Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 31701 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bean, Gerard M.D.
Oxford: Clarendon Press, 1995
346.068 2 BEA f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Remigius Jumalan
"Joint venture agreement merupakan salah satu bentuk dari asas kebebasan berkontrak yang menyatakan bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Pemegang saham baru dalam perusahaan patungan tidak dengan sendirinya menjadi pihak dalam joint venture agreement karena suatu perjanjian hanya berfaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Suatu perjanjian lahir karena kehendak para pihak, dan hanya mengikat pars pihak dan tidak mengikat orang lain yang bukan merupakan pihak dalam perjanjian tersebut. Perjanjian yang menjadi landasan pembentukan perusahaan patungan (joint venture company) adalah joint venture agreement dan anggaran dasar. Joint venture agreement adalah perjanjian antara calon pemegang saham suatu perusahaan joint venture yang tunduk pada hukum perjanjian (law of contract). Sedangkan anggaran dasar adalah perjanjian antara para pemegang saham yang diatur oleh undang-undang perseroan terbatas. Dalam hal terdapat perbedaan ketentuan dalam joint venture agreement dan anggaran dasar perseroan untuk suatu persoalan yang sama, maka ketentuan anggaran dasar yang berlaku, karena kedudukan anggaran dasar lebih tinggi dari joint venture agreement. Hal ini didasarkan pada alasan-alasan berikut, pertama, anggaran dasar merupakan instrumen yang menjadi dasar berdirinya suatu perseroan terbatas. Perseoran terbatas memperoleh status badan hukum setelah anggaran dasarnya disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Jadi, anggaran dasar merupakan manifestasi dari pemberian kewenangan dan hak untuk bertindak sebagai perseroan terbatas oleh negara. Kedua, anggaran dasar adalah dokumen hukum dasar (basic constitutional document) bagi setiap perusahaan. Anggaran dasar mengatur lingkup yang luas yang mencakup hampir semua penerapan hukum perseroan terbatas bagi suatu perusahaan. Pada saat anggaran dasar disahkan dan didafl`arkan, maka anggaran dasar menjadi sebuah kontrak antara perseroan dan pemegang sahamnya, antara sesama pemegang saham, dan antara perseroan dan negara. Kedge', common law yang merupakan asal dari konsep joint venture menempatkan anggaran dasar lebih tinggi dari joint venture agreement. DaIam sistem common law, untuk suatu persoalan yang sama apabila terdapat perbedaan antara ketentuan joint venture agreement dan anggaran dasar maka yang berlaku adalah ketentuan anggaran dasar. Apabila dalam sistem common law yang merupakan sumber dasar dari konsep joint venture menempatkan anggaran dasar lebih tinggi dari joint venture agreement maka seharusnya sistem hukum lain yang mengadopsi konsep joint venture dari common late juga menempatkan anggaran dasar lebih tinggi dari joint venture agreement, sehingga dalam hal terdapat perbedaan ketentuan dalam anggaran dasar dan joint venture agreement maka yang berlaku adalah ketentuan anggaran dasar untuk suatu persoalan yang sama."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T17362
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Indryani
"Selama bertahun - tahun, banyak standar akuntansi yang telah dirubah. Di Australia, pihak yang bertanggung jawab dalam mengurusi standar akuntansi adalah Australian Accounting Standards Board (AASB). Perusahaan - perusahaan yang beroperasi di Australia memiliki kewajiban untuk mematuhi standar akuntansi tersebut ketika menyiapkan laporan keuangan mereka. Perusahaan - perusahaan juga harus menggunakan standar tersebut dalam melakukan transaksi. Tujuan makalah ini adalah untuk memastikan bahwa salah satu perusahaan Australia, yaitu Fairfax Media, telah mematuhi standar tersebut. Secara spesifik, standar yang akan dievaluasi adalah yang berkaitan dengan Joint Venture dan Operating Segment.

Over the years, many accounting standards have been amended. In Australia, the agency that is responsible in maintaining accounting standards is Australian Accounting Standards Board (AASB). Companies operated throughout Australia should comply with this standards when preparing their financial reports. Not only preparing the reports, but they also have to adopt the standards in their transactions. The purpose of this report is to make sure that one of Australia’s company, in this case, Fairfax Media, have complied with the accounting standards. Specifically, the standards that would be evaluated in this report are Joint Arrangements/Venture and Operating Segment.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Fatimah Mahadewi
"Fiduciary duties adalah kewajiban yang timbul karena para pihak terlibat dalam fiduciary relationship. Sedangkan joint venture termasuk dalam kriteria fiduciary relationship. Penelitian ini membahas mengenai apakah doktrin fiduciary duties dapat diterapkan dalam perjanjian joint venture, bagaimana penerapan doktrin fiduciary duties apabila terdapat pihak mayoritas dan pihak minoritas dalam Joint Venture, dan permasalahan apa saja yang mungkin timbul pada pelaksanaan penerapan doktrin fiduciary duties dalam perjanjian joint venture. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pada dasarnya doktrin fiduciary duties dapat diterapkan pada perjanjian joint venture karena memenuhi kriteria fiduciary relationship. Doktrin fiduciary duties juga dapat diterapkan pada perjanjian joint venture di Indonesia karena pola pengaturan Buku III KUH Perdata memiliki sistem terbuka dan sifatnya adalah sebagai hukum pelengkap. Co-venturers yang selanjutnya menjadi pemegang saham baik mayoritas maupun minoritas pada perusahaan joint venture, memiliki fiduciary duties baik kepada pemegang saham lainnya maupun kepada perusahaan joint venture. Terdapat beberapa permasalahan berhubungan dengan operasional perusahaan yang disebabkan oleh ketidakseimbangan kedudukan antara pemegang saham mayoritas dan minoritas melalui prinsip majority rule dalam pengambilan keputusan. Sehingga lebih mudah bagi pemegang saham mayoritas untuk melakukan pelanggaran terhadap fiduciary duties. Di Indonesia, fiduciary duties juga sudah dikenal pada UU Nomor 1 Tahun 1995 khususnya mengenai tanggung jawab direksi dan komisaris namun masih bersifat umum. Berikutnya pada UU Nomor 40 Tahun 2007 fiduciary duties diatur secara lebih tegas. Walaupun terikat dengan ketentuan pada UUPT namun para pihak dapat mengaturnya dalam klausa fiduciary duties pada perjanjian joint venture tersebut. Hal ini bertujuan memberikan perlindungan bagi para pihak."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S21388
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fanny Tjandradjaja
"Jaminan fidusia sangat berperan besar dalam masyarakat untuk memenuhi kebutuhan akan kredit dengan pemberian jaminan tetapi penguasaan benda yang menjadi obyek jaminan tetap di tangan debitur. Hukum jaminan fidusia di Indonesia telah mengalami banyak perubahan dan penyesuaian demi memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada para pihak yang berkepentingan, salah satunya adalah dengan dibentuknya Undang-undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa pembebanan benda dengan jaminan fidusia harus dibuat dengan Akta Notaris. Hal ini dikarenakan Akta Notaris adalah akta yang otentik. Akta Jaminan Fidusia tersebut nantinya akan digunakan untuk pendaftaran jaminan fidusia. Pendaftaran jaminan fidusia menghasilkan Sertifikat Jaminan Fidusia yang merupakan bukti lahirnya jaminan fidusia tersebut. Permasalahannya adalah meskipun dalam undang-undang telah diatur pelarangan untuk mengalihkan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari penerima fidusia, namun pada kenyataannya masih banyak terjadi pelanggaran yang tidak hanya berakibat hukum bagi penerima fidusia, tetapi juga kepada pemberi fidusia dan pihak ketiga yang menerima peralihan tersebut contohnya seperti pada kasus Putusan Pengadilan Negeri Gorontalo Nomor 295/Pid.Sus/2016/PN Gto. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif dan bersifat deskriptif analitis. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pengalihan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari penerima fidusia merupakan sebuah bentuk pelanggaran hukum dan dapat memberikan akibat hukum bagi yang mengalihkan maupun yang menerima peralihan tersebut sesuai peraturan yang berlaku sehingga sebaiknya para pihak yang terkait mematuhi peraturan dan perjanjian yang telah dibuat.

Fiduciary guarantee play a big role in the community to fulfill the need for credit by providing guarantee but the possession of things that are objects of guarantee remains in the hands of the debtor. Fiduciary law in Indonesia has undergone many changes and adjustments to provide legal certainty and legal protection to concerned parties, one of which is the establishment of Law No. 42 of 1999 concerning Fiduciary Guarantee. In the law, it is stated that the imposition of objects with fiduciary guarantee must be made with a Notary Deed. This is because the Notary Deed is an authentic deed. The Fiduciary Guarantee Deed will later be used for registration of fiduciary guarantee. Fiduciary guarantee registration result in a Fiduciary Guarantee Certificate which is proof of the birth of the fiduciary guarantee. The problem is even though the law already regulates the prohibition for transferring things that are objects of fiduciary guarantee without prior written approval from fiduciary acceptor, in reality there are still many violations which not only have legal consequences for fiduciary acceptor, but also to fiduciary giver and third parties which get the transfer, for example as can be seen in the case of the Gorontalo District Court`s Decision Number 295/Pid.Sus/2016/PN Gto. The research method used in this study is normative juridical with a qualitative approach and descriptive analytical. This study concludes that the transfer of things that are objects of fiduciary guarantee without prior written approval from the fiduciary recipient is a form of violation of law and can provide legal consequences for those who transfer or those who receive the transfer in accordance with applicable regulations therefore the parties involved should comply with the regulations and agreements that has been made."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T54289
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tifauni Anne Guntari
"Penelitian ini membahas mengenai iktikad baik Pembeli dalam jual beli yang mengalihkan hak milik atas tanah yang merupakan harta bersama tanpa persetujuan pasangan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 3325/K/PDT/2020. Ada 3 (tiga) permasalahan hukum yang muncul dari kasus ini, yaitu pertama, pemenuhan syarat materiil dan formil berdasarkan kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 3325/K/PDT/2020. Kedua, iktikad Pembeli dalam jual beli tanah berdasarkan kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 3325/K/PDT/2020. Ketiga, permasalahan hukum iktikad baik Pembeli berdasarkan kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 3325/K/PDT/2020. Penelitian ini dilakukan dengan bentuk penelitian doktrinal yang menggunakan data-data sekunder dengan mencakup bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang undangan yang dan sekunder yang berupa buku-buku, jurnal, dan hasil riset lain. Data-data tersebut dikumpulkan melalui studi dokumen literatur. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pertama, jual beli tanah yang dilakukan oleh Tergugat III dengan almarhumah istri Penggugat memenuhi syarat materiil penjual yang berhak, namun harus dengan persetujuan Penggugat karena tersebut merupakan harta bersama. Sementara dalam jual beli antara Tergugat III dengan Tergugat V, memenuhi syarat materiil penjual yang berhak karena sistem publikasi di Indonesia yaitu sistem publikasi negatif bertendensi positf yang mengharuskan agar data dalam sertifikat dianggap benar, selama belum dibuktikan sebaliknya. Kedua, Tergugat III dan Tergugat V dinyatakan sebagai Pembeli yang tidak beritikad baik karena telah mengetahui adanya cacat hukum dalam proses jual beli tanah tersebut. Ketiga, Tergugat III sebagai Penjual telah beritikad baik untuk menjelaskan kepada Tergugat V bahwa objek jual beli sudah tidak bermasalah, walaupun pada akhirnya pengalihan hak milik dalam objek jual beli tersebut digugat dan menyebabkan Tergugat V dinyatakan tidak beritikad baik.

This research discusses the good faith of the Purchaser on Purchase and Sale in the terms of transferring the right of the land which is a joint property without spousal consent based on Supreme Court Decision Number 3325/K/PDT/2020. Three legal problems emerged from this case, first fulfillment of material and formal requirements in transferring land based on the case of Supreme Court Decision Number 3325/K/PDT/2020. Second, the implementation of good faith by the Purchaser in Purchase and Sale based on the case Supreme Court Decision Number 3325/K/PDT/2020. Third, the legal issue of the good faith of Purchaser based on Supreme Court Decision Number 3325/K/PDT/2020. The method of the research encompasses doctrinal research using secondary data which consists of two legal materials. There are primary legal materials which are current regulations and secondary legal materials in the form of books, journals, and other research results. Based on the research, it can be concluded that first, the sale and purchase of land conducted by The Third Defendant with Plaintiff's late wife would fulfill the material requirements of a seller who is entitled, if there was Plaintiff's approval because the object is a joint property. The sale and purchase between The Third Defendant and The Fifth Defendant can fulfill the material requirements of a seller who is entitled because the publication system in Indonesia is a negative publication system with a positive tendency which stipulates that the data in the certificate be considered correct, as long as it has not been proven otherwise. Second, The Third Defendant and The Fifith Defendant were declared as the purchasers who did not act in good faith because they were aware of the legal defects in the land sale and purchase process. Third, The Third Defendant as the Seller already explained to The Fifth Defendant that the object of the sale and purchase was not in dispute. However, in the end, the Plaintiff sued the process of transferring ownership of the land causing The Fifth Defendant to be declared not to have acted in good faith."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1990
S25903
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juanita Nataadmadja
"Tesis ini membahas tentang peranan Notaris dalam pembuatan Akta Jaminan Fidusia atas Persediaan Barang. Pembahasan tersebut meliputi perlindungan hukum yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan di Indonesia terhadap Kreditur selaku Penerima Fidusia dalam Akta Jaminan Fidusia serta kedudukan Jaminan Fidusia atas Persediaan Barang dalam suatu Perjanjian Kredit. Pokok permasalahan dalam penelitian ini dijawab dengan menggunakan metode penelitian Eksplanatoris Normatif dengan Analisa Kualitatif dengan cara mempelajari data-data sekunder yang relevan dengan pembahasan penelitian ini. Hasil penelitian menyarankan bahwa walaupun Jaminan Fidusia merupakan Lembaga Jaminan yang memiliki kekuatan yuridis dan eksekusi yang sama dengan Hak Tanggungan, namun Jaminan Fidusia atas Persediaan Barang tidak dapat dijadikan sebagai Jaminan Utama/Primer dalam suatu Perjanjian Kredit.

This thesis discuss on the Notary role on making Fiduciary Deed on Inventory. Discussion shall surface on the legal protection given by the enforced law in Indonesia to the Creditor as the Fiduciary Recipient in the Fiduciary Deed and also the position of Fiduciary Deed on Inventory on a Credit Agreement. This research is using Normative Explanatory research method with Qualitative Analysis done by studying secondary data which supports the discussion. Given arguments and reasons, the researcher concludes and suggests that Fiduciary Deed on Inventories shall not be made as the primary collateral on a Credit Agreement given by the fact Inventories have certain characteristics which may escalate the collateral risk however Fiduciary Deed has the same juridical and execution force as Security Right on land.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46549
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumantoro
Bandung: Alumni, 1984
332.6 SUM k (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Widowati Ratna D.
"ABSTRAK
Dengan berlakunya UU No. 1 tahun 1967 tentang Penanaroan Modal Asing, maka dimungkinkan adanya kerjasaroa antara modal pihak asing dengan modal pihak Indonesia dalam bentuk usaha patungan. Karena para pihak tidak menjalankan usahanya sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada ataupun terjadinya persengketaan antara para pihak sehingga usaha patungan itu tidak dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan penanaman modal asing, maka pemerintah dapat roencabut ijin usaha patungan tersebut. Dengan menggunakan metoda penelitian kepustakaan dan metoda penelitian lapangan, didapatkan kesimpulan bahwa pencabutan ijin usaha terhadap usaha patungan oleh pemerintah seringkali didahului oleh adanya suatu sengketa dimana dalam sengketa itu pihak asing dikalahkan sehingga menimbulkan keragu-raguan bagi pihak asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Dan sebagai suatu bentuk usaha yang didalamnya terdapat unsur asingnya, maka hubungan-hubungan hukum dalam usaha patungan itu termasuk dalam bidang Hukum Perdata Internasional. Segi Hukum Perdata Internasional yang menonjol dalam suatu usaha patungan adalah masalah mengenai hukum yang berlaku hubungan-hubungan mereka serta masalah pilihan apabila terjadi suatu sengketa antara para pihak bagi hukum Bahwa kebebasan para pihak untuk memilih hukum yang berlaku bagi hubungan-hubungan mereka dalam suatu usaha patungan dibatasi oleh adanya kaedah-kaedah yang bersifat "super memaksa dari suatu negara yang tidak dapat dikesampingkan dengan memilih hukum negara lain. Adapun untuk usaha patungan dalam rangka penanaman modal asing diharuskan tunduk pada UU No.1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing serta peraturan-peraturan pelaksanaanya yang merupakan kaedah-kaedah yang bersifat "super memaksa". Sedangkan untuk pilihan forum, para pihak tetap bebas dalam menentukan forum yang akan menyelesaikan sengketa yang timbul antara mereka."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>