Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11572 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Leather, Philip
Harlow, Essex: Longman, 1992
344.063 635 LEA m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Shabrina
"Kampung kota merupakan salah satu kawasan kota yang menjadi pilihan bertinggal bagi masyarakat dengan kemampuan ekonomi rendah. Fenomena berhuni di kampung kota identik dengan citra kepadatan dan pemukiman kumuh. Namun, masih banyak masyarakat yang memilih untuk tetap tinggal di kawasan ini dan menolak untuk direlokasi. Fenomena ini menjadi isu yang menarik untuk dibahas lebih dalam. Hunian adalah bagian dari rekam jejak kehidupan penghuni yang memiliki makna. Pemahaman terkait makna hunian dapat dilihat melalui tahapan yang telah dilalui penghuni dalam proses berhuni. Proses perlu dilihat jauh ke belakang, karena wujud fisik hunian yang terlihat pada masa kini memiliki keterhubungan dengan tindakan dimasa lalu. Isu ini dapat dianalisis melalui pendekatan assemblage. Bagaimana penghuni menyusun setiap komponen hunian dalam masa pembangunan dan perubahan. Komponen material melewati tahapan pendefinisian territory yang dilakukan melalui proses territorialization dan deterritorialization, sehingga membentuk assemblage hunian. Berdasarkan hasil tinjauan teori dan analisis studi kasus, proses berhuni dalam konteks kampung kota dipengaruhi oleh tindakan penghuni yang memiliki otoritas. Tindakan aktor dilatar balakangi oleh faktor internal dan eksternal, sehingga hunian menjadi sebuah produk dan sebuah proses yang terus berjalan. Faktor internal berupa life-cycle, sedangkan faktor eksternal berupa bencana kebakaran. Dalam merealisasikan tindakan perubahan, aktor dibatasi oleh kemampuan ekonomi yang dimilikinya.

Kampung kota is one of the urban areas, which is chosen by the people with low economic income to live in. The phenomenon of the housing process in kampung kota is identical with the image of density and slums. However, there are people who still choose to live in this area and refuse to be relocated. This phenomenon is an interesting issue to discussed. House is part of the occupants life record, that has meaning for its inhabitants. We cannot judge a house as it is seems today. The present is always related to the past. This issue can be analyzed through an assemblage approach. How residents make every component of the house during the period of housing development. Through the process of coding, territory is being defined by the arranggement  of material components, which are carried out through the process of territorialization and deterritorialization. This process formed a house assemblage. Based on the results of a theoretical review and case study analysis, the housing process in the kampung kota is influenced by the actions of residents who have authority. Actors act based on the internal and external factors, therefore house becomes a product and also a process at the same time. Internal factors in the form of life-cycle, while external factors in the form of a conflagration. In the attempt of house assembling, the actor is limited by his economic capabilities. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisa Zakiah
"ABSTRAK
Fenomena penggusuran-bermukim kembali yang terjadi berulang kali pada masyarakat hunian pinggir rel kereta di Jakarta mengindikasikan adanya gejala hunian sebagai tempat kembali (home). Meskipun memiliki kondisi fisik yang buruk rupa (ugly), hunian masyarakat bawah ini juga memiliki kelebihan dalam hubungan sosialnya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui makna home yang terbentuk dengan mengkaji proses produksi ruang sosialnya. Hal ini dilakukan untuk membuktikan adanya keterkaitan antara home dengan hubungan sosial. Kajian ini dilakukan dengan menganalisis interaksi yang terjadi antara manusia dengan lingkungannya dalam skala makro maupun mikro.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari segi keteraturan, mekanisme produksi ruang sosial masyarakat hunian pinggir rel kereta ini terbentuk dalam skala personal, bukan skala kolektif. Meskipun demikian, saat terjadi ketidakteraturan (ancaman), muncul indikasi rasa keterikatan dan rasa identitas yang mengikat satu kesatuan kolektif dan mengikis rasa individualitas antar penghuni.

ABSTRACT
Displacement-Re-dwelling phenomenon which occurs repeatedly on the rail-edge dwelling in Jakarta indicates sign of occupancy as a place of return (home). Despite having such a poor physical condition (ugly), low-income dwelling also have strength in its social milieu.
The purpose of this study was to determine the meaning of a home that is produced by examining the production process of social space. This is done to prove the relation between home and social relationship. The study was conducted by analyzing the interactions between humans and their environment in the macro and micro scale.
The results showed that in terms of order, the social space production mechanism of railedgeinhabitantsis formed in a personal scale, not a collective scale. Nonetheless, in the term of disorder (threat), there are indications of?sense of belonging? and ?sense of identity? that bind the collective unity and erode the ?sense of individuality? among the inhabitants.
"
2014
S55331
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Fitriani
"Rumah adalah suatu naungan untuk manusia melepas lelah setelah melakukan berbagai aktivitas dan juga sebagai sarana interaksi antar sesame penghuni rumah atau bahkan dengan lingkungannya. Sebagai tempat manusia melepas lelah, sebaiknya rumah mampu memenuhi kebutuhan manusia tersebut, agar saat memulai aktivitas lagi mereka sudah kembali bersemangat dan penuh tenaga. Sedangkan sebagai sarana interaksi, rumah juga harus mampu menghadirkan kualitas ruang yang ideal untuk manusia berinteraksi atau nyaman dari segi fisik dan mental. Secara keseluruhan rumah harus mampu membuat penggunanya ?betah? berada didalamnya. Kebutuhan manusia akan naungan yang nyaman, aman, dan sehat tidak terhindarkan lagi.
Jumlah manusia yang terus bertambah di dalam kota, memaksa banyak keluarga muda dengan penghasilan menengah memilih bertempat tinggal di pinggiran kota. Keterbatasan dana mendorong optimalisasi setiap jengkal lahan, fungsi setiap ruang, dan penggunaan bahan. Dengan iklim tidak bersahabat dan berbagai polusi yang mencemari, perlu usaha lebih untuk mendapatkan hunian yang sehat.
Oleh karena itu, pembahasan saya dalam skripsi ini adalah bagaimana ilmu arsitektur membantu mewujudkan rumah sederhana sehat dengan tetap mengembangkan kreatifitas desain rumah yang menarik.

Home is a shelter for human to release weary after many activities and as interaction medium among denizen and also their surroundings. As a human place to release weary, home should fulfill those necessary, so when human start the activities again they are completely relief, enthusiastic and powerful. As an interaction medium, home must presents ideal quality space for human interaction or feel comfortable physically and mentally. Over all, home should be capable make the dweller feels totally comfortable on it. The human necessity of comfortable, secure and healthy shelter becomes irresistible.
The amount of people in town that continuously increasing makes many young families with middle income chooses to live in sub urban area. The limitation of fund urges people optimizes each land span, space function, and material utilization. With unfriendly climate and much pollution, need extra effort to get a healthy dwelling space.
In conclusion, my research is about how architecture helps build a healthy simple home while still creating an interesting home design."
2008
R.05.08.06 Fit r
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gita Advenia
"Dalam proses menghuni, individu akan melakukan rangkaian aktivitas untuk beradaptasi dengan lingkungan huniannya agar dapat merasa nyaman. Perilaku ini termasuk dalam perilaku home-making untuk mewujudkan idealisme ‘rumah’ (sense of home) pribadi individu dalam hunian, termasuk hunian sewa. Hunian sewa merupakan bangunan atau ruang yang dihuni dalam jangka waktu tertentu melalui kesepakatan kontrak antara pemilik dan penyewa oleh karena itu hunian sewa dapat dikatakan memiliki sifat temporer. Variabel waktu dalam bentuk kontrak menghuni adalah salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku individu menciptakan sense of home di hunian sewa menjadi tidak stabil. Untuk memahami perilaku merumah di lingkungan yang tidak stabil, aktivitas yang dilakukan individu dapat dilihat sebagai komponen penyusun pola perilaku mewujudkan sense of home di hunian sewa melalui pemahaman home-assembling. Home-assembling adalah suatu bentuk perilaku home-making dilihat melalui perspektif teori assemblage yang dikemukakan oleh Deleuze, Guattari (1980) dan Delanda (2006). Dalam penulisan, aktivitas individu dikategorikan ke dalam absis ketidakstabilan teori assemblage yaitu Territorialization, De-territorialization, Material, Expressive, Coding dan De-coding untuk memahami bagaimana pola pikir individu menanggapi ketidakstabilan lingkungan hunian sewa untuk mewujudkan sense of home.

During their residence, individuals engage in a variety of activities to adapt to their living environment in order to feel comfortable. This behavior can be included as a home-making behaviour to construct the sense of home in housing, including rental housing. A rental housing is a building / space that has been concluded for a certain period of time by a contract between the owner and the tenant, and can be said to have a temporary property. Time in the form of renting contract is one of the factors that can affect an individual's home-making behavior in rental housing becomes unstable. In order to understand home-making behavior in such an unstable environment, the activities performed by individual can be regarded as a component of the behavioral pattern of constructing sense of home in rental housing from understanding the concept of home-assembling. Home assembling is a form of home-making behavior in the perspective of assemblage theory proposed by Deleuze, Guatter (1980) and DeLanda (2006). In this article, in order to understand how the individual's thinking to respond the instability of the rental housing, the individual activities are described as the axes of instability from the assemblage theory, namely Territorialization, De-territorialization, Materials, and Expressions, Coding and De-coding."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfitra Firizkia Luthfiana Dewi
"Perilaku kesehatan merupakan aspek penting dalam upaya pemeliharaan kesehatan rumah. Dalam teori Health Belief Model, faktor pendorong perilaku kesehatan seseorang yang berasal dari faktor pengubah yakni status sosial ekonomi dan pengetahuan menjadi penting untuk diteliti khususnya pada kondisi penghuni rumah susun. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis hubungan antara status sosial ekonomi dan pengetahuan kesehatan lingkungan dengan perilaku ibu rumah tangga dalam pemeliharaan rumah sehat di Rusunawa Jatinegara Barat. Penelitian ini menggunakan studi cross-sectional dengan pengambilan data primer melalui wawancara kepada ibu rumah tangga pada bulan Mei hingga Juni tahun 2023. Sebanyak 137 ibu rumah tangga terpilih secara simple random sampling. Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan pada variabel tingkat pendidikan ibu rumah tangga (OR= 2,883; 95% CI= 1,339−6,209), tingkat pendidikan kepala keluarga (OR= 3,856; 95% CI= 1,711−8,690), dan pengetahuan kesehatan lingkungan ibu rumah tangga (OR= 2,687; 95% CI= 1,304−5,294) dengan perilaku ibu rumah tangga. Sedangkan pada analisis multivariat, variabel tingkat pendidikan kepala keluarga (OR= 3,390; 95% CI= 1,478−7,776) dan pengetahuan kesehatan lingkungan ibu rumah tangga (OR= 2,253; 95% CI= 1,088−4,666) merupakan faktor-faktor dominan memengaruhi perilaku ibu rumah tangga dalam pemeliharaan rumah sehat di Rusunawa Jatinegara Barat. Maka dari itu, Unit Pengelola Rumah Susun Jatinegara Barat diharapkan dapat mengadakan penyuluhan terkait pengetahuan kesehatan di rumah susun guna meningkatkan pengetahuan ibu rumah tangga dalam pemeliharaan rumah sehat di Rusunawa Jatinegara Barat.

Health behavior is an important aspect in efforts to maintain home health. In the theory of the Health Belief Model, the driving factors for a person's health behavior come from modifying factors, namely socioeconomic status and knowledge, which are important to study, especially in the conditions of apartment dwellers. The purpose of this study was to analyze the relationship between socioeconomic status and knowledge of environmental health with the behavior of housewives in maintaining healthy homes in Rusunawa Jatinegara Barat. This study used a cross-sectional study with primary data collection through interviews with housewives from May to June 2023. A total of 137 housewives were selected by simple random sampling. The results of the bivariate analysis showed that there was a significant relationship between the education level of housewives (OR= 2.883; 95% CI=1.339−6.209), the education level of the head of the family (OR= 3.856; 95% CI=1.711−8.690), and environmental health knowledge housewives (OR= 2.687; 95% CI=1.304−5.294) with housewife behavior. Meanwhile, in the multivariate analysis, the variable level of education of the head of the family (OR= 3,390; 95% CI= 1,478−7,776) and knowledge of environmental health of housewives (OR= 2,253; 95% CI= 1,088−4,666) were the dominant factors influencing the behavior of housewives in maintaining healthy homes in Rusunawa Jatinegara Barat. Therefore, the Rusunawa Jatinegara Barat Management Unit is expected to be able to conduct counseling related to health knowledge in flats to increase the knowledge of housewives in maintaining healthy homes in Rusunawa Jatinegara Barat."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kukuh Handayani
"Lean construction melalui identifikasi dan peniadaan waste dari proses konstruksi proyek perumahan dapat meminimalkan pemborosan biaya dan waktu sehingga dapat dicapai laba yang optimal. Perencanaan dan penjadwalan yang melibatkan semua pihak dapat menghasilkan rencana proyek yang komprehensif dan efektif, menghindari penundaan dan menjamin bahwa sumber daya digunakan secara efisien. Studi kasus di proyek perumahan Green Royal (GR) Jakarta Barat terdapat 21 kegiatan non value added (NVA) dari total 87 kegiatan yang menyebabkan keterlambatan selama 9 minggu, dimana jika menghilangkan kegiatan tersebut masih terlambat 4 minggu. Salah satu upaya memperpendek durasi adalah melalui penerapan lean tools : crashing program yaitu dengan penambahan tenaga kerja sebanyak 22 orang selama 8 minggu pada pekerjaan bekisting dan pembesian, sehingga durasi pekerjaan menjadi lebih cepat 4 minggu. Tools lean lainnya yang dapat dilakukan adalah standardization, last planner system, coordination, get quality right at first time, just-in-time, prefabricated dan five S. Dengan crashing program, waktu pekerjaan menjadi 66 minggu dimana lebih cepat 4 minggu dari schedule rencana. Biaya mengalami kenaikan sebesar Rp 201.500.000,-, namun disisi lain terdapat efisiensi waktu selama 4 minggu sebesar Rp 544.000.000 sehingga berpengaruh terhadap HPP dari 85,33% menjadi 84,92% dan laba mengalami peningkatan dari 14,67% menjadi 15,08%. Dampak lainnya adalah tidak kena sangsi 1/1000 dan terhindar blacklist dari owner.

Lean construction through identifying and eliminating waste from the housing project construction process can minimize wasted costs and time so that optimal profits can be achieved. Planning and scheduling that involves all parties can produce a comprehensive and effective project plan, avoiding delays and ensuring that resources are used efficiently. In the case study at the Green Royal (GR) West Jakarta housing project, there were 21 non-value added (NVA) activities out of a total of 87 activities which caused a delay of 9 weeks, whereas if we removed these activities it would still be 4 weeks late. One effort to shorten the duration is through the application of lean tools: crashing program, namely by adding a workforce of 22 people for 8 weeks on formwork and reinforcement work, so that the duration of the work is 4 weeks faster. Other lean tools that can be used are standardization, last planner system, coordination, get quality right at first time, just-in-time, prefabricated and five S. With the crashing program, the work time becomes 66 weeks, which is 4 weeks faster than the planned schedule . Costs increased by IDR 201,500,000,-, but on the other hand there was a time efficiency for 4 weeks of IDR 544,000,000 so that the effect on COGS from 85.33% to 84.92% and profits increased from 14.67% to 15 .08%. Another impact is not being subject to a 1/1000 penalty and avoiding being blacklisted by the owner."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Khairani
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S63277
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henny Damajanti
"Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan sekaligus sebagai pusat kegiatan ekonomi nasional, disamping menampakkan kegemerlapan yang menggambarkan keberhasilan pembangunan, juga tidak terlepas dari berbagai perkotaan yang berkaitan erat dengan masalah kemiskinan. Terbentuknya kelompok masyarakat miskin ini terutama terakumulasi sebagai akibat dari adanya arus urbanisasi yang datang dari berbagai daerah, dengan tujuan untuk mengadu nasib di kota metropolitan yang menurut mereka megah dan gemerlapan serta merailiki daya tarik yang besar.
Masalah penduduk miskin yang berkaitan dengan urbanisasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu pertama, akibat dari perkembangan sektor industri di perkotaan yang banyak membutuhkan tenaga kerja murah dari daerah sekelilingnya, dan kedua , harapan yang besar diantara para pendatang tersebut untuk meraih kehidupan yang lebih baik dimana sebagian besar dari mereka merupakan kelompok masyarakat yang berpendapatan rendah dengan kemampuan yang terbatas. Kedatangan mereka ke kota terbentur pada masalah mendapatkan lapangan kerja, tempat tinggal dan rendahnya taraf hidup yang pada gilirannya menyebabkan timbulnya berbagai kesulitan lain."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Deliyanto
"Keberhasilan pembangunan perumahan seringkali digunakan sebagai salah satu tolok ukur keberhasilan suatu negara dalam menyejahterakan rakyatnya. Oleh karena itu tujuan pembangunan perumahan adalah agar setiap keluarga dapat menempati rumah yang layak dalam lingkungan pemukiman yang teratur dan sehat, dalam arti dapat terselenggaranya perumahan sesuai dengan fungsinya untuk peningkatan kesejahteraan.
Masalah Perumahan yang dihadapi khususnya di kota-kota besar Indonesia adalah disamping masalah kualitas, seperti kelayakan rumah, kesehatan lingkungan, ruang hunian yang padat dan Lain-lainnya, juga masalah kuantitas seperti adanya kesenjangan yang semakin besar antara pertumbuhan penduduk yang pesat dengan penyediaan rumah baru atau pengganti.
Oleh karena itu melalui Peraturan Pemerintah no 29 tahun 1974 tentang penunjukan Perum Perumnas sebagai pelaksana pembangunan perumahan secara nasional pemerintah melaksanakan pembangunan perumahan.
Pendekatan pembangunan perumahan yang hanya berorientasi pada masalah kuantitas menghasilkan pembangunan secara besar-besaran atau diproduksi secara masal. Konsekuensi pembangunan secara masal adalah; bahan. konstruksi, luas kapling dan denah sudah dibakukan. Kritik para pakar terhadap pembangunan perumahan seperti ini adalah tidak peka dan kurang menyentuh kondisi penghunian calon penghuni khususnya dari aspek psikologis seperti, kebiasaan, aspirasi, persepsi kekentalan komunitas dan harapan calon penghuni.
Upaya yang dibakukan agar lebih dapat menyentuh dan peka terhadap kondisi penghunian calon penghuni, tetapi tetap terjangkau oleh golongan berpenghasilan rendah, pemerintah melalui Perumnas membangun perumahan sederhana, khususnya perumahan sederhana tidak lengkap atau lebih dikenal dengan rumah inti.
Pembangunan perumahan sederhana tersebut di atas, menimbulkan pertanyaan dalam penelitian :
1. Apa kriteria keberhasilan pembangunan sederhana ditinjau dari keberhasilan penghuniannya ?
2. Faktor-faktor apakah yang berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan penghunian?
Adapun tujuan penelitian di samping untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut di atas, juga ingin mengetahui tingkat keberhasilan penghunian di daerah penelitian.
Sedangkan cara yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian. dilakukan tahapan sebagai berikut:
1. Mengetahui kedudukan manusia di dalam lingkungan dan kriteria keberhasilan penghunian sebagai dasar untuk menentukan pola hubungan variabel-variabel yang diduga mempunyai hubungan dengan tingkat keberhasilan penghunian. Model hubungan manusia dengan lingkungannya Moore (1984) akan dioperasionalkan pada penelitian ini.
2. Menentukan lokasi penelitian untuk menguji kebenaran pendugaan yang mempengaruhi keberhasilan penghunian, dengan kasus penghunian perumahan sederhana tidak lengkap (Rumah Inti) di Perumnas Klender yang berada pada wilayah Kelurahan Malaka Jaya, Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur.
3. Tahap selanjutnya adalah menentukan jumlah sampel berdasarkan rumus Cohran. Di dapat jumlah sampel 100 responden yang dipilih secara acak sederhana.
4. Tahap pengumpulan data dilakukan dengan wawancara yang berpedoman pada kuesioner berstruktur dan sekaligus pula dilakukan pengamatan lapangan, disamping melakukan penelaahan data sekunder dari instansi terkait.
5. Data yang terkumpul dianalisis secara kuantitatip dan kualitatip. Analisis kuantitatip digunakan teknik statistik non parametrik, uji statistik Kai Kuadrat dioperasionalkan untuk mengetahui adanya hubungan antar variabel, sedangkan untuk mengetahui kuat lemahnya hubungan digunakan Koefisien Kontingensi. Analisis kualitatip berdasarkan pengamatan lapangan analisis kuantitatif.
6. Tahap terakhir adalah mengintepretasi data dan mengambil kesimpulan dari analisis kuantitatip dan kualitatip.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan penglntnian yang terbagi dalam kondisi fisik, psikologis dan sosial ekonomi adalah sebagai berikut :
a. Keberhasilan fisik adalah kelayakan rumah di Perumnas Klender yang mencapai 61% untuk tingkat rumah layak dan sehat, dipengaruhi oleh :
1. Motivasi penghuni dalam memperoleh rumah pada saat membeli rumah.
2. Pendapatan perkapita keluarga
3. Jenis pekerjaan kepala keluarga.
Sedangkan kelayakan rumah sendiri dapat meningkatkan rasa puas penghuni terhadap rumah dan lingkungannya.
b. Keberhasilan psikologis adalah kebetahan penghuni yang mencapai 99% untuk tingkat betah dan sangat betah, dipengaruhi oleh :
1. Rasa aman tinggal dalam rumah dan lingkungannya.
2. Rasa puas terhadap rumah dan lingkungannya.
3. Motivasi penghuni dalam memperoleh rumah pada saat membeli rurnah.
4. Status rumah yang ditempati.
c. Keberhasilan sosial kemasyarakatan adalah tingkat partisipasi penghuni dalam memelihara dan mengembangkan perumahan dan lingkungannya yang mencapai 99%, untuk tingkat cukup dan sangat berpartisipasi, dipengaruhi oleh :
1. Rasa aman tinggal dalam rumah dan lingkungannya.
2. Pendidikan kepala keluarga.
3. Persepsi tentang keberhasilan partisipasi penghuni dalam memelihara dan mengembangkan perumahan dan lingkungannya.
Keberhasilan sosial ekonomi adalah adanya peningkatan pendapatan perkapita yang mencapai 48%, untuk adanya peningkatan di atas 1,5 kali dibandingkan pada saat menghuni, dipengaruhi oleh:
1. Pendidikan Kepala ketuarga
2. Jenis pekerjaan kepala keluarga
3. Pendapatan perkapita keluarga
Sedangkan adanya peningkatan pendapatan perkapita dapat terlihat atau berpengaruh terhadap kondisi rumah tambahan.
Dari rincian tersebut di atas, aspek-aspek atau variabel-variabel keberhasilan penghunian tersebut tidak secara langsung saling berhubungan dan mempengaruhi antar variabel, tetapi dapat mempengaruhi variabel keberhasilan penghunian lainnya melalui variabel antara.
Setiap penghuni dapat mengalami variasi keberhasilan penghunian yang berbeda dengan yang lainnya, tetapi keberhasilan penghunian perumahan sederhana pada tahap pertama di Perumnas Klender, lebih terlihat pada kondisi psikologis dan sosial kemasyarakatan, yaitu kebetahan dan partisipasi dibandingkan dengan kondisi fisik kelayakan rumah dan meningkatnya pendapatan perkapita.
Hal ini dapat dimengerti karena kelayakan rumah dan meningkatnya pendapatan perkapita keluarga bagi golongan berpendapatan rendah seperti penghuni Perumnas Klender menjadi prioritas kedua dan merupakan keberhasilan penghunian pada tahap berikutnya. Seperti yang dapat dilihat dari keberhasilan penghunian sederhana di Perumnas Klender adalah, 32% sangat berhasil (4 variabel), 43% cukup berhasil (3 variabel) dan 25% kurang berhasil (2 variabel), dan ternyata variabel keberhasilan penghunian yang selalu dicapai penghuni, mayoritas (98%) adalah rasa betah dan partisipasi.
Daftar kepustakaan : 47 (1963-1992)

Factors Affecting The Success of The Low-Cost Housing Habituation at Perumnas KlenderThe success of the housing development very often used as country standard of success in prospering its people. Therefore, the objectives of the housing development in order that each family can live in decent house in orderly and healthy housing environment, in sense there is housing which is suitable with its definition and function to increase prosperity.
The housing problems which are faced especially in big cities in indonesia beside other quality problems such as feasibility, environmental health, densely populated residence space, etc also quantitative problem such as wider gap between rapid population growth and the availability of new housing or replacement housing. Therefore, through Government Regulation no 29 - 1974 concerning appointment of Perumnas as developer of the housing at national level, the government implements the housing development.
The housing developments approach which only quantity oriented results in mass production. The consequences of mass development are on material. construction. Area and standardized blueprint. Criticism toward such housing development is considered not sensitive and less touching the prospective resident condition such as habits. Aspiration, community solidity perception and expectation of the prospective resident.
In order to touch and be sensitive to the prospective resident condition, but still can be afforded by the lower income group, the government through Perumnas build incomplete low cost housing or well known as core house.
The low cost housing development above several questions in the research:
1. What is the success criterion of low cost housing development in term its residents?
2. What factors which influence the extent of resident?s success?
While the objectives of the research besides to answer research question also to know the extent of the residence success in the area surveyed. Methods used to answer research questions will be in stages as follows:
1. The first stage is to know the position of human being in environment and the criteria of residence success as a basis to determine the variable relationship pattern which is presumably has relationship with the extent of residence success. The Moore (1984) model of human being relationship with the environment will be employed in this research.
2. Determine the research location to test the validity of hypothesis which influence the residence success. Perumnas Klender which is located in subdistrict of Malaka Jaya, District of Duren Sawit. East Jakarta is selected as the research location.
3. The next stage is to determine the number of sample based on Cohran method. There are 100 respondents which is selected randomly.
4. The data collection will be done by interview based on the structured questionnaire and in the same time as field observation. beside study of secondary data from related authority.
5. The data collected will be analyzed quantitatively and qualitatively. For quantitative analysis will be used non parametric statistic, and Chi Square used to determine the relationship. while to measure the intensity of relationship will be used Coefficient Contingency. Qualitative analysis base on field analysis of quantitative analysis.
6. The last stage is to interpreted the data and make conclusion of the quantitative and qualitative analysis.
The research result indicates that factors with influence the extent to which the residence success which is divided into physical, psychological and economic social condition are as follows :
a Decent house or the appropriateness housing and health in Perumnas Klender which is 61% influenced by :
1. Satisfaction toward housing and its environment
2. Motivation/expectation of resident to obtain the housing at the time of purchasing it.
3. Income percapita
4. Type of household occupation
b. Felling positive (comfortability) of the resident reached 99% to stay which influenced by :
1. Security living in the house and its environment
2. Satisfaction toward the house and its environment
3. Motivation/expectation of resident to obtain the housing at the time of purchasing it.
4. Status of the housing occupied
c. The residents participation rate in maintaining and developing the housing and its environment achieved 99% for highly participated and medium which are influenced by :
1. Security living in the house and its environment
2. The household head education
3. The success of the inhabitant?s participation in maintaining and developing the housing and its environment.
d. The income percapita increase which indicate 48% influenced by:
1. The household head education
2. Type of household occupation
3. Family income percapita
4. Condition of additional house
The success of residence condition in Perumnas Klender is, 32% successful!, 43% moderate successful, and the residence success at first stage are manifested in psychological, economic and social condition that is positive felling (comfortability) and participation compared with housing physical condition. While the next stage the residence success is appropriateness housing and percapita income increase.
The success of housing physical condition is lower compared with the psychological and economic - social success, this is due to smaller residence space and cross ventilation which is substandard. In order to increase the physical success it can be done by improving ventilation through expert guidance. white for inhabitance space density it can be improved if married children which is still live with their parents can occupy decent house in other place.
Bibliography : 47 (1963 - 1992)"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T1419
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>