Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13545 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sihombing, Sara A.N.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S25276
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Maringan S.
"Tindak pidana perkosaan merupakan tindak pidana yang menimbulkan ketakutan tersendiri dalam masyarakat, terutama bagi perempuan dan anak-anak perempuan, sebab golongan perempuan dan anak perempuan ini yang kerap menjadi korban perkosaan. Hal ini dikarenakan posisi mereka yang lemah dan subordinat. Meski pelaku tindak pidana perkosaan diancam dengan pidana berat, namun fenomena yang terjadi justru terdapat peningkatan dari jenis kejahatan ini. Hukum sebagai pranata penegak keadilan, ternyata tidak dapat berfungsi. Penegakan hukum tidak hanya memerlukan kepastian hukum, tapi juga kesebandingan dan keadilan dalam porsi yang sama. Kesulitan pembuktian tindak pidana perkosaan menjadi permasalahan yang harus dicari jalan keluarnya. Asas unus testis nullus testis yang memiliki filosofi ‘guna menghindari fitnah’ bagi terdakwa, ternyata dalam pembuktian tindak pidana perkosaan telah mendiskualifikasikan perempuan dan anak perempuan sebagai korban perkosaan. Asas inilah yang dipegang teguh oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam pembuktian tindak pidana perkosaan. Belum lagi rumusan perkosaan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku di Indonesia tidak sensitive gender, ini dapat dipahami mengingat dahulu hukum dibentuk bersandarkan pada perspektif kaum laki-laki, dimana perempuan kala itu tidak memiliki akses untuk menyuarakan kepentingannya. Ketimpangan jender ini berakibat fatal. Maka yang terjadi kepentingan perempuan dibentuk berdasarkan apa yang dianggap baik oleh kaum laki-laki, yang belum tentu dalam prakteknya menjadi baik bagi perempuan itu sendiri. Rumusan perkosaan dalam KUHP, tidak mengakomodir bentuk-bentuk perkosaan yang terjadi dalam masyarakat. Hal ini menyebabkan perempuan tidak memiliki perisai untuk melindungi dirinya ataupun untuk menuntut pelaku atas apa yang terjadi pada dirinya. Selain rumusan dalam KUHP dan hukum acara dalam KUHAP, yang tak kalah penting adalah persepsi bias jender dalam alam pikiran aparat penegak hukum yang menangani kasus-kasus perkosaan. Sesungguhnya, hal inilah yang patut dibenahi terlebih dahulu, karena peraturan apapun akan menjadi berbahaya bagi perempuan ketika diterapkan berdasarkan pandangan bias jender. Namun, tetap perlindungan perempuan dan pengakomodiran kepentingan perempuan dalam hukum juga harus dilakukan, sebab pranata hukum itulah yang kemudian menjadi senjata bagi aparat penegak hukum dan perempuan serta masyarakat untuk menegakkan hukum."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S25443
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gede Sura Diputra
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S25348
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Daerah, 2014
328.9 IND m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Daerah, 2014
328.9 IND p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sarji
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S25473
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutan Sorik
"Pasal 22D ayat (2) dan (3) serta Pasal 23 ayat (2) dan (3) UUD NRI 1945 menempatkan konstruksi relasi DPR dengan DPD terkait Pengawasan atas APBN tidak berimbang. Kewenangan DPD yang diberikan sangat lemah, menempatkan DPD hanya sebagai supporting system bagi DPR di Parlemen. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi perbandingan hukum dan perundang-undangan, bentuk hasil penelitian bersifat preskriptif-analitis. Hasil penelitian menemukan kewenangan formal yang dimiliki DPD dengan DPR tidak sesuai dengan teori bikameralisme dan konsep fungsi pengawasan parlemen. Secara teori bikameralisme dan konsep fungsi pengawasan parlemen, DPD yang memiliki legitimasi tinggi seharusnya memiliki kedudukan dan kewenangan pengawasan atas APBN setara dengan DPR baik secara ex ante maupun ex post. Berdasarkan perbandingan hukum yang dilakukan dengan enam negara, menempatkan kamar kedua baik secara pengawasan ex ante mapun ex post ikut terlibat dalam pengawasan APBN. Kedepan, DPR dan DPD seharusnya mempunyai kedudukan, kewenangan, serta hubungan yang setara. Langkah penguatan yang dapat ditempuh, melakukan perubahan Pasal 22D ayat (2) dan (3) serta Pasal 23 ayat (2) dan (3) UUD NRI 1945 atau yang lebih praktis adalah dengan membentuk tata tertib hubungan kerja antara DPR dan DPD terkait pengawasan atas APBN yang memungkinkan DPD dapat terlibat dengan baik.

Article 22D paragraphs (2) and (3) and Article 23 paragraphs (2) and (3) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia place the construction of the relationship between the DPR and the DPD regarding Supervision of the APBN as unequal. The authority of the DPD given is very weak, placing the DPD only as a supporting system for the DPR in Parliament. This research uses a comparative study approach of law and legislation, the form of research results is prescriptive-analytical. The results of the study found that formal authority the DPD has with the DPR are not in accordance with the theory of bicameralism and the concept of the parliamentary oversight function. In theory, bicameralism and the concept of parliamentary oversight function, a DPD that has high legitimacy should have the position and authority to supervise the APBN on a par with the DPR, both ex ante and ex post. Based on legal comparisons conducted with six countries, placing the second chamber both in ex ante and ex post supervision is involved in APBN supervision. In the future, the DPR and DPD should have equal position, authority and relationship. Strengthening steps that can be taken, amending Article 22D paragraphs (2) and (3) as well as Article 23 paragraphs (2) and (3) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia or more practically is to form an orderly working relationship between the DPR and DPD regarding supervision over APBN which allows the DPD to be involved properly."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dina Martiany
"ABSTRAK
Latar belakang penelitian berawal dari mencermati hasil Pernilu 2004 yang mana jumlah perempuan Anggota DPD terpilih meneapai 21%, padahal DPD merupakan lembaga legislatif baru dengan sistem pencalonan independen. Penelitian ini dilakukan terhadap enam perempuan Anggota DPD-Rl masa jabatan 2004-2009, yang dipilih berdasarkan kriteria tertentu, yaitu: perbedaan latar belakang pengalaman partisipasi politik informal sebelum pencalonan; perbedaan profesi, dan juga berdasarkan proporsi daerah asal pemilihan. Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif-berperspektif feminis. Data penelitian dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan para lnforman. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan: (1). latar belakang perempuan yang berhasil menjadi anggota DPD; (2). pengalaman mereka dalam menghadapi proses pencalonan DPD; (3). hambatan struktural dan kultural yang dialami; serta (4). mengidentifikasi potensi bentuk representasi mereka di DPD.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan yang berhasil menjadi Anggota DPD adalah mereka yang tergolong 'bukan perempuan biasa' artinya mereka memiliki modal internal dan model eksternal, yang tidak selalu dimiliki perempuan kebanyakan. Modal internal itu terdiri dari tingkat intelektualitas yeng tinggi, akses kepemilikan properti, ketokohan, dan percaya diri. Sementara itu, modal eksternal meliputi modal sosial-politik dan finansial. Kenyataan di atas menunjukkan bahwa hanya segelintir perempuan yang memiliki kemampuan atau modal untuk memenangkan pencalonan legislatif, khususnya secara independen. Temuan penelitian juga menunjukkan bahwa keterlibatan perempuan di DPD, berkecenderungan masih berbentuk representasi fungsional, belum sepenuhnya merepresentasikan kepentingan perempuan, meskipun mereka perempuan. Pengalaman mereka dalam berkiprah secara sosial-politik, belum banyak merefleksikan sensitivitas dan kesadaran gender. Hal ini juga tidak dapat dipisahkan dengan kondisi struktural dan kultural politik negara, pada tataran makro.

ABSTRAK
This research began when the researcher realized that the number of women in DPD-RI's election in year 2004, achieved 21% from the total member. It's a good achievement in representatives of women, because DPD-RI is a new chamber (as Senate) in our legistative. This research used feminist methodology with a qualitative approach. During the research, six women who are member of the DPD-RI for the period 2004-2009 were interviewed. They were choosen based on certain criterias, such as: differentiation in informal political participation and profession before the election, also by the election's area The data collection technique used in-depth interview with the informants. The objectives of the researeh are to reveal: the background of women member of DPD-RI; their experiences as a candidate in 2004 election; the structural and cultural constrains they faced; and to understand the probability of women representation in DPD-RI.
The research showed that the women who sit at the DPD-Rl, have both internal and external capital, which isn't all women having it. The internal capital included high intellectuality, access to property ownership, strong positive publicity, and self confident. The external capital included socio-politic and financial capital. The research also showed that the representation of women in DPD-RI did not imply that they will always represented women's interest. Recently, their form of representation is still functional, not represented women's interest yet, although they are a woman. Their life experiences influenced their awareness and sensitiveness, but also depends on structural-cultural of pollitical condition at macro level.
"
2007
T17719
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Musni Umar
"Teknik penelitian yang dilakukan di Kabupaten Kendari mengenai Peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, yang utama adalah menggunakan kualitatif, didukung dengan teknik kuantitatif. Subyek dalam penelitian ini sebanyak 11 informan utama. Cara mendapatkan informasi/data yaitu melalui wawancara mendalam terhadap 11 informan utama, Peraturan Tata Tertib DPRD Kabupaten Kendari, Peraturan Daerah produk DPRD, UU Otonomi Daerah, dan observasi lapangan. Teori yang dipakai ialah pembagian kekuasaan, dan fungsi-fungsi Badan Legislatif, dengan konsep DPRD sebagai penyeimbang eksekutif.
Penelitian ini telah membuat indikator untuk mengukur kinerja DPRD dan menemukan data yang amat penting tentang peran DPRD di era reformasi, di mana institusi itu ternyata tidak efektif, sehingga harapan terwujudnya perimbangan kekuasaan (balance of power) antara legislatif (DPRD) dengan eksekutif (Bupati) masih jauh dari kenyataan. Akibatnya, pelaksanaan otonomi yang dititik-beratkan pada daerah kabupaten dan kota, telah memindahkan sentralisasi kekuasaan ke tangan Bupati, sehingga terjadi monopoli kekuasaan, dan muncul kecenderungan semakin meluas dan bertambah merajalela praktik korupsi, kolusi dan nepotisme di era otonomi daerah.
DPRD sebagai simbol demokrasi dan representasi dari rakyat yang berdaulat, tidak berdaya menghadapi Bupati, karena masih tetap dijalankan paradigma lama pemerintahan yaitu Bupati adalah sebagai penguasa tunggal di daerahnya, Penyebab lainnya ialah terbatasnya kualitas anggota DPRD, dominannya kepentingan pribadi anggota Dewan, lemahnya masyarakat madani (civil society) di kabupaten Kendari, masih kuatnya pengaruh feodalisme dan terus dibatasinya kewenangan anggota Dewan untuk menjalankan fungsi dan menggunakan hak Dalam Tata Tertib DPRD Kabupaten Kendari secara jelas dapat ditemukan pasal-pasal yang mempersulit serta menghambat pelaksanaan fungsi dan hak anggota DPRD seperti fungsi pengawasan yang diatur dalam paragraf 4 yaitu hak mengadakan penyelidikan (pasal 14), paragraf 6 hak mengajukan pernyataan-pendapat (pasal 18), dan paragraf 9 hak mengajukan pertanyaan (pasal 22); serta paragraf 7 hak prakarsa untuk mengajukan rancangan peraturan daerah (pasal 19). Pasal-pasal tersebut sebaiknya dalam rangka reformasi dan upaya meningkatkan kinerja DPRD direvisi. Temuan lainya bahwa pelaksanaan peran DPRD dilihat dari jumlah produk peraturan Daerah, ternyata DPRD di masa Orde Baru lebih tinggi produktivitasnya dibanding DPRD di era reformasi. Begitu juga dalam penggunaan hak-hak Dewan, serta pelaksanaan tugas dan wewenang DPRD secara keseluruhan tetap memprihatinkan. Kendati begitu, dari sisi penggunaan hak Dewan terutarna keberanian para anggota mengadakan perubahan terhadap rancangan peraturan daerah, dan pelaksanaan pengawasan langsung terdapat peningkatan yang cukup menggembirakan. Dalam hal pembentukan Peraturan Daerah, tidak ada bedanya DPRD di era Orde Baru dengan DPRD di era reformasi, karena semua rancangan peraturan daerah bersurnber dari inisiatif eksekutif, tidak ada yang dilahirkan dari hasil inisiatif atau prakarsa DPRD. Akibatnya, produk peraturan daerah umumnya kurang bernuansa pemberdayaan masyarakat baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik dan lain sebagainya. Hampir semua produk peraturan daerah, bersifat membebani rakyat, dan untuk kepentingan kekuasaan_ Itulah sebabnya, masyarakat menilai bahwa DPRD belum berperan secara optimal dalam mendorong perbaikan dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Mereka lebih sibuk mengurus kepentingan diri sendiri.
Mengenai keterwakilan rakyat di DPRD, sudah mulai ada kemauan politik yang ditunjukkaan dalam proses pencalonan anggota DPRD dengan dipilihnya para calon anggota DPRD dari Kecamatan atau Desa. Hanya proses menuju keterwakilan rakyat terhenti setelah pemilu, tidak berlanjut dan berkesinambungan di DPRD melalui perjuangan untuk memajukan kesejahteraan rakyat yang dicerminkan dalam pembuatan berbagai peraturan daerah, penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah, pengawasan yang efektif, dan penyaluran aspirasi serta kepentingan rakyat. Dalam praktek, kita menyaksikan terjadinya interaksi yang baik antara DPRD dengan eksekutif, tetapi belum menghasilkan manfaat nyata bagi perbaikan nasib rakyat. Demikian juga, interaksi antara DPRD dengan rakyat mulai berjalan dinamis, hanya tingkat ketidakpuasan rakyat terhadap DPRD masih tinggi. Indikatornya dapat ditunjukkan antara lain tetap banyaknya rakyat yang berdemonstrasi di DPRD, walaupun menurut penilaian Pimpinan DPRD dan Ketua-Ketua Fraksi di DPRD bahwa hal tersebut justru merupakan bukti bahwa rakyat percaya kepada DPRD. Kalau tidak percaya, tidak mungkin rakyat datang mengadukan nasibnya ke DPRD. Sedang peran DPRD di masa lalu, mengalami pasang surut karena mengikuti dinamika dan kebijakan politik yang dijalankan ditingkat nasional. Jika pemerintah pusat menjalankan pemerintahan secara demokratis, maka imbasnya merembet ke seluruh daerah dalam wujud desentralisasi dan otonomi luas, sehingga memberi dampak positif kepada rakyat dan DPRD karena dapat berpartisipasi dan berperan aktif menjalankan fungsinya. Demikian pula sebaliknya, jika pemerintah pusat menjalankan kebijakan pemerintahan secara otoriter, maka imbasnya ke berbagai daerah akan termanifestasi dalam wujud sentralisasi dan dekonsentrasi pemerintahan, yang dampaknya negatif bagi rakyat dan DPRD karena demokrasi dipasung. Akan tetapi, pengalaman menunjukkan bahwa politik desentralisasi dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah, tidak selamanya berhasil dimanfaatkan dengan baik oleh elit penguasa dan politik baik eksekutif maupun DPRD untuk membangun masyarakat madani. Disinilah urgensinya membangun kesadaran masyarakat (common consciousness) agar sadar bahwa kedaulatannya yang telah diserahkan kepada wakil mereka di DPRD melalui pemilu, harus selalu dikontrol, supaya mereka menjalankan fungsinya secara optimal dan baik.
Berkaitan dengan upaya memperkuat peran masyarakat di DPRD, maka dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, semakin dirasakan pentingnya membangun kekuatan masyarakat madani yang terdidik, dan demokratis. Untuk itu, nilai-nilai budaya lokal yang mengandung unsur-unsur demokrasi yang berakar kuat di masyarakat sudah saatnya dikembangkan dan dibudayakan."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T9526
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>