Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 103278 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sitorus, Yunus Arifin B.
"Penulisan skripsi ini adalah bagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia Tujuan penulisan adalah untuk mengungkapkan kedudukan dan pelaksanaan kredit likuiditas yang diselenggarakan Bank Indonesia di dalam era deregulasi. Metode yang dilakukan adalah melalui penelitian lapangan lingkungan kerja penulis serta penelitian kepustakaan yang relevan dan berpedoman kepada peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan pembangunan nasional yang dilakukan melalui pelaksanaan Pelita ekonomi. Strategi kebijaksanaan dan adalah dengan memprioritaskan sektor tersebut ditempuh melalui sejumlah peraturan pemerintah. Pada awalnya pemerintah melaksanakan program pembangunan tersebut dengan menggali dana melalui ekspor migas. Namun kondisi demikian tidak lagi dapat dipertahankan karena perkembangan harga migas yang jatuh, dan juga karena berbagai perkembangan dunia internasional. Kemampuan pemerintah tersebut dicerminkan oleh pemberian kredit likuiditas yang telah ikut memainkan peranan yang besar bagi pelaksanaan pembangunan nasional. Kredit likuiditas yang diselenggarakan oleh bank sentral adalah alat ampuh pemerintah untuk mengontrol pembangunan, Hal tersebut terlihat dari bermacam ragam sektor yang diaturnya. Kini melalui deregulasi peran pemerintah dialihkan dengan merangsang swasta untuk lebih berperan melanjutkan pembangunan. Deregulasi di sektor perbankan sejauh ini telah memperlihatkan hasil seperti ditunjukkan oleh perkembangan jumlah perbankan yang meningkat pesat kemampuan untuk Di harapkan dengan kemajuan melaksanakan pembangunan tetap tersebut dapat dipertahankan. Sekali pun saat ini peran kredit likuiditas telah banyak berkurang, hendaknya pemerintah terus mempertahankan kredit tersebut terutama apabila dihubungkan dengan kepentingan masyarakat ekonomi lemah. Kepentingan ini tidaklah semata melalui pertimbangan ekonomis namun juga melihat unsur keadilan yang memberikan kesempatan yang terbuka bagi pengembangan potensi masyarakat ekonomi lemah tersebut. Hal ini dapat dilaksanakan melalui peranan hukum sebagai kebijaksanaan pemerintah yang bertujuan untuk menciptakan peluang sebesar mungkin bagi kemajuan perekonomian."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
S20431
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Madiyan Sahdianto
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S25810
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Orsika
Depok: Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Connie Rumondang Elfrida
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reni Maharini
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
S23063
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Beriaman
"Negara Republik Indonesia sebagai negara berkembang dalam pembangun-Nasional memerlukan dana bagi pembiayaan proyek-proyeknya demikian pula halnya pengusaha-pengusaha kecil maupun besar memerlukan dana bagi pengembangan usahanya yang dengan demikian secara langsung akan membuka lapangan pekerjaan baru. Pemerintah dalam rangka pembangunan nasional umumnya dan khususnya dalam membantu pengusaha-pengusaha ini membuka jalan dengan memberlakukan Undang-Uandang Pokok Perbankan Nomor 14/tahun 1967 SKEP Menteri RI No.Kep/0/MK/IV/I/1968 mengenai Kredit. Fungsi dan peranan kredit yang begitu besar, yang diberikan bank kepada nasabah sebagai debitur mempunyai kendala dengan banyaknya kredit-kredit yang macet pembayarannya. Begitu sulitnya prosedur mendapatkan suatu kredit disatu pihak dan dipihak lain begitu besar yang macet pembayaranny kelihatannya menarik untuk dikaji. Sebagai suatu bentuk dari perjanjian yang diatur dalam buku ke III K.U.H Perdata, perjanjian kredit dapat digolongkan dasar hukum perikatan dan azas-azas serta prinsip-prinsipnya dipergunakan
untuk memahami karakteristik perjanjian kredit. Dari metode penelitian comparatif atas peraturan-peraturan dan keterangan-keterangan dari petugas bank melalui wawancara atau interview maka didapatkan jawaban-jawaban berupa hasil penelitian. Hasil penelitian menjelaskan bahwa: -Perjanjian kredit adalah suatu lembaga baru didalam masyarakat Indonesia sama seperti kredit itu sendiri, yang pada hakekatnya merupakan bentuk khusus dari perjanjian pinjam mengganti dimana bank berkedudukan sebagai yang meminjamkan (kreditur) dan nasabah sebagai peminjam (debitur). -Perjanjian kredit mempunyai sifat-sifat khusus yang diantaranya menjadikan dia berfungsi dan berperan secara efektif dan effisien dalam transaksi dimasyarakat yaitu perjanjian pendahuluan yang harus disetujui lebih dahulu oleh debitur yang diajukan oleh kreditur, sebelum perjanjian pokok ditanda tangani. -Perjanjian kredit di Bank Rakyat Indonesia sebagai perjanjian kredit bank dihubungkan dengan pasal 1338 K.U.H. P'erdata terdapat ketidak-seimbangan antara para pihak dimana calon debitur harus tunduk pada persyaratan-persyaratan yang diajukan oleh kreditur, dan secara keseluruhan perjanjian-perjanjian kreditur di Bank Rakyat Indonesia dituangkan dalam model-model perjanjian kredit Bank Rakyat Indonesia. Prosedur pengajuan kredit, syarat-syarat bentuk dan perjanjian kredit masih perlu disempurnakan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Slamet Subekti
"Jaminan kredit dan/atau garansi bank atas kredit yang dipinjam debiturnya dan/atau atas diperolehnya garansi bank oleh Pihak Yang dijamin dapat berupa barang-barang bergerak maupun barang-barang tidak bergerak, dan untuk lebih memikatadakalanya di lakukan pengikatan terhadap bergtecht dari pemilik dan/atau pengurus perusahaan. Perjanjian kredit yang dibuat antara Bank dan penerima kredit antara lain didasarkan pada pasal 1338 kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang, bagi mereka yang membuatnya; adalah merupakan perjanjian pokok yang menimbulkan kredit serta perikatan terhadap barang-barang yang diserahkan sebagai jaminan. Garansi bank yang diterbitkan Bank atas dasar Perjanjian Penerbitan Garansi Bank yang dibuat antara Bank dengan pemohon Garansi Bank merupakan accesseir dari perjanjian penerbit yang dibuat antara Pihak Pemohon Garansi Bank dengan Pihak/Pemegang Garansi Bank. Pengikatan barang-barang jaminan kredit dilaksanakan semuanya menurut Hukum Positif dengan di bebani hipotik untuk barang-barang tidak bergerak yang dapat dibebani hipotik dengan secara fiduciaire eigendemsoverdracht untuk barang-barang bergerak dengan secara cessie untuk piutang-piutang debitor dengan hak gadai untuk barang-barang bergerak berupa surat berharga seperti saham-saham, obligasi, konosemen. Semua pengikatan dapat dilakukan dengan dibawah tangan kecuali hipotik yang harus dengan akta otentik. Kentra jaminan atas penerbitan asuransi bank pada umumnya berupa uang tunai yang pengikatannya secara dibawah tangan, jika jaminannya berupa barang-barang pengikatannya dilakukan sama sesuai dengan pengikatan barang-barang yang diserahkan sebagai jaminan kredit."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S20526
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Norma Agnes
"Pemberian kredit melalui perbankan telah banyak membantu masyarakat umumnya dan pemerintah khususnya datam melaksanakan pembangunan. Manfaat dari pemberian kredit ini terutama sangat dirasakan oleh masyarakat yang memiliki usaha bersama maupun perorangan, karena dengan fasilitas kredit yang disediakan dapat membantu mereka untuk menambah modal dan mengembangkan usahanya. Namun pemberian kredit ini banyak menimbulkan masalah. Pertama masalah perjanjian kredit yang syarat-syaratnya dibuat dan ditentukan terlebih dahulu secara sepihak oleh kreditur. Perjanjian yang demikian, oleh para ilmuwan dianggap mengandung kelemahan, karena menyimpang dari pasal 1320 KUHPerdata jo pasal 1338 KUHPerdata. Kedua, masalah grosse akta sebagai perjanjian sampingan yang melekat pada perjanjian kredit (perjanjian pokok). Dalam praktek sering terjadi tumpang tindih antara grosse akta pengakuan hutang dan grosse akta hipotik. Dan masalah lainnya adalah kesalahan yang dilakukan pihak bank dalam memilih salah satu dari bentuk grosse akta. Mengenai permasalahan pertama setelah diadakan penelitian ternyata perjanjian kredit pada dasarnya tidak menyimpang dari pasal 1320 KUHPerdata jo pasal 1338 KUHPerdata. Karena perjanjian kredit memenuhi keempat syarat sahnya perjanjian (sesuai pasal 1320 KUHPerdata). Dan karena perjanjian kreditnya dibuat secara sah, maka perjanjian itu berlaku sebagai undang-undang bagi kreditur dan debitur (sesuai ketentuan pasal 1338 KUHPerdata). Tumpang tindih antara grosse akta pengakuan hutang dan gross akta hipotik dapat dihindari dengan jalan memilih salah satu dari bentuk grosse akta tersebut. Sebab pencampur adukan antara dua bentuk grosse akta dapat mengakibatkan cacat hukum. Dan sebaiknya bentuk yang dipilih adalah grosse akta hipotik karena perjanjian kredit bank tidak memenuhi syarat-syarat untuk dituangkan dalam grosse akta pengakuan hutang."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20542
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henny Santoso
"Seiring dengan keadaan perekonomian yang semakin ketat dengan adanya Kebijaksanaan Uang Ketat (Tight Money Policy) dimana kredit perbankan tidak lagi dapat diperoleh dengan mudah, maka dengan adanya usaha anjak piutang yang merupakan salah satu alternatif lembaga pembiayaan, dapat dijadikan jalan keluar bagi para pengusaha untuk mengatasi masalah cas flow dan credit department suatu perusahaan dalam rangka meningkatkan aktivitas produksinya. Dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden R.I. no 61 tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan dan Surat Keputusan Menteri Keuangan R.I. No 1251/KMK.O13/1988 tanggal 20 Desember 1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, kegiatan factoring semakin banyak dilakukan. Hal ini terbukti dengan semakin banyaknya bank, lembaga keuangan bukan bank, dan perusahaan anjak piutang yang memberikan fasilitas jasa anjak piutang. Akan tetapi kedua ketentuan di atas hanya mengatur mengenai perusahaan anjak piutang, tidak mengatur mengenai syarat-syarat dan isi perjanjian yang dibuat oleh para pihak serta hampir tidak mengatur kegiatan perusahaan anjak piutang. Di dalam K.U.H.Perdata sebenarnya ada pengaturan mengenai perjajian anjak piutang, akan tetapi perjanjian anjak piutang dalam K.U.H.Perdata berbeda dengan perjanjian factoring. Oleh karena itu, dasar hukum perjanjian factoring adalah asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam pasal 1338 ayat 1 K.U.H.Perdata. Sebagai konsekwensinya, dalam praktek timbul bermacam-macam jenis perjanjian factoring, karena apapun boleh diperjanjikan asal tidak bertentangan dengan UU, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dalam pelaksanaannya, kegiatan usaha anjak piutang tidak terlepas dari masalah-masalah yang timbul. Permasalahan yang timbul ini berdampak terhadap upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi hambatan-hambatan tersebut. Dalam skripsi ini akan dikemukakan empat upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan anjak piutang (factor) dalam menghadapi piutang yang tidak tertagih. Salah satu diantaranya adalah penyelesaian suatu sengketa melalui musyawarah atau perdamaian yang dilakukan oleh perusahaan anjak piutang dengan kesepakatan para pihak. Keadaan seperti ini menimbulkan pertanyaan sampai sejauh mana kepastian hukum penyelesaian suatu sengketa atau perselisihan tersebut, sehingga mempunyai kekuatan mengikat para pihak untuk mentaatinya. Upaya hukum perusahaan anjak piutang melalui gugatan perdata yang diajukan ke pengadilan negeri memberikan kelebihan-kelebihan dibandingkan melalui musyawarah atau perdamaian, karena keputusan hakim lebih mempunyai kekuatan mengikat dan kepastian hukum bagi para pihak untuk mentaatinya. Dan untuk memajukan perusahaan anjak piutang di Indonesia, juga untuk melindungi para pihak yang terlibat dalam kegiatan anjak piutang , kiranya masih diperlukan seperangkat peraturan yang secara khusus mengatur kegiatan anjak piutang tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1994
S20529
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Sumaniar
"ABSTRAK
Perjanjian kredit merupakan perjanjian yang lazim dikenal dalam masyarakat. Perjanjian kredit tersebut tidak diatur dalam KUHPerdata Dengan mengadakan analog perjanjian pinjam meminjam yang diatur dalam KUHPerdata, dapat dikatakan bahwa perjanjian kredit identik dengan perjanjian pinjam meminjam. Dalam perjanjian kredit melibatkan dua pihak yaitu pemberi kredit dan pihak penerima kredit. Dalam perjanjian kredit likuiditas yang menjadi pihak pernberi adalah Bank Indonesia sedangkan pihak penerima kredit yaitu Bank Bank Pelaksana, guna membiayai kredit kepada nasabahnya, untuk jenis-jenis kredit yang mendapatkan likuiditas dari Bank Indonesia, Bank-Bank Pelaksana dalam menyalurkan jenis kredit tersebut kepada nasabahnya tidak menggunakan biaya sendiri melainkan mendapat dana dari Bank Indonesia berupa kredit likuiditas Jenis-jenis kredit yang mendapat dana dari Bank Indonesia ini merupakan jenis-jenis kredit untuk golongan ekonomi lemah. Dengan adanya bantuan dana dari Bank Indonesia untuk jenis- jenis kredit golongan ekonomi lemah, berarti membantu golongan ekonomi lemah untuk dapat rnemanfaatkan fasilitas Bank sesuai dengan kemampuannya. Hal ini dikarenakan syarat dan prosedur untuk mendapatkan fasilitas kredit relatif ringan dan mudah. Dalam perjanjian kredit baik kredit biasa maupun kredit likuiditas syarat-syarat dan ketentuan - ketentuan perkreditan ditentukan oleh pihak pemberi kredit sedangkan pihak pemohon hanya memberikan persetujuannya saja. Dengan demikian hukum yang dipakai adalah hukum pihak Bank (pemberi kredit). Dalam penjanjian kredit likuiditas ini terlihat bahwa penyaluran kredit kepada nasabah oleh Bank Pelaksana terdapat campur tangan pemerintah, materi dan syarat perjanjian ditentukan oleh pemerintah. Kesimpulan yang dapat diambil dalam suatu perjanjian kredit adalah bahwa dalam perjanjian kredit tidak hanya menyangkut aspek perdatanya (aspek perjanjiannya) tetapi juga aspek ekonomi dan aspek publik."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>