Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 45244 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 2000
332.072 PEN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Irvan Fachrizal
"Hampir sepanjang PJP I hingga saat ini tercatat peranan bantuan luar negeri cukup penting. Ketergantungan Indonesia pada bantuan luar negeri semakin meningkat semenjak terjadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesia.
Sebagaimana diketahui bahwa krisis ekonomi yang dialami oleh Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah kembali menyebabkan kesulitan keuangan yang sangat berat bagi Indonesia sehingga, Pemerintah menjadi sangat bergantung pada bantuan luar negeri. Turunnya kemampuan sektor-sektor produksi sehingga roda perekonomian mengalami kemacetan, menyebabkan krisis yang terjadi semakin memposisikan Indonesia dalam berbagai masalah yang dilematis yang semula berawal dari krisis keuangan, kemudian berkembang semakin kompleks menjadi krisis multi dimensi.
Bergantinya rezim pemerintahan di Indonesia telah memuluskan pelaksanaan reformasi diberbagai bidang. Reformasi telah memberikan banyak perubahan dalam wacana kebijakan Pemerintahan Indonesia. Salah satu akibat langsung perubahan tersebut yang dirasakan seluruh Indonesia khususnya bagi daerah adalah dengan diberikannya otonomi penuh kepada daerah dengan meluncurnya UU NO. 22 tahun 1999 mengenai Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 mengenai Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Dengan ditetapkannya kedua undang-undang tersebut telah memberikan suasana baru yang mewarnai pola kebijakan dan peta penyelenggaraan pemerintahan baik pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah.
Sejalan dengan bergulimya otonomi daerah maka, Pemerintah Daerah mau tidak mau harus mulai membenahi sistem/ struktur pemerintahannya untuk menuju kemandirian, di samping itu juga berupaya memberdayakan SDA dan SDM yang ada. Namun perubahan ini tidak dengan mudah berjalan lancar, sedikit banyaknya akan menemui masalah. Salah satu contohnya adalah adanya pengalihan pegawai pusat ke daerah yang banyak memberikan dampak pada kebijakan pemerintah daerah khususnya dalam mata anggaran belanja daerah.
Berkaitan dengan pembangunan daerah pada masa otonomi berjalan, maka daerah dimungkinkan untuk mencari pinjaman baik, domestik maupun luar negri sebagaimana diatur dalam UU No. 25 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999.
Sehubungan dengan terbukannya peluang daerah tersebut untuk memperoleh pinjaman, maka pemerintah telah mengeluarkan satu peraturan yaitu Peraturan Pemerintah No. 107 tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah yang mengatur mengenai mekanisme pinjaman, prosedur pinjaman, dan ketentuan lainnya bagi pemerintah daerah. Peraturan tersebut disusun dalam rangka pelaksanaan UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999 berfungsi sebagai petunjuk bagi daerah untuk memperoleh pinjaman.
Bila membaca isi dari Peraturan Pemerintah No. 107 tahun 2000 tersebut, ternyata, dapat menjadi suatu pembahasan yang menarik untuk diamati serta dikaji. Tesis ini mencoba untuk melihat sejauh mana PP No. 107 tahun 2000 yang disusun sedemikian rupa dapat menfasilitasi pemerintah daerah untuk memperoleh pinjaman luar negri.
Kebutuhan akan pinjaman oleh pemerintah daerah itu sendiri pada dasamya dimanfaatkan bagi pembangunan daerah untuk kepentingan masyarakat banyak. Dalam perkembangannya, sesuai dengan diberikannya otonomi kepada daerah maka, untuk melaksanakan pembangunan tampaknya daerah sudah harus mengupayakan sendiri pembangunannya begitu pula dengan anggarannya. Dengan berlakunya UU No. 25 tahun 1999 maka subsidi daerah otonom (SDO) dan instruksi presiden (INPRES) telah dihapus, dan sebagai penggantinya dialokasikannya dana alokasi umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (OAK).
Dengan adanya otonomi penuh maka, daerah harus berupaya untuk menggali potensi yang dimilikinya dan mengatur diri sendiri, namun, disadari bahwa kemampuan dan potensi daerah diIndonesia berbeda-beda.
Perbedaan inilah yang harus ditangani dengan bijaksana untuk menghindari kecemburuan antar daerah. Bagi daerah yang memiliki sumber daya alam yang besar maka sudah barang tentu dapat dipastikan daerah tersebut dapat lebih maju ketimbang daerah yang potensi alamnya kurang. Kemampuan penerimaan dan pemenuhan kebutuhan daerah juga menjadi tolok ukur suatu daerah untuk dapat memperoleh pinjaman. Di samping kemampuan dalam penerimaan dan pemenuhan kebutuhan daerah, pemerintah melalui PP 107 tahun 2000 juga telah menetapkan ketentuan bahwa daerah dapat melakukan pinjaman dengan prosedur persetujuan yang berjenjang yakni persetujuan dari DPRD untuk tingkat daerah dan kemudian persetujuan Menteri Keuangan untuk tingkat pusat, dan persetujuan itu pun dapat diberikan sepanjang memenuhi ketentuan .
Tesis ini sebenamya bertujuan untuk melihat sejauh mana kemungkinan daerah dapat memperoleh pinjaman baik domestik maupun luar negeri, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam PP 107 tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah, UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 mengenai Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Secara prinsip, ketentuan yang ada dalam PP 107 tahun 2000 sebenamya cukup memadai dalam menata prosedur pemerintah daerah dalam melakukan pinjaman. Namun, saat ini beberapa faktor-faktor baik ekstemal maupun internal ternyata dapat menjadi penghambat bagi pemerintah daerah dalam memperoleh pinjaman luar negeri.
Tampaknya pemerintah daerah hingga saat ini dan untuk dua tahun kedepan atau lebih, tampaknya masih sulit untuk memperoleh pinjaman luar negeri. Lalu apakah ini berarti dimasa mendatang pinjaman luar negeri oleh pemerintah daerah tidak atau dapat dilakukan? Jawaban atas pertanyaan ini sedikit banyaknya dicoba dijelaskan dalam tesis ini."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T1789
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rona Adi Pratama
"Dalam rangka memperoleh sumber-sumber pembiayaan dari pihak luar negeri, Pemerintah mengadakan pinjaman luar negeri yang diikat oleh suatu perjanjian pinjaman. Baik berupa pinjaman program yang diperoleh untuk mendukung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ataupun Pinjaman proyek yang diperoleh untuk membiayai satu atau lebih kegiatan pembangunan tertentu yang disepakati dalam perjanjian. Perjanjian pinjaman luar negeri yang diadakan pemerintah dengan pihak luar negeri selama ini menimbulkan selisih pendapat, sehubungan dengan status ruang lingkup hukum perjanjian pinjaman luar negeri tersebut, apakah suatu perjanjian pinjaman luar negeri masuk dalam ruang lingkup hukum publik atau privat. Terdapatnya selisih pendapat tersebut disebabkan lebih karena terdapatnya rumusan dalam Undang-Undang 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional yang mengkategorikan Perjanjian pinjaman luar negeri sebagai perjanjian internasional publik, sedangkan perjanjian pinjam meminjam sendiri merupakan perjanjian yang masuk dalam ruang lingkup perikatan, yang merupakan ruang lingkup hukum privat. Selanjutnya pemahaman yang komprehensif mengenai klausul-klausul naskah perjanjian pinjaman luar negeri rnerupakan suatu hal yang tidak dapat ditawar-tawar lagi, mengingat besarnya resiko dan kewajiban yang harus ditanggung Pemerintah terhadap pemberi pinjaman. Klausul-klausul hukum seperti events of default, representation and warranty, waiver of immunity, process agent, jurisdiction, maupun klausul applicable law, merupakan klausul-klausul yang perlu dirumuskan secara seksama untuk dapat semaksimal mungkin mengakomodasi kepentingan penerima pinjaman (borrower).

In order to find finance resources outside the country, the Govemment of Indonesia entered the foreign loan that bound by a loan agreement. That kind of loan agreement can be a loan programs available to support the State budgetary or loan project to finance the project to support certain development activities that state in the agreement. Loan agreements that made by the government with foreign party/parties all this time during has caused the debate, with respect to the scope of the legal status of such foreign Ioan agreements, whether a foreign Ioan agreement signed within the scope of public law or private law. The existing debate was caused due to the presence of explaination in Law number 24/2000 concerning Intemational Agreements that categorizing the foreign loan agreement as a public international agreements, while loan agreement in nature is in the capacity of commitments, which is the scope of private law. Furthermore, a comprehensive understanding of loan agreement clauses draft is something that can not be negotiable. Considering the risks and obligations to be borne by the Government against the lender, legal clauses such as events of default, representation and warranty, waiver of immunity, process agent, jurisdiction, and the applicable law clause, are the clauses that needed to be carefully formulated in thc loan agreement draft, to accomodate the interest of the borrower."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2010
T27552
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kusumaningtuti
Jakarta: Rajawali, 2008
332.7 KUS p (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Lana Soelistianingsih
"Paper ini mencoba menemukan nilai optimal pinjaman dan komposisi nilai tukar untuk hutang luar negeri pemerintah Indonesia (Utang Luar Negeri Pemerintah/ULNP) selama periode 1983 sampai dengan 2000. Dengan menggunakan model konsumsi dua periode, ditemukan bahwa fluktuasi nilai tukar akan memberi dampak pada pinjaman optimal melalui term of trade (TOT). Sebelum periode krisis, hasil model menunjukkan jumlah pinjaman yang relatif kecil dibandingkan data aktualnya; sementara itu selama periode krisis ekonomi model justru menghasilkan nilai pinjaman yang besar sebagai dana ekstra untuk mempercepat proses pemulihan. Pola tersebut menunjukkan adanya proses 'smoothing' dalam pinjaman sehingga dapat menjaga 'solvency' dari UNLP. Model seianjutnya memprediksi komposisi mata uang yang dapat meminimumkan risiko yang ditimbulkan dari external shock seperti fluktuasi nilai tukar. Dengan menggunakan tiga mata uang utama, Dolar AS, Yen Jepang, dan DM Jerman, model ini menemukan dua faktor yang mempengaruhi komposisi tersebut. Pertama, semakin kuat koefesien korelasi dari suatu mata uang dengan effective cost of borrowing (biaya efektif peminjaman), semakin besar perminjaman akan mata uang tersebut untuk dijadikan pinjaman. Kedua, semakin besar apresiasi antara rupiah dengan mata uang partnernya, semakin besar permintaan untuk mata uang tersebut. "
2005
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Sendiasih
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S23978
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>