Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 128744 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aprilia Sakti K
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2003
T39925
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1991
S21574
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hary Wibowo
"Penataan ulang pelayanan ruang udara adalah salah satu aspek untuk mengantisipasi meningkatnya risiko keselamatan penerbangan akibat dari pertumbuhan pergerakan pesawat udara dan meningkatnya kebutuhan pelayanan ruang udara. Saat ini masih ada beberapa bandar udara yang berdekatan menggunakan frekuensi radio penerbangan yang sama, akibatnya terjadi interferensi. Dengan meningkatnya pergerakan pesawat udara maka terjadinya interferensi tidak dapat ditolerir lagi.
Tesis ini mengkaji upaya untuk menghilangkan interferensi melalui penataan ulang pelayanan ruang udara di bandar udara Hang Nadim - Batam, bandar udara Minangkabau - Padang dan bandar udara Depati Amir - Bangka. Proses penataan ulang pelayanan ruang udara ini meliputi unsur frekuensi radio penerbangan, unsur fasilitas komunikasi dan unsur pelayanan ruang udara (termasuk SDM). Kegiatan penataan ini dikaitkan dengan rencana peremajaan fasilitas komunikasi VHF-A/G pada ketiga bandar udara tersebut. Kelayakan dalam pemilihan fasilitas komunikasi VHF-A/G tersebut dihitung menggunakan teori ekonomi teknik.
Dari tiga unsur yang diteliti dalam penelitian ini didapat tiga alternatif yang bisa diterapkan untuk kondisi saat ini yaitu : pertama, melakukan penataan layanan ruang udara pada beberapa bandar udara yang mengalami interferensi, kedua, melakukan penataan frekuensi radio penerbangan di seluruh ruang udara yang mengalami gangguan; ketiga, mengurangi pelayanan ruang udara suatu bandar udara untuk selanjutnya menyerahkan pelayanannya ke bandar udara lain.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, alternatif 3 dengan mengurangi pelayanan ruang udara suatu bandar udara untuk kemudian diserahkan pelayanannya ke bandar udara lain menunjukkan bahwa secara ekonomi menunjukkan hasil yang lebih optimal.

Air space service rearrangement is one aspect in anticipation of increased risk due to aviation safety of aircraft movement growth and increasing demands for services of air space. While there are several adjacent airport uses aviation radio frequencies on the same, resulting in interference. With the increasing movement of aircraft then the interference can not be tolerated anymore.
This thesis examines the efforts to eliminate the interference by the rearrangement of service in the air space Hang Nadim airport - Batam, Minangkabau airport - Padang and Depati Amir airport - Bangka. The arrangement process of the air space services including the element of aviation radio frequency, communications facilities and services of the air space (including HR). Structuring activity is associated with rejuvenation plan communications facilities VHF-A/G in the third airport. Eligibility in the selection of communications facilities VHF-A/G was calculated using economic engineering theory.
Of the three elements examined in this study obtained three alternatives that could be applied to current conditions : first, to the arrangement of the air space services in some airports are experiencing interference; second, to the arrangement of radio frequencies across the air space flights have been affected; third, reducing the air space of a service airports to deliver its services further into other airports.
From the results of research conducted, alternative 3 by reducing the air space of a service to the airport and then transferred his service to other airports indicates that the economy showed more optimal results.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
T30565
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Arioputra
"ABSTRAK
Teknik yang digunakan untuk Sistem Pemantau Lalu Lintas pada masa sekarang
ini banyak tergantung pada sensor-sensor yang mempunyai kemampuan yang
terbatas, kurang fleksibel, dan seringkali mahal dan sulit untuk dipasang.
Penggunaan kamera digabungkan dengan teknologi Computer Vision menjadi
alternatif yang menarik dari sensor yang ada saat ini. Sensor berbasis kamera ini
mempunyai potensi yang lebih besar untuk mengamati kondisi lalu lintas yang
ada dibanding sensor konvensional saat ini yaitu sensor ini lebih murah dan
mudah untuk dipasang.Di dalam penelitian ini dikembangkan sistem pemantau
lalu lintas menggunakan metode Optical Flow dan Gaussian Mixture Model.
Eksperimen dilakukan menggunakan handycam, berlokasi di salah satu tol dalam
kota Jakarta. Kondisi pengambilan gambar adalah pada kondisi yang berbedabeda
yaitu pada saat pagi, siang, dan sore, cuaca cerah, dan mendung, serta
kondisi arus lalu lintas padat dan lancar. Setelah pengujian dilakukan, algoritma
Optical Flow memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan algoritma Gaussian
Mixture Model yaitu dengan akurasi mencapai 92% dibanding Gaussian yang
hanya mencapai 72%. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat akurasi adalah
kondisi waktu, cuaca, dan arus kendaraan serta lokasi pengambilan gambar.

Abstract
Current techniques for Sistem Pemantau Lalu Lintas rely on sensors which have
limited capabilities, inflexible and often, costly and disruptive to be installed.
Video camera, coupled with Computer Vision techniques offers an attractive
alternative to current sensors which is portable and low cost . In this research, a
traffic monitoring system using handy camera is developed using Optical Flow
and Gaussian Mixture Model (GMM) methods. The experiment took place in one
of the Jakarta city highway. The condition of the experiment is when the time is in
the morning, afternoon, evening, when it is clear, and cloudy, and also when the
traffic is light and heavy. The experiments shows that Optical Flow algorithm
gives better results regarding to accuracy rate, better than Gaussian Mixture
Model Algorithm. The Optical Flow reach 92% accuracy while Gaussian Mixture
only got to 72% accuracy. Some factors that influenced the accuracy rate of the
system are time, weather, traffic and location."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43308
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aurelia Eirene Adryana
"Setiap negara memiliki tanggung jawab untuk membangun dan menyediakan layanan lalu lintas udara sebagaimana tertera dalam Pasal 28 Konvensi Chicago. Namun, Annex 11 Konvensi Chicago menyebutkan bahwa negara dapat mendelegasikan tanggung jawab tersebut kepada negara atau lembaga lain tanpa membahayakan kedaulatannya. Pendelegasian tanggung jawab tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian yang disetujui oleh kedua belah pihak. Tetapi, pendelegasian tanggung jawab seringkali masih menyentuh kedaulatan sebuah negara. Maka dari itu, perlu dibedakan antara urusan operasional dan kedaulatan dalam pendelegasian layanan lalu lintas udara. Penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan menganalisis hukum udara internasional dan perjanjian bilateral mengenai pendelegasian layanan lalu lintas udara. Dalam praktiknya, sifat dari pasal-pasal yang tertera pada perjanjian tersebut menentukan seberapa jauh tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak. Berdasarkan kesimpulan di atas, sebaiknya ketentuan dalam perjanjian bilateral mengenai tanggung jawab kedua belah pihak harus dibuat secara lengkap dan jelas untuk menghindari benturan antara urusan operasional dan kedaulatan.

Each state is responsible for establishing and providing air traffic services as stated in Article 28 of the Chicago Convention. However, Annex 11 to the Chicago Convention stated that states could delegate these responsibilities to other states or institutions without jeopardizing their sovereignty. The delegation of responsibility is carried out based on a mutual agreement agreed by both parties. The delegation of responsibility often still touches the sovereignty of a state. Therefore, it is necessary to distinguish between operational matters and sovereignty in the delegation of air traffic services. The author uses a normative legal research method by analyzing international air law and bilateral agreements regarding the delegation of air traffic services. In practice, the nature of the articles contained in the agreement determines the extent of the responsibilities that both parties must fulfill. Based on the conclusions above, it is better if the provisions in bilateral agreements regarding the responsibilities of both parties must be made completely and clearly to avoid conflicts between operational matters and sovereignty.

 

Keywords: Delegate, responsibilities, operational, sovereignty, bilateral agreement, air traffic services."

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratiko
"Penelitian ini membahas optimasi sistem ventilasi dan tata udara untuk Instalasi Penyimpanan Sementara Bahan Bakar Nuklir Bekas dari Reaktor Riset G.A. Siwabessy. Keterbaruan dari penelitian ini adalah didapatkannya beberapa persamaan yang diperlukan. Optimasi yang dilakukan pada penelitian ini selain untuk Instalasi Penyimpanan Sementara Bahan Bakar Nuklir Bekas yang sudah ada juga untuk Instalasi Penyimpanan Sementara Bahan Bakar Nuklir Bekas tipe kering yang saat ini belum dibangun. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa beberapa persamaan yang dikembangkan pada penelitian ini bisa dibuktikan mendekati hasil eksperimen.

This study discusses an optimization of ventilation and air conditioning systems for the Interim Storage of Spent Nuclear Fuel Fuel from the G.A Siwabessy Research Reactor. The novelty of this research is to gain several equations needed for the optimization. The optimization in this study is in addition to the existing wet interim storage also for a dry storage that is currently still not built. The results of this study indicate that the equations developed in this study are consistent with the experimental results."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
D2384
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ibnu Hermawan
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memperoleh gambaran serta menyatakan hubungan iklim organisasi, kepemimpinan dan kinerja sumber daya manusia pemandu lalu lintas udara (controller) di Bidang Pelayanan Operasi Lalu Lintas Udara Bandara Soekarno Hatta.
Responden yang dilibatkan dalam penelitian berjumlah 100 orang controller. Pemilihan sampel (responden) dilakukan dengan menggunakan teknik random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner yang hasilnya dianalisis dengan statistik deskriptif (median dan distribusi frekuensi) dan statistik non parametris (Korelasi Spearman Rank).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel iklim organisasi dan kepemimpinan memiliki hubungan yang positif dan signfikan dengan kinerja. Nilai korelasi antara iklim organisasi dengan kinerja sebesar 0,350 dan nilai signifikansi (0,000) lebih rendah dan 0,01 serta nilai t-hitung yang diperoleh sebesar 3,698 lebih besar dari nilai t-tabel 1,665.
Demikian pula dengan iklim organisasi, memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan kinerja. Nilai korelasi antara kepemimpinan dengan kinerja sebesar 0,296 dan nilai signifikansi (0,001) lebih rendah dari nilai 0,01 serta nilai t-hitung yang diperoleh sebesar 3,068 lebih besar dari nilai t-tabel 1,665.
Dengan kesimpulan-kesimpulan tersebut, disarankan agar dapat dilakukan pengkajian secara berkala sehingga kinerja para controller minimal dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan. Berdasarkan hasil pengkajian tersebut dapat diambil langkah-langkah kebijakan untuk meningkatkan kualitas iklim organisasi dan kepemimpinan di lingkungan Bidang Pelayanan Operasi Lalu Lintas Udara Bandana Soekarno-Hatta, sehingga kinerja para controller dapat ditingkatkan.
Daftar Pustaka: 45 buku, 2 artikeL, 5 peraturan (1979 - 2003)"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12292
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhil Fuad Rachman
"ABSTRAK
Pada saat ini perkembangan perekonomian di indonesia semakin meningkat. hal ini juga berjalan lurus dengan penggunaan energi yang semakin naik. Iklim tropis memiliki temperatur antara 27°C hingga 32°C dengan Relative Humidity (RH )40% hingga 90% sehingga penyejuk ruangan sangat dibutuhkan dalam mendinginkan ruangan didalamnya. Pada saat ini gedung-gedung memiliki sistem pendingin udara berbasis menyeluruh. Tingkat temperatur udara ideal yaitu 20°C hingga 28°C dan RH dibawah 65% didalam sistem dari HVAC konvensional. Tujuan dari penelitan ini adalah untuk mengidentifikasi efektfitas U-Shape Heat pipe sebagai penganti heater pada proses dehumidifikasi, membandingkan jumlah U-Shape Heat pipe terhadap efektifitas kerja yang dihasilkan, dan membandingkan jumlah U-Shape Heat pipe terhadap heat recovery Heat pipe yang dihasilkan. Setup alat yang digunakan pada penelitian menggunakan 3 variasi U-Shape Heat pipe yaitu dua baris Heat pipe berjumlah 12 buah, satu baris Heat pipe berjumlah 8 buah menggunakan fin, dan satu baris Heat pipe berjumlah 6 buah panjang keseluruhan dari U-Shape Heat pipe 710 mm dengan panjang sisi evaporator dan kondensor 175 mm dan panjang sisi adiabatik 360 mm. Variasi kecepatan udara; 1.5 m/s, 2 m/s, 2.5 m/s. Variasi temperatur udara masuk yang digunakan 35°C, 40°C, dan 45°C. Hasil dari penelitian ini adalah U-Shape Heat pipe terbukti efektif berfungsi sebagai dehumidifier dan dapat mengggantikan heater sebagai proses dehumidifikasi. Hal ini dibuktikan dengan 21% penurunan Relative Humidity pada sisi kondensor terbaik pada variasi 12 heat pipe, suhu udara masuk Te, in 45 °C, dan kecepatan udara 2,5 m/s. Hasil dari efektifitas terbaik 46% pada variasi 12 heat pipe, suhu udara masuk Te, in 35 °C, dan kecepatan udara 1,5 m/s. Efektifitas Heat pipe merupakan perbandingan antara pelepasan kalor di bagian kondensor dengan kalor maksimal. dari analisa penelitian semakin banyak jumlah baris dan jumlah Heat pipe maka akan semakin tinggi pula efektifitas. Variasi kecepatan udara dan variasi temperatur akan mempengaruhi efektifitasnya. Heat Recovery terbaik 647,7 W pada variasi 12 heat pipe, dengan kecepatan udara masuk 2,5 m/s dan suhu udara masuk Te, in 45 °C

ABSTRACT
At this time the economic development in Indonesia is increasing. this also goes straight with the increasing use of energy. The tropical climate has a Temperature between 27°C to 32°C with Relative Humidity (RH) of 40% to 90% so that air conditioning is needed to cool the room inside. At present, the buildings have a comprehensive air-based cooling system. The ideal air Temperature level is 20°C to 28°C and RH below 65% in the system of conventional HVAC. The purpose of this research is to identify the effectiveness of the U-Shape Heat pipe as a heater replacement in the Dehumidification process, compare the number of U-Shape Heat pipes to the effectiveness of work produced, and compare the number of U-Shape Heat pipes to the Heat Recovery Heat pipe produced. The tool setup used in the study uses 3 variations of U-Shape Heat pipe, namely two rows of Heat pipe totaling 12 units, one row of Heat pipe totaling 8 units using fin, and one row of Heat pipe totaling 6 pieces in a total length of U-Shape Heat pipe 710 mm with 175 mm evaporator and condenser side lengths and 360 mm adiabatic side lengths. Variations in airspeed; 1.5 m/s, 2 m/s, 2.5 m/s. The variation of inlet air Temperature used is 35°C, 40°C and 45°C. The results of this study are the U-Shape Heat pipe has been proven to be effective as a dehumidifier and can replace the heater as a dehumidification process. This is evidenced by the 21% reduction in Relative Humidity on the best condenser side in a variation of 12 Heat pipes, inlet air Temperature, at 45°C, and air velocity of 2.5 m/s. The best effectiveness results are 46% on variations of 12 Heat pipes, inlet air Temperature, at 35°C, and air velocity of 1.5 m/s. Effectiveness of Heat pipe is a comparison between the release of heat in the condenser with maximum heat. from the research analysis the more the number of rows and the number of heat pipes, the higher the effectiveness. Variations in air velocity and Temperature variation will affect its effectiveness. The best Heat Recovery is 647.7 W at 12 Heat pipe variations, with an inlet air velocity of 2.5 m/s and inlet air Temperature, in 45°C. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erlan Alrin
"Beberapa tahun belakangan ini bioaerosol seperti virus, bakteri, jamur dan sebagainnya menjadi ancaman serius bagi kesehatan karena bersifat patogen. Penggunaan filter udara diperlukan untuk sterilisasi udara dari patogen dalam udara khususnya bakteri. Metal-organic framework (MOF) dari ion Zn2+ dan asam tereftalat (H2BDC) sebagai linker telah disintesis secara solvotermal, kemudian dikarbonisasi menjadi ZnO-Metal-Organic Framework derived Carbon (ZnO-MOFC) untuk memperoleh spesi ZnO dalam karbon berpori. Dengan meningkatkan daya selektivitas dan kemampuan sebagai adsorben ZnO-MOFC telah berhasil disintesis dengan zeolite 13X. Selain itu, untuk meningkatkan sifat antibakteri dari komposit ZnO-MOFC/13X, komposit berhasil dimodifikasi dengan chitosan/AgNP sebagai bahan aditif antibakteri. Adsorben komposit ZnO-MOFC/13X termodifikasi chitosan/AgNP dinilai mampu mengatasi proses adsorpsi dan memaksimalkan sifat antibakteri yang digunakan dalam filter udara. Komposit tersebut dikarakterisasi menggunakan XRD, FESEM-EDS, FTIR, dan SAA guna mengetahui sifat fisik dan kimianya, serta menguji sifat antibakteri dengan metode difusi agar pada bakteri E. coli dan S. aureus. Komposit ZnO-MOFC/13X/chi/AgNP memiliki sifat antibakteri yang baik dilihat diameter zona inhibisi rata-rata pada kedua bakteri S. aureus dan E. coli. Filter udara yang dengan material komposit ZnO-MOFC/13X/kitosan/AgNP memiliki tingkat efektivitas yang lebih baik, yaitu sebesar 88.86% + 6% dalam waktu >2jam, dibandingkan dengan karbon aktif yaitu sebesar 51.30+ 6% dalam waktu yang sama.

In recent years, bioaerosols such as viruses, bacteria, fungi, Etc., have become a serious threat to health because they are pathogenic. Air filters are necessary for air sterilization from airborne pathogens, especially bacteria. Metal-organic framework (MOF) of Zn2+ ion and linker terephthalic acid (H2BDC) has been synthesized by solvothermal method and then carbonized into ZnO-Metal Organic Framework derived Carbon (ZnO-MOFC) to produce ZnO species encapsulated porous carbon. The presence of ZnO in the carbon structure can support the benefits of ZnO-MOFC as antibacterial adsorbents. To improve the selectivity the ZnO-MOFC has been successfully composite with 13X zeolite. In addition, to improve the antibacterial properties of the ZnO-MOFC/13X composite, the composite was successfully modified with chitosan/AgNP as an additive. The composites were characterized using XRD, FESEM-EDS, FTIR, and SAA to determine their physical and chemical properties and tested antibacterial properties using the agar diffusion method on E. coli and S. aureus bacteria. The ZnO-MOFC/13X/chi/AgNP composite has good antibacterial properties, as seen in the average diameter of the inhibition zone on both S. aureus and E. coli bacteria. The air filter with composite material ZnO-MOFC/13X/chitosan/AgNP has a better effectiveness rate, which is 88.86%±6% in >2 hours, compared to activated carbon 51.30±6% in the same time."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siswanto
"Dalam rangka mendukung pencapaian cita-cita bangsa Indonesia sebagai mana yang telah tertuang di dalam pembukaan undang-undang dasar 1915 alenia ke-4 yaitu terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dibutuhkan suatu kondisi yang aman dari segala bentuk ancaman baik dari darat, laut maupun udara. Salah satu, tugas pokok TNI Angkatan Udara adalah menjaga dan mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia di udara yang dilaksanakan baik secara mandiri maupun bersama-sama dengan unsur kekuatan lainnya.
Berkaitan dengan tugas pokok tersebut diatas, maka penggelaran radar yang berfungsi sebagai "mata" dalam sistem pertahanan udara nasional ditujukan untuk dapat mendeteksi setiap ancaman yang datangnya dari wahana udara, baik berawak maupun tidak berawak. Hasil penelitian yang dilakukan di Dinas Penerangan TNI Atgkatan Udara dan Komando Pertahanan Udara Nasional, diperoleh data bahwa belurn seluruhnya wilayah udara nasional dapat diliput oleh radar pertahanan udara maupun radar untuk kepentingan Air Traffic Control (ATC) yang terdiri dari 16 unit radar pertahanan udara dan 22 unit radar sipil.
Bila dicermati dari pola penggelaran baik radar hanud maupun radar sipil, maka akan terlihat adanya ketimpangan antara jumlah radar yang ada di wilayah Barat dan wilayah Timur Indonesia. Kondisi tersebut disebabkan oleh beberapa pertimbangan antara lain: disatu sisi untuk mengantisipasi adanya kemungkinan menjalarnya faham ideologi komunis dari taut Cina selatan, sisi lainnya bahwa prediksi ancaman udara berasal dari negara-negara barat tanpa melintas samudera pasifik.
Oleh karena itu agar dapat mengawasi dan mengidentifikasi setiap bentuk ancaman kedaulatan NKRI dari segala arah khususnya melalui wahana udara, penulis beranggapan bahwa dengan mengkaji permasalahan sbb: peranan radar, jumlah radar yang dibutuhkan dan iokasi penempatannya serta faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses pengawasan ruang udara, akan memberikan kontribusi yang sangat positif utamanya dalam rangka mengurangi maraknya penerbangan gelap yang memasuki wilayah udara nasional.

In order to achieve the ideal of the Indonesian Independence, as mention in the paragraph fourth in the 1945 Constitution, sale of all part of Indonesia (land, air and ocean) are needed. The main duties of The Indonesian Air Force (TNI-AU) (together with others or not) are to keep and defend the unity of the whole country, especially in the sky.
To do so, spreading radar to all part of Indonesia is required. Studied run by The Information Unit and The National Defenses Air Commando found all part of the Indonesia area could not be covered by the Air Traffic Control (ATC). At the moment, there are 16 ATC for military and 22 for public.
In fact that radar is not distributed equally between West Indonesia and East Indonesia. Reasons for that arc to avoid communism that comes from East China Ocean and to maintain safety of the Pacific Ocean.
So that, in order to keep and to identify all form of introducers who want to enter to Indonesia are needed. Hence, evaluating and exploring of radar in related to roles and sum that are needed to maintain safety: Besides that all factors (positive and negative) is also be evaluated.
"
2004
T14918
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>