Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 124726 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Universitas Indonesia, 1985
S21854
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Loebby Loqman
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1987
345.072 LOE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Loebby Loqman
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990
345.072 LOE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Loebby Loqman
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984
345.072 LOE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ramli
"ABSTRAK
Salah satu kemajuan besar yang dicapai dalam hukum acara pidana kita semenjak berlakunya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Aoara Pidana adalah dibentuknya sebuah lembaga baru yang disebut Pra Peradilan lembaga ini dimaksudkan untuk melindungi hak asasi manusia dalam hal ini hak asasi tersangka atau terdakwa ataupun pihak korban tindak pidana di bidang hukum acara pidana, terutama untuk mencegah terjadinya penangkapan dan atau penahanan yang sewenang-Wenang, serta tindakan penghentian penyidikan ataupun penuntutan secara tidak sah oleh pihak yang berwajib. Dengan adanya lembaga Pra Peradilan ini, semua penangkapan dan atau penahanan yang tidak sah dapat dituntut ganti kerugian serta dimintakan rehabilitasi oleh pihak tersangka atau terdakwa. Enam tahun lebih telah berlalu semenjak diundangkannya Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Hal ini juga berarti bahwa selama jangka waktu itu lembaga. Pra Peradilan telah menjalankan fungsi dan wewenang. Dalam waktu yang relatif singkat ini sudah seberapa jauh efektivitas lembaga ini dalam menjalankan fungsi dan wewenang sesuai dengan ketentuan undang-undang dan dengan maksud/tujuan dibentuknya lembaga ini dalam KUHAP. Untuk meneliti tingkat efektivitas lembaga inilah penulis menyusun skripsi sarjana ini dengan mengambil judul "Tingkat Efektivitas lembaga Pra Peradilan Dalam Praktek Di Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya (Sebuah Studi Kasus Atas Penetapan-penetapan Hakim Pra Peradilan Pengadilan Negeri Jakarta PUsat). Melalui suatu penelitian dan pengkajian atas Penetapan-penetapan hakim Peradilan tersebut dapat ditarik kesimpulan tentang apakah ketentuan-ketentuan yang mengatur lembaga Pra Peradilan dan yang berkaitan dengan lembaga ini dijalankan secara konsekuen di dalam praktek apakah lingkup fungsi dan wewenang lembaga ini sudah memenuhi tuntutan dan kebutuha.n masyarakat penoari kead.ilan; dan apaJmh lengknap tersebut perlu diperluas agar hak asasi manusia di bidang hukum acara pidana dapat lebih terjamin dalam praktek. Setelah diadakan pengkajian, ternyata secara umum dapatlah dikatakan bahwa Penetapan-penetapan Hakim Pra Peradilan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diteliti penulis (yakni selanyak delapan buah) adalah ektif, yakni dalam arti sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam KUHAP dan pendapat kalangan hukum mengenai dan yang menyangkut lembaga Pra Peradilan. Di lain pihak, meskipun lembaga. Pra Peradilan ini telah dapat dinilai efektif janganlah sekali-kali membuat kita semua cepat marasa puas. Kelemahan-kelemahan dalam praktek di sana sini pasti masih banyak. Agar manfaat dari kehadiran lembaga ini dalam praktek dapat terus ditingkatkan sesuai dengan tujuan dibentuknya lembaga ini dalam KUHAP, maka sangat dibutuhkan peningkatan semangat dan jiwa kemanusiaan yang luhur dari para penegak hukum."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
S. (Soewiyatno) Tanusubroto
Bandung: Alumni, 1983
345.072 TAN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Meliala, Nefa Claudia
"Undang Undang No.8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)) memang patut diapresiasi karena ketika dibuat pada tahun 1970-an sampai dengan diundangkannya pada tahun 1981, Kitab Undang Undang ini sudah merupakan pembaharuan total dari kitab undang undang hukum acara pidana kolonial, Herziene Indische Reglement (HIR), sehingga dibangga banggakan sebagai salah satu "masterpiece" dalam hukum nasional. Namun, harus diakui bahwa setelah berjalan lebih dari dua dekade, ternyata terdapat banyak kekurangan dan kelemahan yang ditemukan dalam praktek, sehingga timbul kebutuhan mendesak untuk memperbaiki Kitab Undang Undang ini.Hal ini sangatlah wajar mengingat dinamika perkembangan masyarakat demokratis yang menuntut adanya pembaharuan hukum secara berkala melalui produk hukum yang responsif.KUHAP memang dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dalam masyarakat sehingga perlu diganti dengan hukum acara pidana yang baru.Oleh karena itu, upaya pembaharuan hukum acara pidana nasional melalui Rancangan Undang Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) 2010 yang akan menggantikan keberadaan KUHAP memang patut disambut gembira. Salah satu ketentuan baru dalam RKUHAP adalah diusulkannya lembaga Hakim Komisaris untuk menggantikan keberadaan pra peradilan dalam KUHAP.Sekalipun berorientasi pada upaya pembaharuan hukum acara pidana nasional, wacana penghapusan pra peradilan untuk kemudian menggantikannya dengan Hakim Komisaris tampaknya masih terus mengundang perdebatan.Pihak yang pro terhadap Hakim Komisaris berangkat dari pemikiran bahwa pra peradilan seringkali dianggap sudah tidak memadai lagi untuk diberlakukan sebagai lembaga pengawasan kewenangan penyidik dan penuntut umum pada tahap pemeriksaan pendahuluan. Lembaga ini juga dianggap sudah tidak mampu lagi mengakomodir pemenuhan keadilan dan kepastian hukum baik bagi tersangka maupun pihak lain yang merasa dirugikan kepentingannya pada tahap pemeriksaan pendahuluan. Apa yang kemudian menjadi pertanyaan apakah ide untuk mengganti pra peradilan dalam KUHAP dengan Hakim Komisaris melalui RKUHAP merupakan langkah tepat menuju pembaharuan hukum acara pidana nasional mengingat polemik terkait wacana pengesahan Hakim Komisaris muncul dikarenakan adanya semacam kekhawatiran bahwa lembaga baru ini justru merupakan sebuah kemunduran, bukan kemajuan, mengingat lembaga serupa pernah ditolak pada saat diintrodusir dalam RKUHAP 1974 dengan alasan terlampau luasnya kewenangan lembaga ini dalam melakukan intervensi terhadap kewenangan penyidik dan penuntut umum pada tahap pemeriksaan pendahuluan.

Law No. 8 Year 1981 Regarding Criminal Procedural Law (Code of Criminal Procedural Law) is reasonably appreciated ?, since when it was made in 1970?s until it was promulgated in 1981, it had been a total reform of colonial code, Herziene Indische Reglement (HIR) ?, the reason why it was put on its place as one of national law ?masterpiece? we are proud of. But however, it has to be admitted that after passed through two decades, there are a lot of shortages and weaknesses found in its practice, with the result that the correction about this code became an urgent necessity. This action is considerably proper, since dynamic of democratic society growth claims the existence of periodically law reform through responsive law product. Code of Criminal Procedural Law is no longer suit the law development in society, so it is necessary to substitute it by a new criminal law. For that reason, the effort to renew criminal procedural law through its future replacement with Draft of Criminal Procedural Law Year 2010 should be gladly welcomed. One of new provision in Draft of Criminal Procedural Law is the suggestion of Hakim Komisaris to replace the existence of pra peradilan in Code of Criminal Procedural Law. Even though it is oriented in effort of national criminal procedural law reform, discourse about the elimination and replacement of pra peradilan with Hakim Komisaris still seems debatable. The pro sides of Hakim Komisaris derives from a point of view that pra peradilan is often considered as no more reasonable to be treated as investigator and prosecutor authority supervising institution in preliminary examination. The question afterwards is whether the idea of substituting pra peradilan in Code of Criminal Procedural Law with Hakim Komisaris through Draft of Criminal Procedural Law is appropriate step towards national criminal procedural law reform, since polemics involving legalization of Hakim Komisaris emerge because of worries that this new institution is a regress instead of progress, since similar institution had ever been rejected when it was introduced in Draft of Criminal Procedural Law 1974, with a reason that authority of this institution when intervening with inspector and prosecutor authority in introductory inspection, is excessive."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30745
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Zen Zanibar M.Z.
"Sejak digulirkan tahun 1983 deregulasi dipandang oleh pemerintah dan swasta sebagai langkah kebijakan penting dalam mendukung kegiatan ekonomi. Selama ini deregulasi lebih banyak dilihat dan dibahas dari kaca mata ekonomi dan politik. Sementara dari kaca mata hukum sedikit sekali. Padahal sebenarnya pembahasan dari sudut hukum sangat penting untuk dikedepankan mengingat kebijakan deregulasi dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan.
Menurut sistem hukum Indonesia setiap produk hukum berupa peraturan perundang-undangan haruslah bersumber dan berdasar pada norma hukum yang lebih tinggi. Atas dasar pemikiran tersebut maka menjadi pertanyaan adalah; apakah deregulasi yang dilakukan oleh pemerintah sesuai dengan UUD 1945; dan, faktor apa saja yang mempengaruhinya. Jawaban pertanyaan tersebut akan mengungkapkan: adakah deregulasi dilandasi oleh ide mewujudkan kesejahteraan umum; ide memenuhi kebutuhan nasional; dan faktor yang mempengaruhi pemerintah melakukan deregulasi.
Hasil penelitian ini membuktikan beberapa hal, yaitu : pertama Pemerintah Orde Baru sangat dominan dalam menentukan kebijakan demikian pula dalam menentukan kebijakan deregulasi; kedua, Kebijakan deregulasi sebagian besar tidak mencerminkan Pancasila sebagai Cita Hukum baik dalam fungsi kontitutif maupun regulatif; ketiga, tidak terungkap adanya ide untuk mewujudkan kesejahteraan umum, karena ternyata deregulasi belum menyentuh kepentingan sebagian besar rakyat; keempat, tidak terlihat bahwa deregulasi berakar atau menjabarkan pasal ekonomi dan kesejahteraan masyarakat; kelima, sebagai peraturan perundang-undangan ternyata deregulasi dari sudut bentuk sesuai dengan Sistem Hukum Nasional, sementara dan sudut isi sebagian tidak mencerminkan keterkaitannya dengan hukum tertulis yang lebih tinggi. Kenyataan terakhir ini diperlihatkan pula oleh pengabaian Politik Hukum Nasional. Adapun faktor yang mempengaruhi pemerintah melakukan deregulasi yaitu; pertama, negara asing, lembaga internasional, dan investor asing; kedua, pendapat ahli dan kalangan universitas; ketiga, nilai pribadi yang disebabkan oleh kedekatan pribadi. Oleh karena itu perlu dibentuk badan yang berfungsi mengkaji kebijakan deregulasi baik yang lalu maupun yang akan datang atau dilimpahkan kepada badan yang sudah ada, yaitu DPA atau AIPI (Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Munir Fuady
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1984
T36419
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indriyanto Seno Adji
Jakarta: Diadit Media, 2015
345.072 IND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>