Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 71374 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Universitas Indonesia, 1997
S21818
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ponco Nugroho
"

Tesis ini membahas terkait pertanggungjawaban pemilik modal korporasi (Perseroan Terbatas) yang hanya sebatas pada modal yang ditanamkannya, akan tetapi dimanfaatkan dan menjadi celah hukum bagi pelaku tindak pidana. Hal ini karena operasional suatu Perseroan Terbatas dijalankan oleh pengurusnya, sehingga akan dipandang tidak adil jika pemilik modal harus bertanggung jawab atas kegiatan perseroan yang dijalankan oleh pengurus. Contoh paling konkrit adalah ketika Perseroan Terbatas dijadikan alat kejahatan penyuapan oleh kaum pemilik modal, kemudian manfaat penyuapan tersebut diperoleh Perseroan Terbatas dan keuntungan yang diperolehnya menjadi keuntungan perseroan. Pada akhirnya keuntungan tersebut dinikmati oleh pemilik modal (Pemegang Saham atau Ultimate Owner), dengan merubah harta dari manfaat tindak pidana penyuapan menjadi harta yang legal dan terbagi kepada pemilik modal. Tesis ini akan mengilustrasikan mengapa pemilik modal dari PT yang melakukan tindak pidana penyuapan (Bribery) perlu dikenakan ketentuan tindak pidana pencucian uang, berbagai persyaratan untuk menerapkannya, serta bentuk penerapan yang paling efektif dari hal ini. Metode penelitian yang digunakan adalah Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach) karena tidak membahas sesuatu yang baru melainkan berpijak dari Teori Hukum yang sudah ada. Selain itu, penelitian ini juga dibantu dengan Pendekatan Historis (Historical Approach) dan Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach) untuk memahami hakikat awal dari adanya suatu ketentuan dan pengejawantahannya di berbagai negara. Adapun yang menjadi kesimpulan dari tesis ini adalah menerapkan perluasan teori identifikasi untuk mengenakan ketentuan tindak pidana pencucian uang terhadap pemilik modal dari suatu Perseroan Terbatas yang melakukan tindak pidana penyuapan (bribery).


This thesis discusses the accountability of corporate capital owners (Limited Liability Company) with a limitation to the invested capital which later be taken advantage of and become a legal loophole for perpetrators of criminal acts. This happens because the operation of a Limited Liability Company is run by its management, so that it will be considered unfair if the capital owners hold any responsibilities regarding the company’s activities run by the management. The most concrete example is when the capital owners exploit the Limited Liability Company to commit an act of bribery, then the benefits of bribery obtained goes to the Limited Liability Company and the profits earned goes into the company's profits. In the end, the benefit is enjoyed by the capital owner (Stockholder or Ultimate Owner), by converting the assets from the benefits of bribery into legal assets to be distributed among capital owners. This thesis will illustrate why the capital owners of a Limited Liability Company who commit bribery need to be charged with the provisions on money laundry, various requirements for implementing it, as well as the most effective form of application of it. The research method used is the Conceptual Approach as it does not discuss something new but is based on the existing Legal Theory. In addition, this research is also supported by Historical Approach and Comparative Approach to understand the initial nature of the existence of a provision and its manifestation in various countries. The conclusion of this thesis is to apply an extension of the identification theory to impose provisions on the money laundry against capital owners of Limited Liability Company who commit bribery.

"
2018
T51869
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pengkajian mengenai mekanisme penindakan terhadap Anggota DPR yang melakukan tindak pidana korupsi dipandang perlu didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu pertama bahwa lembaga DPR RI saat ini berada pada posisi tertinggi dalam daftar kasus korupsi. Kedua, upaya pemberantasan korupsi merupakan komitmen bersama yang harus menjadi prioritas. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa keterlibatan Anggota DPR RI dalam tindak pidana korupsi karena secara normatif terjadi perluasan subyek pelaku tindak pidana korupsi termasuk Anggota DPR sebagai penyelenggara negara, serta penekanan pada tindak pidana korupsi sebagai tindak pidana formil dan tidak perlu adanya kerugian keuangan negara dan perekonomian negara yang nyata. Mekanisme perijinan sebagai bagian dari penindakan terhadap Anggota DPR RI untuk kasus tindak pidana korupsi tidaklah mutlak. Mekanisme perijinan ini penting untuk melindungi hak-hak dan kepentingan Anggota DPR. Kajian ini sampai pada saran agar rumusan mengenai tindakan terhadap Anggota DPR RI dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) dan Peraturan Tata Tertib perlu lebih lengkap dan rinci"
JLI 8:2 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tiffany Valencya
"Tesis ini membahas mengenai tanggung jawab Direksi terhadap tindak pidana korupsi. Direksi pada umumnya yang melakukan pengurusan pada perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan, baik didalam maupun diluar pengadilan untuk dan atas nama perseroan. Muncul masalah pada saat Direktur PT Indorent Prima Sarana yang dipidana atas perkara tindak pidana korupsi. Melihat adanya polemik tersebut, dilakukan penelitian apakah Direktur sendirian yang bertanggungjawab atas tindak pidana korupsi tersebut atau tidak. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yaitu dengan cara meneliti pustaka atau data sekunder. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa tidak hanya Direksi yang bertanggung jawab tetapi perseroan juga dapat bertanggungjawab atas tindak pidana korupsi sepanjang dapat dibuktikan perseroan mengetahuinya.

This thesis discusses Direstor?s responsibility in corruption crime. In general Director is an organ who running a company for company purposes and interest, in and out of court, for and on behalf of the company. There is a problem when Director of PT Indorent Prima Sarana being sentenced of corruption. Knowing that there is a polimic, it is necessary to do a research to find out whether such Director is responsible for the corruption crime or not. This research uses normative-juridical method namely through library research or secondary data. The result of research arrived a conclusion that not only Director who must take responsibility but company itself as long can be proved that company know about corruption."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42176
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Anggidigdo
"Kojaksaan adalah lembaga pemerintah pelaksanan kekuasaan negara di bidang penuntutan, sedangkan kewenangan penyidikan dimiliki oleh sub slotem kepolisian. Hal inilah yang diamanatkankan dan dicita-citakan oleh Undang-Undang Momor Tahun 1981 (KUHAP). Dalam Praktek sehari-hari kejaksaan tidak hanya melaksanakan kekuasaan negara dibidang penuntutan, tetapi juga melaksanakan kekuasaan negara dibidang penyidikan tindak pidana tertentu, Ikutnya kejaksaan dalam bidang penyidikan tentunya mempunyal alasan yang kuat sehingga lembaga ini masih diberi kewenangan melakukan penyidikan hingga saat ini.
Fenelitian bertujuan untuk mengetahui apa saja problematika yang dialami oleh kejakeaan dalam hal penyidikan, mengetahui dasar mempertahankan kewenangan penyidikan kejaksaan tetap dan mengetahui pengaruh masuknya sub sisten kejaksaan pada tahap penyidikan dalam hubungannya dengan keterpaduan sistem peradilan pidana. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif yang didasarkan pada sumber data sekunder berupa peraturan peraturan hukum, keputusan pengadilan, teori bukun dan pendapat para sarjana hukum terkenal. Data yang diperoleh dari kepustakaan dan data yang diperoleh dari lapangan spabila telah terkumpul kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan metode normatif kualitatif. Rormatif karena penelitian ini bertitik tolak dari peraturan perundang-undangan yang ada sebagai norma hukum positif, sedangkan diperoleh Kemudian kualitatif dimaksudkan data yang disusun secara sistematis untuk selanjutnya dianalisis secara kualitatif guna mencari kejolasan masalah yang akan dibahas.
Berdasarkan analisis kualitatif diketahui bahwa masuknya kejaksaan dalam bidang penyidikan sebenarnya telah menyalahi sistem peradilan pidana seperti yang diamanatkan oleh KUKAP (UU No. 8/1981), tetapi hal itu dimaklumi karena penyidikan tindak pindana tertentu yang dilakukan penyidik kepolisian masih kurang sedangkan intensitas yang dilakukan penyidik kejaksaan lebih banyak dan cepat. Berlakunya DU Korupsi yang baru (UU 31/1999 jo 20/2001), adanya Putusan Pengadilan yang menolak kewenangan penyidikan oleh kojaksaan dan terbentuknya Komisi Pemberantas Korupsi (UU No. 30/2002) tidak menghilangkan kewenangan kejaksaan untuk tetap bisa melakukan penyidikan tindak pidana tertentu. karena kejaksaan masih mempunyai dasar hukum yang tersebar dalan berbagai undang-undang tertulis, dukungan rakyat melalui OPR/KPR serta prosentase putusan pengadilan yang menerima penyidikan kejaksaan lebih banyak daripada yang menolak. Untuk lebih meningkatkan suasana yang kondusif dalam bidang penyidikan perlu diciptakan kerjasana yang harmonia dengan lembaga penyidik tindak pidana tertento
baik penyidik kepolisian maupun penyidik KPTPK. Guna menghapus keraguan apakah lembaga kejaksaan Disa melakukan penyidikan tindak pidana tertentu atac tidak, disarankan agar kewenangan penyidikan tersebut dipertegas dalam KUMAP, RUU Kejaksaan dan BUU Sisten Peradilan Pidana yang akan datang."
Universitas Indonesia, 2004
T36180
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2002
S23735
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutabarat, Benny Batara Tumpal
"Prinsip Piercing The Corporate Veil (Alter Ego) adalah doktrin common law yang mengajarkan tentang penembusan tabir istimewa perseroan (corporate veil) yang menutupi pemegang saham dan organ organ perseroan lainnya yang telah memanfaatkan perseroan untuk kepentingannya sendiri, sehingga pemegang saham dapat bersembunyi dari tuntutan tanggung jawab hukum yang sepatutnya dibebankan. Dimana dalam hal tertentu, pemegang saham dapat dimintakan pertanggung jawaban pribadi atas kewajiban perseroan terbatas. Hukum yang memberlakukan tanggung jawab pribadi pemegang saham dikenal dengan istilah menyingkap tabir perseroan terbatas (piercing the corporate veil). Berdasarkan pasal 1365 Kitab Undang Undang Hukup Perdata, dan Pasal 3 ayat (2) Undang Undang tentang Perseroan Terbatas, menunjukkan bahwa penerapan prinsip Piercing The Corporate Veil tidak hanya terbatas pada tindakan tindakan yang disebut dalam pasal itu semata, akan tetapi turut mencakup berbagai aspek perbuatan hukum yang tidak selaras dengan hukum serta bertentangan dengan maksud dan tujuan perseroan, termasuk diantaranya perbuatan pencucian uang sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

The Principle of Piercing The Corporate Veil (Alter Ego) is a doctrine of common law that has the ability to penetrate the corporate veil of limited liability in order to impose liability on individual shareholders for the corporation's obligations. Under Indonesia law, the corporate veil-piercing principle ruled under Article 1365 of Civil Laws, and Article 3 (2) of Law No.40/2007, which correctly indicates the application of the principle of Piercing the Corporate Veil are not limited to the acts mentioned in that article alone, for it?s covering various aspects of the act of laws not in accordance and against the intent and purpose of the corporation, including money laundering act as regulated in Indonesian Law No. 8/2010 on Money Laundering Prevention and Eradication and Crime Asset Confiscation."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S57
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>