Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 120919 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sugiyantari
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
T39802
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cica Yulinar
"Dalam kalibrasi keluaran berkas elektron linear accelerator (LINAC) medis mengikuti protokol TRS-398 IAEA atau AAPM TG-51. Pada tahun 2020, muncul penelitian tentang modifikasi kalibrasi keluaran berkas elektron, didapatkan hasil bahwa modifikasi kalibrasi tersebut memiliki ketidakpastian yang lebih rendah daripada protokol AAPM TG-51. Kemudian, sebagai pembanding telah dilakukan penerapan modifikasi kalibrasi keluaran berkas elektron berdasarkan TRS-398 dan memberikan hasil yang masih di bawah toleransi yang diperbolehkan. Pada penelitian ini akan dilakukan penerapan modifikasi kalibrasi dan dibandingkan dengan protokol AAPM TG-51 dan TRS-398. Kalibrasi berkas elektron dilakukan pada energi 6, 8, 10, 12, dan 15 MeV dari Linear Accelerator Elekta Synergy Platform dan Versa HD. Bacaan muatan akan dihitung oleh kamar ionisasi PTW 30013, IBA CC13, and Exradin A11. Dosis di kedalaman referensi dihitung dengan tiga metode, sesuai dengan AAPM TG 51, TRS 398, dan menggunakan modifikasi kalibrasi keluaran berkas elektron. Dosis di kedalaman maksimum dinyatakan dalam dosis per monitor unit (cGy/MU). Rata-rata rasio dosis serap menggunakan modifikasi kalibrasi dan TRS-398 adalah 1,004. Rata-rata rasio dosis serap menggunakan modifikasi kalibrasi dan TG-51 adalah 1,009. Hasil tersebut di bawah batas toleransi (±2%) berdasarkan IAEA TRS-398.

The electron beam output calibration follows the IAEA TRS-398 or AAPM TG-51 protocols. Muir proposed electron beam dosimetry modification and provided a lower deviation than AAPM TG-51. The modified calibration was applied based on TRS-398 and obtained results still below the permissible tolerance. This study aimed to compare the absolute calibration output based on IAEA TRS-398, AAPM TG-51, and modified calibration. Beam calibration at energies of 6, 8, 10, 12, and 15 MeV were carried out with Synergy Platform and Versa HD linear accelerator. Charge reading measurement is obtained using ionization chamber PTW30013, IBACC13, and ExradinA11. Electron beam dosimetry follows the AAPM TG-51, TRS-398, and modified calibration were performed to measure the dose at the maximum depth and expressed in dose/monitor unit (cGy/MU). The average absorbed dose ratio using the modified calibration and TRS-398 is 1,004. The average absorbed dose ratio using the modified calibration and TG-51 is 1,009. The results are below the tolerance limit (±2%) based on IAEA TRS-398. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Seno Kuncoro S
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2004
T40299
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Prasetio
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
T39755
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syaifulloh
"Pengukuran dalam radioterapi untuk perhitungan dosis seperti percentage depth dose (PDD) dilakukan dalam fantom air yang memiliki densitas homogen, dengan densitas hampir sama densitas otot (1 g/cm3). Pada perlakuan radioterapi seperti pada kanker paru, berkas radiasi melewati material yang tidak homogen yaitu otot, tulang dan paru itu sendiri yang berakibat pada perubahan PDD, sehingga perlu pengukuran pada medium inhomogen seperti pada fantom rando.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur distribusi dosis pada paru dengan simulasi perlakuan radioterapi pasien kanker paru dengan fantom rando kemudian dibandingkan dengan hasil perhitungan TPS. Pengukuran distribusi dosis menggunakan TLD dan film Gafchromic. Untuk memperoleh distribusi dosis pada paru TLD diletakkan pada titik - titik yang berada pada bidang utama berkas dalam fantom rando. Pengukuran distribusi dosis dengan film dilakukan dengan meletakkan film Gafchromic diantara 2 irisan fantom rando. Pengukuran dilakukan untuk 3 lapangan, 5 x 5 cm2, 10 x 10 cm2, dan 15 x 15 cm2. Hasil pengukuran dengan film dan TLD kemudian dibandingkan dengan hasil perhitungan TPS.
Hasil penelitian menunjukkan persentase dosis pada berbagai kedalaman antara hasil pengukuran film Gafchromic dengan perhitungan TPS berbeda secara signifikan, dan semakin besar lapangan semakin besar deviasi. Hasil pengukuran dengan film gafchromic mendapatkan nilai deviasi persen dosis hingga 6 % untuk lapangan 5 x 5 cm2, 16 % untuk lapangan 10 x 10 cm2, dan 17% untuk lapangan 15 x 15 cm2. Untuk pengukuran dengan TLD deviasi persen dosis hingga 8% untuk lapangan 5 x 5 cm2, 11% untuk lapangan 10 x 10 cm2, 12% untuk lapangan 15 x 15 cm2 masing ? masing pada kedalaman 15 cm.

Measurements in radiotherapy for dose calculation as percentage depth dose (PDD) are done in a water phantom with homogeneous density (1 g/cm3). In the radiotherapy treatment such as lung cancer, the radiation beam passes through inhomogeneous materials i.e. muscle, bone and lung itself, which resulted change in PDD, so necessary measurements on inhomogeneous medium like the rando phantom.
The purpose of this study was to measure dose distribution in the lung with simulated radiotherapy treatment of lung cancer patients with a rando phantom and compared with the TPS calculation. Measurement of dose distributions is using TLD and gafchromic films. To obtain the dose distribution in the lung, TLD placed at the points located on the main field of the beam in the rando phantom. Field measurements were made for 3 field sizes, 5 x 5 cm2, 10 x 10 cm2, and 15 x 15 cm2. The results were then compared with the TPS calculation.
The results show the percentage dose at various depths between the measurement and TPS calculation differ significantly, and the larger the field the greater the deviation. Measurement using gafchromic film resulting in deviation in dose percentage reaching up to 6 % for 5 x 5 cm2 field size, 16 % for 10 x 10 cm2, and 17 % for the 15 x 15 cm2. For TLD measurement, deviation is up to 8% for 5 x 5 cm2 field size, 11% for 10 x 10 cm2, and 12% for 15 x 15 cm2 at 15 cm depth respectively.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
T35528
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syfa Rasyunatussahidah
"Dosimeter merupakan salah satu aspek penting dalam radioterapi untuk verifikasi dosis pengobatan kanker. Saat ini telah dikembangkan detektor microDiamond PTW 60019 yang digunakan untuk mengukur dosis pada lapangan kecil. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan karakterisasi pada detektor microDiamond PTW 60019 berdasarkan respons energy dependence dan directional dependence menggunakan energi 6 MV FFF dan 10 MV FFF pada berkas foton dengan teknik source to axis distance (SAD) dan source to skin (surface) distance (SSD). Penelitian ini dilakukan dengan mengukur uji kualitas yaitu meliputi uji reproduksibilitas, uji linearitas bacaan, dan uji kebocoran detektor. Kemudian, pengukuran karakteristik energy dependence dan directional dependence menggunakan teknik SAD dan SSD. Energi yang digunakan yaitu 6 MV dan 10 MV, kemudian sudut yang digunakan 0o – 330o dengan rentang 30o. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada pengukuran kualitasnya, detektor ini memiliki nilai koefisien variansi 0,0257% pada uji reproduksibilitas dan memperoleh hasil R2 = 0,9947 pada uji linearitas bacaan. Pada pengukuran karakteristik tiap teknik, hasil berdasarkan energinya didapatkan bahwa semakin besar energi yang diberikan maka semakin besar nilai bacaan yang diperoleh. Hasil respons penyimpangan terbesar pada energy dependence dan directional dependence terjadi pada pengukuran sudut 180o. Detektor ini memiliki respons energy dependence dengan penyimpangan sebesar 2,5% pada teknik SAD dan pada teknik SSD sebesar 0,8%. Respons directional dependence yang mempunyai nilai 1±0,5% pada teknik SAD terdapat 7 nilai sudut yaitu (60o, 90o, 300o) pada energi 6 MV FFF dan (60o, 90o, 150o, 300o) pada energi 10 MV FFF, kemudian pada teknik SSD terdapat 4 nilai sudut yaitu (60o, 330o) pada energi 6 MV FFF dan 10 MV FFF. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa energy dependence mempunyai nilai yang lebih baik pada teknik SSD dan directional dependence mempunyai nilai yang lebih baik pada teknik SAD.

Dosimetry is one of the important aspects of radiotherapy for cancer treatment dose verification. A microdiamond detector, PTW 60019, is currently being used to measure dose in a small field. This study investigated characterization of the microDimamond PTW 60019 for energy and directional dependence using unflattened photon energy at 6 MV and 10 MV with the source to axis distance (SAD) and source to skin (surface) distance (SSD) technique. There was an investigated quality check for reproducibility, linearity, and detector leakage. Then, it was measured for energy and directional dependence using SAD and SSD techniques. The energy used is 6 MV and 10 MV and the angle used is 0o –330o with an interval of 30o. As a result of the quality check, the microDiamond has a coefficient of variance of 0,0257% for reproducibility and R2 = 0,9947 for linearity. At the measured characterization, the response electrometer increases as the energy is increased. The result of the response of the largest deviation in energy dependence and directional dependence occurs at a 180o angle measurement. This detector has an energy dependence response with a largest deviation of 2,5% on SAD technique and a deviation of 0,8% on the SSD technique. The directional dependence response has a 1±0,5% for the SAD technique; there was 7 angles (60o, 90o, 300o) for 6 MV FFF and (60o, 90o, 150o, 300o) for 10 MV FFF, for the SSD technique there was 4 angles (60o, 330o) for 6 MV FFF and 10 MV FFF. In conclusion, the SSD technique responds better to energy dependence than the SAD technique responds to directional dependence."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Anggraeni
"Telah dilakukan sebuah studi perbandingan metode kalibrasi silang detektor plane paralel Markus terhadap detektor silindris Farmer antara protokol IAEA TRS 381 dan TRS 398. Pengukuran dilaksanakan pada medium udara dan air menggunakan kamar ionisasi tipe Farmer PTW 30013 kedap air dan kamar ionisasi plane paralel Markus PTW 233343 kedap air. Hasil pengukuran faktor kalibrasi dosis dalam air adalah NppD,air = 0.4338 Gy/nC dan NppD,w = 0.4967 Gy/nC. Hasil pengukuran faktor kalibrasi dosis di udara adalah NppK = 0.4474 Gy/nC dan NppD,air = 0.4394 Gy/nC. Faktor kalibrasi yang diperoleh kemudian digunakan untuk mengukur dosis dan menghasilkan deviasi dosis cukup kecil (0.52%).

A study on comparation beetwen IAEA protocols TRS 381 and TRS 398 on cross calibration method of Markus plane parallel chamber and Farmer cylindrical chamber has been done. Measurements were done both in air and water phantom using water tight Markus plane parallel chamber PTW 233343 and water tight Farmer cylindrical chamber PTW 30013. Dose calibration factors in water were found to be NppD,air = 0.4338 Gy/nC and NppD,w = 0.4967 Gy/nC. Dose calibration factors in air were found to be NppK = 0.4474 Gy/nC and NppD,air = 0.4394 Gy/nC. These factors were then used to determine dose in water resulting in acceptably small deviation within 0.52%.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
S29105
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stevy Liura
"ABSTRAK
Verifikasi kemampuan algoritma kalkulasi dosis pada Treatment Planning System TPS baru dapat dilakukan dengan membandingkan passing rate hasil analisis indeks gamma dari algoritma yang diuji dengan algoritma yang telah diimplementasikan secara klinis. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk memperoleh passing rate indeks gamma yang dapat digunakan sebagai data referensi dalam verifikasi kemampuan algoritma TPS tiga dimensi. Algoritma yang digunakan dalam penelitian ini ialah Pencil Beam Convolution PBC versi 11.0.31 dan Anisotropic Analytical Algorithm AAA versi 11.0.31 pada TPS Eclipse v.11, serta Fast Convolution FC , Adaptive Convolution AC , dan Collapsed-Cone Convolution CCC pada TPS Pinnacle3 v.7.6c. Konfigurasi berkas sinar-X diatur pada energi 6 MV untuk variasi kedalaman titik pengukuran, luas lapangan, source-to-surface distance, dan sudut wedge. Pengukuran dosis dilakukan dengan menggunakan detektor MatriXX Evolution dan PTW 2D-array seven29. Analisis indeks gamma dilakukan dengan menggunakan OmniPro ImRT dan Verisoft 3.1 untuk kriteria 3 /3mm, 2 /3mm, 3 /2mm, dan 2 /2mm. Secara keseluruhan, passing rate dari AAA cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan PBC dan ketiga algoritma konvolusi. Untuk kriteria 2 /2mm, passing rate dari AAA sebesar 93,18 7,21 , passing rate dari PBC sebesar 89,76 7,21 , dan passing rate algoritma konvolusi sebesar 76,84 11,10 ."
"
"ABSTRACT
"
The verification of dose calculation algorithm in a new Treatment Planning System TPS can be evaluated by comparing the passing rate of gamma index analysis result of the evaluated algorithm and the clinically implemented algorithms. In the present investigation, the author investigated the gamma index passing rates as the reference data in the verification of new three dimensions TPS. The algorithms used in this study are Pencil Beam Convolution PBC version 11.0.31 and Anisotropic Analytical Algorithm AAA version 11.0.31 in Eclipse v.11 TPS, and Fast Convolution FC , Adaptive Convolution AC , and Collapsed Cone Convolution CCC in Pinnacle3 v.7.6c TPS. The 6 MV X ray beam configurations were varied in depths of measurement point, field sizes, source to surface distances, and wedge angles. The dose was measured using MatriXX Evolution and PTW 2D array seven29. The gamma index analysis was performed for many gamma criteria 3 3mm, 2 3mm, 3 2mm, and 2 2mm using OmniPro ImRT and Verisoft 3.1. Overall, passing rate of AAA tends to be higher than PBC and three other convolution algorithms. For gamma criteria of 2 2mm, passing rate of AAA was 93,18 7,21 , passing rate of PBC was 89,76 7,21 , and passing rate of convolution algorithms was 76,84 11,10 ."
2016
S66502
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustina Dwi Prastanti
"Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan variasi nilai kuat arus tabung terhadap kejelasan anatomi tulang wajah dan dosis radiasi. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental. Data diambil dari empat variasi penggunaan nilai arus tabung (mA) 200 mA, 150 mA, 100 mA dan 50 mA dengan parameter yang lain konstan. Dosis radiasi diukur dengan CTDI. Gambar dinilai oleh responden yang terdiri dari 20 (duapuluh) Dokter Spesialis Radiologi yang tidak menyadari tentang pengaturan kuat arus tabung pada gambar yang dihasilkan. Kualitas gambar dianalisis dengan metode skoring pada 8 (delapan) kriteria anatomi. Palatum, struktur trabekula tulang dan kortex, sinus paranasal, dinding orbita lateral dan medial, orbital roof dan orbital floor, zygomatic, nasal cavity dan ethmoid dinilai dengan skor 1 jika tidak jelas, skor 2 jika jelas dan skor 3 jika sangat jelas. Tidak ada perbedaan yang signifikan pada keempat kelompok dalam menentukan kejelasan anatomi tulang wajah berdasarkan sistem skoring yang digunakan dalam penelitian ini. Dosis radiasi dari penilaian CTDI menunjukkan bahwa dosis dapat dikurangi sebesar 75% pada penggunaan kuat arus tabung 50 mA atau 11,40 mGy dari arus protokol standar 200 mA atau 45,61 mGy. Hal ini sangat penting untuk mengurangi resiko kebutaan pada lensa mata.

The purpose of this study was to analyze the differences in the variation of tube current of the clarity of the facial bones anatomy and radiation dose. This research is an experimental study. Data were taken from four variations use the value of tube current (mA) 200 mA, 150 mA, 100 mA and 50 mA with the other parameters constant. CTDI measured radiation dose. Images assessed by respondents consisted of 20 (twenty) Radiology Specialists who are unaware of the settings on the tube current of the resulting image. The image quality was analyzed by the method of scoring in 8 (eight) anatomical criteria. Palate, structure of trabecular bone and cortex, paranasal sinuses, lateral and medial orbital wall, orbital roof and orbital floor, zygomatic, nasal cavity and ethmoid assessed with a score of 1 if it is not obvious, a score of 2 if it is clear and score 3 if very clear. There is no significant difference in the four groups in determining the clarity of the facial bones anatomy based on the scoring system used in this study. Radiation dose from CTDI assessment showed that the dose can be reduced by 75% in the use of tube current of 50 mA or 11.40 mGy of 200 mA current standard protocol or 45.61 mGy. It is very important to reduce the risk of blindness in the eye lens.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ani Sulistyani
"Perhitungan dosis radiasi melalui keluaran metrik 3DRA hanya tersedia pada protokol kontrol kualitas pada CBCT untuk radiologi intervensional. Hal ini dianggap belum andal karena perputaran gantry pada prosedur 3DRA tidak satu lingkaran penuh seperti pada Computed Tomography (CT). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi distribusi dosis aksial untuk prosedur 3DRA menggunakan tiga dosimeter relatif: thermoluminescence dosimeter (TLD), Film Gafchromic® XR-QA2, dan Film Gafchromic® XR-RV3. Dosimeter yang terkalibrasi diletakan di dalam fantom in house berbentuk silinder dan dilakukan pengukuran pada pesawat angiografi Philips Allura Xper FD20 menggunakan tiga mode preset yang tersedia.
Hasil pengukuran menggunakan dosimeter relatif dibandingkan dengan hasil pengukuran menggunakan dosimeter absolut untuk mengetahui akurasinya. Dari pengukuran didapatkan bahwa distribusi dosis 3DRA tidak homogen pada seluruh penampang fantom in house. Nilai dosis paling besar berada posisi jam 3 dan jam 9 sedangkan nilai dosis paling rendah berada pada posisi jam 12. Di antara dosimeter yang digunakan, distribusi dosis aksial yang paling akurat diperoleh melalui pengukuran menggunakan Gafchromic® XR-RV3, yang ditunjukkan dengan nilai diskrepansi rata-rata sebesar 33,82%. Selain itu, pengukuran mode Cranial Stent pada posisi jam 12 menunjukkan diskrepansi terkecil, dengan nilai 9,10%.

The calculation of radiation dose for 3DRA output metrics is currently only available in quality control for cone-beam computed tomography (CBCT). This method is considered unreliable because the gantry rotation in the 3DRA procedure is not a full 360 degrees like in CBCT. The objective of this study is to determine the axial dose distribution during the 3DRA procedure using three different relative dosimeters: thermoluminescence dosimeter (TLD), Gafchromic® XR-QA2 Film, and Gafchromic® XR-RV3 Film. The calibrated dosimeters were placed within a cylindrical in-house phantom, and measurements were performed using a Philips Allura Xper FD20 angiography system (in three preset modes).
The output of measurements using a relative dosimeter were compared to those using an absolute dosimeter, with the aim of assessing the accuracy.  It was found that the axial dose distribution in the 3DRA procedure is not evenly distributed across the cross-sectional area of the in-house phantom. The highest dose values were observed at the 3 and 9 o'clock positions, while the lowest dose values were recorded at the 12 o'clock position. Among the dosimeters used, the most accurate axial dose distribution was obtained through measurements using Gafchromic® XR-RV3, as indicated by an average discrepancy value of 33.82%. Additionally, the cranial stent mode measurements at the 12 o'clock position showed the smallest discrepancy, with a value of 9.10%.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>