Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 145174 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rudy Darmawan
"Sejalan dengan perkembangan pembangunan pada umumnya dan pembangunan ekonomi pada khususnya, maka peran bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan tarat hidup rakyat menjadi sangat penting. Debitur yang memerlukan fasilitas kredit dengan ingin tetap menguasai benda yang dijaminkannya untuk tetap menjamin kelangsungan usahanya, fiducia (penyerahan hak milik secara kepercayaan) adalah bentuk jaminan yang memenuhi kebutuhan praktek perkreditan. Kewajiban dari debitur pada perjanjian kredit dengan jaminan secara fidusia pada prinsipnya mirip dengan debitur dalam perjanjian pinjam pakai yaitu bertindak sebagai bapak rumah yang baik yang berkewajiban untuk menyimpan dari memelihara dengan minat yang sama seperti terhadap barang miliknya sendiri. Pengawasan yang dilakukan BNI terhadap batang jaminan, dilakukan secara berkala setiap tiga bulan sekali yang dimuat dalam daftar lampiran rincian barang yang difiduciakan Untuk mencegah atau setidaknya memperkecil kemungkinan dilakukannya pengalihan barang yang di jaminkan secara FEO. Bank BNI mengambil kebijaksanaan yaitu menguasai bukti kepemilikan benda yang bersangkutan. Reisiko yang timbul atas barang jaminan misalnya rusak, kecurian, hilang, diantisipasi dengan asuransi yang dibayar preminya oleh debitur penerima kredit. Penyelesaian kredit macet oleh BNI akan dilakukan melalui musyawarah, Pengadilan Negeri atau PUPN·."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
S20750
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arika Widi Asmara
"Pada dasarnya kredit bermasalah merupakan hal yang wajar terjadi di industri perbankan karena faktor penyebabnya yang begitu beragam. Akan tetapi, meskipun terdapat kewajaran atas terjadinya kredit bermasalah pada suatu bank, berdasarkan data statistik Bank Indonesia bulan Desember 2005 bahwa kredit bermasalah pada bank BUMN dengan bank swasta nasional, dengan nilai perbandingan persentase NPL 14,75% : 3,22%. Maka dari itu perlu dikaji apa yang menjadi penyebab besarnya kredit macet dan bagaimana mekanisme penanganan kredit bermasalah yang dilakukan oleh bank di dalam praktek. Untuk mengkajinya digunakan metode studi kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif, Namun, didukung dengan alat pengumpulan data yaitu studi draf perjanjian kredit dari Bank X. Dari hasil kajian perangkat hukum perdata dan hukum ternyata perbankan telah diberikan perlindungan memadai dalam menangani persoalan kredit macet. Oleh hukum, bank telah diberi beberapa jalan untuk menanganinya. Secara preventif, bank dilarang mengobral dana atau bersikap ”murah hati” kepada nasabah dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dengan sungguh-sungguh. Penyaluran kredit harus disertai jaminan (agunan) lengkap dengan perjanjian untuk menjual barang agunan atas kekuasaan kreditur (beding van eigen matige verkoop). Dengan janji tersebut bank selaku kreditur dapat langsung menjual barang jaminan (parate executie) dengan bantuan Kantor Lelang Negara (KLN) tanpa harus meminta izin (fiat) pengadilan negeri (PN). Apabila tidak diperjanjikan hak demikian, bank (swasta) dapat meminta PN melakukan sita eksekusi atas barang jaminan dan menjual lelang melalui KLN berdasarkan Pasal 224 HIR. Sedang bank pemerintah dapat meminta PUPN (Panitia Urusan Piutang Negara) untuk menyelesaikan kredit yang berada di tangan debitur."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S24679
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Carolina
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S23929
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Lukytasari
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
S22943
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Banu Windyasmara
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S23553
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aini Amalia
"Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis mengenai perlindunganhukum bagikreditur yang beritikad baik yang kehilangan jaminan atas pelunasan utang debiturakibatsalah satu syarat sah perjanjian, suatu sebab yang halal terlanggar. Berdasarkan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, suatu perjanjian baru dapat dikatakan sah apabila seluruh syarat sah perjanjian telah terpenuhi. Dalam melakukan penulisan ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis-normatif atau penelitian kepustakaan dan tipologi bersifat deskiptif. Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana prosedur penjaminan gadai saham dalam perjanjian kredit, bagaimana kedudukan Standard Chartered Bank Branch Singapore atas hapusnya perjanjian jaminandan sejauh mana putusan hakim dalam Putusan No. 482 K/Pdt.Sus-Pailit/2016 memberikan perlindungan hukum kepada SCB sebagai kreditur yang beritikad baik ditinjau dari Perjanjian Fasilitas dan Perjanjian Jaminan serta undang-undang yang bersangkutan. Kesimpulan dari permasalahan tersebut adalah, perlindungan telah tidak diberikan dengan cukup baik oleh hakim di pengadilan, perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan kepada Standard Chartered Bank Branch Singapore sebagai kreditur yang beritikad baik padahalperjanjian jaminan batal demi hukum dan menyisakan piutang yang belum terlunaskan. Standard Chartered Bank Branch Singapore perlu melakukan beberapa upaya untuk menjaga kedudukannya dan memperoleh sisa haknya yang belum terbayarkan. 

This thesis is aimed to discover and analyze the legal protection for creditor in good faith who loses a guarantee for the repayment of debtor debts because one of the conditions that are required for the validity of an agreement, there must be an admissible cause is violated. Based on Article 1320 Indonesian Civil Code, an agreement is valid if all of the conditions that are required for the validity of an agreement have been fulfilled. In conducting this thesis, the writer uses juridicial-normative research method or library research and the topology is descriptive. The problem in this thesis are how is the procedure of the pledge of shares guarantee in a credit agreement, how is the position of Standard Chartered Bank Branch Singapore against the abolition of the guarantee agreement and how far the judges sentence in sentence No. 482 K/Pdt.Sus-Pailit/2016 provides the legal protection to Standard Chartered Bank Branch Singapore as a creditor in good faith in terms of Facility Agreement and Guarantee Agreement also the relevant laws and regulations. The conclusion of these problems are, the protection has not been adequately granted by the judges in the court, agreements and the relevant laws and regulations to Standard Chartered Bank Branch Singapore as a creditor in good faith whereas the guarantee agreement null and void and leave unpaid debt claims. Standard Chartered Bank Branch Singapore needs to make several efforts to maintain its position and obtain the remaining unpaid rights."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rm.Satya Wijayantara
"Dalam kredit perumahan hanya jenis KPR Indent BTN yang menambah akta selain yang dipersyaratkan dalam KPR BTN secara konvensional pada umumnya. BTN menambah satu syarat yang harus dipenuhi oleh developer yaitu kesediaan menanda tangani akta buy back guarantee (BBG). Satu akta yang berisi janji developer untuk membeli kembali rumah yang dibangunnya dan telah dijual kepada konsumen yang memperoleh fasilitas KPR Indent BTN yaitu apabila developer tersebut ingkar janji untuk menyelesaikan pembangunan rumah yang telah dijualnya atau apabila debitur menunggak angsuran kreditnya selama 3 (tiga) bulan berturut-turut.
Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian yuridis normatif. Dimana tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah buy back guarantee sebagai satu akta tambahan dalam perjanjian KPR Indent BTN sudah sah ataukah tidak sah apabila ditinjau dari konsepsi hukum perjanjian nasional kita. Guna mengetahui apakah akta buy back guarantee yang tercantum dalam perjanjian KPR Indent BTN telah melanggar ataukah tidak terhadap ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam perundang-undangan di Indonesia, kami mengujinya melalui studi kepustakaan dengan didukung data primer dari lapangan yang diperoleh dari hasil wawancara terhadap pejabat BTN yang bertindak sebagai pelaku bisnis yang telah mempergunakan akta buy back guarantee tersebut dalam usahanya, dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa akta buy back guarantte yang terdapat dalam perjanjian KPR Indent BTN dalam perspektif kebebasan membuat perjanjian (freedom of contract) telah memenuhi syarat subyektif dan syarat obyektif sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Selain daripada itu akta buy back guarantee yang berisi janji developer untuk membeli kembali rumah yang telah dijualnya kepada konsumen adalah bentuk kegiatan penanggungan yang telah diatur dalam Pasal 1820 KUHPer. Dengan demikian kebijaksanaan BTN yang mewajibkan kepada developer yang memperoleh fasilitas KPR Indent BTN untuk menerbitkan akta buy back guarantee adalah sah dan tidak melanggar Undang-undang.

In housing credit, the only type of KPR Indent BTN adds act other than those required in the conventional KPR BTN in general. BTN adds one requirement to be met by the developer that is willing sign the act of buy back guarantee (BBG). An act which contains the developers promise to buy back the house they built and has been sold to consumers who obtain KPR facilities Indent BTN is if the developer was broken a promise to complete construction of houses that have been sold or if the debtor delinquent credit installment for 3 (three) months respectively.
The type of research that writer used is a normative juridical research. Where the purpose of this study was to determine whether the buy-back guarantee as an additional certificate in KPR Indent BTN agreements is valid or not when viewed from the conception of our national contract law. In order to know whether the act of buy-back guarantee as stated in the agreement KPR Indent BTN has violated or not against the provisions contained in legislation in Indonesia, we test it through a literature study was supported by primary data from field obtained from the interview on the official BTN which acts as a business person who has used buy-back guarantee certificate in the attempts, and then analyzed qualitatively.
The result of this research shows that the act of buy back guarantte of its existing in KPR Indent BTN in the perspective of freedom to make agreements (freedom of contract) in compliance with the terms subjective and objective requirements as provided in Article 1320 Civil Code. Other than that buy-back guarantee certificate that contains the developers promise to buy back the house that have been sold to consumers is the form of underwriting activities that has been provided in Article 1820 KUHPer. Thus, the policy of BTN making compulsary to the developers who obtained KPR Indent BTN in establishing the act of buy back guarantee is valid and it does not violate the Act."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S24795
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tongki Lentari
"Sebagai sebuah lembaga keuangan, bank melakukan kegiatan penerimaan dana dari masyarakat dan penyaluran dana tersebut kepada masyarakat melalui fasilitas pemberian kredit. Suatu fasilitas kredit adalah pemberian prestasi oleh satu pihak (bank) kepada pihak lain (debitur/nasabah sebagai penerima kredit), dan pihak yang menerima prestasi berkewajiban mengembalikan prestasi tersebut pada jangka waktu tertentu dengan kontraprestasi (bunga) yang telah diperjanjikan. Dalam transaksi pemberian kredit para pihak menandatangani suatu perjanjian yang karenanya menurut pasal 1338 KUHPerdata mengikat dan berlaku sebagai undang-undang bagi pihak-pihak yang bersangkutan (bank dan penerima kredit). Namun pada kenyataannya, banyak kredit yang telah diberikan bank kepada nasabahnya tidak selalu berjalan lancar. Dalam perbankan ini disebut "KREDIT BERMASALAH". Kredit bank dapat dibedakan menjadi empat golongan yaitu lancar, kurang lancar, diragukan dan macet. Ketiga yang terakhir inilah yang termasuk kredit bermasalah. Jadi kredit bermasalah adalah kredit yang tidak dapat dilunasi/dibayar kembali oleh debitur dengan benar dan baik, sesuai maksud dan atau syarat dan ketentuan yang sudah
diatur/diperjanjikan didalam perjanjian kredit. ''Kredit bermasalah" merupakan suatu masalah yang dapat merusak kesehatan bank dan berdampak negatip terhadap profitabilitas bank. Karena itu untuk menjaga kesinambungan usahanya bank perlu mengetahui penyebab timbulnya kredit bermasalah dan mencari jalan keluar untuk mengatasinya. Upaya yang dilakukan bank adalah menyelamatkan nasabah yang kurang lancar dan diragukan agar tidak menjadi macet, dan kredit yang telah macet dapat diupayakan agar pinjaman kepada bank dapat dikembalikan (tanpa melalui Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan atau Pengadilan Negeri (PN) yang memakan waktu yang lama dan biaya yang besar) Pada tahap pertama bank akan mencari apa yang menyebabkan kredit menjadi bermasalah. Selanjutnya bank melakukan tindakan penyelamatan berupa rescheduling, reconditioning, restrukturting atau kombinasi dari ketiganya. Langkah antisipasi tersebut bersifat kasuistis artinya upaya penyelamatan yang dilakukan diselesaikan secara kasus per kasus karena setiap faktor penyebab kredit bermasalah mempunyai cara penanganan yang berbeda."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1994
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sirait, Rufinus
Depok: Universitas Indonesia, 1994
S23079
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Randini Maharani Putri
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai kemungkinan penerapan pertanggungjawaban kreditur (lender liability) di Indonesia. Untuk mengetahui kemungkinan penerapan lender liability, sebelumnya harus diketahui bagaimana pengaturan mengenai tanggung jawab kreditur di bidang lingkungan hidup yang ada di Indonesia. Selanjutnya yang akan dibahas adalah ketentuan mengenai lender liability di Amerika yang diatur dalam Comprehensive Environmental Response, Compensation and Liability Act (CERCLA) dan juga penerapannya di beberapa putusan pengadilan. Kesimpulan penelitian ini menyarankan supaya kegiatan perbankan di Indonesia, khususnya pemberian kredit untuk lebih memperhatikan mengenai aspek lingkungan hidup selain aspek finasial.

ABSTRACT
The focus of this study is to discuss about the possibility of lender liability implementation in Indonesia. To consider about the implementation, first of all we have to discuss about the lender liability provision in Indonesia related to environmental matter. Next chapter is about lender liability regulation in America, Comprehensive Environmental Response, Compensation and Liability Act (CERCLA) and its implementation on court decisions. The conclusion of this study suggest that banking activities in Indonesia, particularly the provision of credit to pay more attention to environmental aspects in addition to financial aspects."
Depok: 2011
S24984
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>