Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 144867 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Erika Citra Sari Hartanto
"Tesis ini membahas usaha tokoh utama Balram Halwai untuk mengakhiri posisinya dalam ruang sosial yang menekan dan berusaha untuk menjadi seseorang yang mandiri, serta bagaimana perspektif Adiga terhadap novel The White Tiger. Penelitian ini menggunakan teori unsur-unsur naratif serta menggunakan konsep Pierre Bourdieu tentang ruang sosial, arena, kapital (modal), habitus, dan distinction.
Hasil analisis menunjukkan bahwa Balram yang berasal dari keluarga miskin dan kasta bawah mendapatkan tekanan dari keluarganya dan keluarga majikannya. Balram kemudian melakukan berbagai upaya dan strategi untuk keluar dari ruang sosial yang menekannya tersebut sehingga ia menjadi seorang yang sukses. Novel ini menjadi media bagi Adiga untuk menyatakan kritiknya terhadap masalah kemiskinan dan masalah ketidakadilan kasta sebagai permasalahan yang menekan kasta bawah dan merupakan permasalahan yang kompleks dan terstruktur.

This thesis analyses the main character named Balram Halwai and his efforts to get himself out of his sophisticated social space in order to build himself as an independent man, and this thesis also discusses Aravind Adiga?s perspective toward the novel The White Tiger itself. This research uses the theory of the elements of novel and Pierre Bourdie?s concepts of field, habitus, capital, and distinction.
The result shows that Balram, who comes from poor family and belongs to lower caste, get domination from his family as well as his master's family. Balram, then, do some efforts and strategies to make himself out of the stressing social space until he becomes a success man. Furthermore, this novel functions as a media for Aravind Adiga to declare his critics toward poverty and inequity of caste system as problems that dominate lower caste as well as complex and structural problems.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
T28919
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wulansari
"The Names dan White Noise adalah novel karya Don Delillo yang banyak berhubungan dengan masalah dunia dengan beragam orang dengan profesinya, nama-nama tempat dan budayanya. The Names adalah novel terbaik ke-tujuh yang pernah ditulis oleh Delillo yang tidak hanya menawarkan sebuah paparan melalui percakapan di dalamnya tetapi juga mampu membuka wawasan pembaca akan adanya wacana konsumerisme yang dilakukan oleh tokoh-tokohnya melalui beragam peran,dan profesinya. White Noise adalah novel terbaik ke-delapan karya Delillo, setelah The Names. Penghargaan National Book Award diberikan untuk karya Delillo, White Noise, sebagai bukti dari wujud kecerdasan dan kesetiaannya dalam sejarah kesusasteraan Amerika. Di dalam White Noise, Delillo mencoba menggali keberadaan budaya popular yang mempertajam dunia konsumerisme melalui kehidupan akademik dan intelektual.
Keragaman dari tokoh dengan kecerdasan berpikirnya, latar tempat dengan detil dan pernik-pemiknya yang jelas, dan budaya-budayanya mewakili perbedaan berfikir, berasal, dan alasan mereka dalam melibatkan mereka dalam memunculkan budaya konsumerisme. Kecenderungan tokoh-tokoh dalam bersaing dan memperlihatkan peran dan kemampuan mereka dalam menilai keterbaikan mereka dan keterburukan orang lain adalah keunikan mereka untuk semakin mengukuhkan keceradsan budaya konsumerisme. Konflik yang terjadi di dalam keluarga, perpecahan dalam rumahtangga, dan perkembangan mental anak yang tidak jelas adalah resiko yang tidak dapat dihindari dari proses pemahaman kemajuan dari media masa, elektronik, dan telekomunikasi yang tidak terkontrol. Kemajuan teknologi, dan cara berpikir yang intelek tidak mutlak mengubah budaya tradisional dan cara berpikir beberapa orang. lronisnya, The Names dan White Noise menunjukkan kegagalan dari kaum intelektual yang konsumtif dan teknologi dalam menciptakan struktur yang mapan seperti yang diharapkan masyarakat.
Penelitian ini dilakukan dengan menerapkan pendekatan sosiokultual yang mendukung konsep dan aspek-aspek yang mengukuhkan budaya konsumerisme yang akan dianalisa melalui tokoh-tokoh, latar tempat, dan medianya dalam cerita. Teoriteori yang memperlihatkan peran media masa, elektronik, dan telekomunikasi dalam mendukung tokoh, sebagai agen, penghasil, dan target pasar konsumerisme diambil untuk memperjelas hubungan yang jelas dan panting diantara keduanya. Hasil penelitian diharapkan dapat memperlihatkan adanya keragaman pekerjaan, dan profesi tokoh-tokoh intelektual, latar-latar tempat tertentu, dan peran media dalam :aengukuhkan budaya konsumerisme. Tokoh dengan beragam pekerjaan, asal-usul, latar tempat, dan media bertindak dan melakukan praktek budaya konsumerisme demi kepentingan mereka dalam mengaktualisasi din mereka dan juga untuk mempergunakan orang lain untuk dikonsumsi. Kegagalan dari budaya konsumerisme yang diperlihatkan dalam penelitian ini adalah dehumanisasi yang telah dihasilkan dari telmologi dan cars berpikir yang konsumtif.
The Names and White Noise are Don Delillo's novels, which cover and deal much with the world that is full of plural people, places, and cultures. The Names is the seventh greatest novel of Delilo's work that does not offer a shared narration through conversation, but it also brings us to the implied consumerism done by the characters through their various roles, function, and profession. White Noise is the eight best literary works that Delillo has ever written. The convincing National Book Award addressed to his White. Noise was the evidence of his brilliant mind and loyalty in participating much his life in America's literary history. In White Noise, Delillo explores the existence of pop culture in sharpening the consumerism world through the world of the academic life and intellectual life.
The plurality of characters with different intellectual mind, many settings with their explicit details and accessories, and cultures represent the different ways of thinking, origins, and reasons in getting involved in emerging the consumerism culture. The characters' tendencies to compete and show off their roles and competences in judging their best and the others' worst are their idiosyncrasies in constructing the existed consumerism culture. The conflicts happen in family, the friction in marriage, and the unpredictable mental growth of children are just only the unavoidable risks of the process in understanding the advance of the uncontrollable sophisticated mass, electronics, and telecommunication media. The advance of technology, and the intellectual mind cannot easily change the traditional culture and mind of some people. Ironically, The Names and White Noise show the failure of the consumed intellectuals and technology in establishing the settled structure of expected society.
Applying the socio-cultural approach in which the supporting concepts and elements in constructing the consumerism culture are analyzed through the characters, settings, and media in both novels does the study. The theories on how mass media, electronic media, and telecommunication media back up much the characters as the agent, the producer and the marketer of consumerism culture and also the settings usually used in the transaction of consumerism are taken to clarify their significant correlation. The result of the discussion presents the answer that the existed various jobs, professions of the intellectual characters, the specific settings, and the roles of media participate much in either constructing and criticizing the existed consumerism culture. The characters with different jobs, origins, and from different places and different media act, and practice the consumerism culture for the sake of their own needs in actualizing themselves and exploiting others to be consumed as well. The failure of consumerism in this study is proven by the dehumanization done by the consumed technology and mind.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T11244
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shapcott, Thomas William, 1935-
Ringwood: Penguin Books, 1984
823.914 SHA w
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Pelawi, Grace Mathilda
"ABSTRAK
Skripsi ini berusaha menunjukkan bagaimana masalah dislokasi timbul sebagai akibat dari ke-half-breed-an tokoh-tokohnya dan bagaimana mitos Indian berfungsi sebagai jalan keluar dalam memecahkan masalah dislokasi tersebut di dalam novel-novel Ceremony dan The Woman Who Owned The Shadows. Di dalam Ceremony, Tayo, tokoh utamanya, digambarkan sebagai half-breed yang amat menderita akibat kuatnya tekanan dari masyarakat Indian maupun masyarakat kulit putih. Kuatnya tekanan ini mengakibatkan is tidak mempunyai `tempat berpijak' dan menderita masalah dislokasi. Masalah dislokasi adalah kondisi pars tokoh Indian yang mengalami kesulitan dalam menempatkan `pikiran' mereka (yang berwujud imajinasi ataupun mimpi) ke dalam konteks waktu dan tempat yang sesuai dengan kehidupannya di dunia nyata akibat adanya perbenturan budaya dengan masyarakat kulit putih/dunia Barat (sebagai konsekuensi dari kondisi mereka yang half-breed). Tokoh Tayo...

"
1996
S14077
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Happy Indah Nurlita Goeritman
"Membahas cara pandang tokoh utama Philippa van der Steurr sebagai wanita homoseksual. Dalam pandangan tokoh ditemukan berbagai bentuk represi yang dialaminya, serta resistensi yang dibangunnya. Represi tersebut mempengaruhi cara pandang tokoh utama.

The main character's perspective Philippa van der Steur a homoseksual woman. In the perspective of main character found variety of repression around her, and also the resistance which was built by her. Repression leaders affect the way she sees her self and her surroundings."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S15830
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yoyok Sabar Waluyo
"Tesis ini membahas kedirian (self-consciousness) yang darinya dihasilkan tindakan dan perilaku sebagai rujukan ditemukannya identitas tokoh dalam novel The Namesake karya Jhumpa Lahiri. Tesis menggunakan metode deskriptif dan tinjauan sintagmatik dan paradigmatik sebagai alat untuk menjelaskan serta menganalisis permasalahan. Untuk menganalisis digunakan teori utama yaitu teori Erik H. Erikson mengenai identitas pada usia remaja dalam buku Identity : Youth and Crisis. Kedirian yang tumbuh sebagai hasil pengolahan diri yang berpadu dengan pengalaman di lingkungan sosial menyebabkan seseorang bertindak dan berperilaku yang dijadikan rujukan ditemukannya identitas diri seseorang.

This thesis discusses a self-consciousness from which reveals behaviors and actions. This behaviors could be as a reference to indicate the character?s identity in Jhumpa Lahiri?s novel The Namesake. This thesis uses descriptive method to elucidate the discussion. It is also syntagmatic and paradigmatic review used to gain the description of self-consciousness in forming the personal identity. The study of Erik H. Erikson?s theory of identity for adolescent written in his book Identity: Youth and Crisis is used to analyse the problems. The revealed self-consciousness as a result of self-experiences and social interactions affords the personal identity. This thesis concludes that the self-consciousness could be as references to indicate a personal identity."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
T29220
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rendy Septiadi
"Skripsi ini melihat proses mempertahankan ideologi supremasi kulit putih dan subjektifikasi karakter Django dalam penanaman ideologi kulit putih pada film Django Unchained (2012) dengan didasarkan pada analisis hubungan Django dengan karakter lainnya. Kemunculan film ini pada masa post-racial society di Amerika dapat dilihat sebagai bentuk kritik atas paham tersebut dan akan dianalisa untuk mendekonstruksinya. Pendekatan yang digunakan dalam skripsi ini adalah teori hegemoni Gramsci yang sudah dikembangkan oleh Stuart Hall dalam konteks rasial serta teori Subjek dan Aparat Ideologis oleh Louis Althusser.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat proses hegemoni yang dibangun untuk mempertahankan supremasi kulit putih dan memperjelas status antara yang dikuasai dan yang menguasai. Lalu, penelitian ini juga melihat bagaimana seseorang yang sudah terinterpelasi meneruskan ideologi yang sudah tertanam di dalam dirinya untuk dilihat juga sebagai bentuk supremasi kulit putih. Selain itu, Analisa hubungan karakter menjadi penting dilakukan karena hubungan Django dengan karakter kulit putih lainnya merepresentasikan hubungan kelompok minoritas dan mayoritas. Dengan ditemukannya hasil - hasil penelitian ini, dapat dikatakan bahwa film Django Unchained adalah medium untuk membangun hegemoni dan mempertahankan supremasi kulit putih.

This undergraduate thesis examines how the process of maintaining the ideology of white supremacy and how Django's character is constructed as a subject in planting white ideology in the movie Django Unchained (2012) based on the analysis of Django's relationship with other characters. The appearance of the movie during the phenomenon of post-racial society in America can be seen as a form of criticism of the ideology, and the movie will be analyzed to deconstruct it. The approaches used in this thesis is Stuart Hall's interpretation of Gramcis's Hegemony in the context of racial, and ideological state apparatuses by Louis Althusser.
This study aims to look at the process of hegemony to maintain white supremacy and clarify the status of the controller and the controlled. Then, this research also see how Django, who has been interpelated, continues the ideology that has been ingrained in him as a form of white supremacy. Moreover, analysis of the characters' relationship becomes important because Django's relationship with the other white characters represent minority and majority group relations. With the results of this study, the movie Django Unchained is a medium to build and maintain the hegemony of white supremacy.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
S57814
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fika Farhana Nurman
"Meskipun banyak karya sastra yang telah mendukung pemberdayaan perempuan atau interseksional feminisme, terdapat perbedaan pada representasi antara perempuan dengan perbedaan ras saat berurusan dengan patriarki dalam sastra Amerika Indian. Karakter wanita dalam novel Indian Winter in the Blood (1974) dan The Absolutely True Diary of a Part-Time Indian (2007) selalu dibayangi oleh dominasi laki-laki. Tujuan dari artikel ini adalah untuk menganalisis karakterisasi kompleks pada karakter minor yang tampak tidak signifikan dari kedua kekasih perempuan dalam novel, yaitu seorang wanita suku Cree Agnes dan seorang gadis kulit putih Penelope, melalui analisis tekstual. Artikel ini mencoba mengidentifikasi negosiasi patriarkal kedua kekasih saat mengalami subordinasi, obyektifikasi, dan bentuk penindasan lainnya yang lebih bermasalah karena protagonis pria sedang mengalami krisis maskulinitas. Temuan awal pada artikel ini menunjukkan bahwa kedua kekasih dalam novel mungkin tidak memiliki kendali atas subordinasi dan pandangan obyektifitas seksual yang dialaminya; pada kenyataannya, mereka selalu berjuang melawan patriarki untuk mempertahankan kekuasaan dan keamanan mereka dengan negosiasi patriarkal sebagai strategi. Oleh karena itu, Agnes dan Penelope, yang memiliki perbedaan identitas ras, kelas, dan usia, menunjukkan pemberdayaan dengan bernegosiasi dengan patriarki dalam mekanisme yang berbeda.

Although many literature works have already supported women empowerment or intersectional feminism, there is a big disparity of representations between women with different races while dealing with patriarchy in Native American literature. Female characters in Native American novels Winter in the Blood (1974) and The Absolutely True Diary of a Part-Time Indian (2007) have been overshadowed due to male domination. The purpose of this article is to analyze the complex characterization of the seemingly insignificant minor characters of the girlfriends in both novels, who are a Cree woman Agnes and a white girl Penelope, through a textual analysis. This article attempts to identify the two girlfriends` patriarchal bargains while experiencing subordination, objectification, and other forms of oppression which are more problematic since the male protagonists are going through masculinity crisis. The preliminary finding on this article suggests that the girlfriends of the two novels may have no control over the subordination and sexual objectifying gaze; in fact, they always have fought patriarchy in order to maintain their power and safety by patriarchal bargains as the strategy. Therefore, Agnes and Penelope, who have differences in terms of race, class, and age, show empowerment by negotiating with patriarchy in different mechanisms."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Irene Erlyska Oktafiany
"Skripsi ini berisi analisa novel berdasarkan kritik sastra feminis. Novel Ibunda karya Maxim Gorky ini dapat ditelaah dari segi feminis karena sang tokoh utama yaitu Pelagia Nilovna merupakan sosok perempuan yang bangkit dari intimidasi yang terima dan akhirnya mendapat pengakuan akan eksistensinya dalam masyarakat. Skripsi ini memakai kritik sastra feminis karena kritik sastra feminis bertujuan untuk menolak gambaran stereotipe perempuan yang merugikan dalam perjuangannya untuk setara dengan pria dalam suatu karya sastra. Berdasar mitos bangsa Rusia ada 3 figur mitos yang diagungkan yaitu Rusalka, Baba Yaga dan Mother Earth. Mereka bertiga melambangkan peranan perempuan dalam kehidupan berumah tangga dan juga dalam kehidupan social. Sedangkan dalam Kristen Orthodoks terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh Pangeran Vladimir dan pengikutnya. Di awal cerita Pelagia Nilovna digambarkan sebagai sosok yang menderita baik mental maupun fisik karena perlakuan suaminya yang kasar. Rasa takut yang dimiliki oleh Pelagia semakin melekat ketika Pavel anaknya bergabung dalam pergerakan sosialis yang membela kehidupan buruh yang ditekan kaum kapitalis. Pavel lalu menjadi pusat dari seluruh penyadaran awal dalam diri Pelagia. Pelagia mulai ikut pergerakan dengan menyebarkan pamflet-pamflet dan punya kemampuan untuk menolong orang lain. Pada akhirnya sosok Pelagia menjadi sosok perempuan yang diakui eksistensi dirinya. Ia menolak stereotipe bahwa perempuan adalah sosok yang pasif menerima keadilan. Sejalan dengan tujuan feminisme, Pelagia berhasil mewujudkan kemerdekaannya dan berani menghadapi ketidakadilan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S14908
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Dorris M.M.J. Jeffery
"Gagasan sentral Tolstoy tentang moralitas dan sosok bangun kepribadian wanita secara gamblang dituangkan dalam novel Anna Karenina. Melalui tokoh dan penokohan serta dimensi Kritik social gagasan sentral tersebut menjadi jelas serta memperkaya kasanah literatur tentang Etika. Dengan moralitas dimaksudkan agar manusia kembali kepada fitrahnya. Hukum-hukum moral senantiasa tunduk pada prinsip-prinsipnya dan manusialah yang harus menyesuaikan diri terhadapnya. Tokoh Protagonis Anna dengan segala kekompleksitasannya, kelemahan, dorongan nafsu dan naluri kewanitaannya akhirnya mengalami nasib tragis. Pembunuhan tokoh ini mengundang reaksi dan tanda tanya pembaca, namun bagi Tolstoy hukum moralitas harus diletakkan di atas segala-galanya. Kematian Anna sekaligus mengungkap realitas kehidupan masyarakat Rusia dan kaum Bangsawan khususnya, pada waktu Tolstoy hidup. Demikianlah novel ini berakhir dengan suatu kematian tragis yang mengundang perdebatan dikalangan pembaca dan kritikus sastra, hingga saat ini."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>