedang clan tinggi pada kedua musim.
lereng timur,
pada region montana (meliputi ketinggian 1.700 - 1.800 rn), yaltu vegetasi
Al, A2, B, C, D, E, F, dengan curah hujan tinggi pada musim hujan, curah
hujan sedang clan tinggi pada musim kemarau, serta lama penyinaran
matahari rendah clan sedang pada musim hujan, Oan lama penyinaran
matahari sedang pada musim kemarau.
lereng s&atan,
pada region sub montana (meliputi ketinggian 1.000 - 1.100 m), dan region
montana (meliputi ketinggian 2.100 - 2.400 rn), yaitu vegetasi Al, A2, B, C,
D, E, F, dengan curah hujan sedang clan tinggi pada musim hujan, curah
hujan rendah clan tinggi pada musim kemarau, serta lama penyinaran
matahani rendah clan sedang pada musim hujan, lama penyinaran matahari
sedang clan tinggi pada musim kemarau.
lereng barat,
pada region montana (meliputi ketinggian 2.100 - 2.400 m), yaltu vegetasi
Al, A2, B, C, D, E, F, dengan curah hujan sedang pada musim hujan clan
curah hujan rendah clan sedang pada musim kemarau, serta lama
penyinaran matahari rendah clan sedang pada kedua musim.
- Keanekaragaman vegetasi minimal:
lereng utara,
pada region sub alpin (meliputi ketinggian 2.800 - 3.019 m), yaitu vegetasi
C, E, F, dengan curah hujan sedang clan tinggi pada musim hujan, curah
hujan rendah, sedang clan tinggi pada musim kemarau, serta lama
penyinaran matahari rendah padá kedua musim.
lereng timur,
pada region montana (meliputi ketinggian 1.500 - 1.700 m), yaitu vegetasi
A2, B, dengan curah hujan sedang clan tinggi pada kedua musim, serta lama penyinaran matahari rendah clan sedang pada musim hujan, lama
penyinaran matahari sedang pada musim kemarau.
lereng selatan,
pada region sub alpin (meliputi ketinggian 3.000 - 3.019 m), yaitu vegetasi
C, E, F, dengan curah hujan sedang clan tinggi pada musim hujan, curah
hujan rendah dan tinggi pada musim kemarau, serta lama penyinaran
matahari rendah pada kedua musim.
lereng barat,
pada region sub alpin (meliputi ketinggian 2.800 - 3.019 m), yaitu vegetasi
C, E, F, dengan curah hujan sedang pada musim hujan, curah hujan rendah
dan sedang pada musim kemarau, serta lama penyinaran matahari rendah
pada kedua musim."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Ari Utami
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
S9435
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dani Maulana
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2002
T40131
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khaerul Amri
"Tesis ini membahas komodifikasi lingkungan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) di dalam pengelolaan ekoturisme. Ekoturisme sebagai bentuk wisata alam dengan tujuan utama pelestarian alam pada akhirnya justru menimbulkan masalah dalam proses konservasi yang dijalankan dan bahkan menjadi ancaman terhadap keberlangsungan lingkungan alam di TNGGP. Di samping itu, permasalahan di TNGGP tidak hanya menyangkut bahasan lingkungan, tetapi juga pembahasan mengenai strategi dalam bernegosiasi dan berkontestasi di antara para pemangku kepentingan di dalam ruang yang menjadi kawasan ekoturisme. Data diperoleh dengan pendekatan etnografi termasuk wawancara mendalam di kawasan Cibodas dan Gunung Putri sebagai pintu masuk pendakian, dan di Gunung Gede, selama bulan April-Mei 2017. Hasil penelitian menunjukkan bagaimana praktik berjualan yang berkontestasi terhadap otoritas Balai Besar di TNGGP setidaknya berperan sebagai alternatif pendapatan masyarakat sekitar kawasan konservasi untuk mengalihkan perhatian mereka dari pekerjaan yang tidak ramah lingkungan. Di samping itu, masyarakat sekitar melalui negosiasi dan resistansi dapat menutupi celah yang ditinggalkan oleh pemangku kepentingan yang mempunyai otoritas karena terbatasnya sumber daya manusia dalam mengelola ekoturisme pendakian gunung. Masyarakat sekitar menunjukkan bagaimana mereka mempunyai peran-peran yang cukup signifikan dalam pengelolaan pendakian gunung dan menjaga taman nasional.

This research discusses the commodification of environment in Mount Gede Pangrango National Park on ecotourism management. Instead of to conserve nature, ecotourism carried out in TNGGP causes problems on conservation proses and even becomes a threat to the sustainability of nature in TNGGP. Moreover, problem in TNGGP is not only about environment issues, but also discussions about strategies in negotiating and contesting among stakeholders in the space that become ecotourism area. The data was collected by ethnography approach including in depth interview in Cibodas and Gunung Putri area as climbing entrance, and on Mount Gede, on April-May 2017. The results show how the practice of selling which contested the authority of Balai Besar in TNGGP at least become an alternative income for the community around conservation area to divert their attention from jobs that damage the environment. Beside that through negotiation and resistance, the surrounding communities can cover the gap left by stakeholders who have authority because of limited human resources in managing mountaineering ecotourism. Surrounding community showed that they have significance roles in managing mountaineering and preserving national park."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
T53414
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Palupi Widyastuti
"The Gunung Gede - Pangrango National Park is known as a reserve for protecting plant and animal diversity, and has been listed as a biosphere reserve by The United Nation for Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). The Floristic composition in this park is very diverse ranging from lowland and mountain forests to sub-alpine vegetation. The forest in the national park does not always have a closed canopy as gaps have been created by both natural forces such as death of trees or windblows and by human activities.
This study was designed to examine: 1) species richness and forest structure at the sapling level; 2) forest regeneration; and 3) potential uses of saplings and seedlings. The study area was located at the forest at Bodogol at the altitude of 800 m above sea level (asl). Saplings were recorded in 25 plots of 10 m x 10 m of each. The study site was located along the hill path. A sapling species inventory was conducted in one-hectare plot, which was divided into 25 subplots of 10 m x 10 m each, where enumeration, measurement of diameter and identification of each sapling were undertaken. Enumeration and identification of shrubs, tree seedlings, herbs and ferns were made in 25 subsubplots of 1 m x 1 m each.
The results indicated that the sapling species richness is remarkably high. The numbers of sapling (< 10 cm diameter at breast height) recorded in 25 plots with total area of 2500 m was 1516, which belong to 83 species and 34 families with total basal area of 0.124 m2. The highest density of 356 saplings per hectare were recorded in Rubiaceae, with two leading spesies Urophyllum arboreum and Paederia foetida. Uropyllum arboreum was recorded as the most frequent sapling across 18 subplots of the total 25 subplots. Lithocarpus elegans, Acer niveum, Villebrunea rubescens, Sterculia oblongata, and Cryptocarya tomentosa were recorded as having the highest basal areas.
Five species were recorded with biggest Importance Value Indexes (INP); Urophyllum arboreum (INP=23.75%), Paederia foetida (INP=13.10%), Villebrunea rubescens (INP=8.94%), Antidesma sp (INP=8.51%), and Persea excelsa (INP=7.88%). Above ground vegetation showed remarkable high species richness with total count 68 species, belonging to 44 families representing 224 individuals recorded in 25 subsubplots with total area of 25 m2. The highest frequency was recorded in Diospyros frutescens, which recorded in 7 subsubplots. Schismatoglottis calyptrata from Araceae family was recorded as the most prominent species.
Twenty five subplots with a total area of 2500 m2 at Bedogol in the national park, 126 species have been identified of having potential uses for traditional medicines, building material, food sources, fire wood, handy craft, and ornamental plants."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
T28827
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edy Saefrudin
"Meskipun taman nasional berperan penting dalam mendukung aktivitas manusia, kesadaran masyarakat masih rendah karena mereka umumnya mengabaikan dan meremehkan manfaat dari hutan. Kondisi ini meningkatkan tekanan terhadap lingkungan. Tujuan dari studi ini adalah untuk meninjau beberapa studi terdahulu, menentukan metode yang tepat dan menyusun panduan penilaian ekonomi dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP). Meskipun taman nasional ini memiliki keunikan, taman nasional ini dinilai terlalu rendah oleh studi terdahulu. Kelebihan dari Metode Penilain Kontingensi membuat metode ini sesuai untuk diterapkan pada manfaat konservasi keanekaragaman hayati dan air. Apilkasi sebelumnya dari Metode Biaya Perjalanan menyarankan bahwa manfaat rekreasi dari TNGGP dapat dinilai dengan metode ini. Taksiran Nilai yang didapat dari penerapan metode yang disarankan dapat membantu pemerintah dan pengelola TNGGP dalam pengalokasian sumber daya untuk meningkatkan perlindungan terhadap taman nasional ini.

Although national park plays an important role in supporting human activities, people?s awareness still remains low because they are often neglected and underestimate forest benefits. This condition leads to more pressures on the environment. The objective of this study is to review several previous studies, to determine the suitable method and to construct total economic valuation guidelines of the Gunung Gede Pangrango National Park (GGPNP). Although, this national park has unique features, it was undervalued previous studies. Advantages of Contingent Valuation Method make this method suitable to be applied in biodiversity conservation and watershed values. Moreover, Travel Cost Method previous applications suggest that recreational benefit in GGPNP can be evaluated using this method. The estimated value provided by application of the proposed method is supposed to help the government and GGPNP management allocating their resources to increase this national park protection."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T38633
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>